Disusun Oleh Muazzin, S.H.I
Alumni Al-Hilal Sigli Tahun 2015
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Dalam
tia-tiap masyarakat, ada hubungan antara manusia dengan manusia, dan selalu ada
peraturan yang mengikatnya yaitu hukum. Hukum mengatur tentang hak dan
kewajiban manusia. Hak untuk memperoleh gaji / upah dari pekerjaan membawa
kewajiban untuk menghasilkan atau untuk bekerja.
Demikian
juga dengan pajak, hak untuk mencari dan memperoleh penghasilan
sebanyak-banyaknya membawa kewajiban menyerahkan sebagian kepada negara dalam
bentuk untuk membantu negara dalam meninggikan kesejahteraan umum. Begitu pula
hak untuk memperoleh dan memiliki gedung, mobil dan barang lain membawa
kewajiban untuk menyumbang kepada negara.
Cort
Van der Linden berpendapat bahwa pajak adalah kewajiban penduduk negara untuk
dapat menetap serta berusaha dalam negara itu dan memperoleh perlindungan. Jadi
penduduk negara berhak untuk memperoleh perlindungan (hukum dan sosial
ekonomi). Untuk itu penduduk negara berkewajiban membayar pajak kepada Negara.
B. RUMUSAN MASALAH
1. Apa pengertian Pajak Menurut Ahli ?
2. Apa Pengertian hukum Pajak ?
3. Bagaimana Dasar Pemungutan Pajak ?
4. Apa saja Fungsi Pajak ?
5. Jelaskan Asas-asas Hukum Pajak ?
6. Bagaimana Hubungan Hukum Pajak dengan Hukum Perdata dan Pidana ?
1. Apa pengertian Pajak Menurut Ahli ?
2. Apa Pengertian hukum Pajak ?
3. Bagaimana Dasar Pemungutan Pajak ?
4. Apa saja Fungsi Pajak ?
5. Jelaskan Asas-asas Hukum Pajak ?
6. Bagaimana Hubungan Hukum Pajak dengan Hukum Perdata dan Pidana ?
BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian Pajak Menurut Para Ahli
Menurut
definisi dari para sarjana, pengertian Pajak antara lain ;
1. Prof. DR. Rachmat Soemitro, S.H.
1. Prof. DR. Rachmat Soemitro, S.H.
Pajak adalah Iuran rakyat
kepada kas negara (peralihan kekeyaan dari sector swasta ke sector pemerintah)
berdasarkan Undang-undang (dapat dipaksakan( dengan tidak mendapat jasa timbal
(Tegen Prestasi) yang langsung dapat ditunjuk dan digunakan untuk membiayai
pengeluaran umum (Publiekeuit Gaven)
2. DR. P. J. A. Andriani (Guru Besar Hukum Pajak Universitas Amsterdam)
2. DR. P. J. A. Andriani (Guru Besar Hukum Pajak Universitas Amsterdam)
Pajak adalah Iuran kepada negara (yang
dapat dipaksakan) yang terhutang oleh wajib pajak untuk membayarnya menurut
peraturan-peraturan, dengan tidak mendapat prestasi kembali, yang lasngsung
dapat ditunjuk, dan yang gunanya adalah untuk membiayai pengeluaran-pengeluaran
umum berhubungan dengan tugas negara untuk menyelenggarakan pemerintah.
3. Adolph Wagner (1876)
3. Adolph Wagner (1876)
Pajak adalah Pungutan yang dapat
dipaksakan kepada masyarakat yang sebagian ditunjukkan untuk menutup
pengeluaran-pengeluaran pemerintah yang bersifat umum dan sebagian lagi untuk
menyesuaikan perubahan pembagian pendapatan masyarakat.
4. Leroy Beaulieu (1906)
4. Leroy Beaulieu (1906)
Pajak merupakan pungutan baik yang
bersifat langsung atau tidak langsung yang dipungut oleh pemerintah dari
penduduk atau barang, untuk membiayai pengeluaran pemerintah.
5. Prof. Edwin R. A. Seligman (1910)
5. Prof. Edwin R. A. Seligman (1910)
Pajak adalah Pungutan yang dapat dipaksakan oleh pemerintah kepada seseorang untuk
membiayai pengeluaran-pengeluaran yang timbul untuk kepentingan umum, tanpa
dapat ditunjukkan adanya jasa timbal yang dapat ditunjuk secara khusus.
