Makalah Mahasiswa Institute Agama Islam Al-Aziziyah Samalanga
Disusun Oleh Muazzin, S.H.I
Alumni Al-Hilal Sigli Tahun 2015


Makalah Aneka Ragam Bisnis Islam Kontemporer



KATA PENGANTAR

            Segala puji dan syukur penulis sampaikan kehadirat Allah SWT, shalawat dan salam juga disampaikan kepada junjungan Nabi Besar Muhammad SAW. Serta sahabat dan keluarganya, seayun langkah dan seiring bahu dalam menegakkan agama Allah. Dengan kebaikan beliau telah membawa kita dari alam kebodohan ke alam yang berilmu pengetahuan.
Dalam rangka melengkapi tugas dari mata kuliah Pengantar Bisnis Islam pada Program Studi Ekonomi Syari’ah STAI AL-AZIZYIAH SAMALANGA dengan ini penulis mengangkat judul Aneka Ragam Bisnis Islam Kontemporer”.
Dalam penulisan makalah ini, penulis menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari kesempurnaan, baik dari cara penulisan, maupun isinya.
Oleh karena itu penulis sangat mengharapkan kritikan dan saran-saran yang dapat membangun demi kesempurnaan makalah ini.


Wassalam
 Penulis,


        HIDAYAT ARSALA





DAFTAR ISI



KATA PENGANTAR..............................................................................      i
DAFTAR ISI..............................................................................................      ii

BAB I       PENDAHULUAN
A.    Latar Belakang.....................................................................      1
B.    Rumusan Masalah................................................................      1

BAB II       PEMBAHASAN
A.    Perkembangan bisnis islam kontemporer.............................      2
B.     Perbankan syariah................................................................      3
C.     Baitul maal wat tamwil (BMT)............................................      6
D.    Pegadaian syariah.................................................................      7
E.     Asuransi syariah...................................................................      9
F.      Pasar modal syariah..............................................................      10
G.    Obligasi syariah (surat-surat berharga).................................      10

BAB III    PENUTUP
A.    Kesimpulan..........................................................................      12

DAFTAR PUSTAKA...............................................................................      13





BAB I
PENDAHULUAN

A.    Latar Belakang
Bisnis syariah menjadi primadona di Indonesia. Tata cara bisnis perbankan dan pembiayaan yang mengikuti kaidah islam ini juga diminati non muslim. Bahkan, beberapa bank asing sudah melebarkan sayapnya menekuni bisnis ini.
Sebut saja HSBC, hingga bebrapa nama lain yang ‘antre’ menunggu izin resmi dari Bank Indonesia (BI) untuk bisa menjalankan bisnis syariah. Pada tahun 2008, unit usaha syariah Bank Rakyat indonesia (BRI) resmi menjadi Bank Umum Syariah (BUS). Layanan perbankan syariah sudah mampu menjangkau masyarakat di 74 kabupaten/kota dan 27 provinsi. Pengembangan kapasitas jangkauan layanan tercermin dari 2,6 juta rekening nasabah dan pembiayaan kepda kelompok UMKM sebesar 38,01 persen. Namun market share dari perbankan syariah masih dua persen terhadap bank konvensional. Miris melihat kenyataan tersebut, mengingat penduduk Indonesia mayoritas beragama Islam. Hal tersebut disebabkan kurangnya kesadaran masyarakat dan lain sebagainya.
B.     Rumusan Masalah
      1.      Perkembangan bisnis islam kontemporer
      2.      Perbankan syariah
      3.      Baitul maal wat tamwil (BMT)
      4.      Pegadaian syariah
      5.      Asuransi syariah
      6.      Pasar modal syariah
      7.      Obligasi syariah (surat-surat berharga)



