Disusun Oleh Muazzin, S.H.I
Alumni Al-Hilal Sigli Tahun 2015
KATA PENGANTAR
Segala puji dan syukur
penulis sampaikan kehadirat Allah SWT, shalawat dan salam juga disampaikan
kepada junjungan Nabi Besar Muhammad SAW. Serta sahabat dan keluarganya, seayun
langkah dan seiring bahu dalam menegakkan agama Allah. Dengan kebaikan beliau
telah membawa kita dari alam kebodohan ke alam yang berilmu pengetahuan.
Dalam rangka melengkapi tugas dari mata kuliah HADITS
AHKAM Syariah pada Program Studi Hukum Ekonomi Syari’ah Mu’amalah PTI AL-HILAL
SIGLI dengan ini penulis mengangkat judul “JUAL
BELI KHIAR”.
Dalam penulisan makalah ini, penulis menyadari bahwa
makalah ini masih jauh dari kesempurnaan, baik dari cara penulisan, maupun
isinya.
Oleh karena itu penulis sangat mengharapkan kritikan dan
saran-saran yang dapat membangun demi kesempurnaan makalah ini.
Wassalam
Penulis,
KELOMPOK 10
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR............................................................................................ i
DAFTAR ISI............................................................................................................ ii
BAB I PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang...................................................................................
1
B. Rumusan Masalah.............................................................................. 1
BAB II PEMBAHASAN
A.
Pengertian al-khiar.............................................................................
2
B.
Macam-macam
khiar ......................................................................... 3
C.
Matan
hadits tentang al-khiar ........................................................... 3
D.
Analisa
sanad .................................................................................... 4
E.
Analisa
matan ................................................................................... 6
F.
Fiqh
hadits ........................................................................................ 9
BAB
III PENUTUP
A.
Kesimpulan........................................................................................
11
DAFTAR
PUSTAKA.............................................................................................
12
BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang
Dalam
kehidupan manusia, kebutuhan yang diperlukan tidak cukup hanya keperluan rohani
saja. Manusia juga membutukkan keperluan jasmani, seperti makan, minum,
pakaian, tempat tinggal, dan yang lainnya. Maka untuk memenuhi kebutuhan
jasmaninya dia harus berhubungan dengan sesama dan alam sekitarnya. Inilah yang
disebut dengan muamalah.
Untuk
menghindari kesewenang-wenangan dalam bermuam’alah, agama mengatur
sebaik-baiknya masalah ini. Maka dari sinilah telah jelas bahwa Islam itu tidak
hanya mengatur hubungan manusia dengan Tuhan, tapi juga hubungan manusia dengan
sesama manusia lagi. Disamping diwajibkan mengabdikan dirinya kepada Tuhan,
manusia juga diwajibkan untuk mencari keperluan hidupnya.
Firman Allah Ta’alaa : “Dan carilah pada apa yang telah dianugrahkan Allah kepadamu negeri
akhirat, dan janganlah kamu melupakan bagian dari duniawi dan berbuat baiklah
kepada orang lain sebagaimana Allah telah berbuat baik kepadamu dan janganlah
kamu berbuat kerusakan di muka bumi. Sesungguhnya Allah tidak menyukai
orang-orang yang berbuat kerusakan.” (Q.S. Al-Qashash: 77)
Dalam ayat tersebut ditegaskan bahwa kita harus berbuat baik terhadap
sesama, tolong-menolong, bantu-membantu dalam kesempitan dan kesukaran. Dan
salah satu cara muamalah supaya tidak terjadi salah kekeliruan antara penjual
dan pembeli, maka diperlukan adanya khiyar (pilihan). Oleh
karena sebab itu, maka di dalam makalah ini kami mengambil judul “Khiyar”.
B. Rumusan Masalah
1.
Apa pengertian Khiar ?
2.
Bagaimana macam-macam khiar ?
3.
Jelaskan hadits-hadits tentang khiar !
C. Tujua Pembahasan
1.
Agar mahasiswa/i mampu memahami pengertian khiar
2.
Agar mahasiswa/i mampu mengidentifikasi
macam-macam khiar
3.
