Contoh Makalah "Hukum Perdata" tentang "Hukum Kebendaan"
Disusun Oleh Muazzin, S.H.I
Alumni Al-Hilal Sigli Tahun 2015
KATA
PENGANTAR
Syukur Alhamdulillah penyusun ucapkan kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat-Nya kepada kita
semua. Sehingga penulis dapat menyusun makalah ini yang berjudul "HUKUM
BENDA" tepat pada waktunya. Dan tidak lupa pula kita sanjung pujikan
kepada Nabi Besar Muhamad SAW yang telah membawa kita dari alam yang gelap
gulita ke alam yang terang benderang ini.
Penulis menyadari bahwa didalam
pembuatan makalah ini tidak lepas dari bantuan berbagai pihak, untuk itu dalam
kesempatan ini penulis menghaturkan rasa hormat dan terima kasih yang
sebesar-besarnya kepada semua pihak yang membantu dalam pembuatan makalah ini.
Akhir kata
semoga makalah ini dapat memberikan manfaat kepada para pembaca. Penulis
menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari kesempurnaan baik dari bentuk
penyusunan maupun materinya. Kritik dan saran dari pembaca sangat penulis
harapkan untuk penyempurnaan makalah selanjutnya.
Terima kasih
yang sebesar – besarnya penulis sampaikan kepada semua pihak yang telah
membantu dalam penyelesaian Makalah ini. Wassalam.
Sigli, 25 Juli 2015
Pemakalah
Kelompok
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR............................................................................................ i
DAFTAR ISI............................................................................................................ ii
BAB I PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang...................................................................................
1
B.
Rumusan Masalah.............................................................................. 2
BAB II PEMBAHASAN
A.
Pengertian
hukum benda...................................................................
2
B.
Pembedaan
macam-macam benda .................................................... 4
C.
Hak
kebendaan.................................................................................. 5
D.
Hak
kebendaan yang memberi kenikmatan ...................................... 6
E.
Hak
kebendaan yang bersifat memberi jaminan ............................... 9
BAB
III PENUTUP
A.
Kesimpulan........................................................................................ 11
DAFTAR
PUSTAKA.............................................................................................
12
BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latarbelakang
Hukum perdata Indonesia Hukum adalah sekumpulan peraturan yang berisi
perintah dan larangan yang dibuat oleh pihak yang berwenang sehingga dapat
dipaksakan pemberlakuaanya berfungsi untuk mengatur masyarakat demi terciptanya
ketertiban disertai dengan sanksi bagi pelanggarnya. Salah satu bidang hukum yang mengatur hak dan
kewajiban yang dimiliki pada subyek hukum dan hubungan antara subyek hukum.
Hukum perdata disebut pula hukum privat atau hukum sipil sebagai lawan dari
hukum publik. Jika hukum publik mengatur hal-hal yang berkaitan dengan negara
serta kepentingan umum (misalnya politik dan pemilu (hukum tata negara),
kegiatan pemerintahan sehari-hari (hukum administrasi atau tata usaha negara),
kejahatan (hukum pidana), maka hukum perdata mengatur hubungan antara penduduk
atau warga negara sehari-hari, seperti misalnya kedewasaan seseorang,
perkawinan, perceraian, kematian, pewarisan, harta benda, kegiatan usaha dan
tindakan-tindakan yang bersifat perdata lainnya.
Ada beberapa sistem hukum yang berlaku di dunia
dan perbedaan sistem hukum tersebut juga mempengaruhi bidang hukum perdata,
antara lain sistem hukum Anglo-Saxon (yaitu sistem hukum yang berlaku di
Kerajaan Inggris Raya dan negara-negara persemakmuran atau negara-negara yang
terpengaruh oleh Inggris, misalnya Amerika Serikat), sistem hukum Eropa
kontinental, sistem hukum komunis, sistem hukum Islam dan sistem-sistem hukum
lainnya. Hukum perdata di Indonesia didasarkan pada hukum perdata di Belanda,
khususnya hukum perdata Belanda pada masa penjajahan.
Bahkan Kitab Undang-undang Hukum Perdata (dikenal KUHPer.) yang berlaku di
Indonesia tidak lain adalah terjemahan yang kurang tepat dari Burgerlijk
Wetboek (atau dikenal dengan BW)yang berlaku di kerajaan Belanda dan
diberlakukan di Indonesia (dan wilayah jajahan Belanda) berdasarkan azas
konkordansi.