BAB II
PEMBAHASAN

A.    Perkembangan Bisnis Islam Kontemporer
Perkembangan ekonomi dan bisnis syariah telah diadopsi ke dalam kerangka besar kebijakan ekonomi di indonesia dewasa ini. Adapun kebijakan tersebut dipelopori oleh Bank Indonesia dengan diberlakunya Undang-undang No. 10 tahun 1998 sebagai dengan menetapkan perbankan syariah sebagai salah satu pilar penyangga dual-banking system. Selain itu, Departemen keuangan melalui Badan Pengawas Pasar Modal dan Lembaga Keuangan (Bapepam-LK) telah mengakui keberadaan lembaga keuangan syariah non-banking seperti asuransi dan pasar modal syariah. Sementara, Departemen agama telah mengeluarkan akreditasi bagi organisasi-organisasi pengelola zakat baik di tingkat pusat maupun daerah. Hal tersebut memunculkan kedinamisan dalam perkembangan ekonomi dan bisnis syariah di indonesia yang menunjukan arah positif dan signifikan dalam pembangunan ekonomi pada umumnya.
Tahun 1990 Majelis Ulama Indonesia memprakarsai terselenggaranya  Lokakarya Ekonomi Syariah. Lokakarya tersebut tadi membuka pandangan kalangan ulama dan cekiawan muslim bahwa indonesia yang merupakan negara dengan penduduk muslim terbesar di dunia, namu sangat tertinggal dalam mengimplementasikan ekonomi syariah. Oleh karena itu, salah satu rekomendasi yang dihasilkan dalamlokakarya ini adalah pendirian bank syariah. Momen penting yang tercatat dalamperkembangan perbankan syariah di indonesia adalah dari pengalaman selama krisis ekonomi yang terjadi pada tahun 1997/1998, ternyata faktamenunjukan bahwa perbankan syariah tidak terseret badai krisis dan menjadi salah satu sektor perbankan yang tidak perlu dilakukan rekap oleh pemerintah.  Tanggal 10 februari 1999 MUI membentuk Dewan Syariah Nasional  (DSN).DSN ini dibentuk untuk menjawab kekhwatiran terjadinya perbedaan fatwa yang dikeluarkan oleh DPS di masing-masung LKS. Oleh karena itu, DSN ini membawahi seluruh DPS/LKS di Indonesia.
Fungsi utama dari DSN adalah menggali,mengkaji dan merumuskan nilai dan prinsip hukum Islam (syariah) untuk dijadikan pedoman dalamkegiatan LKS serta mengawasi implementasinya. Dalam praktek pengawasan inilah dimasing-masing LKS ditempatkan DPS. Dengan dikembangnya produk-produk ekonomi  syariah, diharapkan bisa mewujudkan pasar modal indonesia menjadi suatu market yang bisa menarik para investor yang ingin berinvestasi dengan memperhatikan kesesuaian produk dan intrumen yang sejalan dengan kaedah-kaedah syariah islam. Hal ini tidak hanya terhadap investor lokal akan tetapi yang tidak kalah pentingnya adalah hal ini diharapkan pula bisa memberikan daya tarik tersendiri terhadap minat investor dari mancanegara.

B.     Perbankan Syariah
Sejarah Perkembangan Bank Syariah Di Indonesia
Perbankan syariah di Indonesia, pertama kali dipelopori oleh Bank Muamalat Indonesia yang berdiri pada tahun 1991. Bank ini pada awal berdirinya diprakarsai oleh Majelis Ulama Indonesia (MUI) dan pemerintah serta mendapat dukungan dari Ikatan Cendekiawan Muslim Indonesia (ICMI) dan beberapa pengusaha muslim. Pada saat krisis moneter yang terjadi pada akhir tahun 1990,bank ini mengalami kesulitan sehingga ekuitasnya hanya tersisa sepertiga dari modal awal. IDB kemudian memberikan suntikan dana kepada bank ini dan pada periode 1999-2002 dapat bangkit dan menghasilkan laba.
Hingga tahun 2007 terdapat 3 institusi bank syariah di Indonesia yaitu Bank Muamalat Indonesia, Bank Syariah Mandiri dan Bank Mega Syariah. Sementara itu bank umum yang telah memiliki unit usaha syariah adalah 19 bank diantaranya merupakan bank besar seperti Bank Negara Indonesia (Persero) dan Bank Rakyat Indonesia (Persero). Sistem syariah juga telah digunakan oleh Bank Perkreditan Rakyat, saat ini telah berkembang 104 BPR Syariah.
Prinsip kerja bank syariah adalah aturan perjanjian berdasarkan hukum Islam antara bank dan pihak lain untuk penyimpanan dana dan/atau pembiayaan kegiatan usaha, atau kegiatan lainnya yang sesuai dengan syariah.

