Makalah Tafsir tentang Ayat-ayat yang berhubungan dengan Ibadah
Disusun Oleh Muazzin, S.H.I
Alumni Al-Hilal Sigli Tahun 2015

ibadah




KATA PENGANTAR

            Segala puji dan syukur penulis sampaikan kehadirat Allah SWT, shalawat dan salam juga disampaikan kepada junjungan Nabi Besar Muhammad SAW. Serta sahabat dan keluarganya, seayun langkah dan seiring bahu dalam menegakkan agama Allah. Dengan kebaikan beliau telah membawa kita dari alam kebodohan ke alam yang berilmu pengetahuan.
Dalam rangka melengkapi tugas dari mata kuliah Tafsir pada Program Studi Hukum Ekonomi Syari’ah Mu’amalah PTI AL-HILAL SIGLI dengan ini penulis mengangkat judul Ayat-ayat Tentang Ibadah”.
Dalam penulisan makalah ini, penulis menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari kesempurnaan, baik dari cara penulisan, maupun isinya.
Oleh karena itu penulis sangat mengharapkan kritikan dan saran-saran yang dapat membangun demi kesempurnaan makalah ini.


Wassalam
Penulis,


KELOMPOK 9



DAFTAR ISI



KATA PENGANTAR............................................................................................             i
DAFTAR ISI............................................................................................................             ii

BAB I       PENDAHULUAN
A.    Latar Belakang...................................................................................            1
B.    Rumusan Masalah..............................................................................             1
C.    Tujuan penulisan................................................................................             1

BAB II       PEMBAHASAN
A.    QS Al-baqarah ayat 21......................................................................            2
B.     QS Ar-rum ayat 30............................................................................            3
C.     QS Luqman ayat 13...........................................................................             5

BAB III    PENUTUP
A.    Kesimpulan........................................................................................             10
B.     Saran..................................................................................................             10

DAFTAR PUSTAKA.............................................................................................            11







BAB I
PENDAHULUAN

A.    Latar Belakang
Ibadah adalah tindakan untuk mematuhi perintah dan menjauhi larangan tuhan (Allah) dengan kata lain ibadah ialah suatu orientasi dari kehidupan dan orientasi tersebut hanya tertuju kepada tuhan (Allah) saja. Manusia diciptakan oleh tuhan dan hanya berorientasikan kepada penciptanya yaitu (Allah), sang pencipta yang menumbuhkan dan mengembangkan manusia, Dia yang memelihara, menjaga dan mendidik manusia, Dia pula yang memberi petunjuk kepada manusia, oleh karena itu hanya kepada Dia manusia menyembah.
Terkait dengan masalah ibadah, terdapat beberapa golongan hamba Allah yang sama-sama mengaku sebagai seorang hamba yang taat beribadah. Mereka memiliki berbagai pengertian yang berbeda dalam memahami apa hakikat dari ibadah. Diantaranya ada golongan yang berpendapat bahwa ibadah itu adalah sikap taat dan ketertundukan seorang hamba kepada sang Kholiqnya dalam rangka Ta'abbud kepada-Nya. Akan tetapi mereka kurang memperhatikan hal-hal kecil diluar itu yang terkait dengan ibadah sosial, pergaulan ataupun sikap toleransi dalam sitiap situasi. Ada pula yang berpendapat bahwa dalam ibadah yang menjadi titik tekan adalah bagaimana seorang hamba bersungguh-sungguh tatkala mengerjakan sesuatu, dan sesuatu tersebut bernilai ibadah apabila ia tulus. Akan tetapi mereka acapkali menyepelekan ibadah mahdhoh, seperti sholat, puasa dan lain-lain.
Kemudian golongan yang terakhir adalah golongan yang dapat menserasikan antara golongan yang pertama dan kedua, mereka dapat mensinergikan antara ibadah mahdhoh dan ibadah ghoiru mahdhoh.Akhir-akhir ini marak para kaum yang mengkaji masalah tersebut dan memunculkan kesimpulan yang aneh ke dalam telingga kita, kemudian bagaimana sikap kita sebagai seorang terpelajar menyikapinya? Oleh karena itu, Makalah ini akan membahas tafsir ayat-ayat ibadah.