Agar mahasiswa/i mampu menjelaskan hadits-hadits
tentang khiar
BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian al-Khiyar
Kata al-khiyar dalam
bahasa arab berarti pilihan. Pembahasan al-khiyardikemukakan para
ulama fiqh dalam permasalahan yang menyangkut transaksi dalam bidang perdata
khususnya transaksi ekonomi, sebagai salah satu hak bagi kedua belah pihak yang
melakukan transaksi (akad) ketika terjadi beberapa persoalan dalam transaksi.[1]
Secara terminologis
para ulama fiqh mendefinisikan al-khiyar dengan:
أَنْ
يَكُوْنَ لِلْمُتَعَاقِدِ الْخِيَارُ بَيْنَ إِمْضَاءِ الْعَقْدِ وَعَدَمِ
إِمْضَائِهِ بِفَسْخِهِ رفقا لِلْمُتَعَاقِدَيْنِ.
Artinya : Hak pilih bagi salah satu atau kedua belah
pihak yang melaksanakan transaksi untuk melangsungkan atau membatalkan
transaksi yang disepakati sesuai dengan kondisi masing-masing pihak yang
melakukan transaksi.
Sedangkan pengertian
khiyar menurut Kompilasi Hukum Ekonomi Syariah (KHES) pasal 20 (8)
adalah hak pilih bagi penjual dan pembeli untuk melanjutkan atau membatalkan
akad jual beli yang dilakukannya.
Hak khiyar ditetapkan
syariat islam bagi orang-orang yang melakukan transaksi perdata agar tidak
dirugikan dalam transaksi yang mereka lakukan, sehingga kemaslahatan yang
dituju dalam suatu transaksi tercapai dengan sebaik-baiknnya. Tujuan
diadakan khiyar oleh syara’ berfungsi agar kedua orang yang
berjual beli dapat memikirkan kemaslahatan masing-masing lebih jauh, supaya
tidak akan terjadi penyesalan di kemudian hari karena merasa tertipu.
Jadi, hak khiyar itu
ditetapkan untuk menjamin kerelaan dan kepuasan timbal balik pihak-pihak yang
melakukan jual beli. Meskipun dari satu segi memang khiyar ini
tidak praktis karena mengandung arti ketidakpastian suatu transaksi, namun dari
segi kepuasan pihak yang melakukan transaksi, khiyar menjadi
jalan yang terbaik.
B. Macam-macam al-Khiyar
1.
Khiyar Majlis
Khiyar Majlis merupakanhak pilih bagi kedua belah pihak yang berakad untuk
membatalkan akad, selama keduanya masih berada dalam majelis (tempat) akad dan
belum berpisah badan. Artinya, suatu transaksi baru dianggap sah apabila kedua
belah pihak yang melaksanakan akad telah berpisah badan atau salah seorang di
antara mereka telah melakukan pilihan untuk menjual dan atau membeli.[2]
2.
Khiyar Syarat
Yaitu hak pilih yang
ditetapkan bagi salah satu pihak yang berakad atau keduanya atau bagi orang
lain untuk meneruskan atau membatalkan jual beli, selama masih dalam tenggangan
waktu yang ditentukan. Misalnya, pembeli mengatakan “saya beli barang ini dari
engkau dengan syarat saya berhak memilih antara meneruskan atau membatalkan
akad selama satu minggu.”
3.
Khiyar Aib
Khiyar aib merupakan
suatu keadaan yang membolehkan salah seorang yang berakad memiliki hak untuk
membatalkan akad atau menjadikannya ketika ditemukan aib (kecatatan) dari salah
satu yang dijadikan alat tukar-menukar yang tidak diketahui pemiliknya waktu
akad, atau sesuatu yang mengurangi nilai yang dijual.[3]
C. Matan Hadits Tentang Al-Khiyar
1. Hadits I
عَنْ حَكِيْمِ بْنِ حِزَامٍ رَاضِيَ
اللهُ عَنْهُ قَالَ رَسُوْلُ الله صلى الله عَلَيْهِ وَسَلَّمَ الْبَيِّعَانِ
بِالخِيَارِ مَالمْ يَتفَرَّقَا أَوْ قَالَ حَتتّى يَتَفَرّقَا فَاِنْ صَدَقَ
وَبَيّنَا بُورِكَ لَهُمَا فِي بَيْعِهِمَا وَإِنْ كَتَمَا وَكَذَبَا مُحِقَتْ
بَرَكَةُ بَيْعِهِمَا (رواه البخاري)
Artinya : “Dari Hakim bin Hizam, dia berkata, Rasullullah Shalllalahu
Alaihi wa Sallam bersabda, ‘Dua orang yang jual beli mempunyai hak pilih selagi
