Contoh Makalah "Hukum Perdata" tentang "Hukum Perikatan"
Disusun Oleh Muazzin, S.H.I
Alumni Al-Hilal Sigli Tahun 2015
KATA PENGANTAR
Segala puji dan syukur
penulis sampaikan kehadirat Allah SWT, shalawat dan salam juga disampaikan
kepada junjungan Nabi Besar Muhammad SAW. Serta sahabat dan keluarganya, seayun
langkah dan seiring bahu dalam menegakkan agama Allah. Dengan kebaikan beliau
telah membawa kita dari alam kebodohan ke alam yang berilmu pengetahuan.
Dalam rangka melengkapi tugas dari mata kuliah HUKUM
PERDATA Syariah pada Program Studi Hukum Ekonomi Syari’ah Mu’amalah PTI
AL-HILAL SIGLI dengan ini penulis mengangkat judul “HUKUM PERIKATAN”.
Dalam penulisan makalah ini, penulis menyadari bahwa
makalah ini masih jauh dari kesempurnaan, baik dari cara penulisan, maupun
isinya.
Oleh karena itu penulis sangat mengharapkan kritikan dan
saran-saran yang dapat membangun demi kesempurnaan makalah ini.
Wassalam
Penulis,
KELOMPOK 7
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR............................................................................................ i
DAFTAR ISI............................................................................................................ ii
BAB I PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang...................................................................................
1
B. Rumusan Masalah.............................................................................. 2
C. Tujuan dan manfaat pembahasan ...................................................... 2
BAB II PEMBAHASAN
A.
Perikatan pada umumnya...................................................................
3
B.
Prestasi dan wanprestasi ................................................................... 8
BAB
III PENUTUP
A.
Kesimpulan........................................................................................
13
DAFTAR
PUSTAKA.............................................................................................
14
BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang
Manusia hidup dan berkembang dalam suatu susunan
masyarakat sosial yang mana di dalamnya terdapat saling ketergantungan satu
sama lain, seorang manusia tidak akan dapat hidup sendiri dan akan selalu
membutuhkan orang yang lain untuk mendampingi hidupnya.
Berbicara
mengenai kehidupan masyarakat tentu tidak terlepas dari yang namanya kehidupan
sosial, dalam struktur kehidupan bermasyarakat tentu terdapat berbagai hal yang
dianggap sebagai pengatur yang bersifat kekal, mengikat dan memiliki sanksi
yang tegas bagi para pelanggarnya. Hal tersebut dapat dikatakan sebagai hukum. Hukum yang
kini akan kita bahas merupakan hukum yang mengatur segala bentuk tindakan antar
perseorangan atau antar sesama manusia, hukum ini dapat kita sebut sebagai
hukum perdata.
Dalam hukum perdata ini banyak sekali hal yang dapat
menjadi cangkupannya, salah satunya adalah perikatan. Perikatan adalah suatu
hubungan hukum dalam lapangan harta kekayaan antara dua orang atau lebih di
mana pihak yang satu berhak atas sesuatu dan pihak lain berkewajiban atas
sesuatu. Hubungan hukum dalam harta kekayaan ini merupakan suatu akibat hukum,
akibat hukum dari suatu perjanjian atau peristiwa hukum lain yang menimbulkan
perikatan.
Di dalam hukum perikatan setiap orang dapat mengadakan
perikatan yang bersumber pada perjanjian, perjanjian apapun dan bagaimana pun,
baik itu yang diatur dengan undang-undang atau tidak,inilah yang disebut dengan
kebebasan berkontrak, dengan syarat kebebasan berkontrak harus halal, dan tidak
melanggar hukum, sebagaimana yang telah diatur dalam Undang-Undang. Di dalam
perikatan ada perikatan untuk berbuat sesuatu dan untuk tidak berbuat sesuatu.
