Disusun Oleh Muazzin, S.H.I
Alumni Al-Hilal Sigli Tahun 2015
KATA
PENGANTAR
Puji syukur penyusun panjatkan ke hadirat Allah Subhanahu wa ta’ala, karena
berkat rahmat-Nya kami bisa menyelesaikan makalah yang berjudul qurban.
Makalah ini diajukan guna memenuhi tugas mata kuliah Membahas Masail Fiqhiyah.
Kami mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu
sehingga makalah ini dapat diselesaikan tepat pada waktunya. Makalah ini masih
jauh dari sempurna, oleh karena itu, kritik dan saran yang bersifat membangun
sangat kami harapkan demi sempurnanya makalah ini.
Semoga makalah ini memberikan informasi bagi masyarakat dan bermanfaat
untuk pengembangan wawasan dan peningkatan ilmu pengetahuan bagi kita semua.
Wassalam
Penulis,
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR............................................................................................... i
DAFTAR ISI............................................................................................................. ii
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang..................................................................................
1
B.
Rumusan Masalah............................................................................. 1
BAB II PEMBAHASAN
A.
Pengertian
Qurban.............................................................................
2
B.
Hukum
Qurban..................................................................................
2
C.
Keutamaan
Qurban............................................................................ 5
D.
Waktu
dan tempat qurban................................................................. 5
E.
Hewan
qurban.................................................................................... 6
F.
Teknis
penyembelihan........................................................................ 8
BAB
III ANALISIS
A.
Hikmah
qurban.................................................................................. 10
BAB IV PENUTUP
A.
Kesimpulan........................................................................................ 12
DAFTAR
PUSTAKA.............................................................................................
13
BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang Masalah
Kata kurban atau korban, berasal dari bahasa Arab qurban, diambil
dari kata : qaruba (fi’il madhi) – yaqrabu (fi’il mudhari’) – qurban wa
qurbaanan (mashdar).Artinya, mendekati atau menghampiri (Matdawam, 1984).
Menurut istilah, qurban adalah segala sesuatu yang digunakan untuk
mendekatkan diri kepada Allah baik berupa hewan sembelihan maupun yang lainnya
(Ibrahim Anis et.al, 1972).
Dalam bahasa Arab, hewan kurban disebut juga dengan istilah
udh-hiyah atau adh-dhahiyah , dengan bentuk jamaknya al adhaahi. Kata ini
diambil dari kata dhuha, yaitu waktu matahari mulai tegak yang disyariatkan
untuk melakukan penyembelihan kurban, yakni kira-kira pukul 07.00 – 10.00 (Ash
Shan’ani, Subulus Salam IV/89).
Udh-hiyah adalah hewan kurban (unta, sapi, dan kambing) yang
disembelih pada hari raya Qurban dan hari-hari tasyriq sebagai taqarrub
(pendekatan diri) kepada Allah (Sayyid Sabiq, Fikih Sunnah XIII/155; Al Jabari,
1994).
B.
Rumusan masalah
1. Bagaimana pengertian Qurban?
2. Bagaimana hukum Qurban?
3. Bagaimana keutamaan qurban?
4. Jelaskan teknis penyembelihan qurban!
BAB II
PEMBAHASAN
A.
Pengertian Qurban
Kata kurban atau korban, berasal dari bahasa Arab qurban, diambil
dari kata : qaruba (fi’il madhi) – yaqrabu (fi’il mudhari’) – qurban wa
qurbaanan (mashdar).Artinya, mendekati atau menghampiri (Matdawam, 1984).
Menurut istilah, qurban adalah segala sesuatu yang digunakan untuk
mendekatkan diri kepada Allah baik berupa hewan sembelihan maupun yang lainnya
(Ibrahim Anis et.al, 1972).
Dalam bahasa Arab, hewan kurban disebut juga dengan istilah
udh-hiyah atau adh-dhahiyah , dengan bentuk jamaknya al adhaahi. Kata ini
diambil dari kata dhuha, yaitu waktu matahari mulai tegak yang disyariatkan
untuk melakukan penyembelihan kurban, yakni kira-kira pukul 07.00 – 10.00 (Ash
Shan’ani, Subulus Salam IV/89).