6.
Deutsche Reichs
Abgaben Ordnung (R. A. O. 1919)
Pajak adalah Bantuan uang
(pungutan) secara insidental atau secara periodic yang dipungut oleh badan yang
bersifat umum (negara) untuk memperoleh pendapatan dimana terjadi suatu
Tabestand (sasaran pemajkan) yang karena Undang-undang telah menimbulkan hutang
pajak.
B.
Pengertian
Hukum Pajak
Menurut beberapa orang ahli, yaitu ;
1. Prof. DR. Rachmat Soemitro, S. H.
1. Prof. DR. Rachmat Soemitro, S. H.
Hukum Pajak adalah Suatu kumpulan
peraturan-peraturan yang mengatur hubungan antara pemerintah sebagai pemungut
pajak dan rakyat sebagai pembayar pajak.
2. Bohari
2. Bohari
Hukum Pajak adalah suatu kumpulan
peraturan-peraturan yang mengatur hubungan antara pemerintah sebagai pemungut
pajak dan rakyat sebagai pembayar pajak
3. Santoso Brotodihardjo
3. Santoso Brotodihardjo
Dalam bukunya yang berjudul ”Pengantar Ilmu Hukum Pajak”,
beliau mengatakan bahwa Hukum Pajak atau hukum Fiskal adalah Keseluruhan
dari peraturan-peraturan yang meliputi wewenang pemerintah untuk mengambil
kekayaan seseorang dan menyerahkannya kembali kepada masyrakat dengan melalui
kas negara, sehingga ia merupakan bagian dari hukum publik, yang mengatur
hubungan-hubunganhukn antara negara dengan orang-orang atau badan-badan (hukum)
yang berkewajiban membayar pajak (yang disebut wjib pajak.
Kesimpulan yang dapat
ditarik dari ketiga definisi tersebut adalah Bahwa Hukum Pajak adalah
Keseluruhan peraturan yang mengatur hubungan (hak dan kewajiban) antara negara
dan pemerintah sebagai pemungut pajak (fiscus) dengan rakyat sebagai pembayar
pajak wajib pajak.
C.
DASAR HUKUM
PEMUNGUTAN PAJAK
Setiap Pajak yang dipungut
oleh pemerintah harus berdasarkan Undang-undang, maka ketentuan
konstitusionalnya adalah ;
a.
Pasal 23 ayat 2 UUD 1945 dan falsafah pajak yang tersirat didalamnya.
Bunyinya : Segala pajak
dan kegunaan kas negara berdasarkan Undang-undang.
b.
Pasal 16 dan 17
ICW (Indische Comtabiliteits Wet)
Dalam pasal ini
ditentukan bahwa Undang-undang tentang pungutan tentang pajak baru, penambahan
atua pengurangan pajak tidak mungkin berlaku sebelum hasil penambahan atau
hasil perubahan Undang-undang pajak dimasukkan ke dalam Anggaran Pendapatan Dan
Belanja Negara tahun yang bersnagkutan (Pasal 16 ICW).
Semua penghapusan dan
pengurangan pajak harus dilakukan sesuai dengan ketentuan formal Undang-undang
(Pasal 17 ICW).
Ketentuan-ketentuan
perpajakan positif ;
a. Undang-undang No. 6 Tahun 1983
Tentang ketentuan
umum dan tata cara perpajakan, diubah dengan Undang-undang No. 9 Tahun 1994 dan
Undang-undang No. 16 Tahun 2000.
b. Undang-undang No. 7 Tahun 1983
Tentang Pajak
Penghasilan, diubah dengan Undang-undang No. 7 Tahun 1991, Undang-undang No. 11
Tahun 1994, Undang-undang No. 17 Tahun 2000.
c. Undang-undang No. 8 Tahun 1983
Tentang Pajak Pertambahan
nilai barang dan jasa dan Pajak Penjualan atas barang mewah, diubah dengan
keluarnya Undang-undang No. 18 Tahun 2000.
d. Undang-undang No. 12 Tahun 1985
Tentang Pajak Bumi dan
Bangunan, diubah dengan keluarnya Undang-undang No. 12 Tahun 1994.
e. Undang-undang No. 13 Tahun 1985
Tentang aturan Bea Materai
baru.
