Contoh Makalah "Azas-azas Hukum Pajak"
Disusun Oleh Muazzin, S.H.I
Alumni Al-Hilal Sigli Tahun 2015



azas hukum pajak



BAB I
PENDAHULUAN

A.    LATAR BELAKANG
Dalam tia-tiap masyarakat, ada hubungan antara manusia dengan manusia, dan selalu ada peraturan yang mengikatnya yaitu hukum. Hukum mengatur tentang hak dan kewajiban manusia. Hak untuk memperoleh gaji / upah dari pekerjaan membawa kewajiban untuk menghasilkan atau untuk bekerja.
Demikian juga dengan pajak, hak untuk mencari dan memperoleh penghasilan sebanyak-banyaknya membawa kewajiban menyerahkan sebagian kepada negara dalam bentuk untuk membantu negara dalam meninggikan kesejahteraan umum. Begitu pula hak untuk memperoleh dan memiliki gedung, mobil dan barang lain membawa kewajiban untuk menyumbang kepada negara.
Cort Van der Linden berpendapat bahwa pajak adalah kewajiban penduduk negara untuk dapat menetap serta berusaha dalam negara itu dan memperoleh perlindungan. Jadi penduduk negara berhak untuk memperoleh perlindungan (hukum dan sosial ekonomi). Untuk itu penduduk negara berkewajiban membayar pajak kepada Negara.[1]


B.     RUMUSAN MASALAH
1.      Apa pengertian Pajak ?
2.      Apa saja macam-macam Pajak ?
3.      Bagaimana Azas-azas pajak ?
4.      Apa saja hak dan Kewajiban wajib Pajak ?



BAB II
PEMBAHASAN

A.    PENGERTIAN PAJAK
Adapun yang dimaksudkan dengan pajak ialah iuran kepada negara yang terhutang oleh yang wajib membayrnya (wajib pajak) berdasarkan undang-undang dengan tidak mendapat prestasi (balas jasa) kembali yang langsung.[2] Sedangkan menurut Prof. Dr. MJH, Smeeth, pajak yaitu prestasi pemerintah yang terhutang melalui norma-norma umum dan yang dapat dipaksakan.[3]
Dari definisi-definisi di atas, ternyata terdapat istilah “yang dapat dipaksakan” atau istilah wajib yang mengandung pengertian bahwa kalau wajib pajak itu tidak mau membayar pajak yang dibebankan kepadanya, maka hutang pajak itu dapat ditagih secara paksa, misalnya dengan penyitaan.[4]
Manfaat atau guna pajak itu sendiri ialah untuk membiayai pengeluaran-pengeluaran umum sehubungan dengan tugas negara untuk menyelenggarakan pemerintahan dan kesejahteraan rakyat. Jadi hasil atau imbalan yang kita peroleh dari pembayaran pajak ini tidak dapat kita peroleh secara langusng. Karena prestasi yang diberikan oleh pemerintah ini merupakan sarana dan prasarana untuk kepentingan umum yang manfaatnya dapat dirasakan oleh masyarakat, seperti sekolah-sekolah negeri dan sebagainya. Dengan memenuhi kewajiban membayar pajak, seorang wajib pajak sebagai warga negara yang baik telah membantu pemerintah dalam membiayai rumah tangga negara dan pembangunan negara.
Ciri-ciri pajak :
1.      Pajak dipungut berdasar peraturan perundangan yang berlaku
2.      Pajak dipungut oleh pemerintah, baik pusat maupun daerah
3.      Pajak tidak menimbulkan adanya kontra prestasi dari pemerintah secara langsung
4.      Pajak dipungut untuk membiayai pengeluaran pemerintah
5.      Pajak berfungsi sebagai pengatur anggaran negara.[5]
Sehubungan dengan adanya ciri-ciri di atas, maka pajak berbeda dengan retribusi. Pada retribusi pembayaran tersebut memang ditujukan semata-mata oleh si pembayar untuk memperoleh suatu prestasi tertentu dari pemerintah, misalnya pembayaran karena pemberian suatu izin oleh pemerintah.[6]