Udh-hiyah adalah hewan kurban (unta, sapi, dan kambing) yang
disembelih pada hari raya Qurban dan hari-hari tasyriq sebagai taqarrub
(pendekatan diri) kepada Allah (Sayyid Sabiq, Fikih Sunnah XIII/155; Al Jabari,
1994).
B.
Hukum Qurban
Qurban hukumnya sunnah, tidak wajib. Imam Malik, Asy Syafi’i, Abu
Yusuf, Ishak bin Rahawaih, Ibnul Mundzir, Ibnu Hazm dan lainnya berkata,
“Qurban itu hukumnya sunnah bagi orang yang mampu (kaya), bukan wajib, baik
orang itu berada di kampung halamannya (muqim), dalam perjalanan (musafir),
maupun dalam mengerjakan haji.” (Matdawam, 1984)
Sebagian mujtahidin –seperti Abu Hanifah, Al Laits, Al Auza’i, dan
sebagian pengikut Imam Malik— mengatakan qurban hukumnya wajib. Tapi pendapat
ini dhaif (lemah) (Matdawam, 1984).
Ukuran “mampu” berqurban, hakikatnya sama dengan ukuran kemampuan
shadaqah, yaitu mempunyai kelebihan harta (uang) setelah terpenuhinya kebutuhan
pokok ( al hajat al asasiyah) –yaitu sandang, pangan, dan papan– dan kebutuhan
penyempurna (al hajat al kamaliyah) yang lazim bagi seseorang. Jika seseorang
masih membutuhkan uang untuk memenuhi kebutuhan-kebutuhan tersebut, maka dia
terbebas dari menjalankan sunnah qurban (Al Jabari, 1994)
Dasar kesunnahan qurban antara lain, firman Allah SWT : “Maka
dirikan (kerjakan) shalat karena Tuhanmu, dan berqurbanlah. ” (TQS Al Kautsar :
2)
“Aku diperintahkan (diwajibkan) untuk menyembelih qurban, sedang
qurban itu bagi kamu adalah sunnah.” (HR. At Tirmidzi)
“Telah diwajibkan atasku (Nabi SAW) qurban dan ia tidak wajib atas
kalian.” (HR. Ad Daruquthni)
Dua hadits di atas merupakan qarinah (indikasi/petunjuk) bahwa
qurban adalah sunnah. Firman Allah SWT yang berbunyi “wanhar” (dan berqurbanlah
kamu) dalam surat Al Kautas ayat 2 adalah tuntutan untuk melakukan qurban
(thalabul fi’li). Sedang hadits At Tirmidzi, “umirtu bi an nahri wa huwa
sunnatun lakum ” (aku diperintahkan untuk menyembelih qurban, sedang qurban itu
bagi kamu adalah sunnah), juga hadits Ad Daruquthni ” kutiba ‘alayya an nahru
wa laysa biwaajibin ‘alaykum” (telah diwajibkan atasku qurban dan ia tidak
wajib atas kalian); merupakan qarinah bahwa thalabul fi’li yang ada tidak
bersifat jazim (keharusan), tetapi bersifat ghairu jazim (bukan keharusan).
Jadi, qurban itu sunnah, tidak wajib. Namun benar, qurban adalah wajib atas
Nabi SAW, dan itu adalah salah satu khususiyat beliau (lihat Rifa’i et.al.,
Terjemah Khulashah Kifayatul Akhyar, hal. 422).
Orang yang mampu berqurban tapi tidak berqurban, hukumnya makruh.
Sabda Nabi SAW : “Barangsiapa yang mempunyai kemampuan tetapi ia tidak
berqurban, maka janganlah sekali-kali ia menghampiri tempat shalat kami.” (HR.
Ahmad, Ibnu Majah, dan Al Hakim, dari Abu Hurairah RA. Menurut Imam Al Hakim,
hadits ini shahih. Lihat Subulus Salam IV/91)
Perkataan Nabi “fa laa yaqrabanna musholaanaa” (janganlah
sekali-kali ia menghampiri tempat shalat kami) adalah suatu celaan (dzamm),
yaitu tidak layaknya seseorang –yang tak berqurban padahal mampu– untuk
mendekati tempat sholat Idul Adh-ha. Namun ini bukan celaan yang sangat/berat
(dzamm syanii’ ) seperti halnya predikat fahisyah (keji), atau min ‘amalisy
syaithan (termasuk perbuatan syetan), atau miitatan jaahiliyatan (mati
jahiliyah) dan sebagainya. Lagi pula meninggalkan sholat Idul Adh-ha tidaklah
berdosa, sebab hukumnya sunnah, tidak wajib. Maka, celaan tersebut mengandung
hukum makruh, bukan haram (lihat ‘Atha` ibn Khalil, Taysir Al Wushul Ila Al
Ushul, hal. 24; Al Jabari, 1994).