B.     Rumusan Masalah
1.      Tafsir Surat Al-Baqarah Ayat [2] : 21
2.      Tafsir Surat Ar-Rum Ayat [30] : 30
3.      Tafsir Surat Luqman Ayat [31] : 13, 23 & 24



BAB II
PEMBAHASAN


A.    Surat Al-Baqarah [2] : 21
$pkšr'¯»tƒ â¨$¨Y9$# (#rßç6ôã$# ãNä3­u Ï%©!$# öNä3s)n=s{ tûïÏ%©!$#ur `ÏB öNä3Î=ö6s% öNä3ª=yès9 tbqà)­Gs? ÇËÊÈ  
Artinya : Hai manusia, sembahlah Tuhanmu yang telah menciptakanmu dan orang-orang yang sebelummu, agar kamu bertakwa,
Mufradah
Hai manusia
يَاأَيُّهَا النَّاسُ
sembahlah Tuhanmu
اعْبُدُوا رَبَّكُمُ
yang telah menciptakanmu
الَّذِي خَلَقَكُمْ
dan orang-orang yang sebelummu
خَلَقَكُمْ وَالَّذِينَ مِن قَبْلِكُمْ
agar kamu bertakwa
لَعَلَّكُمْ تَتَّقُونَ

Tafsirnya
Ayat  ini adalah sebuah perintah bagi seluruh manusia untuk menyembah Allah ta'ala. Karena Dialah yang telah menciptakan manusia. Baik  manusia terdahulu ataupun manusia yang akan datang. Perintah menyembah atau beribadah dalam ayat ini memiliki makna yang luas, tidak hanya penyembahan dalam arti ibadah mahdhah saja, melainkan ibdah dalam arti luas. Ayat ini memiliki korelasi yang kuat dengan tujuan dari diciptakannya jin dan manusia, yaitu untuk beribdah kepadaNya saja.[1]
Dalam ayat ini juga terdapat kewajiban untuk beribadah kepadaNya saja. Karena Alloh adalah Pencipta yang telah memberikan berbagai kenikmatan dan menciptakan manusia dari ketiadaan, Dia juga telah menciptakan umat-umat sebelum kita. Nikmat yang diberikannya berupa nikmat yang nyata dan nikmat yang tidak nampak. Dan menjadikan bumi sebagai tempat tinggal dan tempat berketurunan, bercocok tanam, berkebun, melakukan perjalanan dari satu tempat ke tempat yang lainnya serta manfaat bumi lainnya. Dan Dia juga telah menciptakan langit sebagai sebuah atap bangunan yang telah Dia letakan padanya matahari, bulan dan bintang.[2]
Syaikh Abdurrahman bin Nashir As-Sa'di menyatakan bahwa perintah dalam ayat ini bersifat umum untuk seluruh manusia. Sifat perintahnya sendiri umum yaitu untuk beribadah dengan segala bentuk ibadah, yaitu melaksanakan semua yang diperintahkanNya dan menjauhi yang dilarangNya serta membenarkan kabar-kabarnya. Hal ini sebagaimana perintah Alloh ta'ala dalam QS Adz-Dzariyat : 56. Allah ta'ala berfirman :

وَمَاخَلَقْتُ الْجِنَّ وَاْلإِنسَ إِلاَّلِيَعْبُدُونِ

Artinya : Dan aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan supaya mereka mengabdi kepada-Ku. QS Adz-Dzaariyat : 56.[3]
Ayat ini menegaskan tentang tujuan diciptakannya jin dan manusia di muka bumi ini, yaitu untuk beribadah kepadaNya. Makna ibdah dalam pengertian yang komprehensif disebutkan oleh Syaikh Al-Islam Ibnu Taimiyah, beliau menyebutkan : 

العبادة هى اسم جامع لكل ما يحبه الله ويرضاه من الأقوال والاعمال الباطنة والظاهرة

Ibadah adalah sebuah nama yang mencakup segala sesuatu yang dicintai oleh Alloh dan yang diridhaiNya berupa perkataan atau perbuatan baik yang berupa amalan batin ataupun yang dhahir (nyata).