D.
FUNGSI PAJAK
Pajak dalam masyarakat
mempunyai 2 fungsi ;
1.
Fungsi Budgeter
atau Fungsi Finansial
Adalah Fungsi
Pajak untuk memasukkan uang sebanyak-banyaknya kedalam kas negara, dengan
maaksud untuk membiayai pengeluaran-pengeluaran negara.
Fungsi Budgeter
adalah fungsi pajak sebagai sumber penerimaan negara dan digunakan untuk
membiayai pengeluaran negara, baik pengeluaran rutin maupun pengeluaran untuk
pembangunan.
2.
Fungsi
Regulerend (fungsi mengatur)
Adalah Fungsi Pajak untuk
menhatur suatu keadaan dalam masyarakat dibidang social, ekonomi, maupun
politik sesuai dengan kebijaksanaan pemerintah. Pajak merupakan suatu alat
untuk mencapai tujuan tertentu yang letaknya diluar bidang keuangan.
E.
Asas-Asas Pajak
Di dalam pajak, dikenal
adanya beberapa asas yang menjadi pokok dasar atau tumpuan berpikir, dan dalam
kamus umum bahasa Indonesian kata ”asas” diartikan sebagai ”sesuatu kebenaran
yang menjadi pokok dasar atau tumpuan berpikir”
Adapun yang menjadi
asas-asas daripada pajak tersebut, adalah; asas rechtsfilosofis, asas pengenaan
pajak, asas pemungutan pajak, asas pembagian beban pajak, dan asas dalam
pembuatan Undang-Undang Pajak.
1.
Asas rechtsfilosofis
Asas ini mencari alasan
pembenar terhadap pengenaan pajak oleh negara. Sehingga asas ini mempertanyakan
”Mengapa dan atas dasar apa negara mempunyai kewenangan memungut pajak dari
rakyat??
Terhadap pertanyaan dari
permasalahan tersebut terdapat beberapa teori yang dapat menjawabnya, yaitu;
a.
Teori asuransi, yang menyatakan bahwa
pajak diibaratkan sebagai suatu premi asuransi yang harus dibayar oleh setiap
orang karena orang mendapatkan perlindungan atas hak-haknya dari pemerintah,
yang mana dalam hal ini pembayar premi asuransi dipersamakan dengan pembayar
pajak, yakni pihak tertanggung. Sementara itu negara disamakan dengan pihak
penanggung
b. Teori kepentingan, yang mengatakan bahwa negara mengenakan pajak terhadap rakyat, karena
negara telah melindungi kepentingan rakyat. Teori ini mengukur besarnya pajak
sesuai dengan besarnya kepentingan wajib pajak yang dilindungi. Teori ini
menegaskan bahwa dasar pembenar mengapa negara mengenakna pajak adalah karena
negara telah berjasa kepada rakyat elaku wajib pajak, di mana pembayaran pajak
itu besarnya setara dengan besarnya jasa yang telah diberikan oleh negara
kepadanya.
c. Teori kewajiban pajak
mutlak, yang didasarkan kepada
teori Organ dari Otto von Gierke,yang menyatakan bahwa negara itu merupakan
suatu kesatuan yang di dalamnya setiap warga negara terikat. Lembaga tersebut
yang dalam hal ini adalah negara, karena telah memberi hidup kepada warganya,
dapat membebani setiap anggota masyarakatnya dengan kewajiban-kewajiban, termasuk
kewajiban membayar pajak
d. Teori daya beli, yang mengibaratkan pajak sebagai pompa yang menyedot dayabeli
seseorang/anggota masyarakat, yang kemudian dikembalikan lagi kepada
masyarakat. Jadi, sebenarnya uang yang berasal dari rakyat dikembalikan lagi
kepada masyarakat melalui saluran lain, untuk keejahteraan masyarakat, sehingga
pada hakekatnya pajak tidak merugikan rakyat.
e. Teori pembenaran pajak
menurut Pancasila, yang bersifat
kekeluargaan dan gotongroyong, memandang pajak tidak lain daripada bentuk
sebuah pengorbanan setiap anggota keluarga (anggota masyarakat) untuk
kepentingan keluarga (bersama) tanpa mendapatkan imbalan. Jadi teori ini
memandang bahwa pungutan pajak dapat dibenarkan karena pembayaran pajak
dipandang sebagai uang yang tidak keluar dari lingkungan masyarakat tempat
wajib pajak hidup.
