Contoh Makalah Hukum Pajak tentang "Pajak dalam Agama Islam"
Disusun Oleh Muazzin, S.H.I
Alumni Al-Hilal Sigli Tahun 2015


Pajak dalam Islam



BAB I
PENDAHULUAN

A.    Latar Belakang
Dalam dunia yang serba modern seperti sekarang ini, tidaklah ada suatu negera yang dapat mengasingkan diri dari pergaulan internasional. Pergaulan antar negera-negara yang berdaulat dan merdeka sudah barang tentu harus diatur. Perhubungan-perhubungan hukum pada umumnya yang telah ada di antara negara-negara itu, telah diatar dalam himpunan peraturan-peraturan yang disebut “hukum antar negara”. Sebagai modernisasi dari nama lain yaitu “hukum bangsa-bangsa” yang merupakan terjemahan lurus dari nama-nama seperti volkerrect, droit de gens, law of nations, dan volkenrecht yang kesemuanya barasal dari istilah Romawi: ius gentium.
Pajak adalah iuran rakyat kepada kas negara berdasarkan undang-undang  sehingga dapat dipaksakan  dengan tiada mendapat balas jasa secara langsung. Pajak juga disebut sumber penerimaan negara untuk pembiayaan pemerintah dan pembangunan di Indonesia. Peran pajak terhadap penerimaan negara dari tahun ke tahun semakin dominan, terutama sejak penerimaan minyak dan gas bumi tidak mampu lagi membiayai belanja pemerintah. Semakin besarnya peranan pajak dalam pembangunan menjadi perhatian semua pihak, karena tingginya pajak menunjukkan kemampuan kemandirian bangsa dalam membiayai pembangunan dari seluruh komponen bangsa. Pajak dipungut penguasa berdasarkan norma- hukum untuk menutup biaya produksi barang-barang dan jasa kolektif untuk mencapai kesejahteraan umum.
Pajak merupakan sumber utama pemasukan negara yang dalam penyelenggaraannya dilaksanakan oleh Direktorat Jendral Pajak. Pajak memberikan manfaat secara tidak langsung bagi masyarakat,karena kontraprestasi yang akan dikembalikan pada masyarakat adalah dalam bentuk pembangunan infrasruktur dan fasilitas umum,sehingga pajak tersebut seharusnya dapat dinikmati secara merata oleh seluruh lapisan masyarakat. Selain untuk membangun infrastruktur dan fasilitas umum, pajak juga dipergunakan untuk membayar gaji pegawai negeri,pensiunan pegawai negeri,bahkan subsidi yang selama ini dirasakan oleh masyarakat berasal dari pajak yang dibayarkan. Berbagai macam subsidi yang dikeluarkan pemerintah diantaranya  subsidi BBM, listrik, Bantuan Langsung Tunai (BLT),Raskin,dan Jamkesmas.Namun pada prakteknya subsidi ini tidak tepat sasaran. Hal ini tantangan bagi Direktorat Jenderal Pajak sebagai institusi yang menghimpun penerimaan negara dari pajak. DJP memiliki visi menjadi institusi pemerintah yang menyelenggarakan sistem administrasi perpajakan modern yang efektif, efisien,dan dapat dipercaya masyarakat dengan integritas dan profesionalisme yang tinggi dan menghimpun pajak negara berdasarkan Undang-Undang Perpajakan yang mampu mewujudkan kemandirian pembiayaan Anggaran Pendapatan.
Demikian pula halnya yang dikehendaki oleh negara-negara burhubungan dengan tugasnya sebagai pemungut pajak. Maka dicarilah kini olehnya salah satu undang-undang kesepakatan kerjasama yang erat dalam lapangan-lapangan perpajakan.
B.     Rumusan Masalah
1.   Jelaskan tentang pengertian pajak!
2.   Bagaimana kewajiban membayar zakat dan pajak?
3.   Bagaimana pendapat para ulama tentang zakat?

C.    Tujuan Penulisan
Adapun tujuan saya dalam menyusun makalah ini adalah disamping memenuhi tugas dalam perkuliahan juga agar saya mampu memahami tentang pajak dalam persepektif agama islam.