B.     Surat Ar-Rum [30] : 30
óOÏ%r'sù y7ygô_ur ÈûïÏe$#Ï9 $ZÿÏZym 4 |NtôÜÏù «!$# ÓÉL©9$# tsÜsù }¨$¨Z9$# $pköŽn=tæ 4 Ÿw Ÿ@ƒÏö7s? È,ù=yÜÏ9 «!$# 4 šÏ9ºsŒ ÚúïÏe$!$# ÞOÍhŠs)ø9$#  ÆÅ3»s9ur uŽsYò2r& Ĩ$¨Z9$# Ÿw tbqßJn=ôètƒ ÇÌÉÈ  

Artinya : Maka hadapkanlah wajahmu dengan Lurus kepada agama Allah; (tetaplah atas) fitrah Allah yang telah menciptakan manusia menurut fitrah itu. tidak ada peubahan pada fitrah Allah. (Itulah) agama yang lurus; tetapi kebanyakan manusia tidak mengetahui,[4]

Tafsir Ayat
فَأَقِمْ وَجْهَكَ لِلدِّينِ حَنِيفاً
Maka arahkanlah wajahmu dengan lurus menuju ke arah yang telah di tentukan oleh tuhanmu demi taat kepada-Nya, yaitu arah agama yang lurus dan agama fitrah. Dan berpalinglah kamu dari kesesatan untuk menuju kepada petunjuk.
فِطْرَةَ اللَّهِ الَّتِي فَطَرَ النَّاسَ عَلَيْهَا
Tetaplah kalian semua pada fitrah yang telah di ciptakan oleh allah dalam diri manusia, karena sesungguhnya dia menjadikan dalam diri mereka fitrah yang selalu cenderung kepada ajaran tauhid dan meyakinkannya. Hal yang membimbing kepadanya pemikirannya yang sehat.

لا تَبْدِيلَ لِخَلْقِ اللَّهِ
Tidak layak fitrah allah di ganti atau dirubah. Ini adalah kalimat berita yang mengandung makna perintah jadi seolah-olah dikatakan, “janganlah kalian mengganti agama allah dengan kemusyrikan.”
Penjelasannya bahwa akal manusia itu seakan-akan lembaran yang putih bersih dan siap untuk menerima tulisan yang akan di tuangkan di atasnya, dan ia seprti lahan yang dapat menerima semua apa yang akan ditanamkan kepadanya. Ia dapat menumbuhkan hanzal (yang buahnya sangat pahit) sebagaimana ia pun dapat menumbuhkan berbagai macam pohon-pohonan yang berbuah dan ia dapat menumbuhkan obat dan racun.[5]
Jiwa manusia itu datang kepadanya berbagai macam agama dan pengetahuan, lalu ia menyerapnya akan tetapi hal-hal yang baiklah yang paling di serapnya. Sebagaimana halnya tumbuh-tumbuhanpun sebagian besar dari padanya mengandung racun dan tidak bermanfaat sangat sedikit. Dan jiwa manusia itu tidak akan mengganti fitrah yang baik ini dengan pendapat-pendapat yang rusak melainkan adanya seorang guru yang mengajarinya. Yang demikian itu adalah umpama dua orang yahudi dan nasrani. Seandainya orang tua membiarkan anaknya, niscaya sang anak akan mengetahui dengan sendirinya, bahwa tuhan itu satu dan akalnya tidak akan menuntunnya.karena sesungguhnya ternakpun tidak akan terpotong-potong telinganya ataupun bagian tubuh lainnya kecuali karena faktor dari luar dirinya. Demikian pula lembaran akal, ia tidak akan terkena pengaruh melainkan dari faktor luar yang menyesatkan tanpa ia sadari.
ذَلِكَ الدِّينُ الْقَيِّمُ
         Hal yang aku perintahkan kepada kalian itu, yaitu ajaran tauhid, ia adalah agama yang haq, tiada kebengkokan dan tiada pula penyimpangan di dalamnya.
وَلَكِنَّ أَكْثَرَ النَّاسِ لا يَعْلَمُون
       Akan tetapi kebanyakan manusia tidak mengetahui, demikian itu karena mereka tidak mau menggunakan akalnya guna memikirkan bukti-bukti yang jelas yang menunjukkan kepada ketauhidan ini. Seandainya mereka mengetahui hal tersebut dengan sebenar-benarnya, niscaya mereka akan mengikutinya, dan mereka tidak akan menghalang-halangi manusia yang menyerap nur-Nya. Dan pasti mereka tidak akan menurunkan penghalang-penghalang yang menghambat masuknya sinar ketauhidan kepada diri manusia.[6]