Namun hukum qurban dapat menjadi wajib, jika menjadi nadzar
seseorang, sebab memenuhi nadzar adalah wajib sesuai hadits Nabi SAW : “Barangsiapa
yang bernadzar untuk ketaatan (bukan maksiat) kepada Allah, maka hendaklah ia
melaksanakannya. ” (lihat Sayyid Sabiq, Fikih Sunnah XIII/157). Qurban juga
menjadi wajib, jika seseorang (ketika membeli kambing, misalnya) berkata,”Ini
milik Allah, ” atau “Ini binatang qurban.” (Sayyid Sabiq, 1987; Al Jabari,
1994).
C.
Keutamaan Qurban
Berqurban merupakan amal yang paling dicintai Allah SWT pada saat
Idul Adh-ha. Sabda Nabi SAW : “Tidak
ada suatu amal anak Adam pada hari raya Qurban yang lebih dicintai Allah selain
menyembelih qurban.” (HR. At Tirmidzi) (Abdurrahman, 1990)
Berdasarkan hadits itu Imam Ahmad bin Hambal, Abuz Zanad, dan Ibnu
Taimiyah berpendapat,”Menyembelih hewan pada hari raya Qurban, aqiqah (setelah
mendapat anak), dan hadyu (ketika haji), lebih utama daripada shadaqah yang
nilainya sama.” (Al Jabari, 1994).
Tetesan darah hewan qurban akan memintakan ampun bagi setiap dosa
orang yang berqurban. Sabda Nabi SAW : “Hai Fathimah, bangunlah dan saksikanlah
qurbanmu. Karena setiap tetes darahnya akan memohon ampunan dari setiap dosa
yang telah kaulakukan.. .” (lihat Sayyid Sabiq, Fikih Sunnah XIII/165)
D.
Waktu dan Tempat Qurban
a.
Waktu
Qurban dilaksanakan setelah sholat Idul Adh-ha tanggal 10
Zulhijjah, hingga akhir hari Tasyriq (sebelum maghrib), yaitu tanggal 13
Zulhijjah. Qurban tidak sah bila disembelih sebelum sholat Idul Adh-ha. Sabda
Nabi SAW : “Barangsiapa menyembelih qurban sebelum sholat Idul Adh-ha (10
Zulhijjah) maka sesungguhnya ia menyembelih untuk dirinya sendiri. Dan
barangsiapa menyembelih qurban sesudah sholat Idul Adh-ha dan dua khutbahnya,
maka sesungguhnya ia telah menyempurnakan ibadahnya (berqurban) dan telah
sesuai dengan sunnah (ketentuan) Islam.” (HR. Bukhari)
Sabda Nabi SAW : “Semua hari tasyriq (tanggal 11, 12, dan 13
Zulhijjah) adalah waktu untuk menyembelih qurban.” (HR. Ahmad dan Ibnu Hibban)
Menyembelih qurban sebaiknya pada siang hari, bukan malam hari pada
tanggal-tanggal yang telah ditentukan itu. Menyembelih pada malam hari hukumnya
sah, tetapi makruh. Demikianlah pendapat para imam seperti Imam Abu Hanifah,
Asy Syafi’i, Ahmad, Abu Tsaur, dan jumhur ulama (Matdawam, 1984).
Perlu dipahami, bahwa penentuan tanggal 10 Zulhijjah adalah
berdasarkan ru`yat yang dilakukan oleh Amir (penguasa) Makkah, sesuai hadits
Nabi SAW dari sahabat Husain bin Harits Al Jadali RA (HR. Abu Dawud, Sunan Abu
Dawud hadits no.1991). Jadi, penetapan 10 Zulhijjah tidak menurut hisab yang
bersifat lokal (Indonesia saja misalnya), tetapi mengikuti ketentuan dari
Makkah. Patokannya, adalah waktu para jamaah haji melakukan wukuf di Padang
Arafah (9 Zulhijjah), maka keesokan harinya berarti 10 Zulhijjah bagi kaum
muslimin di seluruh dunia.
b.