2.
Asas Pembagian Beban Pajak
Pada asas ini memberikan
jawaban atas pertanyaan bagaimana agar beban pajak itu dikenakan kepada rakyat
secara adil, jawaban atas permasalahan tersebut didukung pula oleh beberapa
teori yaitu;
a. Teori daya pikul, yang menyatakan bahwa setiap orang wajib membayar pajak denga daya pikul
masing-masing. Daya pikul menurut Prof. De Langen, yang dikutip oleh Rochmat
Soemitro adalah merupakan kekuatan seseorang untuk memikul suatu beban dari
apa yang tersisa, setelah seluruh penghasilannya dikurangi dengan
pengeluaran-pengeluaran yang mutlak untuk kehidupan primer diri sendiri beserta
keluarga.
b.
Prinsip benefit, yang oleh Santoso Brotodihardjo menyebutnya sebagai asas kenikmatan. Menurut asas kenikmatan ini,
pengenaan pajak seimbang dengan benefit yang diperoleh wajib pajak dari
jasa-jasa publik yang diberikan oleh pemerintah. Berdasarkan kriteria ini, maka
pajak dikatakan adil apabila seseorang yang memperoleh kenikmatan lebih besar
dari jasa-jasa publik yang dihasilkan oleh pemerintah dikenakan proporsi beban
pajak yag lebih besar.
3.
Asas Pengenaan Pajak
Asas pengenaan pajak ini
mencari jawaban atas permasalahan siapa/ pemerintah negara mana yang berwenang
atau berkempetensi memungut pajak terhadap suatu sasaran pajak tertentu.
Terhadap permasalahan tersebut ada beberapa teori sebagai berikut;
a. Asas negara tempat
tinggal/ asas domisili, yang mengandung arti
bahwa negara di mana seseorang bertempat tinggal, tanpa memandang
kewarganegaraannya, mempunyai hak yang tidak terbatas untuk mengenak pajak
terhadap orang-orang itu dari semua pendapatan yang diperoleh orang itu dengan
tidak menghiraukan di mana pendapatan itu diperoleh.
b.
Asas negara asal, yang mendasarkan
pemajakan pada tempat dimana sumber itu berada, seperti adanya suatu
perusahaan, kekayaan atau tempat kegiatan di suatu negara. Negara di mana
sumber itu berada mempunyai wewenang untuk mengenakan pajak atas hasil yang
keluar dari sumber itu.
c.
Asas kebangsaan, yang mendasarkan
pengenaan pajak seseorang pada status kewarganegaraannya. Jadi pemajakan
dilakukan oleh negara asal wajib pajak dan yang dikenakan pajak adalah semua
orang yang mempunyai kewarganegaraan negara tersebut, tanpa memandang tempat
tinggalnya.
4.
Asas Pelaksanaan Pemungutan Pajak
Yang termasuk ke dalam
asas ini yakni; asas yuridis, asas ekonomi dan asas finansial.
a. Asas yuridis, yang mana mengatakan hukum pajak harus dapat memberikan jaminan hukum
yang perlu untuk menyatakan keadilan yang tegas baik untuk negara maupun
warganya. Oleh karenanya mengenai pemungutan pajak di Negara hukum, segala
seuatunya haruslah ditetapkan dalam undang-undang. Dengan kata lain, hukum
pajak harus dapat memberikan jaminan hukum bagi tercapainya keadilan dan
jaminan ini diberikan kepada pihak-pihak yang tersangkut di dalam pemungutan
pajak, yakni pihak wajib pajak.
b. Asas ekonomis, yang mana menurut asas ini, pemungutan pajak haruslah berfungsi selain
dari pada fungsi budgeter juga harus berfungsi mengatur, yakni ; harus
diusahakan supaya jangan sampai menghambat lancarnya produksi dan perdagangan,
harus diusahakan supaya jangan menghalang-halangi rakyat dalam usahanya
mencapai kebahagiaan serta jangan sampai merugikan kepentingan umum.
c. Asas finansial yang berkaitan erat dengan fungsi budgeter yaitu untuk memasukkan uang
sebanyak-banyak ke dalam kas negara. Sehubungan dengan itu, agar hasil yang
diperoleh besar, maka biaya pemungutan harus seecil-kecilnya.