B.     Macam-macam Pajak
Pajak dapat dibagi dua golongan, yaitu :
1.      Pajak langsung ialah pajak yang harus dipikul sendiri oleh si wajib pajak dan tidak dilimpahkan kepada orang lain.
Misalnya : pajak seorang pengusaha dibayar dari pendapatan atau labanya sendiri sehingga pada dasarnya pajak ini tidak menaikkan harga barang yang diproduksi oleh pengusaha itu.
Contoh pajak langsung : pajak penghasilan, pajak kekayaan, pajak rumah tangga, pajak perseroan, pajak bumi dan bangunan dan sebagainya.
2.      Pajak tidak langsung ialah pajak yang dibayar oleh si wajib pajak tetapi oleh wajib pajak ini dibebankan kepada orang lain yang membeli barang-barang yang dihasilkan olehnya.
Pajak ini akhirnya dapat menaikkan harga, karena dibebankan kepada pembeli dan karena itu hanya dibayar kalau terjadi transaksi yang menimbulkan pajak tersebut.
Misalnya : pajak penjualan, pajak pembangunan, bea materai, bea balik nama dan sebagainya.[7]
C.    Asas-Asas Pajak
Di dalam pajak, dikenal adanya beberapa asas yang menjadi pokok dasar atau tumpuan berpikir, dan dalam kamus umum bahasa Indonesian kata ”asas” diartikan sebagai ”sesuatu kebenaran yang menjadi pokok dasar atau tumpuan berpikir”
Adapun yang menjadi asas-asas daripada pajak tersebut, adalah; asas rechtsfilosofis, asas pengenaan pajak, asas pemungutan pajak, asas pembagian beban pajak, dan asas dalam pembuatan Undang-Undang Pajak.
1.      Asas rechtsfilosofis
Asas ini mencari alasan pembenar terhadap pengenaan pajak oleh negara. Sehingga asas ini mempertanyakan ”Mengapa dan atas dasar apa negara mempunyai kewenangan memungut pajak dari rakyat??
Terhadap pertanyaan dari permasalahan tersebut terdapat beberapa teori yang dapat menjawabnya, yaitu;
a.       Teori asuransi, yang menyatakan bahwa pajak diibaratkan sebagai suatu premi asuransi yang harus dibayar oleh setiap orang karena orang mendapatkan perlindungan atas hak-haknya dari pemerintah, yang mana dalam hal ini pembayar premi asuransi dipersamakan dengan pembayar pajak, yakni pihak tertanggung. Sementara itu negara disamakan dengan pihak penanggung
b.      Teori kepentingan, yang mengatakan bahwa negara mengenakan pajak terhadap rakyat, karena negara telah melindungi kepentingan rakyat. Teori ini mengukur besarnya pajak sesuai dengan besarnya kepentingan wajib pajak yang dilindungi. Teori ini menegaskan bahwa dasar pembenar mengapa negara mengenakna pajak adalah karena negara telah berjasa kepada rakyat elaku wajib pajak, di mana pembayaran pajak itu besarnya setara dengan besarnya jasa yang telah diberikan oleh negara kepadanya.
c.       Teori kewajiban pajak mutlak, yang didasarkan kepada teori Organ dari Otto von Gierke,yang menyatakan bahwa negara itu merupakan suatu kesatuan yang di dalamnya setiap warga negara terikat. Lembaga tersebut yang dalam hal ini adalah negara, karena telah memberi hidup kepada warganya, dapat membebani setiap anggota masyarakatnya dengan kewajiban-kewajiban, termasuk kewajiban membayar pajak
d.      Teori daya beli, yang mengibaratkan pajak sebagai pompa yang menyedot dayabeli seseorang/anggota masyarakat, yang kemudian dikembalikan lagi kepada masyarakat. Jadi, sebenarnya uang yang berasal dari rakyat dikembalikan lagi kepada masyarakat melalui saluran lain, untuk keejahteraan masyarakat, sehingga pada hakekatnya pajak tidak merugikan rakyat.
e.       Teori pembenaran pajak menurut Pancasila, yang bersifat kekeluargaan dan gotongroyong, memandang pajak tidak lain daripada bentuk sebuah pengorbanan setiap anggota keluarga (anggota masyarakat) untuk kepentingan keluarga (bersama) tanpa mendapatkan imbalan. Jadi teori ini memandang bahwa pungutan pajak dapat dibenarkan karena pembayaran pajak dipandang sebagai uang yang tidak keluar dari lingkungan masyarakat tempat wajib pajak hidup.