BAB II
PEMBAHASAN

A.    Pengertian Pajak
Mengenai pajak terdapat bermacam-macam batasan atau definisi tentang "pajak" yang dikemukakan oleh para ahli diantaranya adalah:
Menurut Prof. Dr. P. J. A. Adriani, pajak adalah iuran masyarakat kepada negara (yang dapat dipaksakan) yang terutang oleh yang wajib membayarnya menurut peraturan-peraturan umum (undang-undang) dengan tidak mendapat prestasi kembali yang langsung dapat ditunjuk dan yang gunanya adalah untuk membiayai pengeluaran-pengeluaran umum berhubung tugas negara untuk menyelenggarakan pemerintahan.
Menurut Prof. Dr. H. Rochmat Soemitro SH, pajak adalah iuran rakyat kepada Kas Negara berdasarkan undang-undang (yang dapat dipaksakan) dengan tiada mendapat jasa timbal (kontra prestasi) yang langsung dapat ditunjukkan dan yang digunakan untuk membayar pengeluaran umum.
Definisi tersebut kemudian dikoreksinya yang berbunyi sebagai berikut: Pajak adalah peralihan kekayaan dari pihak rakyat kepada Kas Negara untuk membiayai pengeluaran rutin dan surplusnya digunakan untuk public saving yang merupakan sumber utama untuk membiayai public investment.
Sedangkan menurut Sommerfeld Ray M., Anderson Herschel M., & Brock Horace R, pajak adalah suatu pengalihan sumber dari sektor swasta ke sektor pemerintah, bukan akibat pelanggaran hukum, namun wajib dilaksanakan, berdasarkan ketentuan yang ditetapkan lebih dahulu, tanpa mendapat imbalan yang langsung dan proporsional, agar pemerintah dapat melaksanakan tugas-tugasnya untuk menjalankan pemerintahan.
Adapun perbedaan antara pajak dan zakat ini diantaranya:
Pertama, zakat merupakan manifestasi ketaatan ummat terhadap perintah Allah SWT dan Rasulullah SAW sedangkan pajak merupakan ketaatan seorang warganegara kepada ulil amrinya (pemimpinnya).
Kedua, zakat telah ditentukan kadarnya di dalam Al Qur’an dan Hadits, sedangkan pajak dibentuk oleh hukum negara.
Ketiga, zakat hanya dikeluarkan oleh kaum muslimin sedangkan pajak dikeluarkan oleh setiap warganegara tanpa memandang apa agama dan keyakinannya.
Keempat, zakat berlaku bagi setiap muslim yang telah mencapai nishab tanpa memandang di negara mana ia tinggal, sedangkan pajak hanya berlaku dalam batas garis teritorial suatu negara saja.
Kelima, zakat adalah suatu ibadah yang wajib di dahului oleh niat sedangkan pajak tidak memakai niat. Dan sesungguhnya masih banyak lagi hal-hal yang membedakan antara zakat dan pajak.
B.     Kewajiban Membayar Zakat dan Pajak
1.      Landasan Kewajiban Membayar Zakat
Zakat adalah rukun Islam ketiga yang diwajibkan di Madinah pada bulan Syawal tahun kedua Hijriyah setelah diwajibkannya puasa Ramadhan dan zakat Fitrah. Ayat-ayat zakat, shodaqah dan infaq yang turun di Makkah baru berupa anjuran dan penyampaiannya menggunakan metodologi pujian bagi yang melaksanakannya dan cacian atau teguran bagi yang meninggalkannya.
Landasan kewajiban mewmbayar zakat diantaranya:
1.      Al Qur'an
(#qßJŠÏ%r&ur no4qn=¢Á9$# (#qè?#uäur no4qx.¨9$# (#qãèx.ö$#ur yìtB tûüÏèÏ.º§9$# ÇÍÌÈ  
Artinya: "Dirikanlah shalat dan tunaikanlah zakat dan ruku'lah bersama dengan orang-orang yang ruku'".
õè{ ô`ÏB öNÏlÎ;ºuqøBr& Zps%y|¹ öNèdãÎdgsÜè? NÍkŽÏj.tè?ur $pkÍ5 Èe@|¹ur öNÎgøn=tæ ( ¨bÎ) y7s?4qn=|¹ Ö`s3y öNçl°; 3 ª!$#ur ììÏJy íOŠÎ=tæ ÇÊÉÌÈ  
Artinya: "Ambilah zakat dari sebagian harta mereka, dengan zakat itu kamu membersihkan dan mensucikan mereka dan do'akanlah mereka karena sesungguhnya do'amu dapat memberikan ketenangan bagi mereka. Dan Allah Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui".
(#qè=à2 `ÏB ÿ¾Ín̍yJrO !#sŒÎ) tyJøOr& (#qè?#uäur ¼çm¤)ym uQöqtƒ ¾ÍnÏŠ$|Áym ( Ÿwur (#þqèùÎŽô£è@ 4 ¼çm¯RÎ) Ÿw =Ïtä šúüÏùÎŽô£ßJø9$#
Artinya: "Makanlah buahnya jika telah berbuah dan tunaikan haknya (kewajibannya) dihari memetik hasilnya (dengan dikeluarkan zakatnya)".(QS, Al-an’am ayat 141)
2.      As-Sunnah
Rasulullah SAW bersabda yang diriwayatkan Bukhari dan Muslim dari Abdullah bin Umar: Artinya: "Islam dibangun atas lima rukun: Syahadat tiada Tuhan kecuali Allah dan Muhammad saw utusan Allah, menegakkan shalat, membayar zakat, menunaikan haji dan puasa Ramadhan".
Hadist diriwayatkan oleh Ath-Thabrani dari Ali ra: Artinya: "Sesungguhnya Allah mewajibkan (zakat) atas orang-orang kaya dari umat Islam pada harta mereka dengan batas sesuai kecukupan fuqoro diantara mereka. Orang-orang fakir tidak akan kekurangan pada saat mereka lapar atau tidak berbaju kecuali karena ulah orang-orang kaya diantar mereka. Ingatlah bahwa Allah akan menghisab mereka dengan keras dan mengadzab mereka dengan pedih".