Serupa Namun Berbeda antara Bank Syariah dan Bank Konvensional
Bank di Indonesia terbagi menjadi dua, yaitu bank syariah dan bank konvensional. Menurut UU RI No.7 Tahun 1992 Bab I pasal 1 ayat 1, “Bank adalah badan usaha yang menghimpun dana dari masyarakat dalam bentuk simpanan, dan menyalurkannya kepada masyarakat dalam rangka meningkatkaan taraf hidup rakyat banyak”. Perbankan syariah atau Perbankan Islam adalah suatu sistem perbankan yang dikembangkan berdasarkan syariah (hukum) islam. Usaha pembentukan sistem perbankan syariah ini didasari oleh larangan dalam agama islam untuk memungut maupun meminjam dengan bunga atau yang disebut dengan riba serta larangan investasi untuk usaha-usaha yang dikategorikan haram (usaha yang berkaitan dengan produksi makanan/minuman haram, usaha media yang tidak islami, dll), dimana hal ini tidak dijamin oleh sistem perbankan konvensional
Di Indonesia perbankan syariah dipelopori oleh Bank Muamalat Indonesia, dan hingga tahun 2007 sudah terdapat 3 institusi bank syariah di Indonesia yaitu Bank Muamalat Indonesia, Bank Syariah Mandiri dan Bank Mega Syariah. Sementara itu bank umum yang telah memiliki unit usaha syariah adalah 19 bank, diantaranya merupakan bank besar seperti Bank Negara Indonesia (Persero) dan Bank Rakyat Indonesia (Persero). Sistem syariah juga telah digunakan oleh Bank Perkreditan Rakyat, saat ini telah berkembang 104 BPR Syariah. Keberadaan BankSyariah di Indonesia telah di atur dalam UU No.10 tahun 1998 tentang Perubahan UU No.7 tahun 1992 tentang Perbankan. Sementara itu, Bank Konvensional adalah Bank Umum yang melaksanakan kegiatan usahanya secara konvensional.
Pertama – tama akan kita bahas tentang persamaan dari kedua bank tersebut, yakni ada persamaan dalam hal sisi teknis penerimaan uang, persamaan dalam hal mekanisme transfer, teknologi komputer yang digunakan maupun dalam hal syarat-syarat umum untuk mendapat pembiayaan seperti KTP, NPWP, proposal, laporan keuangan dan sebagainya. Dalam hal persamaan ini semua kegiatan yang dijalankan pada Bank Syariah itu sama persis dengan yangdijalankan pada Bank Konvensional, dan nyaris tidak ada bedanya.
Selanjutnya, mengenai perbedaannya, antara lain meliputi aspek akad dan legalitas, struktur organisasi, usaha yang dibiayai dan lingkungan kerja. Yang pertama tentang akad dan legalitas, yang merupakan kunci utama yang membedakan antara bank syariah dan bank konvensional. “innamal a’malu bin niat”, sesungguhnya setiap amalan itu bergantung dari niatnya. Dan dalam hal ini bergantung dari aqadnya. Perbedaannya untuk aqad-aqad yang berlangsung pada bank syariah ini hanya aqad yang halal, seperti bagi hasil, jual beli atau sewa –menyewa. Tidak ada unsur riba’ dalam bank syariah ini, justru menerapkan sistem bagi hasil dari keuntungan jasa atas transaksi riil.
Perbedaan selanjutnya yaitu dalam hal struktur organisasi bank. Dalam bank syariah ada keharusan untuk memiliki Dewan Pengawas Syariah (DPS) dalam struktur organisasinya. DPS ini bertugas untuk mengawasi operasional bank dan produk-produknya agar sesuai dengan garis-garis syariah. DPS biasanya ditempatkan pada posisi setingkat dengan dewan komisaris. DPS ini ditetapkan pada saat Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS) setiap tahunnya. Semenjak tahun 1997, seiring dengan pesatnya perkembangan bank syariah di Indonesia, dan demi menjaga agar para DPS di setiap bank benar-benar tetap konsisten pada garis-garis syariah, maka MUI membentuk sebuah lembaga otonom untuk lebih fokus pada ekonomi syariah dengan membentuk Dewan Syariah Nasional.
Kemudian perbedaan lainnya adalah pada lingkungan kerja Bank Syariah. Sekali-sekali cobalah kunjungi Bank Syariah, pasti ketika kita memasuki kantor bank tersebut ada nuansa tersendiri. Nuansa yang diciptakan untuk lebih bernuansa islami. Mulai dari cara berpakaian, beretika dan bertingkahlaku dari para karyawannya. Nuansa yang dirasakan memang berbeda, lebih sejuk dan lebih islami.
Perbedaan utama yang paling mencolok antara Bank Syariah dan Bank Konvensional yakni pembagian keuntungan. Bank Konvensional sepenuhnya menerapkan sistem bunga atau riba. Hal ini karena kontrak yang dilakukan bank sebagai mediator penabung dengan peminjam dilakukan dengan penetapan bunga. Karena nasabah telah mempercayakan dananya, maka bank harus menjamin pengembalian pokok beserta bunganya. Selanjutnya keuntungan bank adalah selisih bunga antara bunga tabungan dengan bunga pinjaman. Jadi para penabung mendapatkan keuntungan dari bunga tanpa keterlibatan langsung dalam usaha. Demikian juga pihak bank tak ikut merasakan untung rugi usaha tersebut.
Hal yang sama tak berlaku di Bank Syariah. Dana masyarakat yang disimpan di bank disalurkan kepada para peminjam untuk mendapatkan keuntungan Hasil keuntungan akan dibagi antara pihak penabung dan pihak bank sesuai perjanjian yang disepakati. Namun bagi hasil yang dimaksud adalah bukan membagi keuntungan atau kerugian atas pemanfaatan dana tersebut. Keuntungan dan kerugian dana nasabah yang dioperasikan sepenuhnya menjadi hak dan tanggungjawab dari bank. Penabung tak memperoleh imbalan dan tak bertanggung jawab jika terjadi kerugian. Bukan berarti penabung gigit jari tapi mereka mendapat bonus sesuai kesepakatan.