C.    Surat Luqman [31] : 13, 23 dan 24
1.      Surat Luqman Ayat 13

øŒÎ)ur tA$s% ß`»yJø)ä9 ¾ÏmÏZöew uqèdur ¼çmÝàÏètƒ ¢Óo_ç6»tƒ Ÿw õ8ÎŽô³è@ «!$$Î ( žcÎ) x8÷ŽÅe³9$# íOù=Ýàs9 ÒOŠÏàtã ÇÊÌÈ  
Artinya : dan (ingatlah) ketika Luqman berkata kepada anaknya, di waktu ia memberi pelajaran kepadanya: "Hai anakku, janganlah kamu mempersekutukan Allah, Sesungguhnya mempersekutukan (Allah) adalah benar-benar kezaliman yang besar".[7]


Asbabun Nuzul
Ketika ayat ke-82 dari surat Al-An’am diturunkan, para sahabat merasa keberatan. Maka mereka datang menghadap Rasulullah SAW,seraya berkata “ Wahai Rasulullah, siapakah diantara kami yang dapat membersihkan keimanannya dari perbuatan zalim ?”.Jawab beliau “ Bukan begitu,bukanlah kamu telah mendengarkan wasiat Lukman Hakim kepada anaknya : Hai anakku, janganlah kamu mempersekutukan Allah, sesungguhnya mempersekutukan Allah adalah benar-benar kezaliman yang besar. ( HR.Bukhori dari Abdillah)[8]

Tafsirnya
Allah Swt. berfirman: Wa idz qâla luqmân li [i]bnih wahuwa ya’izhuh (Ingatlah ketika Luqman berkata kepada anaknya pada waktu ia memberi pelajaran kepadanya).
Para ulama berbeda pendapat mengenai siapa Luqman yang dimaksud dalam ayat ini. Sebagian mufassir menyatakan, ia adalah cicit Azar (bapak Nabi Ibrahim as). Sebagian lagi berpendapat, ia adalah keponakan Ayyub dari saudara perempuannya. Yang lainnya menyebutkan, ia adalah sepupu Ayyub dari bibinya. Adapun menurut Ibnu Katsir, ia adalah Luqman bin Anqa bin Sadun.[9]
Para mufassir juga berbeda pendapat tentang asal-usul, tempat tinggal, dan pekerjaannya. Tidak bisa dipastikan pendapat mana yang paling benar. Sebab, al-Quran tidak merinci siapa sesungguhnya Luqman yang dimaksud. Sebagai kitab yang berfungsi menjadi hudâ wa maw’izhah (petunjuk dan pelajaran) bagi manusia, penjelasan tentang hal itu tidak terlampau penting.  Yang lebih penting justru pelajaran apa yang dapat dipetik dari kejadian itu.
Di dalam al-Quran banyak kisah yang hanya diceritakan peristiwanya, tanpa dirinci waktu, tempat terjadinya, kronologi dan pelakunya; layaknya buku sejarah. Demikian pula dengan kisah Luqman dalam ayat ini. Al-Quran hanya memberitakan bahwa dia termasuk orang yang mendapat limpahan al-hikmah dari-Nya. Allah Swt. berfirman:

]وَلَقَدْ آتَيْنَا لُقْمَانَ الْحِكْمَةَ أَنِ اشْكُرْ ِللهِ[
Artinya : Sesungguhnya telah Kami telah memberikan hikmah kepada Luqman, yaitu, "Bersyukurlah kepada Allah." (QS Luqman [31]: 12).
Secara bahasa al-hikmah berarti ketepatan dalam ucapan dan amal.  Menurut ar-Raghib, al-hikmah berarti mengetahui perkara-perkara yang ada dan mengerjakan hal-hal yang baik. Menurut Mujahid, al-hikmah adalah pemahaman, akal, dan kebenaran dalam ucapan selain kenabian.  Hikmah dari Allah Swt. bisa berarti benar dalam keyakinan dan pandai dalam dîn dan akal.
Pendapat agak berbeda dikemukakan Ikrimah, as-Sudi, dan asy-Sya'bi. Mereka menafsirkan al-hikmah sebagai kenabian. Karena itu, menurut mereka, Luqman adalah seorang nabi.[10] Pendapat ini berbeda dengan jumhur ulama yang berpandangan bahwa dia seorang hamba yang salih, bukan nabi.
Kendati bukan nabi, Luqman juga menempati derajat paling tinggi. Sebab, manusia yang derajatnya paling tinggi adalah orang yang kâmil fî nafsih  wa mukmil li ghayrih, yakni orang yang dirinya telah sempurna sekaligus berusaha menyempurnakan orang lain. Kesempurnaan Luqman ditunjukkan dalam ayat sebelumnya, bahwa dia termasuk hamba Allah Swt. yang mendapat hikmah dari-Nya. Adapun upayanya untuk membuat orang lain menjadi sempurna terlihat pada nasihat-nasihat yang disampaikan kepada putranya.
Dalam ayat itu disebutkan wa huwa ya‘izhuh. Kata ya‘izh berasal dari al-wa‘zh atau al-‘izhah yang berarti mengingatkan kebaikan dengan ungkapan halus yang bisa melunakkan hati. Karena itu,  dalam mendidik anaknya, Luqman menempuh cara yang amat baik, yang bisa meluluhkan hati anaknya sehingga mau mengikuti nasihat-nasihat yang diberikan.[11]
Yâ bunayya lâ tusyrik billâh (Hai anakku, janganlah engkau mempersekutukan Allah). Luqman memanggil putranya menggunakan redaksi tasghîr: ya bunayya.  Hal itu bukan untuk mengecilkan atau merendahkan, namun untuk menunjukan rasa cinta dan kasih sayang kepada anaknya. Dengan panggilan seperti itu, diharapkan nasihat yang disampaikan lebih mudah diterima.
Nasihat pertama yang disampaikan kepada putranya itu adalah la tusyrik billâh (jangan mempersekutukan Allah). Mempersekutukan Allah adalah mengangkat selain Allah Swt. sebagai tandingan yang disetarakan atau disejajarkan dengan-Nya. Ketika Rasulullah saw. ditanya oleh salah seorang sahabatnya, Wail bin Abdullah ra., mengenai dosa apa yang paling besar, beliau menjawab:
«الشِّرْكُ أَنْ تَجْعَلَ ِللهِ نِدًّا»
Syirik, yakni kamu menjadikan tandingan bagi Allah (HR an-Nasa'i).
            Larangan syirik ini berlaku abadi. Bahkan tidak seorang rasul pun yang diutus Allah Swt. kecuali menyampaikan larangan tersebut. (Lihat: QS az-Zumar [39]: 65).
Inna asy-syirk la zhulm ‘azhîm  (Sesungguhnya mempersekutukan Allah  adalah benar-benar kezaliman yang besar). Dalam nasihatnya, Luqman tidak saja melarang syirik, namun juga menjelaskan alasan dilarangnya perbuatan tersebut.[12]
Secara bahasa azh-zhulm (kezaliman) berarti menempatkan sesuatu tidak pada tempatnya. Syirik disebut azh-zhulm karena menempatkan Pencipta setara dengan ciptaan-Nya, menyejajarkan Zat yang berhak disembah dengan yang tidak berhak disembah, atau melakukan penyembahan kepada makhluk yang tidak berhak disembah. Banyak ayat al-Quran yang menyebut perbuatan syirik sebagai azh-zhulm (Lihat, misalnya: QS al-An‘am [6]: 82).
Selain kezaliman besar, dalam ayat lain, syirik juga disebut sebagai kesesatan yang nyata (QS. Saba’ [34]: 24) dan amat jauh (QS. an-Nisa' [4]: 116). Karena itu, wajar jika syirik dinilai sebagai dosa terbesar dan tidak ada dosa yang melebihinya. Jika dosa-dosa lain, manusia masih bisa berharap mendapat ampunan dari Allah Swt., tidak demikian dengan syirik. Siapa pun yang telah melakukan perbuatan syirik, dan tidak bertobat, lalu meninggal dalam kesyirikan, maka tidak akan diampuni Allah Swt. (QS an-Nisa' [4]: 48, 116). Lebih dari itu, syirik akan menyebabkan terhapusnya semua amal yang dikerjakan manusia (QS az-Zumar [39]: 65). Pelakunya diharamkan masuk surga (QS al-Maidah [5]: 72), sebaiknya ia kekal di dalam neraka (QS al-Bayyinah [98]: 6). Oleh karenanya, syirik menyebabkan penyesalan yang tak terbayarkan bagi pelakunya (QS al-Kahfi [18]: 42).
           