2.      Landasan Kewajiban Membayar Pajak
Di dalam Hukum Islam, Dasar membayar pajak itu hukumnya adalah wajib, berdasarkan kepada ayat Al-Qur’an Surat At-Taubah : 29.
(#qè=ÏG»s% šúïÏ%©!$# Ÿw šcqãZÏB÷sム«!$$Î/ Ÿwur ÏQöquø9$$Î/ ̍ÅzFy$# Ÿwur tbqãBÌhptä $tB tP§ym ª!$# ¼ã&è!qßuur Ÿwur šcqãYƒÏtƒ tûïÏŠ Èd,ysø9$# z`ÏB šúïÏ%©!$# (#qè?ré& |=»tFÅ6ø9$# 4Ó®Lym (#qäÜ÷èムsptƒ÷Éfø9$# `tã 7tƒ öNèdur šcrãÉó»|¹
"Perangilah orang-orang yang tidak beriman kepada Allah dan tidak pula kepada hari kemudian dan mereka tidak mengharamkan apa yang diharamkan oleh Allah dan Rasul-Nya dan tidak beragama dengan agama yang benar (Agama Allah), yaitu orang-orang yang diberi Al-kitab kepada mereka, sampai mereka membayar "Jizyah" dengan patuh, sedang mereka dalam keadaan tunduk."
Pembebanan kewajiban membayar pajak hanyalah terhadap kaum laki-laki dan kaum Hawa yang normal, sedangkan orang yang tidak mampu, dibebaskan dari kewajiban tersebut. Pembebanannya pun disesuaikan dengan status sosial dan kondisi keuangannya.
Dalam pengaturan pajak tersebut haruslah sesuai dengan Undang-undang, yaitu pasal 23 UUD 1945 yang berbunyi: “Pajak dan pungutan yang bersifat untuk keperluan negara diatur dengan undang-undang”.