Tempat
Diutamakan,
tempat penyembelihan qurban adalah di dekat tempat sholat Idul Adh-ha dimana
kita sholat (misalnya lapangan atau masjid), sebab Rasulullah SAW berbuat
demikian (HR. Bukhari). Tetapi itu tidak wajib, karena Rasulullah juga
mengizinkan penyembelihan di rumah sendiri (HR. Muslim). Sahabat Abdullah bin
Umar RA menyembelih qurban di manhar, yaitu pejagalan atau rumah pemotongan
hewan (Abdurrahman, 1990).
E.
Hewan Qurban
a.
Jenis Hewan
Hewan yang boleh dijadikan qurban adalah : unta, sapi, dan kambing
(atau domba). Selain tiga hewan tersebut, misalnya ayam, itik, dan ikan, tidak
boleh dijadikan qurban (Sayyid Sabiq, 1987; Al Jabari, 1994). Allah SWT
berfirman : “…supaya mereka
menyebut nama Allah terhadap hewan ternak (bahimatul an’am) yang telah
direzekikan Allah kepada mereka.” (TQS Al Hajj : 34)
Dalam bahasa Arab, kata bahimatul an’aam (binatang ternak) hanya
mencakup unta, sapi, dan kambing, bukan yang lain (Al Jabari, 1994). Prof.
Mahmud Yunus dalam kitabnya Al Fiqh Al Wadhih III/3 membolehkan berkurban
dengan kerbau ( jamus), sebab disamakan dengan sapi.
b.
Jenis Kelamin
Dalam berqurban boleh menyembelih hewan jantan atau betina, tidak
ada perbedaan, sesuai hadits-hadits Nabi SAW yang bersifat umum mencakup
kebolehan berqurban dengan jenis jantan dan betina, dan tidak melarang salah
satu jenis kelamin (Sayyid Sabiq, 1987; Abdurrahman, 1990)
c.
Umur
Sesuai hadits-hadits Nabi SAW, dianggap mencukupi, berqurban dengan
kambing/domba berumur satu tahun masuk tahun kedua, sapi (atau kerbau) berumur
dua tahun masuk tahun ketiga, dan unta berumur lima tahun (Sayyid Sabiq, 1987;
Mahmud Yunus, 1936).
d.
Kondisi
Hewan yang dikurbankan haruslah mulus, sehat, dan bagus. Tidak
boleh ada cacat atau cedera pada tubuhnya. Sudah dimaklumi, qurban adalah
taqarrub kepada Allah. Maka usahakan hewannya berkualitas prima dan top, bukan
kualitas sembarangan (Rifa’i et.al , 1978)
Berdasarkan hadits-hadits Nabi SAW, tidak dibenarkan berkurban
dengan hewan :
1.
yang nyata-nyata buta sebelah,
2.
yang nyata-nyata menderita penyakit (dalam keadaan sakit),
3.
yang nyata-nyata pincang jalannya,
4.
yang nyata-nyata lemah kakinya serta kurus,
5.
yang tidak ada sebagian tanduknya,
6.
yang tidak ada sebagian kupingnya,
7.
yang terpotong hidungnya,
8.
yang pendek ekornya (karena terpotong/putus) ,
9.
yang rabun matanya. (Abdurrahman, 1990; Al Jabari, 1994; Sayyid
Sabiq. 1987).
Hewan yang dikebiri boleh dijadikan qurban. Sebab Rasulullah pernah
berkurban dengan dua ekor kibasy yang gemuk, bertanduk, dan telah dikebiri ( al
maujuu’ain) (HR. Ahmad dan Tirmidzi) (Abdurrahman, 1990) “Dianjurkan
bagi setiap keluarga menyembelih qurban.” (HR. Ahmad, Abu Dawud, Tirmidzi, An
Nasa`i, dan Ibnu Majah)
F.
Teknis Penyembelihan
Teknis penyembelihan adalah sebagai berikut :
1.