2.      Asas Pembagian Beban Pajak
Pada asas ini memberikan jawaban atas pertanyaan bagaimana agar beban pajak itu dikenakan kepada rakyat secara adil, jawaban atas permasalahan tersebut didukung pula oleh beberapa teori yaitu;
a.       Teori daya pikul, yang menyatakan bahwa setiap orang wajib membayar pajak denga daya pikul masing-masing. Daya pikul menurut Prof. De Langen, yang dikutip oleh Rochmat Soemitro adalah merupakan kekuatan seseorang untuk memikul suatu beban dari apa yang tersisa, setelah seluruh penghasilannya dikurangi dengan pengeluaran-pengeluaran yang mutlak untuk kehidupan primer diri sendiri beserta keluarga.
b.      Prinsip benefit, yang oleh Santoso Brotodihardjo menyebutnya sebagai asas kenikmatan. Menurut asas kenikmatan ini, pengenaan pajak seimbang dengan benefit yang diperoleh wajib pajak dari jasa-jasa publik yang diberikan oleh pemerintah. Berdasarkan kriteria ini, maka pajak dikatakan adil apabila seseorang yang memperoleh kenikmatan lebih besar dari jasa-jasa publik yang dihasilkan oleh pemerintah dikenakan proporsi beban pajak yag lebih besar.
2.      Asas Pengenaan Pajak
Asas pengenaan pajak ini mencari jawaban atas permasalahan siapa/ pemerintah negara mana yang berwenang atau berkempetensi memungut pajak terhadap suatu sasaran pajak tertentu. Terhadap permasalahan tersebut ada beberapa teori sebagai berikut;
a.       Asas negara tempat tinggal/ asas domisili, yang mengandung arti bahwa negara di mana seseorang bertempat tinggal, tanpa memandang kewarganegaraannya, mempunyai hak yang tidak terbatas untuk mengenak pajak terhadap orang-orang itu dari semua pendapatan yang diperoleh orang itu dengan tidak menghiraukan di mana pendapatan itu diperoleh.
b.      Asas negara asal, yang mendasarkan pemajakan pada tempat dimana sumber itu berada, seperti adanya suatu perusahaan, kekayaan atau tempat kegiatan di suatu negara. Negara di mana sumber itu berada mempunyai wewenang untuk mengenakan pajak atas hasil yang keluar dari sumber itu.
c.       Asas kebangsaan, yang mendasarkan pengenaan pajak seseorang pada status kewarganegaraannya. Jadi pemajakan dilakukan oleh negara asal wajib pajak dan yang dikenakan pajak adalah semua orang yang mempunyai kewarganegaraan negara tersebut, tanpa memandang tempat tinggalnya.

3.      Asas Pelaksanaan Pemungutan Pajak
Yang termasuk ke dalam asas ini yakni; asas yuridis, asas ekonomi dan asas finansial.
a.       Asas yuridis, yang mana mengatakan hukum pajak harus dapat memberikan jaminan hukum yang perlu untuk menyatakan keadilan yang tegas baik untuk negara maupun warganya. Oleh karenanya mengenai pemungutan pajak di Negara hukum, segala seuatunya haruslah ditetapkan dalam undang-undang. Dengan kata lain, hukum pajak harus dapat memberikan jaminan hukum bagi tercapainya keadilan dan jaminan ini diberikan kepada pihak-pihak yang tersangkut di dalam pemungutan pajak, yakni pihak wajib pajak.
b.      Asas ekonomis, yang mana menurut asas ini, pemungutan pajak haruslah berfungsi selain dari pada fungsi budgeter juga harus berfungsi mengatur, yakni ; harus diusahakan supaya jangan sampai menghambat lancarnya produksi dan perdagangan, harus diusahakan supaya jangan menghalang-halangi rakyat dalam usahanya mencapai kebahagiaan serta jangan sampai merugikan kepentingan umum.