2.      Sarat Luqman Ayat 23 & 24
`tBur txÿx. Ÿxsù šRâøts ÿ¼çnãøÿä. 4 $uZøs9Î) öNßgãèÅ_ötB Nßgã¥Îm7t^ãZsù $yJÎ (#þqè=ÏHxå 4 ¨bÎ) ©!$# 7LìÎ=tæ ÏN#xÎ ÍrߐÁ9$# ÇËÌÈ   öNßgãèÏnFyJçR WxÎ=s% §NèO öNèdsÜôÒtR 4n<Î) >U#xtã 7áŠÎ=xî ÇËÍÈ  
Artinya : dan Barangsiapa kafir Maka kekafirannya itu janganlah menyedihkanmu. hanya kepada Kami-lah mereka kembali, lalu Kami beritakan kepada mereka apa yang telah mereka kerjakan. Sesungguhnya Allah Maha mengetahui segala isi hati. Kami biarkan mereka bersenang-senang sebentar, kemudian Kami paksa mereka (masuk) ke dalam siksa yang keras.[13]
Tafsirnya
         Bahwasanya hikmah dari Allah ciptakan jin dan manusia adalah untuk beribadah kepadaNya. Sedangkan pengertian ibadah adalah ketundukan kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala dengan penuh rasa cinta, pengagungan dengan melaksanakan perintahnya dan menjauhi larangannya dengan cara sebagaimana yang Allah ‘Azza wa Jalla ajarkan dalam syari’at yang dibawa oleh utusanNya. Maka hikmah/tujuan diciptakannya jin dan manusia adalah untuk beribadah kepada Allah SWT. Dan barangsiapa yang durhaka terhadap Robbnya dan enggan dari beribadah kepada Robbnya maka sesungguhnya dia telah melanggar/keluar dari tujuan penciptaannya yang Allah ‘Azza wa Jalla menciptakan mereka untuk tujuan beribadah kepadaNya.




BAB III
PENUTUP

A.    Kesimpulan
Ayat-ayat di atas adalah sebuah perintah bagi seluruh manusia untuk menyembah Allah ta'ala. Karena Dialah yang telah menciptakan manusia. Baik  manusia terdahulu ataupun manusia yang akan datang. Perintah menyembah atau beribadah dalam ayat ini memiliki makna yang luas, tidak hanya penyembahan dalam arti ibadah mahdhah saja, melainkan ibdah dalam arti luas. Ayat ini memiliki korelasi yang kuat dengan tujuan dari diciptakannya jin dan manusia, yaitu untuk beribdah kepadaNya saja.
Dalam ayat ini juga terdapat kewajiban untuk beribadah kepadaNya saja. Karena Alloh adalah Pencipta yang telah memberikan berbagai kenikmatan dan menciptakan manusia dari ketiadaan, Dia juga telah menciptakan umat-umat sebelum kita. Nikmat yang diberikannya berupa nikmat yang nyata dan nikmat yang tidak nampak. Dan menjadikan bumi sebagai tempat tinggal dan tempat berketurunan, bercocok tanam, berkebun, melakukan perjalanan dari satu tempat ke tempat yang lainnya serta manfaat bumi lainnya. Dan Dia juga telah menciptakan langit sebagai sebuah atap bangunan yang telah Dia letakan padanya matahari, bulan dan bintang. 

B.     Saran
Agar pesertadidik dapat menerapkan ajaran yang terdapat pada surat al-luqman dalam kehidupan sehari-hari, baik itu kepada Allah SWT, kedua orang tua, serta kepada manusia-manusia yang lain.