belum saling berpisah’, atau beliau bersabda, ‘Hingga keduanya saling berpisah,
jika keduanya saling jujur dan menjelaskan, maka keduanya diberkahi dalam
jual-beli itu, namun jika keduanya saling menyembunyikan dan berdusta, maka
barakah jual-beli itu akan dihapuskan’. (HR.. Bukhori)[4]
2. Hadits II
عَنِ ابنِ
عُمَرَ رَضيَ اللهُ عَنْهُمَا عَنْ رَسُوْلِ اللهِ صَلىَّ اللهُ عَليْهِ وَ
سَلَّمَ أَنَّهُ قَالَ إِذَا تَبَايَعَ الرَّجُلاَنِ فَكُلُ وَاحِدٍ مِنْهُمَا بِالْخِيَارِ
مَالَمْ يَتَفَرَّقَا وَ كَانَا جَمِيْعًا أَوْ يُخَيِّرُ أَحَدُهُمَا
الآخَرَفَتَبَايَعَا عَلَى ذَلِكَ فَقَدْ وَجَبَ الْبَيْعُ وَإِنْ تَفَرَّقَا
بَعْدَ أَنْ يَتَبَايَعَا وَلَمْ يَتْرُكْ وَاحِدٌ مِنْهُمَا الْبَيْعَ فَقَدْ
وَجَبَ الْبَيْعُ(رواه البخاري)
Artinya : “Dari Abdullah bin Umar Radhiyallahu Anhuma, dari Rasulullah SAW,
beliau bersabda, “Apabila ada dua orang mengadakan akad jual beli, maka
masing-masing boleh khiyar selagi belum berpisah, sedangkan mereka berkumpul;
atau salah seorang dari mereka mempersilahkan yang lain untuk khiyar, kalau
salah seorang sudah mempersilahkan yang lain untuk khiyar kemudian mereka
mengadakan akad sesuai dengan khiyar tersebut, maka jual beli jadi; dan apabila
mereka berpisah sementara tidak ada seorangpun yang meninggalkan jual beli
(tetap memilih(. Khiyar, maka harus jadi.” (HR. Bukhari)
D. Analisa Sanad
1. Hadits I
Dari Syu‘bah, dari
Qatadah, dari Abu al-Khalil, dari ‘Abdullah bin al-Harith, dan Hakim bin Hizam
dari Rasullah SAW. Menengenai hadits I, Imam al-Bukhari meriwayatkannya
melalui tariq Shu‘bah dari Qatadah, Menurut al-Bayhaqi, Imam
al-Bukhari dan Muslim meriwayatkan hadits ini dari Shu‘bah bin al-Hajjaj
menerusi berbagai tariq. (Lihat Abu Bakr Ahmad Bin al-Husayn
Bin ‘Ali al-Bayhaqi (1344 H), al-Sunan al-Kubra Wa Fi Dhaylihi
al-Jawhar al-Naqi, Kitab al-Buyu‘, Bab al-Mutabayi‘an
Bi al-Khiyar Ma Lam Yatafarraqa Illa Bay‘ al-Khiyar, no. hadith
10741). [5]
Adapun perawinya
sebagai berikut: Syu’bah bin al Hajjaj, Ia menerima hadits dari Ibnu
Sirin, Amr bin Dinar, Qatadah bin Di’amah, asy Sya’by, dan dari
sejumlah tabi’in lainnya. Kemudian Qatadah bin Di’amah, hadits-hadits
beliau di riwayatkan oleh Sulaiman at Tamimiy, Jarir ibn Hazim, Syu’bah,
Abu Hilal, Ar Rasiby, Humam ibn Yahya, Ammr ibn Al Harits Al Misry, Sa’id ibn
Al Arubah, Al Laits ibn Sa’ad, Awanah dan lain-lain. Beliau lahir pada tahun 61 H. dan wafat pada tahun
118 H. dalam usia 56 tahun. Kemudian
Shalih abu al-Khalil, kemudian ‘Abdullah bin al-Harits Beliau wafat
pada tahun 86 H, atau sekitar tahun 85 atau 87 H. dan telah mengambil beberapa
hadist langsung dari Nabi saw. Oleh karena beliau lama tinggal di Mesir, maka
yang terbanyak mengambil hadist dari beliau ialah para ulama tabi’ien dari
Mesir dan terakhir ialah Yazied bin Abi Hubaib. Demikian disebutkan dalam
Al-Ishaabah dan Al-Isti’aab, jilid II, halaman 291 dan 281.Ibnu Illaan dalam
syarahnya “Dalilul-Falihien”, jilid IV halaman 582 menerangkan bahwa Abdullah
bin Al-Harits bin As-Shimmah, menurut Usdul ghaabah adalah anak kakak wanita dari
Ubai bin Ka’ab Al-Anshari. Beliau hanya meriwayatkan dua hadist saja dari
Nabi saw. Kedua-duanya tersebut dalam Bukhori dan Muslim di mana satu
diantaranya disebutkan dalam Riadhus-shalihien. Dan terakhir Hakim bin Hizam,
nama lengkapnya adalah Hakim bin Hizam bin Asad bin Abdul Ghazi, ponakanKhadijah istri Rasulullah . Sebelum dan setelah kenabian, beliau ini adalah
teman akrab Rasulullah shalallahu ‘alaihi wasallam, sewaktu kaum Quraisy
memboikot Rasulullah, beliau tidak termasuk, karena menghormati Nabi.