c.       Asas finansial yang berkaitan erat dengan fungsi budgeter yaitu untuk memasukkan uang sebanyak-banyak ke dalam kas negara. Sehubungan dengan itu, agar hasil yang diperoleh besar, maka biaya pemungutan harus seecil-kecilnya.
4.      Menurut Miyatso,
Pajak merupakan pungutan paksa yang dilakukan oleh pemerintah terhadap wajib pajak yang tidak ada kontraprestasinya secara langsung, maka suat pungutan pajak harus memenuhi asas-asas sebagai berikut;
a.       Asas legal, yang mana mendasarkan pajak kepada undang-undang. Oleh karena itu, setiap peraturan perpajakan, baik yang terdapat dalam peraturan pemerintah, maupun peraturan yang lebih rendah tingkatannya harus ada referensinya dalam undang-undang. Di Indonesia, sistem perpajakan secara eksplisit diatur dalam Pasal 23 A UUD 1945.

b.      Asas kepastian hukum, dimana ketentuan-ketentuan perpajakan tidak boleh menimbulkan keragu-raguan, kebingungan harus jelas dan mempunyai satu pengertian sehingga tidak bersifat ambigius

c.       Asas efesien, dimana pajak yang dipungut dari masyarakat kemudian digunakan untuk membiayai kegiatan-kegiatan administrasi pemerintahan dan pembangunan

d.      Asas non distorsi, yakni bahwa pajak harus tidak menimbulkan distorsi atau kelesuan di dalam masyarakat, terutama distorsi ekonomi.

e.       Asas kesederhanaan, dalam hal ini bararti bahwa aturan-aturan pajak harus dibuat secara sederhana sehingga mudah dimengerti baik oleh fiscus, maupun oleh wajib pajak sebagai pihak-pihak yang terkait dalam hubungan pajak.
f.       Asas adil, hal tersebut terutama berarti bahwa alokasi beban pajak pada berbagai golongan masyarakat harus mencerminkan keadilan.

D.    Hak dan Kewajiban Wajib Pajak
Kewajiban pajak itu timbul setelah memenuhi dua syarat, yaitu :
1.      kewajiban pajak subyektif ialah kewajiban pajak yang melihat orangnya.
Misalnya : semua orang atau badan hukum yang berdomisili di Indonesia memenuhi kewajiban pajak subyektif.
2.      Kewajiban pajak obyektif ialah kewajiban pajak yang melihat pada hal-hal yang dikenakan pajak.
Misalnya : orang auat badan hukum yang memenuhi kewajiban pajak kekayaan adalah orang yang punya kekayaan tertentu, yang memenuhi kewajiban pajak kendaraan ialah orang yang punya kendaraan bermotor dan sebagainya.[8]
Kewajiban wajib pajak
Dalam menghitung jumlah yang dipakai untuk dasar pengenaan pajak, diperlukan bantuan dari wajib pajak dengan cara mengisi dan memasukkan surat pemberitahuan (SPT). Setiap orang yang telah menerima SPT pajak dari inspeksi pajak mempunyai kewajiban :
a.       Mengisi SPT pajak itu menurut keadaan yang sebenarnya
b.      Menandatangani sendiri SPT itu
c.       Mengembalikan SPT pajak kepada inspeksi pajak dalam jangka waktu yang telah ditentukan.[9]
Wajib pajak harus memenuhi kewajibannya membayar pajak yang telah ditetapkan, pada waktu yang telah ditentukan pula. Terhadap wajib pajak yang tidak memenuhi kewajibannya membayar pajak, dapat diadakan paksaan yang bersifat langsung, yaitu penyitaan atau pelelangan barang-barang milik wajib pajak.
Hak-hak Wajib Pajak
Wajib pajak mempunyai hak-hak sebagai berikut :
1.      Mengajukan permintaan untuk membetulkan, mengurangi atau membebaskan diri dari ketetapan pajak, apabila ada kesalahan tulis, kesalahan menghitung tarip atau kesalahan dalam menentukan dasar penetapan pajak.
2.      Mengajukan keberatan kepada kepala inspeksi pajak setempat terhadap ketentuan pajak yang dianggap terlalu berat.
3.      Mengajukan banding kepada Majelis Pertimbangan Pajak, apabila keberatan yang diajukan kepada kepala inspeksi tidak dipenuhi.
4.      Meminta mengembalikan pajak (retribusi), meminta pemindah bukuan setoran pajak ke pajak lainnya, atau setoran tahun berikutnya.
5.      Mengajukan gugatan perdata atau tuntutan pidana kalau ada petugas pajak yang menimbulkan kerugian atau membocorkan rahasia perusahaan / pembukuan sehingga menimbulkan kerugian pada wajib pajak.[10]