5. Menurut Miyatso,
Pajak merupakan pungutan
paksa yang dilakukan oleh pemerintah terhadap wajib pajak yang tidak ada
kontraprestasinya secara langsung, maka suat pungutan pajak harus memenuhi asas-asas
sebagai berikut;
a.
Asas legal, yang mana mendasarkan
pajak kepada undang-undang. Oleh karena itu, setiap peraturan perpajakan, baik
yang terdapat dalam peraturan pemerintah, maupun peraturan yang lebih rendah
tingkatannya harus ada referensinya dalam undang-undang. Di Indonesia, sistem
perpajakan secara eksplisit diatur dalam Pasal 23 A UUD 1945.
b.
Asas kepastian hukum, dimana
ketentuan-ketentuan perpajakan tidak boleh menimbulkan keragu-raguan,
kebingungan harus jelas dan mempunyai satu pengertian sehingga tidak bersifat
ambigius
c.
Asas efesien, dimana pajak yang
dipungut dari masyarakat kemudian digunakan untuk membiayai kegiatan-kegiatan
administrasi pemerintahan dan pembangunan
d.
Asas non distorsi, yakni bahwa pajak harus
tidak menimbulkan distorsi atau kelesuan di dalam masyarakat, terutama distorsi
ekonomi.
e. Asas kesederhanaan, dalam hal ini bararti bahwa aturan-aturan pajak harus dibuat secara
sederhana sehingga mudah dimengerti baik oleh fiscus, maupun oleh wajib pajak
sebagai pihak-pihak yang terkait dalam hubungan pajak.
f.
Asas adil, hal tersebut terutama
berarti bahwa alokasi beban pajak pada berbagai golongan masyarakat harus
mencerminkan keadilan.
F.
HUBUNGAN HUKUM PAJAK DENGAN CABANG HUKUM LAINNYA.
1. Hubungan Hukum Pajak dengan Hukum Perdata.
1. Hubungan Hukum Pajak dengan Hukum Perdata.
Menurut Rochmat Soemitro
hubungan antaran keduanya adalah timbal balik, yang berarti
bahwa; (1) disatu sisi hukum pajak banyak mennggunakan istilah yang kazim
dipakai dalam hukum perdata namun artinya berlainan dengan istilah hukum
perdata tersebut. Misalnya, istilah domisili yang pada hukum perdata
dikenal sebagai pusat temmpat kediaman seseorang, namun dalam hukum
perpajakan domisili berarti hukum pajak ditentukan menurut keadaan. (2)
Hukum pajak menjadikan peristiwa-peristiwa (kematian, kelahiran ), keadaan (
kekayaan, bengasa asing), kejadian (jual beli, sewa-menyewa) dalam hukum
perdata sebagai sasaran pajak.
Sedangkan menurut Prof.
Mr. W.F. Prins hubungan erat ini sangat mungkin sekali timbul karena banyak
dipergunakan istilah-istilah hokum perdata dalam perundang-undangan pajak,
walaupun sebagai prinsip harus dipegang teguh bahwa pengertian-pengertian yang
dianut oleh hokum perdata tidak selalu dianut hukm pajak. Hubungan erat dngan
hokum perdata dapat pula disebabkan oleh kenyataan bahwa bilaman diperlukan
suatu kupasan mengenai persoalan yang tidak dijelaskan dalam undang-undangnya,
dalam hal demikian seringkali hastus dipertimbangkan secara matang,
interpretasi yang manakah yang harus dipergunakan, yang yuridis atau yang
menurut kenyataannya (ekonomis).
Sebaliknya juga ada
pengaruh dari hukum pajak terhadap hukum perdata, karena hukum pajak sebagai lex
spesialis (aturan khusus) mendapat perlakuan utama mengenai sesuatu hal
daripada hukum perdata sebagai lex generalis.