Untuk Indonesia yang saat itu masih bernama
Hindia Belanda, BW diberlakukan mulai 1859. Hukum perdata Belanda sendiri
disadur dari hukum perdata yang berlaku di Perancis dengan beberapa
penyesuaian. Kitab undang-undang hukum perdata (disingkat KUHPer) terdiri dari
empat bagian, yaitu:
Buku I tentang Orang; mengatur tentang hukum
perseorangan dan hukum keluarga, yaitu hukum yang mengatur status serta hak dan
kewajiban yang dimiliki oleh subyek hukum. Antara lain ketentuan mengenai
timbulnya hak keperdataan seseorang, kelahiran, kedewasaan, perkawinan,
keluarga, perceraian dan hilangnya hak keperdataan. Khusus untuk bagian
perkawinan, sebagian ketentuan-ketentuannya telah dinyatakan tidak berlaku
dengan di undangkannya UU nomor 1 tahun 1974 tentang perkawinan.
Buku II tentang Kebendaan; mengatur tentang
hukum benda, yaitu hukum yang mengatur hak dan kewajiban yang dimiliki subyek
hukum yang berkaitan dengan benda, antara lain hak-hak kebendaan, waris dan
penjaminan. Yang dimaksud dengan benda meliputi (i) benda berwujud yang tidak
bergerak (misalnya tanah, bangunan dan kapal dengan berat tertentu); (ii) benda
berwujud yang bergerak, yaitu benda berwujud lainnya selain yang dianggap
sebagai benda berwujud tidak bergerak; dan (iii) benda tidak berwujud (misalnya
hak tagih atau piutang). Khusus untuk bagian tanah, sebagian
ketentuan-ketentuannya telah dinyatakan tidak berlaku dengan di undangkannya UU
nomor 5 tahun 1960 tentang agraria. Begitu pula bagian mengenai penjaminan
dengan hipotik, telah dinyatakan tidak berlaku dengan di undangkannya UU
tentang hak tanggungan.
Buku III tentang Perikatan; mengatur tentang hukum perikatan (atau kadang
disebut juga perjanjian (walaupun istilah ini sesunguhnya mempunyai makna yang
berbeda), yaitu hukum yang mengatur tentang hak dan kewajiban antara subyek
hukum di bidang perikatan, antara lain tentang jenis-jenis perikatan (yang
terdiri dari perikatan yang timbul dari (ditetapkan) undang-undang dan
perikatan yang timbul dari adanya perjanjian), syarat-syarat dan tata cara
pembuatan suatu perjanjian. Khusus untuk bidang perdagangan, Kitab undang-undang
hukum dagang (KUHD) juga dipakai sebagai acuan. Isi KUHD berkaitan erat dengan
KUHPer, khususnya Buku III. Bisa dikatakan KUHD adalah bagian khusus dari
KUHPer.
Buku IV tentang Daluarsa dan Pembuktian; mengatur hak dan kewajiban, subyek hukum (khususnya
batas atau tenggat waktu) dalam mempergunakan hak-haknya dalam hukum perdata
dan hal-hal yang berkaitan dengan pembuktian.
B. Rumusan Masalah
1. Apakah pengertian Hukum Benda ?
2. Bagaimana pembagian benda menurut hukum?
3. Pengertian Hak Kebendaan, ciri-ciri Hak Kebendaan dan pembedaan Hak
kebendaan
4. Apa saja macam-macam Hak Kebendaan?
5. Bagaimana hak Kebendaan menurut Undang-undang pokok Agraria?
BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian
Hukum Benda
Zakenrecht (hukum benda) adalah keseluruhan dari
kaidah-kaidah hukum yang mengatur hubungan-hubungan hukum antara subjek hukum
dengan benda dan hak kebendaan. Kaidah hukum benda dibedakan menjadi dua macam:
(1) hukum benda tertulis; (2) hukum benda tidak tertulis. Hukum benda tertulis
adalah kaidah-kaidah hukum yang terdapat didalam peraturan perundang-undangan,
traktaat dan yurisprudensi. Sedangkan hukum benda tidak tertulis adalah
kaidah-kaidah hukum yang timbul dan hidup dalam praktek kehidupan masyarakat
dan bentuknya tidak tertulis (kebiasaan).[1]
Ruang
lingkup kajian hukum benda meliputi dua hal sebagai berikut:
1. Mengatur
hubungan antara subjek hukum dengan benda. Benda adalah segala sesuatu yang
dapat menjadi objek hukum.