2. Hadits II
Hadist kedua
dikeluarkan oleh Bukhari dan Muslim dengan sanad: dari Qutaibah bin Sa'id
bin Jamil bin Tharif bin 'Abdullah, dari Laits bin Sa'ad bin 'Abdur
Rahman , dari Nafi' maula Ibnu 'Umar , dari Abdullah bin 'Umar bin Al
Khaththab.[6]
Adapun perawinya
sebagai berikut: Abdullah bin 'Umar bin Al Khaththabadalah putra khalifah
ke dua Umar bin al-Khaththab saudarah kandung Sayiyidah Hafshah Ummul Mukminin.
Sanad paling shahih yang bersumber dari ibnu Umar adalah
yang disebut Silsilah adz- Dzahab (silsilah emas), yaitu Malik, dari
Nafi’, dari Abdullah bin Umar. Sedang yang paling Dlaif : Muhammad bin Abdullah
bin al-Qasim dari bapaknya, dari kakeknya, dari ibnu Umar. Ia wafat pada tahun
73 H. kemudian Nafi', maula Ibnu 'Umar Nafi Maulana Abdullah bin Umar
adalah salah seorang ahli hadits yang berada di Madinah, Nafi’ benar
benar ikhlas dalam berkhidmat kepada Ibnu Umar majikannya selama 30 tahun.
Nafi’ tidak hanya meriwayatkan hadits dari Ibnu Umar tetapi juga mempunyai
riwayat-riwayat yang bersumber dari Abu Sa’id al-Khudri, Sayyidah Aisyah dan
Sayyidah Hafshah secara Mursal. Ia wafat pada tahun 117 H.
Kemudian Laits
bin Sa'ad bin 'Abdur Rahman, Nama sebenarnya adalah Al-Laits bin Sa’ad bin
Abdurahman al-Fahmi yang mendapat julukan Abu al_Harits adalah guru
besar di negeri Mesir, ia dilahirkan di Qarqasyand pada tahun 94 H, ia orang
kaya dan dermawan. Imam Bukhari dan Mulim banyak meriwayatkan hadist
darinya. Para Ulama telah menetapkan bahwa sanad paling shahih di Mesir
adalah yang diriwayatkan oleh Al-Laits bin Sa’ad, dari Yazid bin Abi Habib. Dan
yang meriwayatkan darinya antara lain: Abdullah bin al-Mubarak dan Abdullah bin
Wahab. Ia wafat pada tahun 175 H. Kemudian Qutaibah bin Sa'id bin Jamil
bin Tharif bin 'Abdullah . Qutaibah bin Sa’id, Nama
lengkap beliau adalah Qutaibah bin Sa’id bin Jamil binTharif bin Abdullah
Ats-Tsaqafy. Ibnu Adi mengatakan: nama beliau adalah Yahya,sedangkan Qutaibah
adalah gelar. Guru-guru beliau adalah : Malik, Al-Laits, Rasyidin bin Sa’ad.
Beliau wafat tahun 240 H.