Hewan yang akan dikurbankan dibaringkan ke sebelah rusuknya yang
kiri dengan posisi mukanya menghadap ke arah kiblat, diiringi dengan membaca doa
” Robbanaa taqabbal minnaa innaka antas samii’ul ‘aliim.” (Artinya : Ya Tuhan
kami, terimalah kiranya qurban kami ini, sesungguhnya Engkau Maha Mendengar
lagi Maha Mengetahui.)
2.
Penyembelih meletakkan kakinya yang sebelah di atas leher hewan,
agar hewan itu tidak menggerak-gerakkan kepalanya atau meronta.
3.
Penyembelih melakukan penyembelihan, sambil membaca : “Bismillaahi
Allaahu akbar.” (Artinya : Dengan nama Allah, Allah Maha Besar). (Dapat pula
ditambah bacaan shalawat atas Nabi SAW. Para penonton pun dapat turut
memeriahkan dengan gema takbir “Allahu akbar!”)
4.
Kemudian penyembelih membaca doa kabul (doa supaya qurban diterima
Allah) yaitu : “Allahumma minka wa ilayka. Allahumma taqabbal min ….” (sebut
nama orang yang berkurban). (Artinya : Ya Allah, ini adalah dari-Mu dan akan
kembali kepada-Mu. Ya Allah, terimalah dari….) (Ad Dimasyqi, 1993; Matdawam,
1984; Rifa’i et.al., 1978; Rasjid, 1990)
Penyembelihan, yang afdhol dilakukan oleh yang berqurban itu
sendiri, sekali pun dia seorang perempuan. Namun boleh diwakilkan kepada orang
lain, dan sunnah yang berqurban menyaksikan penyembelihan itu (Matdawam, 1984;
Al Jabari, 1994).
Dalam penyembelihan, wajib terdapat 4 (empat) rukun penyembelihan,
yaitu :
1.
Adz Dzaabih (penyembelih) , yaitu setiap muslim, meskipun
anak-anak, tapi harus yang mumayyiz (sekitar 7 tahun). Boleh memakan sembelihan
Ahli Kitab (Yahudi dan Nashrani), menurut mazhab Syafi’i. Menurut mazhab
Hanafi, makruh, dan menurut mazhab Maliki, tidak sempurna, tapi dagingnya
halal. Jadi, sebaiknya penyembelihnya muslim. (Al Jabari, 1994).
2.
Adz Dzabiih, yaitu hewan yang disembelih.Telah diterangkan
sebelumnya.
3.
Al Aalah, yaitu setiap alat yang dengan ketajamannya dapat
digunakan menyembelih hewan, seperti pisau besi, tembaga, dan lainnya. Tidak
boleh menyembelih dengan gigi, kuku, dan tulang hewan (HR. Bukhari dan Muslim).
4.
Adz Dzabh, yaitu penyembelihannya itu sendiri. Penyembelihan wajib
memutuskan hulqum (saluran nafas) dan mari` (saluran makanan). (Mahmud Yunus,
1936)
BAB III
ANALISIS
A. Hikmah
Kurban
1. Kebaikan dari setiap helai bulu hewan
kurban
Dari Zaid ibn Arqam, ia berkata atau mereka
berkata: “Wahai Rasulullah SAW, apakah qurban itu?” Rasulullah menjawab:
“Qurban adalah sunnahnya bapak kalian, Nabi Ibrahim.” Mereka menjawab: “Apa
keutamaan yang kami akan peroleh dengan qurban itu?” Rasulullah menjawab:
“Setiap satu helai rambutnya adalah satu kebaikan.” Mereka menjawab: “Kalau
bulu-bulunya?”Rasulullah menjawab: “Setiap satu helai bulunya juga satu
kebaikan.” [HR. Ahmad dan ibn Majah]
2. Berkurban adalah ciri keislaman seseorang
Dari Abu Hurairah, Rasulullah SAW bersabda:
“Siapa yang mendapati dirinya dalam keadaan lapang, lalu ia tidak berqurban,
maka janganlah ia mendekati tempat shalat Ied kami.” [HR. Ahmad dan Ibnu Majah]
3. Ibadah kurban adalah salah satu ibadah yang
paling disukai oleh Allah
Dari Aisyah, Rasulullah SAW bersabda:
“Tidak ada amalan anak cucu Adam pada hari raya qurban yang lebih disukai Allah
melebihi dari mengucurkan darah (menyembelih hewan qurban), sesungguhnya pada