C.    Baitul Maal wat Tamwil
Baitul mal wa tamwil adalah lembaga keuangan mikro yang dioperasikan dengan prinsip bagi hasil, menumbuhkemgangkan bisnis usaha mikro dan  kecil dalam rangka mengangkat martabat dan serta membela kepentingan kaum fakir miskin. Secara konseptual, BMT memiliki dua fungsi Baitul Tamwil (Bait = Rumah, At Tamwil = Pengembangan Harta). Jadi BMT adalah balai usaha mandiri terpadu yang isinya berintikan bayt al-mal wa al-tamwil dengan kegiatan mengembangkan usaha-usaha proktif dan investasi dalam meningkatkan kualitas kegitan ekonomi pengusaha bawah dan kecil dengan antara lain mendorong kegiatan menabung dan menunjang pembiayaan kegiatan. Sejarah BMT ada di Indonesia, dimulai tahun 1984 dikembangkan mahasiswa ITB di Masjid Salman yang mencoba menggulirkan lembaga pembiayaan berdasarkan syari’ah bagi usaha kecil. Kemudian BMT lebih di berdayakan oleh ICMI (Ikatan Cendikiawan Muslim Indonesia) sebagai sebuah gerakan yang secara operasional ditindaklanjuti oleh Pusat Inkubasi Bisnis Usaha Kecil (PINBUK).
BMT membuka kerjasama dengan lembaga pemberi pinjaman dan peminjam bisnis skala kecil dengan berpegang pada prinsip dasar tata ekonomi dalam agama Islam yakni saling rela, percaya dan tanggung jawab, serta terutama sistem bagi hasilnya. BMT terus berkembang. BMT akan terus berproses dan berupaya mencari trobosan baru untuk memajukan perekonomian masyarakat, karena masalah muammalat memang berkembang dari waktu ke waktu. BMT begitu marak belakangan ini seiring dengan upaya umat untuk kembali berekonomi sesuai syariah dan berkontribusi menanggulangi krisis ekonomi yang melanda Indonesia sejak tahun 1997. Karena prinsip penentuan suka rela yang tak memberatkan, kehadiran BMT menjadi angin segar bagi para nasabahnya. Itu terlihat dari operasinya yang semula hanya terbatas di lingkungannya, kemudian menyebar ke daerah lainnya.
Dari semua ini, jumlah BMT pada tahun 2003 ditaksir 3000-an tersebar di Indonesia, dan tidak menutup kemungkinan pertumbuhan BMT pun akan semakin meningkat seiring bertambahnya kepercayaan masyarakat.