E. Analisa Matan
1. Hadits I
الْبَيِّعَانِ بِالخِيَارِ مَالمْ
يَتفَرَّقَا أَوْ قَالَ يَتَفَرّقَا فَاِنْ صَدَقَ وَبَيّنَا بُورِكَ لَهُمَا فِي
بَيْعِهِمَا وَإِنْ كَتَمَا وَكَذَبَا مُحِقَتْ بَرَكَةُ بَيْعِهِمَا
v Makna mufradat
a. الْبَيِّعَانِ, artinya penjual dan pembeli. Makna ini diberikan
kepada keduanya, yang termasuk masalah kebiasaan. Seperti yang
sudah dijelaskan, masing masing dari dua lafazh inni dapat diartikan pula bagi
yang lainnya.
b. بِالخِيَارِ merupakan mashdar dari ikhtara, dari
al-ikhtiar, berarti meminta yang terbaik dari dua hal, entah berupa pengesahan
atau penolakan.
c. وإن كتما : Penjual menyembunyikan kecatatan barang dan
pembeli menyembunyikan kecatatan harga, yang dimaksud dengan menyembunyikan
yaitu menyamarkan kecatatannya dan menampakan yang tidak ada.
d. مُحِقَتْ بَرَكَةُ
بَيْعِهِمَا :
Barokah dalam harga dan barangnya akan hilang diakibatkan karena sikap dusta
dan saling menyembunyikan. Artinya: Allah menghilangkan kebaikannya dan
kaidahnya.
v Makna Umum Hadits
Jika kedua belah pihak
(penjual dan pembeli) masih berada di tempat pelaksanaan jual-beli, maka masing
masing mempunyai hak pilih untuk mengesahkan atau membatalkan jual beli. Jika
keduannya saling berpisah, sesuai dengan perpisahan yang dikenal manusia, atau
jual-beli disepakati tanpa ketetapan terpilih dari kedua belah pihak, maka akad
jual-beli dianggap sah, sehingga salah seorang di antara keduanya tidak boleh
membatalkannya secara sepihak, kecuali dengan cara pembatalan perjanjianyang
disepakati.
Kemudian Rasullullah
Shallallahu Alaihi wa Sallam menyebutkan sebagian dari sebab sebab keberkahan
dan pertumbuhan, sebagian dari sebab-sebab kerugian dan kerusakan. Sebab sebab
barakah, keuntungan dan pertumbuhan adalah kejujuran dalam muamalah,
menjelaskan aib, cacat dan kekurangan atau sejenisnya dalam barang yang djual.
Adapun sebab sebab kerugian dan ketiadaan barakah ialah menyembunyikan cacat,
dusta dan memalsukan barang dagangan.
Yang demikian itu
merupakan sebab sebab yang hakiki tentang keberkahan di dunia, yang memberikan
nilai tambah dan ketenaran bagi dirinya, karena dia bermuamalah dengan cara
yang baik, sedangkan di akhirat dia mendapatkan pahala dan balasan yang baik.
Sementara sifat kedua , merupakan hakikat hilangnya mata pencaharian , karena
pelakunya bermuamalah dengan cara yang buruk, sehingga orang lain menghindar darinya
dan mencari orang yang lebih dapat dipercaya, sedangkan di akhirat dia
mendapatkan kerugian yang lebih besar, karena dia telah menipu manusia.
2. Hadits II
اِذَا تَبَايَعَ الرَّجُلاَنِ فَكُلُ مِنْهُمَا
بِالْخِيَارِ مَالَمْ يَتَفَرَّقَا وَ كَانَا جَمِيْعًا أَوْ يُخَيِّرُ
أَحَدُهُمَا الآخَرَفَتَبَايَعَا عَلَى ذَلِكَ فَقَدْ وَجَبَ الْبَيْعُ وَإِنْ
تَفَرَّقَا بَعْدَ أَنْ يَتَبَايَعَا وَلَمْ يَتْرُكْ وَاحِدٌ مِنْهُمَا الْبَيْعَ
فَقَدْ وَجَبَ الْبَيْعُ
v Makna mufradat
a. بِالْخِيَارِ : Adalah meminta yang terbaik dan
dua hal, adakalanya melanjutkan akad atau membatalkannya.
b. إِذَا تَبَايَعَ: Dengan arti saling melakukan jual beli.
c. مَالَمْ يَتَفَرَّقَا : Sebagian ahli bahasa membedakan di antara
keduanya, yaitu keduanya berpisah dengan pembicaraan dan berpisah secara fisik.