E.     ASAS-ASAS HUKUM PAJAK
Di dalam pajak, dikenal adanya beberapa asas yang menjadi pokok dasar atau tumpuan berpikir, dan dalam kamus umum bahasa Indonesian kata ”asas” diartikan sebagai ”sesuatu kebenaran yang menjadi pokok dasar atau tumpuan berpikir”
Adapun yang menjadi asas-asas daripada pajak tersebut, adalah; asas rechtsfilosofis, asas pengenaan pajak, asas pemungutan pajak, asas pembagian beban pajak, dan asas dalam pembuatan Undang-Undang Pajak.
1.      Asas rechtsfilosofis
Asas ini mencari alasan pembenar terhadap pengenaan pajak oleh negara. Sehingga asas ini mempertanyakan ”Mengapa dan atas dasar apa negara mempunyai kewenangan memungut pajak dari rakyat??
Terhadap pertanyaan dari permasalahan tersebut terdapat beberapa teori yang dapat menjawabnya, yaitu;
a.         Teori asuransi, yang menyatakan bahwa pajak diibaratkan sebagai suatu premi asuransi yang harus dibayar oleh setiap orang karena orang mendapatkan perlindungan atas hak-haknya dari pemerintah, yang mana dalam hal ini pembayar premi asuransi dipersamakan dengan pembayar pajak, yakni pihak tertanggung. Sementara itu negara disamakan dengan pihak penanggung
b.         Teori kepentingan, yang mengatakan bahwa negara mengenakan pajak terhadap rakyat, karena negara telah melindungi kepentingan rakyat. Teori ini mengukur besarnya pajak sesuai dengan besarnya kepentingan wajib pajak yang dilindungi. Teori ini menegaskan bahwa dasar pembenar mengapa negara mengenakna pajak adalah karena negara telah berjasa kepada rakyat elaku wajib pajak, di mana pembayaran pajak itu besarnya setara dengan besarnya jasa yang telah diberikan oleh negara kepadanya.
c.         Teori kewajiban pajak mutlak, yang didasarkan kepada teori Organ dari Otto von Gierke,yang menyatakan bahwa negara itu merupakan suatu kesatuan yang di dalamnya setiap warga negara terikat. Lembaga tersebut yang dalam hal ini adalah negara, karena telah memberi hidup kepada warganya, dapat membebani setiap anggota masyarakatnya dengan kewajiban-kewajiban, termasuk kewajiban membayar pajak.
d.        Teori daya beli, yang mengibaratkan pajak sebagai pompa yang menyedot dayabeli seseorang/anggota masyarakat, yang kemudian dikembalikan lagi kepada masyarakat. Jadi, sebenarnya uang yang berasal dari rakyat dikembalikan lagi kepada masyarakat melalui saluran lain, untuk keejahteraan masyarakat, sehingga pada hakekatnya pajak tidak merugikan rakyat.
e.         Teori pembenaran pajak menurut Pancasila, yang bersifat kekeluargaan dan gotongroyong, memandang pajak tidak lain daripada bentuk sebuah pengorbanan setiap anggota keluarga (anggota masyarakat) untuk kepentingan keluarga (bersama) tanpa mendapatkan imbalan. Jadi teori ini memandang bahwa pungutan pajak dapat dibenarkan karena pembayaran pajak dipandang sebagai uang yang tidak keluar dari lingkungan masyarakat tempat wajib pajak hidup.