hari kiamat nanti hewan-hewan tersebut akan datang lengkap dengan
tanduk-tanduknya, kuku-kukunya, dan bulu- bulunya. Sesungguhnya darahnya akan
sampai kepada Allah –sebagai qurban– di manapun hewan itu disembelih sebelum
darahnya sampai ke tanah, maka ikhlaskanlah menyembelihnya.” [HR. Ibn Majah dan
Tirmidzi. Tirmidzi menyatakan: Hadits ini adalah hasan gharib]
4. Berkurban membawa misi kepedulian pada
sesama, menggembirakan kaum dhuafa
“Hari Raya Qurban adalah hari untuk makan,
minum dan dzikir kepada Allah” [HR. Muslim]
5. Berkurban adalah ibadah yang paling utama
“Maka dirikanlah shalat karena Tuhanmu; dan
berkurbanlah.” [Qur’an Surat Al Kautsar : 2] Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah ra
sebagaimana dalam Majmu’ Fatawa (16/531-532) ketika menafsirkan ayat kedua
surat Al-Kautsar menguraikan : “Allah Subhanahu wa Ta’ala memerintahkan beliau
untuk mengumpulkan dua ibadah yang agung ini yaitu shalat dan menyembelih
qurban yang menunjukkan sikap taqarrub, tawadhu’, merasa butuh kepada Allah
Subhanahu wa Ta’ala, husnuzhan, keyakinan yang kuat dan ketenangan hati kepada
Allah Subhanahu wa Ta’ala, janji, perintah, serta keutamaan-Nya.”
6. Mengenang ujian kecintaan dari Allah kepada
Nabi Ibrahim
“Maka tatkala anak itu sampai (pada umur
sanggup) berusaha bersama-sama Ibrahim, Ibrahim berkata: “Hai anakku
sesungguhnya aku melihat dalam mimpi bahwa aku menyembelihmu. Maka fikirkanlah
apa pendapatmu!” Ia menjawab: “Hai bapakku, kerjakanlah apa yang diperintahkan
kepadamu; insya Allah kamu akan mendapatiku termasuk orang-orang yang sabar”.
Tatkala keduanya telah berserah diri dan Ibrahim membaringkan anaknya atas
pelipis(nya), (nyatalah kesabaran keduanya). Dan Kami panggillah dia: “Hai
Ibrahim, sesungguhnya kamu telah membenarkan mimpi itu sesungguhnya demikianlah
Kami memberi balasan kepada orang-orang yang berbuat baik. Sesungguhnya ini
benar-benar suatu ujian yang nyata. Dan Kami tebus anak itu dengan seekor
sembelihan yang besar.” [Qur’an Surat Ash Shaffat : 102 - 107]
BAB IV
PENUTUP
A. Kesimpulan
Kami ingin menutup risalah sederhana ini, dengan sebuah amanah
penting : hendaklah orang yang berqurban melaksanakan qurban karena Allah
semata. Jadi niatnya haruslah ikhlas lillahi ta’ala, yang lahir dari ketaqwaan
yang mendalam dalam dada kita. Bukan berqurban karena riya` agar dipuji-puji
sebagai orang kaya, orang dermawan, atau politisi yang peduli rakyat, dan
sebagainya. Sesungguhnya yang sampai kepada Allah SWT adalah taqwa kita, bukan
daging dan darah qurban kita. Allah SWT berfirman : “Daging-daging unta dan
darahnya itu sekali-kali tidak dapat mencapai (keridhaan) Allah, tetapi
ketaqwaan daripada kamulah yang mencapainya. ” (TQS Al Hajj : 37)
DAFTAR PUSTAKA
Irawan, Bambang. (2012). Definisi Qurban dan Hukumnya, [Online].
Tersedia: [20Desember 2014
Administrator. Pengertian dan Hikmah Qurban, [Online]. [20 Desember 2014]
Muhammad, Asy Syaikh. (2008). Apa Tujuan Ibadah Qurban?, [Online]. [20
Desember 2014]
Jun, Mas. (2012). Tujuan Menyembelih Hewan Qurban, [Online]. [20
Desember 2014]
Maksud "yang lainnya" dari pengeetian qurban apa yah ?
ReplyDeleteIjin copy past/ share 🙏
ReplyDelete