Yang dimaksud hadits ini adalah berpisah secara fisik.
d. أَوْ يُخَيِّرُ
أَحَدُهُمَا الآخَرَ : Hak khiyar
dari salah seorang diantara dua belah pihak An-Nawawi berkata, “Artinya
hendaklah seseorang berkata: Pilihlah untuk melanjutkan akad jual beli, apabila
ia melakukan khiyar, maka jual beli wajib baginya”.[7]
v Makna Umum Hadits
Apabila dua orang
melakukan transaksi jual beli, dan keduanya telah menyepakati atas harga barang
yang akan dijual belikan. Maka masing-masing dari
keduanya memiliki hak khiyar (memilih antara membatalkan atau
meneruskan jual beli) selama mereka belum berpisah atau masih bersama
di tempat jual beli tersebut. Adapun makna يتفرّق yakni berpisah badan antara si
penjual dan si pembeli, meskipun Ulama’ banyak berpendapat lain tentang
memaknai kalimat ini.
Jika salah
seorang diantara penjual ataupun pembeli memberikan hak khiyar mereka, dan
mereka melakukan transaksi atas dasar itu maka terjadilahjual beli
tersebut. (setelah mereka berpisah badan) Dan jika mereka berpisah
(Berpisah Badan), setelah melakukan akad jual beli, dan kedua belah pihak (penjual
dan pembeli) tidak mengurungkan jual beli, maka jual beli tersebut juga akan
tetap terjadi (sah).[8]
Matan serupa juga
diriwayatkan oleh Al-Khamzah yang dapat memperkuat kedua matan di atas bahwa
hak khiyar dilakukan pada saat penjual dan pembeli belum berpisah badan atau
masih berada di tempat akad. Matan tersebut yaitu:
وعن عمرو بن شعيب عن أبيه عن جده أن النبي صعلم قال : البائع والمبتا ع
بالخيار مالم يفترقا، إلا أن تكون صفقة خيار، ولايحل له أن يفارقه خشية أن يستقيله. رواه الخمسة – إلا ابن ماجه – والدارقطعي وابن خزيمة
وابن الجارود. وفي رواية : حتى يتفرقا من مكا نهما.
Artinya :”Dari Amir bin Syu’aib, dari ayahnya, dari kakeknya RA bahwa
Nabi Saw bersabda, “Penjual dan pembeli mempunyai hak khiyar sebelum keduanya
berpisah, kecuali telah ditetapkan khiyar dan masing-masing pihak tidak
diperbolehkan pergi karena takut jual beli dibatalkan.” (H.R
Al-Khamsah kecuali ibnu Majah, Ad-Daruquthni, Ibnu Huzaimah, dan Ibnu Al-Jarud.
Dalam suatu riwayat, “Hingga keduanya meninggalkan tempat mereka.”)[9]
Penjelasan Kalimat
“Dari Amir bin Syu’aib,
dari ayahnya, dari kakeknya RA bahwa Nabi Saw bersabda, “Penjual dan pembeli mempunyai hak khiyar sebelum keduanya berpisah,
kecuali telah ditetapkan khiyar dan masing-masing pihak tidak diperbolehkan
pergi karena takut jual beli dibatalkan.” Riwayat Al-Khamsah kecuali
ibnu Majah, Ad-Daruquthni, Ibnu Huzaimah, dan Ibnu Al-Jarud. Dalam suatu
riwayat, “Hingga keduanya meninggalkan tempat mereka.” (Dan
hadis Abu Dawud dari Ibnu Amr dengan lafadz:“Kedua pelaku jual beli (penjual
dan pembeli) mempunyai hak khiyar sebelum keduanya berpisah, kecuali telah
ditetapkan khiyar dan masing-masing pihak tidak diperbolehkan pergi karena
takut jual beli dibatalkan,” Mereka mengatakan: sabda beliau: “takut
jual beli dibatalkan” menunjukkan sah terjadinya jual beli.
Hadis ini menunjukkan
adanya khiyar majlis. Juga karena sabdanya:“mempunyai hak khiyar sebelum
keduanya berpisah”. Adapun ‘An-Yastaqillahu’(membatalkannya)
maksudnya membatalkan jual beli, karena kalau maksud sebenarnya adalah
membebaskan niscaya makna berpisah tidak mempunyai arti sehingga perlu
diartikan membatalkan. Itulah yang diartikan oleh At-Tirmidzi dan ulama lainnya
dengan mengatakan, tidak boleh meninggalkannya setelah jual beli khawatir
memilih untuk membatalkannya. Adapun maksud Istiqalah disini
berupa pembatalan jual beli orang yang menyesal. Dan mereka mengartikan makna
tidak halal dengan suatu kebencian, karena tidak sesuai dengan akhlak baik dan
perilaku seorang muslim dalam bersosialisasi bukan karena khawatir memilih yang
dibatalkan diharamkan.