2.      Asas Pembagian Beban Pajak
Pada asas ini memberikan jawaban atas pertanyaan bagaimana agar beban pajak itu dikenakan kepada rakyat secara adil, jawaban atas permasalahan tersebut didukung pula oleh beberapa teori yaitu;
a.                  Teori daya pikul, yang menyatakan bahwa setiap orang wajib membayar pajak denga daya pikul masing-masing. Daya pikul menurut Prof. De Langen, yang dikutip oleh Rochmat Soemitro adalah merupakan kekuatan seseorang untuk memikul suatu beban dari apa yang tersisa, setelah seluruh penghasilannya dikurangi dengan pengeluaran-pengeluaran yang mutlak untuk kehidupan primer diri sendiri beserta keluarga.
b.                  Prinsip benefit, yang oleh Santoso Brotodihardjo menyebutnya sebagai asas kenikmatan. Menurut asas kenikmatan ini, pengenaan pajak seimbang dengan benefit yang diperoleh wajib pajak dari jasa-jasa publik yang diberikan oleh pemerintah. Berdasarkan kriteria ini, maka pajak dikatakan adil apabila seseorang yang memperoleh kenikmatan lebih besar dari jasa-jasa publik yang dihasilkan oleh pemerintah dikenakan proporsi beban pajak yag lebih besar.

3.      Asas Pengenaan Pajak
Asas pengenaan pajak ini mencari jawaban atas permasalahan siapa/ pemerintah negara mana yang berwenang atau berkempetensi memungut pajak terhadap suatu sasaran pajak tertentu. Terhadap permasalahan tersebut ada beberapa teori sebagai berikut;
a.         Asas negara tempat tinggal/ asas domisili, yang mengandung arti bahwa negara di mana seseorang bertempat tinggal, tanpa memandang kewarganegaraannya, mempunyai hak yang tidak terbatas untuk mengenak pajak terhadap orang-orang itu dari semua pendapatan yang diperoleh orang itu dengan tidak menghiraukan di mana pendapatan itu diperoleh.
b.        Asas negara asal, yang mendasarkan pemajakan pada tempat dimana sumber itu berada, seperti adanya suatu perusahaan, kekayaan atau tempat kegiatan di suatu negara. Negara di mana sumber itu berada mempunyai wewenang untuk mengenakan pajak atas hasil yang keluar dari sumber itu.
c.         Asas kebangsaan, yang mendasarkan pengenaan pajak seseorang pada status kewarganegaraannya. Jadi pemajakan dilakukan oleh negara asal wajib pajak dan yang dikenakan pajak adalah semua orang yang mempunyai kewarganegaraan negara tersebut, tanpa memandang tempat tinggalnya.

4.      Asas Pelaksanaan Pemungutan Pajak
Yang termasuk ke dalam asas ini yakni; asas yuridis, asas ekonomi dan asas finansial.
a.         Asas yuridis, yang mana mengatakan hukum pajak harus dapat memberikan jaminan hukum yang perlu untuk menyatakan keadilan yang tegas baik untuk negara maupun warganya. Oleh karenanya mengenai pemungutan pajak di Negara hukum, segala seuatunya haruslah ditetapkan dalam undang-undang. Dengan kata lain, hukum pajak harus dapat memberikan jaminan hukum bagi tercapainya keadilan dan jaminan ini diberikan kepada pihak-pihak yang tersangkut di dalam pemungutan pajak, yakni pihak wajib pajak.
b.         Asas ekonomis, yang mana menurut asas ini, pemungutan pajak haruslah berfungsi selain dari pada fungsi budgeter juga harus berfungsi mengatur, yakni ; harus diusahakan supaya jangan sampai menghambat lancarnya produksi dan perdagangan, harus diusahakan supaya jangan menghalang-halangi rakyat dalam usahanya mencapai kebahagiaan serta jangan sampai merugikan kepentingan umum.
c.          Asas finansial yang berkaitan erat dengan fungsi budgeter yaitu untuk memasukkan uang sebanyak-banyak ke dalam kas negara. Sehubungan dengan itu, agar hasil yang diperoleh besar, maka biaya pemungutan harus seecil-kecilnya.