DAFTAR PUSTAKA

Aath-Thabari, Jâmi’ al-Bayân fî Ta’wîl al-Qur’ân, xi/208, Dar al-Kutub al-Ilmiyyah, Beirut. 1992.
Taisir Karim Ar-Rohman Fi Tafsir Kalam Al-Manan, Syaikh Abdurrahman bin Nashir  As-Sa'di.
Abu al-Hasan al-Naysaburi, al-Wasîth fî Tafsîr al-Qur’ân al-Majîd, III/442, Dar al-Kutub al-Ilmiyyah, Beirut. 1994; Abu ‘Ali al-Fadhl, Majma’ al-Bayân fî Tafsîr al-Qur’ân, III/491, Dar al-Kutub al-Ilmiyyah, Beirut. 1994.
Al-Khazin, Lubâb al-Ta’wîl fi Ma’âni at-Tanzîl, III/398, Dar al-Kutub al-Ilmiyyah, Beirut. 1995
Ibnu Katsir, Tafsir al-Qur’ân al-‘Azhîm, III/ 1445; AbuThayyib al-Qinuji, Fath al-Bayân fî Maqâshid al-Qur’ân, X/281, Idarat Ihya’ al-Turats al-Islami, Qathar. 1989
Wahbah az-Zuhayli, Tafsîr al-Munîr, XI/143, Dar al-Fikr, Beirut. 1991. ar-Raghib al-AshfahaniMu’jam Mufradât Alfâzh al-Qur’ân, hlm. 564, Dar al-Fikr, Beirut., tt.




[1] Abu al-Hasan al-Naysaburi, al-Wasîth fî Tafsîr al-Qur’ân al-Majîd, III/442, Dar al-Kutub al-Ilmiyyah, Beirut. 1994; Abu ‘Ali al-Fadhl, Majma’ al-Bayân fî Tafsîr al-Qur’ân, III/491, Dar al-Kutub al-Ilmiyyah, Beirut. 1994.
[2] Wahbah az-Zuhayli, Tafsîr al-Munîr, XI/143, Dar al-Fikr, Beirut. 1991. ar-Raghib al-AshfahaniMu’jam Mufradât Alfâzh al-Qur’ân, hlm. 564, Dar al-Fikr, Beirut., tt.
[3] Taisir Karim Ar-Rohman Fi Tafsir Kalam Al-Manan, Syaikh Abdurrahman bin Nashir  As-Sa'di.
[4] Fitrah Allah: Maksudnya ciptaan Allah. manusia diciptakan Allah mempunyai naluri beragama Yaitu agama tauhid. kalau ada manusia tidak beragama tauhid, Maka hal itu tidaklah wajar. mereka tidak beragama tauhid itu hanyalah lantara pengaruh lingkungan.
[5] Al-Khazin, Lubâb al-Ta’wîl fi Ma’âni at-Tanzîl, III/398, Dar al-Kutub al-Ilmiyyah, Beirut. 1995
[7] Al-quran dan terjemahannya
[8] Aath-Thabari, Jâmi’ al-Bayân fî Ta’wîl al-Qur’ân, xi/208, Dar al-Kutub al-Ilmiyyah, Beirut. 1992.
[9]  Ibnu Katsir, Tafsîr al-Qur’ân al-‘Azhîm, III/1446, Dar al-Fikr, Beirut. 2000.
[10] Abu al-Hasan al-Naysaburi, al-Wasîth fî Tafsîr al-Qur’ân al-Majîd, III/442, Dar al-Kutub al-Ilmiyyah, Beirut. 1994; Abu ‘Ali al-Fadhl, Majma’ al-Bayân fî Tafsîr al-Qur’ân, III/491, Dar al-Kutub al-Ilmiyyah, Beirut. 1994.
[11] Wahbah az-Zuhayli, Tafsîr al-Munîr, XI/143, Dar al-Fikr, Beirut. 1991. ar-Raghib al-AshfahaniMu’jam Mufradât Alfâzh al-Qur’ân, hlm. 564
[12] Ibnu Katsir, Tafsir al-Qur’ân al-‘Azhîm, III/ 1445; AbuThayyib al-Qinuji, Fath al-Bayân fî Maqâshid al-Qur’ân, X/281, Idarat Ihya’ al-Turats al-Islami, Qathar. 1989
[13] Ibnu Katsir, Tafsîr al-Qur’ân al-‘Azhîm, III/1446, Dar al-Fikr, Beirut. 2000.

0 komentar:

Post a Comment

 
Top