2. Hubungan Hukum Pajak dengan Hukum Pidana
Sebagaimana diketahui bahwa hukum pidana tidak hanya terdapat di dalam KUHP
tetapi di luar itu juga terdapat ketentuan-ketentuan pidana dalam undang-undang
lainnya yang meliputi bermacam-macam bidang yang salah satunya adalah hukum
pajak. KUHP dan yang terdapat di luarnya yaitu ketentuan-ketentuan UU yang
khusus untuk mengadakan peraturan-peraturan dalam segala lapangan merupakan suatu
keseluruhan yang sistematis karena ketentuan-ketentuan dalam Buku I
dari KUHP kecuali jika ditentukan lain juga berlaku untuk peristiwa-peristiwa
pidana yang diuraikan di luar KUHP (Pasal 103 KUHP). Namun demikian, di dalam
hukum pajak dijumpai penyimpangan-penyimpangan terhadap ketentuan umum yang
biasanya berlaku dalam KUHP.
Adapun penyimpangan-penyimpangan yang terdapat dalam lapangan hukum
perpajalan yang dapat dijatuhi pidana adalah dalam hal;
1.
bilamana terjadi pemakaian ulang materai (upah, tmpel, dagang) yang telah
dipergunakan terlebih dahulu (Pasal 260 KUHP)
2.
kewajiban untuk menyimpan rahasia yang diberikan oleh wajib pajak kepada
fiskus, diancam pada pasal 260 KUHP dan Pasal 25 Ordonansi Pajak Pendapatan
3.
Pasal 367 ayat (2) HIR menyatakan : tuntutan untuk membayar denda atau
perampasan barang-barang tertentu dalam perkara pelanggaran tentang suat
penghasilan negara, dilakukan kepda ahli warisnya.
BAB III
PENUTUP
A. KESIMPULAN
Berdasarkan pembahasan diatas maka dapat disimpulkan
bahwa Hukum Pajak mempunyai hubungan dengan cabang-cabang hukum lain. Seperti
Hukum Pajak dengan Hukum Perdata dan Hukum Pajak dengan Hukum Pidana.
1. Hubungan Hukum Pajak dengan Hukum Perdata
Menurut Rochmat Soemitro
hubungan antaran keduanya adalah timbal balik, yang berarti
bahwa; (1) disatu sisi hukum pajak banyak mennggunakan istilah yang kazim
dipakai dalam hukum perdata namun artinya berlainan dengan istilah hukum
perdata tersebut. Misalnya, istilah domisili yang pada hukum perdata
dikenal sebagai pusat temmpat kediaman seseorang, namun dalam hukum
perpajakan domisili berarti hukum pajak ditentukan menurut keadaan. (2)
Hukum pajak menjadikan peristiwa-peristiwa (kematian, kelahiran ), keadaan (
kekayaan, bengasa asing), kejadian (jual beli, sewa-menyewa) dalam hukum
perdata sebagai sasaran pajak.
Sedangkan menurut Prof.
Mr. W.F. Prins hubungan erat ini sangat mungkin sekali timbul karena banyak dipergunakan
istilah-istilah hokum perdata dalam perundang-undangan pajak, walaupun sebagai
prinsip harus dipegang teguh bahwa pengertian-pengertian yang dianut oleh hokum
perdata tidak selalu dianut hukm pajak
2. Hubungan Hukum Pajak dengan Hukum Pidana\
Sebagaimana diketahui
bahwa hukum pidana tidak hanya terdapat di dalam KUHP tetapi di luar itu juga
terdapat ketentuan-ketentuan pidana dalam undang-undang lainnya yang meliputi
bermacam-macam bidang yang salah satunya adalah hukum pajak.
DAFTAR PUSTAKA
H. Bohari, SH., M.S., Pengantar
Hukum Pajak, Jakarta : P.T. Raja Grafindo Persada, 2002.
Drs. C.S.T Kansil, Pengantar Ilmu
Hukum dan Tata Hukum Indonesia, Jakarta : Balai Pustaka, 1989.
Prof. H. A. M. Effendy, SH.,
Pengantar Tata Hukum Indonesia, Semarang : 1994.
terimakasih sangat membantu dalam pembelajaran
ReplyDelete