2. Mengatur
hubungan antara subjek hukum dengan hak kebendaan. Hak kebendaan adalah
kewenangan untuk menguasai benda.
Hak
kebendaan dapat dibedakan menjadi dua macam: (1) hak menikmati, (2) hak penuh
maupun terbatas, seperti hak atas pengabdian pekarangan. Hak jaminan adalah
member kepada kreditor hak dilakukan untuk mengambil pelunasan jaminan. Hak
menikmati adalah hak dari subjek hukum untuk menikmati suatu benda secara dari
hasil penjualan barang yang dibebani, seperti gadai, hipotek, crediet verband,
dan atau hak tanggungan atas tanah.
Benda adalah segala obyek hukum yang dapat dihaki oleh subyek hukum yakni
orang atau badan hukum. Dalam
sistem hukum perdata Barat (BW) pengerian benda sebagai objek hukum tidak hanya
meliputi benda yang berwujud yang dapat ditangkap dengan
pancaindera, tetapi juga benda yang tidak berwujud yakni
hak-hak atas benda yang berwujud.
Benda
berarti semua barang yang dapat menjadi alat atau hasil manusia, yaitu semua
barang, hewan dan hak-hak yang dapat dimilliki oleh orang atau badan hukum.
SedangkanKUHS menetapkan, bahwa benda adalah semua barang dan hak yang dapat
dikuasai oleh hak milik. (Pasal 499 BW) Menurut paham undang-undang yang dinamakan kebendaan
ialah tiap-tiap barang dan tiap-tiap hak, yang dapat dikuasai oleh hak milik.
B. Pembedaan
Macam-macam Benda
Benda dalam arti sempit
ialah setiap barang yang dapat diihat saja (berwujud), sedangkan dalam arti
luas: disebut dalam Pasal 509 KUH. Perdata yaitu benda ialah tiap barang-barang
dan hak-hak yamg dapat dikuasai dengan hak milik. Benda dapat dibedakan menjadi berbagai macam benda:
1. Benda
berwujud dan benda tidak berwujud
Benda
berwujud (material) yaitu benda yang nyata dapat dilihat. Sedangkan Benda yang
tidak berwujud (immaterial) yaitu berupa hak-hak, misalnya: hak piutang, hak
cipta, hak pengarang dsb.
2. benda
bergerak dan benda tidak bergerak
Benda
bergerak adalah benda yang menurut sifatnya dapat dipindahkan. Sedangkan Benda
tidak bergerak adalah benda yang menurut sifatnya tidak dapat
dipindah-pindahkan, seperti tanah dan segala bangunan yang berdiri melekat
diatasnya.
3. Benda
habis dipakai dan benda tidak habis dipakai
Benda
yang habis dalam pemakaian, bila mana karena dipakai menjadi habis, misalnya bahan
makanan, bahan bakar dsb. Sedangkan Benda yang tidak habis dalam pemakaian
(on vervruik baar) benda yang wujudnya tidak akan habis meskipun telah dipakai
seperti mesin-mesin, meja, dsb.
4. Benda
sudah ada dan benda akan ada
Benda
yang ada sekarang (tegen woordige) yaitu benda yang ada pada saat ini. Benda
yang akan datang (toekomstige) misalnya keuntungan yang akan diperoleh, panen,
anak lembu yang akan lahir dsb.
5. Benda
dalam perdagangan dan benda luar perdagangan
Benda
dalam perdagangan (in handel / incommercio) yaitu setiap benda yang dapat
diperdagangakan. Benda luar perdagangan (buiten de handel / extra commercio)
seperti kantor-kantor pemerintah, rumah sakit dsb.