D.    Pegadaian Syariah
Pegadaian ialah perjanjian menahan suatu barang sebagai tanggungan utang. Atau juga akad atau perjanjian utang piutang dengan menjadikan harta sebagai kepercayaan atau penguat utang dan yang memberi pinjaman berhak menjual barang yang digadaikan itu pada saat ia menuntut haknya. Sedangkan pegadaian syari’ah adalah pegadaian yang dalam menjalankan operasionalnya berpegang kepada prinsip syari’ah.
Terbitnya PP/10 tanggal 1 April 1990 dapat dikatakan menjadi tonggak awal kebangkitan Pegadaian, satu hal yang perlu dicermati bahwa PP10 menegaskan misi yang harus diemban oleh Pegadaian untuk mencegah praktik riba, misi ini tidak berubah hingga terbitnya PP103/2000 yang dijadikan sebagai landasan kegiatan usaha Perum Pegadaian sampai sekarang. Banyak pihak berpendapat bahwa operasionalisasi Pegadaian pra Fatwa MUI tanggal 16 Desember 2003 tentang Bunga Bank, telah sesuai dengan konsep syariah meskipun harus diakui belakangan bahwa terdapat beberapa aspek yang menepis anggapan itu. Berkat Rahmat Alloh SWT dan setelah melalui kajian panjang, akhirnya disusunlah suatu konsep pendirian unit Layanan Gadai Syariah sebagai langkah awal pembentukan divisi khusus yang menangani kegiatan usaha syariah.
Konsep operasi Pegadaian syariah mengacu pada sistem administrasi modern yaitu azas rasionalitas, efisiensi dan efektifitas yang diselaraskan dengan nilai Islam. Fungsi operasi Pegadaian Syariah itu sendiri dijalankan oleh kantor-kantor Cabang Pegadaian Syariah/ Unit Layanan Gadai Syariah (ULGS) sebagai satu unit organisasi di bawah binaan Divisi Usaha Lain Perum Pegadaian. ULGS ini merupakan unit bisnis mandiri yang secara struktural terpisah pengelolaannya dari usaha gadai konvensional.
Tujuan Pendirian Pegadaian Syari’ah
Pada saat pendirian syaraih oleh Bank Muamalat Indonesia dan Perum Pegadaian melalui program musyarakah ditetapka visi dan misi dari pegadaian syariah yang akan didirikan, yang keduanya mensiratkan tujuan didirikannya pegadaian syariah. Visi pegadaian syariah adalah menjadi lembaga keuangan syariah terkemuka di Indonesia. Sedangkan misinya ada tiga:
a.       Memberikan kemudahan kepada masyarakat yang ingin melakukan transaksi ang halal.
b.      Memberikan superior return bagi investor
c.       Memberikan ketenangan kerja bagi karyawan.
Jadi tujuan pendirian pegadaian syariah meliputi seluruh stakeholder yang berkaitan dengan usaha layanan pegadaian yaitu masyarakat, investor, dan karyawan.
Implementasi operasi Pegadaian Syariah hampir bermiripan dengan Pegadaian konvensional. Seperti halnya Pegadaian konvensional, Pegadaian Syariah juga menyalurkan uang pinjaman dengan jaminan barang bergerak. Prosedur untuk memperoleh kredit gadai syariah sangat sederhana, masyarakat hanya menunjukkan bukti identitas diri dan barang bergerak sebagai jaminan, uang pinjaman dapat diperoleh dalam waktu yang tidak relatif lama ( kurang lebih 15 menit saja ). Begitupun untuk melunasi pinjaman, nasabah cukup dengan menyerahkan sejumlah uang dan surat bukti rahn saja dengan waktu proses yang juga singkat.
  