5.      Menurut Miyatso, Pajak merupakan pungutan paksa yang dilakukan oleh pemerintah terhadap wajib pajak yang tidak ada kontraprestasinya secara langsung, maka suat pungutan pajak harus memenuhi asas-asas sebagai berikut;
a.              Asas legal, yang mana mendasarkan pajak kepada undang-undang. Oleh karena itu, setiap peraturan perpajakan, baik yang terdapat dalam peraturan pemerintah, maupun peraturan yang lebih rendah tingkatannya harus ada referensinya dalam undang-undang. Di Indonesia, sistem perpajakan secara eksplisit diatur dalam Pasal 23 A UUD 1945.
b.              Asas kepastian hukum, dimana ketentuan-ketentuan perpajakan tidak boleh menimbulkan keragu-raguan, kebingungan harus jelas dan mempunyai satu pengertian sehingga tidak bersifat ambigius
c.               Asas efesien, dimana pajak yang dipungut dari masyarakat kemudian digunakan untuk membiayai kegiatan-kegiatan administrasi pemerintahan dan pembangunan
d.              Asas non distorsi, yakni bahwa pajak harus tidak menimbulkan distorsi atau kelesuan di dalam masyarakat, terutama distorsi ekonomi.
e.               Asas kesederhanaan, dalam hal ini bararti bahwa aturan-aturan pajak harus dibuat secara sederhana sehingga mudah dimengerti baik oleh fiscus, maupun oleh wajib pajak sebagai pihak-pihak yang terkait dalam hubungan pajak.
f.               Asas adil, hal tersebut terutama berarti bahwa alokasi beban pajak pada berbagai golongan masyarakat harus mencerminkan keadilan.



BAB III
PENUTUP

A.    KESIMPULAN
Pajak ialah iuran wajib kepada negara berdasarkan undang-undang dengan tidak mendapat prestasi (balas jasa) kembali secara langsung, manfaat atau guna pajak yaitu untuk membiayai pengeluaran-pengeluaran umum sehubungan dengan tugas negara untuk menyelenggarakan pemerintahan dan kesejahteraan rakyat. Pajak dibagi dalam dua macam yaitu pajak langsung dan pajak tidak langsung, disamping itu wajib pajak pun mempunyai kewajiban dan hak-hak sebagai seorang wajib pajak. Hukum pajak ialah hukum yang mengatur hubungan antara pemerintah dan wajib pajak.
Pajak ialah iuran wajib kepada negara berdasarkan undang-undang dengan tidak mendapat prestasi (balas jasa) kembali secara langsung, manfaat atau guna pajak yaitu untuk membiayai pengeluaran-pengeluaran umum sehubungan dengan tugas negara untuk menyelenggarakan pemerintahan dan kesejahteraan rakyat. Pajak dibagi dalam dua macam yaitu pajak langsung dan pajak tidak langsung, disamping itu wajib pajak pun mempunyai kewajiban dan hak-hak sebagai seorang wajib pajak. Hukum pajak ialah hukum yang mengatur hubungan antara pemerintah dan wajib pajak.











DAFTAR PUSTAKA



H. Bohari, SH., M.S., Pengantar Hukum Pajak, Jakarta : P.T. Raja Grafindo Persada, 2002.
Drs. C.S.T Kansil, Pengantar Ilmu Hukum dan Tata Hukum Indonesia, Jakarta : Balai Pustaka, 1989.
Prof. H. A. M. Effendy, SH., Pengantar Tata Hukum Indonesia, Semarang : 1994.





[1] H. Bohari, SH., M.S., Pengantar Hukum Pajak, Jakarta : P.T. Raja Grafindo Persada, 2002, hlm. 21-2
[2] Drs. C.S.T Kansil, Pengantar Ilmu Hukum dan Tata Hukum Indonesia, Jakarta : Balai Pustaka, 1989, hlm. 324
[3] H. Bohari, SH., M.S., op.cit., hlm. 23-24
[4] Prof. H. A. M. Effendy, SH., Pengantar Tata Hukum Indonesia, Semarang : 1994, hlm.93
[5] Ibid., hlm. 93-94
[6] Drs. C.S.T Kansil, op.cit., hlm. 324
[7] Prof. H. A. M. Effendy, SH., op.cit., hlm. 94-95
[8] Ibid., hlm. 96-97
[9] Ibid., hlm. 97
[10] Ibid., hlm. 98.

0 komentar:

Post a Comment

 
Top