C.    Pendapat para ulama tentang kewajiban membayar Zakat dan Pajak
Islam adalah agama yang  anti kedzaliman. Pengutipan pajak tidak dapat dilakukan sembarangan dan sekehendak hati penguasa. Pajak yang diakui dalam sejarah fiqh Islam dan sistem yang dibenarkan harus memenuhi beberapa syarat yaitu :
1.      Benar–benar harta itu dibutuhkan dan tak ada sumber lain.
Pajak itu boleh dipungut apabila negara memang benar – benar membutuhkan dana, sedangkan sumber lain tidak diperoleh. Demikianlah pendapat Syeikh Muhammad Yusuf Qardhawy.
Para ulama dan para ahli fatwa hukum Islam menekankan agar memperhatikan syarat ini sejauh mungkin. Sebagian ulama mensyaratkan bolehnya memungut pajak apabila Baitul Mal benar – benar kosong. Para ulama benar – benar sangat hati – hati dalam mewajibkan  pajak kepada rakyat, karena khawatir akan membebani rakyat dengan beban yang di luar kemampuannya dan keserakahan pengelola pajak dan penguasa dalam mencari kekayaan dengan cara melakukan korupsi hasil  pajak.
2.      Pemungutan Pajak yang Adil.
            Apabila pajak itu benar-benar dibutuhkan dan tidak ada sumber lain yang memadai, maka pengutipan pajak, bukan saja boleh, tapi wajib dengan syara. Tetapi harus dicatat, pembebanan itu harus adil dan tidak memberatkan. Jangan sampai menimbulkan keluhan dari masyrakat. Keadilan dalam pemungutan pajak didasarkan kepada pertimbangan ekonomi, sosial dan kebutuhan yang diperlukan rakyat dan pembangunan.
3.      Pajak hendaknya dipergunakan untuk membiayai kepentingan umat, bukan untuk maksiat dan hawa nafsu.
4.      Persetujuan para ahli/cendikiawan yang berakhlak.
Kepala negara,  wakilnya, gubernur atau pemerintah daerah tidak boleh bertindak sendiri untuk mewajibkan pajak, menentukan besarnya, kecuali setelah dimusyawarahkan dan mendapat persetujuan dari para ahli dan cendikiawan dalam masyarakat.
Sedangkan mengenai pembayaran zakat, para ulama telah sepakat akan kewajiban zakat dan bagi yang mengingkarinya berarti telah kafir dari Islam.



BAB III
PENUTUP

A.    Kesimpulan
Pajak adalah iuran rakyat kepada kas negara berdasarkan undang-undang  sehingga dapat dipaksakan  dengan tiada mendapat balas jasa secara langsung. Pajak juga disebut sumber penerimaan negara untuk pembiayaan pemerintah dan pembangunan di Indonesia.
Di dalam Hukum Islam, Dasar membayar pajak itu hukumnya adalah wajib, berdasarkan kepada ayat Al-Qur’an Surat At-Taubah : 29.
(#qè=ÏG»s% šúïÏ%©!$# Ÿw šcqãZÏB÷sム«!$$Î/ Ÿwur ÏQöquø9$$Î/ ̍ÅzFy$# Ÿwur tbqãBÌhptä $tB tP§ym ª!$# ¼ã&è!qßuur Ÿwur šcqãYƒÏtƒ tûïÏŠ Èd,ysø9$# z`ÏB šúïÏ%©!$# (#qè?ré& |=»tFÅ6ø9$# 4Ó®Lym (#qäÜ÷èムsptƒ÷Éfø9$# `tã 7tƒ öNèdur šcrãÉó»|¹
"Perangilah orang-orang yang tidak beriman kepada Allah dan tidak pula kepada hari kemudian dan mereka tidak mengharamkan apa yang diharamkan oleh Allah dan Rasul-Nya dan tidak beragama dengan agama yang benar (Agama Allah), yaitu orang-orang yang diberi Al-kitab kepada mereka, sampai mereka membayar "Jizyah" dengan patuh, sedang mereka dalam keadaan tunduk."



DAFTAR PUSTAKA

Brotodihardjo Santoso, 2003, Pengantar Ilmu Hukum Pajak, Bandung: PT. Refika Aditama
Ilyas B. Wirawan, dkk, 2007, Hukum Pajak, Jakarta: Salemba Empat.
Yudhanti, Ristina. 2010. Hukum Pajak. Semarang: Fakultas Hukum Universitas Negeri Semarang.


0 komentar:

Post a Comment

 
Top