F. Fiqih Hadits
1. Penetapan hak pilih di tempat bagi penjual dan pembeli, untuk dilakukan
pengesahan jual-beli atau pembatalannya.
2. Jika penjual dan pembeli sepakat untuk membatalkan akad setelah akad
disepakatai dan sebelum berpisah, atau keduanya saling melakukan jual-beli
tanpa menetapkan hak pilih bagi keduanya, maka akad itu dianggap sah, karena
hak itu mennjadi milik merka berdua, bagaimana keduanya membuat kesepakatan,
terserah kepada keduanya.
3. (Keutamaan dan anjuran bersikap jujur) Jujur dalam muamalah dan menjelaskan
keadaan barang dagangan merupakan sebab barakah di dunia dan di akhirat,
sebagaimana dusta, bohong dan menutup nutupi cacat merupakan sebab hilangnya
barakah. Hal ini dapat dirasakan secara nyata di dunia. Orang orang yang sukses
dalam bisnisnya dan yang laku barang dagangannya ialah mereka yang jujur dalam
muamalah yang baik.
4. Jual beli dapat terjadi (sah) selama salah satu dari keduanya (baik pembeli
maupun penjual) memberikan hak khiyarnya dan melakukan transaksi atas dasar
pemberian hak khiyar tersebut.
5. Jual beli juga dapat terjadi (sah) meskipun penjual dan pembeli berpisah
asalkan kedua belah pihak (penjual dan pembeli) tidak mengurungkan jual beli.
Khiyar di anggap telah terjadi.
Para ulama saling
berbeda pendapat tentang penetapan hak pilih di tempat. Jumhur ulama dari
kalangan sahabat dan tabi’in serta imam menetapkan hak pilih di
tempat. Dia antara mereka adalah Ali bin Abu Thalib, Ibnu Abas, Abu
Hurairah, Abu Barzah, thawus, Sa’id bin Al-Musayyab, Atha’, Al-Hasan Al
Bashry, Asy-Sya’by, Az-Zuhry, Al-Auza’y, Al-Laits, sufyan bin Uyainah,
Asy-Syafi’y, Ahmad bin hambal, Ishaq, Abu Tsaur, Al-Bukhary dan para muhaqqiq
lainnya. Dalil mereka adalah hadist-hadist shahih dan jelas
maknanya. Menurut Ibnu Abdil-Barr, hadist Abdullah bin Umar
merupakan hadist yang paling kuat dari hadist-hadist ahad.
Sedangkan Abu Hanifah,
Malik dan mayoritas rekan mereka berdua tidak menetapkan hak pilih di tempat.
Mereka beralasan dengan beberapa hujjah yang bertentangan dengan pengalaman
hadist-hadist ini, namun hujjah-hujjah itu lemah, yang kemudian di sanggah
jumhu. Di antara hujjah-hujjah yang lemah itu sebagai berikut:
1. Hadist ini bertentangan dengan pengalaman penduduk Madinah, dan amal mereka
dapat di jadikan hujjah.
2. Yang dimaksudkan al-mutabayi’any dalam hadist di atas ialah dua orang
(penjual dan pembeli) yang saling tawar-menawar.
3. Yang dimaksudkan perpisahan itu ialah perpisahan perkataan antara penjual
dan pembeli ketika dilakukan serah terima.[10]
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
1. Secara terminologis para ulama fiqh mendefinisikan al-khiyar dengan:
Hak pilih bagi salah satu atau kedua belah pihak yang melaksanakan transaksi
untuk melangsungkan atau membatalkan transaksi yang disepakati sesuai dengan
kondisi masing-masing pihak yang melakukan transaksi. Sedangkan pengertian
khiyar menurut Kompilasi Hukum Ekonomi Syariah (KHES) pasal 20 (8)
adalah hak pilih bagi penjual dan pembeli untuk melanjutkan atau membatalkan
akad jual beli yang dilakukannya.
2. Macam-macam al-Khiyar
a.
Khiyar Majlis
b.
Khiyar Syarat
c.