6. Benda dapat dibagi dan benda tidak dapat dibagi
benda
yang dapat dibagi (deelbaar) yaitu benda yang dapat dibagi tanpa kehilangan
sifat atau turun nilainya misalnya tanah. Benda yang tidak dapat dibagi (on
deelbaar) oleh karena akibat pembagian itu sifat benda itu menjadi hilang dan
merosot nilainya.
7. Benda
terdaftar dan benda tidak terdaftar
Benda
terdaftar dibuktikan dengan bukti pendaftarannya, umumnya berupa sertifikat /
dokumen atas nama si pemilik, seperti tanah, kendaraan bermotor, perusahaan,
hak cipta, telpon, televisi dlsb. Benda tidak terdaftar sulit untuk mengetahui
dengan pasti siapa pemilik yang sah atas benda itu, karena berlaku azas ‘siapa
yang menguasai benda itu dianggap sebagai pemiliknya’. Contohnya, perhiasan,
alat alat rumah tangga, hewan piaraan, pakaian dsb.
Dari
bermacam-macam benda seperti tersebut diatas, yang paling penting adalah
pembedaan antara barang-barang atau benda tak bergerak dan barang-barang atau
benda tidak bergerak.
1. Benda
Tetap/Tidak Bergerak
Benda tetap menurut sifatnya ialah segala sesuatu
yang secara langsung atau tidak langsung baik karena perbuatan alam atau karena
perbuatan manusia, digabungkan erat menjadi satu dengan tanah.
Benda tetap menurut tujuan pemakaiannya ialah segala benda yang meskipun
tidak secara sungguh-sungguh digabungkan dengan tanah atau bangunan dimaksudkan
untuk mengikuti tanah atau bangunan itu untuk jangka waktu yang lama sesuai
dengan tujuan pemakaiannya dan selama masih melekat dengan tanah/bangunan
tersebut.
Benda tetap karena telah ditentukan oleh UU
a. c.1. segala hak atau penagihan yang mengenai suatu barang tetap
misalnya hak servituut (perkarangan) HGB
b. c.2. kapal yang berbobot mati lebih dari 20m3
dipersamakan dengan benda tetap.
2. Benda Bergerak
a. Karena sifatnya, ialah benda yang tidak bergabung dengan tanah atau tidak
dimaksudkan untuk mengikuti tanah atau bangunan.
b. Karena ditetapkan oleh undang-undang
C. Hak
Kebendaan
Perbedaan
antara hak kebendaan yang diatur dalam Buku II BWI dengan hak perorangan yang
diatur dalam Buku III BWI adalah sebagai berikut:
1. Hak
kebendaan bersifat mutlak (absolut), karena berlaku terhadap siapa saja, dan
orang lain harus menghormati hak tersebut, sedangkan hak perorangan berlaku
secara nisbi (relatif), karena hanya melibatkan orang / pihak tertentu saja,
yakni yang ada dalam suatu perjanjian saja.
2. Hak
kebendaan berlangsung lama, bisa jadi selama seseorang masih hidup, atau bahkan
bisa berlanjut setelah diwariskan kepada ahli warisnya, sedangkan hukum
perorangan berlangsung relatif lebih singkat, yakni sebatas pelaksanaan
perjanjian telah selesai dilakukan.
3. Hak
kebendaan terbatas pada apa yang telah ditetapkan dalam peraturan perundangan
yang berlaku, tidak boleh mengarang / menciptakan sendiri hak yang llainnya,
sedangkan dalam hak perorangan, lingkungannya amat luas, apa saja dapat
dijadikan obyek perjanjian, sepanjang tidak bertentangan dengan undang-undang,
kesusilaan dan ketertiban umum. Oleh karena itu sering dikatakan hukum
kebendaan itu bersifat tertutup, sedangkan hukum perorangan bersifat terbuka.
Hak
Kebendaan dapat digolongkan menjadi dua yaitu hak kebendaan yang memberi
kenikmatan dan hak kebendaan yang bersifat memberi jaminan.
D. Hak
Kebendaan yang memberi kenikmatan
1.