E.     Asuransi Syariah
Asuransi syariah merupakan usaha salimng melindungi dan tolong menolong diamtara sejumlah orang atau pihak melalui investasi dalam bentuk aset dan atau tabarru’ yang memberikan pola pengembalian untuk menghadapi risiko tertentu melalui akad (perikatan) yang sesuai dengan syariah. Di Indonesia lembaga syariah sekarang berkembang dengan sangat pesat baik asuransi ataupun perbankan dan usaha lainnya yang berdasarkan prinsip-prinsip syariah. Sebagai seorang mahasiswa kita harus bisa mengetahui lebih jauh tentang asuransi syariah, baik perkembangan, pengertian, manfaat, risikonya dan lain-lain.
Asuransi merupakan salah satu lembaga keuangan modern yang melakukan manajemen risiko yang mungkin dihadapi dimasa yang akan datang. Hal ini sangat menarik mengingat kemungkinan adalah suatu ketidakpastian. Karena asuransi berbicara tentang sesuatu yang tidak pasti, sebagian melihat bahwa praktik asuransi tidak dibenarkan dalam Islam karena mengandung unsur-unsur gharar, maysir dan riba didalamnya. Namun sebagian yang lain berpendapat bahwa unsur-unsur yang haram dalam asuransi bisa dihilangkan sehingga  praktik asuransi dapat diterima oleh Islam. Oleh karenanya, praktik asuransi modern mendapat sambutan yang beragam dikalangan para ulama. Sebagian ulama ada yang menolak perjanjian asuransi dengan alasan tertentu, sebagian yang lain menerimanya dengan argumentasi tertentu pula.
Pada umumnya, alasan-alasan para ulama yang menentang praktik asuransi antara lain:
1.      Asuransi adalah perjanjian pertaruhan dan merupakan perjudian semata-mata.
2.      Asuransi melibatkan urusan yang tidak pasti.
3.      Asuransi jiwa merupakan suatu usaha yang dirancang untuk merendahkan irodat allah.
4.      Dalam asuransi jiwa, jumlah premi tidak tetap karena tertanggung tidak mengetahui berapa kali bayaran angsuran yang dapat dilakukan olehnya sampai ia mati.

F.     Pasar Modal Syariah
Pasar modal syariah bukanlah pasar modal yang independen atau fraksi tersendiri di dalam pasar modal.  Pasar modal di indonesia tidak mengenal dikotomi antara syariah dan konvensional.
Dalam prakteknya, kegiatan transaksi efek syariah hampir sama dengan transaksi efek-efek konvensional, hanya ada beberapa perbedaan. Perbedaan pertama adalah list efek yang bisa ditransaksikan. Efek syariah memiliki list tersendiri tentang daftar efek yang tergolong syariah, yaitu DES ( Daftar Efek Syariah ) yang diterbitkan oleh Bappepam LK. List yang disajikan, atau dengan kata lain efek yang disajikan, akan melalui beberapa tahap verifikasi sampai efek yang bersangkutan dinyatakan layak masuk daftar. Dalam tahap-tahap tersebut, perusahaan penerbit efek akan melalui seleksi dengan 2 kriteria utama, yaitu kriteria kegiatan usaha, dan kriteria rasio keuangan.
Dalam Instrumen pasar modal merupakan istilah lain dari produk, komoditas atau barang yang diperdagangkan di pasar modal. Sebutan lain yang lazim digunakan adalah sekuritas, efek, portofolio atau surat berharga. Sebutan yang terakhir ini tak berlebihan sebab pada kenyataannya instrumen yang diperdagangkan di pasar modal berbentuk surat, bukan harta perusahaan dalam bentuk fisik. Apakah yang diperjualbelikan itu hak kepemilikan (equity) atau hutang (long term debt) semuanya dalam bentuk surat. Apabila komoditas yang diperdagangkan merupakan hak kepemilikan suatu perusahaan maka produknya saham (stock) dan jika yang diperjualbelikan hutang maka produknya obligasi (bond).