Khiyar Aib
3. Hadits Tentang Al-Khiyar
عَنْ حَكِيْمِ بْنِ حِزَامٍ رَاضِيَ
اللهُ عَنْهُ قَالَ رَسُوْلُ الله صلى الله عَلَيْهِ وَسَلَّمَ الْبَيِّعَانِ
بِالخِيَارِ مَالمْ يَتفَرَّقَا أَوْ قَالَ حَتتّى يَتَفَرّقَا فَاِنْ صَدَقَ
وَبَيّنَا بُورِكَ لَهُمَا فِي بَيْعِهِمَا وَإِنْ كَتَمَا وَكَذَبَا مُحِقَتْ
بَرَكَةُ بَيْعِهِمَا (رواه البخاري)
Artinya : “Dari Hakim bin Hizam, dia berkata, Rasullullah Shalllalahu
Alaihi wa Sallam bersabda, ‘Dua orang yang jual beli mempunyai hak pilih selagi
belum saling berpisah’, atau beliau bersabda, ‘Hingga keduanya saling berpisah,
jika keduanya saling jujur dan menjelaskan, maka keduanya diberkahi dalam
jual-beli itu, namun jika keduanya saling menyembunyikan dan berdusta, maka
barakah jual-beli itu akan dihapuskan’. (HR.. Bukhori)
DAFTAR PUSTAKA
Abdul Rahman. Fiqh Muamalah. Jakarta:
Kencana. 2010.
Abdullah bin Abdurrahman Al Bassam. Syarah
Bulughul Maram, Vol. 4.Jakarta: Pustaka Azzam. 2006.
Ahmad Mujahidin. Kewenangan dan Prosedur Penyelesaian
Sengketa Ekonomi Syariah di Indonesia. Bogor: Ghalia
Indonesia. 2010.
Faishal bin Abdul Aziz al Mubarak. Terjemah
Nailul Authar. Surabaya: Bina Ilmu. 1993.
Kathur Suhardi. Syarah Hadist Pilihan Bukhari
Muslim Edisi Indonesia. Jakarta: Darul Falah. 2002.
Moh. Mursyidi. “Analisis Hadits Al-Khiyar Menurut
Perspektif Fiqh Al-Syafi’I dan Fiqh Al-Bhukari”. Tesis Doktor Falsafah. Universiti Malaya Kuala
Lumpur. 2012.
Muhammad bin Islmail Al-Amir Ash-Shan’ani. Subul
As-Salam Syarah Bulughul Maram. Jakarta: Darus
Sunnah Press. 2009.
Muhammad bin Ismail al Ami. Subulu Salam
Syarhu Bulughul Maram. Al-Azhar: Darul Bayan al Arabi. 2006.
Nasrun Haroen. Fiqh
Muamalah. Jakarta: Gaya Media Pratama. 2007.
Syekh Abdulloh bin
Abdurrahman Al Bassam. Taudhihul Ahkam. Jakarta : Pustaka
Azzam. 2006.
[4] Kathur Suhardi, Edisi
Indonesia: Syarah Hadist Pilihan Bukhari Muslim, (Jakarta: Darul
Falah, 2002), hlm. 580.
[5] Moh. Mursyidi, “Analisis
Hadits Al-Khiyar Menurut Perspektif Fiqh Al-Syafi’i dan Fiqh
Al-Bhukari”, (Tesis Doktor Falsafah, Universiti Malaya Kuala Lumpur, 2012),
hlm. 199.
[6] Faishal bin Abdul Aziz
al Mubarak, Terjemah Nailul Authar, ( Surabaya: Bina Ilmu, 1993),hlm.
1718.
[7] Abdullah bin
Abdurrahman Al Bassam, Syarah Bulughul Maram, Vol. 4 (Jakarta:
Pustaka Azzam, 2006), hlm. 378.
[8] Muhammad bin Ismail al
Amir, Subulu Salam Syarhu Bulughul Maram, ( Al-Azhar: Darul Bayan
al Arabi, 2006),Hlm. 807.
[9] Muhammad bin Islmail Al-Amir
Ash-Shan’ani, “Subul As-Salam Syarah Bulughul Maram” Alih
Bahasa oleh Muhammad Isnan, dkk (Jakarta: Darus Sunnah Press, 2009), hlm. 388.
[10] Syekh Abdulloh bin
Abdurrahman Al Bassam, Taudhihul Ahkam (Jakarta : Pustaka
Azzam, 2006) hlm. 584.
0 komentar:
Post a Comment