Hak Milik
a. Pengertian hak milik menurut KUHPdt
Hak milik adalah hak untuk menikmati kegunaan sesuatu
kebendaan dengan leluasa, dan untuk berbuat bebas terhadap kebendaan itu dengan
kedaulatan sepenuhnya, asal tidak bertentangan dengan undang-undang atau
peraturan umum yang ditetapkan oleh suatu kekuasaan yang berhak menetapkannya,
dan tidak mengganggu hak-hak orang lain; kesemuanya itu dengan tak mengurangi
kemungkinan akan pencabutan hak itu demi kepentingan umum berdasar atas
ketentuan undang-undang dan dengan pembayaran ganti-rugi (Pasal 570 KUHPdt).
b. Menurut Prof. Subekti, SH
Eigendom adalah hak yang
paling sempurna atas suatu benda. Seseorang yang mempunyai
hak eigendom (milik) atas suatu benda dapat berbuat apa saja dengan
benda itu (menjual, menggadaikan, memberikan, bahkan merusak), asal saja ia
tidak melanggar undang-undang atau hak orang lain.
c. Menurut Prof. Dr. Sri Soedewi Masjchoen So/wan, S.H.,
Dengan mengacu pada Pasal 570
KUHPdt, hak milik adalah hak untuk menikmati suatu benda dengan sepenuhnya dan
untuk menguasai benda itu dengan sebebas-bebasnya, asal tak dipergunakan
bertentangan dengan undang-undang atau peraturan umum yang diadakan oleh
kekuasaan yang mempunyai wewenang untuk itu dan asal tidak menimbulkan gangguan
terhadap hak-hak orang lain; kesemuanya itu dengan tak mengurangi kemungkinan
adanya pencabutan hak itu untuk kepentingan umum, dengan pembayaran pengganti
kerugian yang layak dan menurut ketentuan undang-undang.
Melihat perumusan di atas
dapat disimpulkan, bahwa hak milik adalah hak milik adalah hal yang paling
utama jika dibandingkan dengan hak – hak kebendaan yang lain. Karena yang
berhak itu dapat menikmatinya dengan sepenuhnya dan menguasainya dengan
sebebas-bebasnya. Hak milik ini tidak dapat diganggu gugat.
Cara memperoleh hak milik
Menurut Pasal 584 KUHPdt, hak
eigendom dapat diperoleh dengan jalan:
·
Pendahuluan ( toeeigening)
·
Ikutan
·
Lewat waktu
·
Pewarisan ( erfopvolging), baik menurut undang –
undang maupun menurut surat wasiat
·
Penyerahan (levering) berdasarkan suatu
peristiwa perdata untuk memindahkan hak milik, dilakukan oleh
seseorang yang berhak berbuat bebas terhadap benda itu.
Sedangkan menurut Prof. Sri Soedewi Masjchoen
Sofwan, cara memperoleh hak milik di luar Pasal 584 KUHPdt yang diatur oleh
Undang-Undang adalah:
·
Penjadian benda (zaaksvorming);
·
Penarikan buahnya (vruchttrekking);
·
Persatuan benda (vereniging);
·
Pencabutan hak (onteigening);Perampasan (verbeurdverklaring);
·
Pencampuran harta {boedelmenging);
·
Pembubaran dari sebuah badan hukum;
·
Abandonnement (dijumpai dalam Hukum Perdata Laut - Pasal 663
KUHD)
Memperoleh hak milik dengan lewat waktu (Verjaring)
Lewat waktu adalah salah satu cara untuk
memperoleh hak milik atas suatu benda. Lewat waktu (verjaring) ini
ada dua macam, yaitu:
·
Acquisitieve verjaring, yaitu lewat waktu sebagai alat untuk memperoleh
hak-hak kebendaan (di antaranya hak milik).
·
Extinctieve verjaring, yaitu lewat waktu sebagai alat untuk dibebaskan
dari suatu perutangan.
Untuk memperoleh hak milik dengan lewat
waktu (acquisitieve verjaring) adalah:
a. Harus ada bezit sebagai pemilik;
b. Bezitnya itu harus te goeder trouw;
c. Membezitnya itu harus terus-menerus dan tak terputus;
d. Membezitnya harus tidak terganggu;
e. Membezitnya harus diketahui oleh umum;
f. Membezitnya harus selama waktu 20 tahun atau 30 tahun;
g. 20 tahun dalam hal ada alas hak yang sah, 30 tahun dalam al tidak ada alas
hak.