G.    Obligasi Syariah
Sesuai dengan Fatwa Dewan Syari’ah Nasional No: 32/DSN-MUI/IX/2002, "Obligasi Syariah adalah suatu surat berharga jangka panjang berdasarkan prinsip syariah yang dikeluarkan Emiten kepada pemegang Obligasi Syari’ah yang mewajibkan Emiten untuk membayar pendapatan kepada pemegang Obligasi Syari’ah berupa bagi hasil/margin/fee, serta membayar kembali dana obligasi pada saat jatuh tempo".
Tidak semua emiten dapat menerbitkan obligasi syariah. Untuk menerbitkan Obligasi Syariah, beberapa persyaratan berikut harus dipenuhi:
1.      Aktivitas utama (core business) yang halal, tidak bertentangan dengan substansi Fatwa No: 20/DSN-MUI/IV/2001.
2.      Peringkat investment grade
3.      Keuntungan tambahan jika termasuk dalam komponen JII.
Obligasi Syariah Ijarah merupakan obligasi syariah yang menggunakan akad sewa sedemikian sehingga kupon (fee ijarah) bersifat tetap, dan bisa diketahui/diperhitungkan sejak awal obligasi diterbitkan.

Manfaat Obligasi Syari’ah
a.       Menyelamatkan ketergantungan umat Islam terhadap Bank Non Islam (konvensional) yang menyebabkan berada di bawah kekuasaan bank, sehingga umat Islam tidak bisa melaksanakan ajaran agamanya secara penuh, terutama di bidang kegiatan bisnis dan perekonomiannya.
b.      Menciptakan suatu keadilan di bidang ekonomi dengan jalan meratakan pendapatan melalui kegiatan investasi.
c.       Dapat beramar ma’ruf di bidang bisnis antara semua pihak yang ada dalam investasi obligasi syariah
d.      Obligasi Syari’ah sebagai bentuk pendanaan dan sekaligus investasi yang memungkinkan bentuk struktur dapat ditawarkan untuk tetap menghindarkan dari riba.

  


BAB III
PENUTUP

A.    Kesimpulan
Perkembangan ekonomi dan bisnis syariah telah diadopsi ke dalam kerangka besar kebijakan ekonomi di indonesia dewasa ini. Adapun kebijakan tersebut dipelopori oleh Bank Indonesia dengan diberlakunya Undang-undang No. 10 tahun 1998 sebagai dengan menetapkan perbankan syariah sebagai salah satu pilar penyangga dual-banking system.
Perbankan syariah di Indonesia, pertama kali dipelopori oleh Bank Muamalat Indonesia yang berdiri pada tahun 1991. Bank ini pada awal berdirinya diprakarsai oleh Majelis Ulama Indonesia (MUI) dan pemerintah serta mendapat dukungan dari Ikatan Cendekiawan Muslim Indonesia (ICMI) dan beberapa pengusaha muslim. Pada saat krisis moneter yang terjadi pada akhir tahun 1990,bank ini mengalami kesulitan sehingga ekuitasnya hanya tersisa sepertiga dari modal awal.
Pegadaian syari’ah adalah pegadaian yang dalam menjalankan operasionalnya berpegang kepada prinsip syari’ah. Asuransi syariah merupakan usaha salimng melindungi dan tolong menolong diamtara sejumlah orang atau pihak melalui investasi dalam bentuk aset dan atau tabarru’ yang memberikan pola pengembalian untuk menghadapi risiko tertentu melalui akad (perikatan) yang sesuai dengan syariah.
Pasar modal syariah bukanlah pasar modal yang independen atau fraksi tersendiri di dalam pasar modal.  Pasar modal di indonesia tidak mengenal dikotomi antara syariah dan konvensional.
Obligasi Syariah adalah suatu surat berharga jangka panjang berdasarkan prinsip syariah yang dikeluarkan Emiten kepada pemegang Obligasi Syari’ah yang mewajibkan Emiten untuk membayar pendapatan kepada pemegang Obligasi Syari’ah berupa bagi hasil/margin/fee, serta membayar kembali dana obligasi pada saat jatuh tempo.


DAFTAR PUSTAKA

Widodo, Hertanto, Dkk, panduan praktis operasional baitul mal wa tamwil Bandung: Mizan, 2000.
Kasmir,SE.,Bank & Lembaga Keuangan Lainnya; (Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2002)
al-Zuhaili, al-Fiqh al-Islami wa Adilatuhu, 1985,V:181
Prof.DR.H.Man Suparman S, S.H., S.U., “ Aspek-aspek Hukum Asuransi dan Surat Berharga “( Bandung, PT.Alumni, 2003)


0 komentar:

Post a Comment

 
Top