Memperoleh hak milik dengan penyerahan
(Levering)
Menurut Hukum Perdata, yang dimaksud dengan penyerahan
ialah penyerahan suatu benda oleh pemilik atau atas namanya - kepada orang
lain, sehingga orang lain ini memperoleh hak milik atas benda itu. Sedangkan menurut Prof. Subekti, per kataan
penyerahan mempunyai dua arti, yaitu:
·
Perbuatan yang berupa penyerahan kekuasaan
belaka (feitelijke levering).
·
Perbuatan hukum yang bertujuan memindahkan hak
milik kepada orang lain (juridische levering).
2. Bezit
( Kedudukan Bersama)
Secara
harfiah berarti Penguasaan. Maksudnya adalah ‘ barang siapa menguasai suatu
barang, maka dia dianggap sebagai pemiliknya ’. Menurut Ps. 529 BWI, bezit
adalah keadaan seseorang yang menguasai suatu benda, baik dengan diri sendiri
maupun melalui perantaraan orang lain, dan yang mempertahankan atau menikmatinya
selaku orang yang memiliki benda itu.
Contohnya,
seseorang yang menerima warisan dianggap sebagai pemilik barang tersebut,
demikian pula seseorang yang menang pada suatu lelang barang. Jadi terdapat
alas hak yang sah.
3. Hak
Hak Lainnya
a. Hak
Memungut Hasil (VRUCHTGEBRUIK)
Hak
memungut hasil adalah hak untuk memungut hasil dari benda orang lain,
seolah-olah benda itu miliknya sendiri, dengan kewajiban bahwa dirinya harus
menjaga benda tersebut tetap dalam keadaan seperti semula (Ps. 756 BWI).
b. Hak
Pakai dan Hak Mendiami
Di
dalam Ps. 818 BWI, hak pakai sebetulnya sama dengan hak mendiami, namun apabila
hak ini menyangkut rumah kediaman maka dinamakan hak mendiami.
c. Erfdienstbaarheid
Erfdienstbaarheid
adalah suatu beban yang diletakkan di atas suatu pekarangan untuk keperluan
pekarangan lain yang berbatasan. Misalnya pemilik dari pekarangan A harus
mengizinkan orang-orang yang tinggal di pekarangan B setiap waktu melalui
pekarangan A atau air yang dibuang pekarangan B harus dialirkan melalui
pekarangan A.
d. Hak
opstal, yaitu suatu hak untuk mendirikan dan menguasai bangunan atau tanaman di
atas tanah milik orang lain (Ps. 711 BWI).
e. Hak
Erfpacht, yaitu suatu hak kebendaan untuk memungut hasil seluas-luasnya dalam
jangka waktu yang lama atas bidang tanah milik orang lain dengan kewajiban
membayar sejumlah uang atau penghasilan tiap-tiap tahun (Ps. 720 BWI).[6]
E. Hak
Kebendaan yang Bersifat Memberi Jaminan
Hak
kebendaan yang bersifat memberi jaminan selalu bertumpu atas benda orang lain,
baik benda bergerak maupun benda tak bergerak. Jika benda yang menjadi obyek
jaminan adalah benda bergerak maka disebut hak gadai (pandrecht), sedangkan
benda yang menjadi obyek jaminan adalah benda tidak bergerak maka hak
kebendaannya adalah hipotik.
Kreiditur
yang mempunyai hak gadai dan atau hipotik mempunyai kedudukan preferens yaitu
hak untuk didahulukan dalam pemenuhan hutangnya dari kreditur-kreditur yang
lainnya (Ps. 1133 BWI).
1. Gadai
(Pandrecht)
Gadai
adalah suatu hak yang diperoleh kreditur atas suatu benda bergerak yang
diberikan debitur kepadanya sebagai jaminan pelunasan pembayaran dan memberikan
hak kepada kreditur untuk mendapat pembayaran lebih dahulu dari kreditur-kreditur
lainnya atas hasil penjualan benda tersebut (Ps. 1150 BWI).
Gadai
adalah tambahan atau buntut dari suatu perjanjian pokok, yaitu perjanjian
pinjam meminjam uang, dengan tujuan agar kreditur jangan sampai dirugikan
apabila debitur lalai membayar kembali uang pinjaman berikut bunganya.
2. Hipotik
Menurut
Ps. 1162 BWI yang dimaksud dengan hipotik adalah suatu hak kebendaan atas
benda-benda tak bergerak (kepunyaan orang lain), untuk mengambil penggantian
daripadanya bagi pelunasan suatu perikatan.
Seperti
halnya tujuan gadai, pengertian di atas menunjukkan bahwa tujuan hipotik adalah
juga untuk memberi jaminan kepada kreditur tentang kepastian pembayaran
pelunasan atas uang yang dipinjam debitur sedemikian rupa, bahwa apabila
debitur wanprestasi maka benda-benda yang dibebani hipotik dapat dijual /
dilelang dan pendapatan penjualan tersebut dipergunakan untuk membayar hutang
yang dijamin dengan hipotik, kecuali ditetapkan lain oleh undang-undang.
3. Credietverband
Credietverband
merupakan lembaga jaminan atas hak kebendaan (diatur melalui Koninklijk Besluit
Nomor 50 tanggal 6 Juni 1908 jo Stb. 1938 No.373, yang mulai berlaku sejak 1
Januari 1910) untuk memenuhi kebutuhan hukum orang-orang pribumi untuk meminjam
uang kepada kreditur namun karena mereka tunduk pada hukum adat, sehingga
jaminan yang mereka berikan tidak dapat berupa hipotik.
4. Fidusia
Fidusia
berarti Kepercayaan, sehingga dapat diartikan bahwa fidusia merupakan lembaga
jaminan atas dasar kepercayaan, tanpa harus menyerahkan fisik suatu benda yang
dijaminkan. Syaratnya harus ada perjanjian peralihan hak. Fidusia yaitu suatu
pemindahan hak milik dengan perjanjian bahwa benda akan dikembalikan apabila si
berhutang sudah membayar lunas hutang dan bunganya. Selama hutang belum dibayar
kreditur menjadi pemilik benda yang dijaminkan itu. Sebagai pemilik, ia berhak
menyuruh memakai atau menyewakan benda itu kepada debitur sehingga orang yang
berhutang ini tetap menguasai bendanya.
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Zakenrecht (hukum benda) adalah keseluruhan dari
kaidah-kaidah hukum yang mengatur hubungan-hubungan hukum antara subjek hukum
dengan benda dan hak kebendaan. Kaidah hukum benda dibedakan menjadi dua macam:
(1) hukum benda tertulis; (2) hukum benda tidak tertulis. Hukum benda tertulis
adalah kaidah-kaidah hukum yang terdapat didalam peraturan perundang-undangan,
traktaat dan yurisprudensi. Sedangkan hukum benda tidak tertulis adalah
kaidah-kaidah hukum yang timbul dan hidup dalam praktek kehidupan masyarakat
dan bentuknya tidak tertulis (kebiasaan).
Benda dalam arti sempit
ialah setiap barang yang dapat diihat saja (berwujud), sedangkan dalam arti
luas: disebut dalam Pasal 509 KUH. Perdata yaitu benda ialah tiap barang-barang
dan hak-hak yamg dapat dikuasai dengan hak milik. Benda dapat dibedakan menjadi berbagai macam benda:
1. Benda
berwujud dan benda tidak berwujud
2. benda
bergerak dan benda tidak bergerak
3. Benda
habis dipakai dan benda tidak habis dipakai
4. Benda
sudah ada dan benda akan ada
5. Benda
dalam perdagangan dan benda luar perdagangan
6. Benda
dapat dibagi dan benda tidak dapat dibagi
7. Benda
terdaftar dan benda tidak terdaftar
DAFTAR PUSTAKA
Salim
HS, Hukum Perdata Tertulis (Jakarta: Sinar Grafika, 2005)
Komariah SH.SMI. Hukum Perdata, Edisi
Revisi, (Malang: Liberty, 2001)
Prof.
R. Subekti, S.H. dan R. Tjitrosudibio, Kitab
Undang-Undang Hukum Perdata
Ny.
Frieda Husni Hasbullah S.H. M.H., Hukum
kebendaan perdata (jilid 1: hak-hak yang memberi kenikmatan)
Ny.
Frieda Husni Hasbullah S.H. M.H., Hukum
kebendaan perdata (jilid 2 : hak-hak yang memberi jaminan)
0 komentar:
Post a Comment