Yang dimaksud dengan perikatan untuk berbuat sesuatu adalah melakukan perbuatan
yang sifatnya positif, halal, tidak melanggar undang-undang dan sesuai dengan
perjanjian. Sedangkan perikatan untuk tidak berbuat sesuatu yaitu untuk tidak
melakukan perbuatan tertentu yang telah disepakati dalam perjanjian.
Dalam perikatan terdapat beberapa pokok bahasan diantaranya:
Ketentuan Umum Perikatan, Prestasi dan Wanprestasi, Jenis-Jenis Perikatan,
Perbuatan Melawan Hukum, Perwakilan Sukarela, Pembayaran Tanpa Utang dan
Hapusnya Perikatan.
B.
Rumusan Masalah
1. Bagaimanakah perikatan pada umumnya?
2. Bagaimana yang dimaksud dengan prestasi dan wanprestasi?
C.
Tujuan dan manfaat pembahasan
Adapun tujuan dan manfaat pembahasan makalah ini
adalah sebagai berikut:
1.
Agar mahasiswa/I mampu memahami tentang perikatan
pada umumnya
2.
Agar mahasiswa/I mampu memahami tentang prestasi
dan wanprestasi
BAB II
PEMBAHASAN
A.
Perikatan Pada Umumnya
1. Ketentuan Umum Perikatan
Perikatan adalah terjemahan dari istilah dalam bahasa
Belanda verbintenis. Perikatan artinya hal yang
mengikat antara orang yang satu dan orang yang lain. Hal yang mengikat itu
adalah peristiwa hukum yang dapat berupa :
a. Perbuatan, misalnya jual beli, utang-piutang, hibah.
b. Kejadian, misalnya kelahiran, kematian,
c. Keadaan, misalnya rumah susun
Peristiwa hukum tersebut menciptakan hubungan hukum
antara pihak yang satu dengan pihak lainnya. Dalam hubungan tersebut, setiap
pihak memiliki hak dan kewajiban timbal balik. Pihak yang satu mempunyai hak
untuk menuntut sesuatu terhadap pihak lainnya dan pihak lain itu wajib memenuhi
tuntutan itu, juga sebaliknya. Dalam hubungan utang-piutang, pihak berutang
disebut debitor, sedangkan pihak yang memberi utang disebut kreditor. Dalam
hubungan jual-beli, pihak pembeli berposisi sebagai debitor, sedangkan pihak
penjual sebagai kreditor. Dalam perjanjian hibah, pihak pemberi hibah berposisi
sebagai debitor, sedangkan pihak penerima hibah sebagai kreditor.
2.
Pengaturan Perikatan
Perikatan diatur dalam Buku KUH
Perdata. Perikatan adalah hubungan hukum yang terjadi karena perjanjian dan
Undang-Undang. Aturan mengenai perikatan meliputi bagian umum dan bagian
khusus. Bagian umum meliputi aturan yang tercantum dalam Bab I, Bab II, Bab III
(Pasal 1352 dan 1353), dan Bab IV KUH Perdata yang belaku bagi perikatan umum.
Adapun bagian khusus meliputi Bab III (kecuali Pasal 1352 dan 1353) dan Bab V
sampai dengan Bab XVIII KUH Perdata yang berlaku bagi perjanjian-perjanjian
tertentu saja, yang sudah ditentukan namanya dalam bab-bab bersangkutan.
Pengaturan nama didasarkan pada
“sistem terbuka”, maksudnya setiap orang boleh mengadakan perikatan apa saja,
baik yang sudah ditentukan namanya maupun yang belum ditentukan namanya dalam
Undang-Undang. Sistem terbuka dibatasi oleh tiga hal, yaitu :
a. Tidak dilarang Undang-Undang
b. Tidak bertentangan dengan ketertiban umum
c. Tidak bertentangan dengan kesusilaan
Sesuai dengan penggunaan sistem
terbuka, maka pasal 1233 KUH Perdata menetukan bahwa perikatan dapat terjadi,
baik karena perjanijian maupun karena Undang-Undang. Dengan kata lain, sumber
peikatan adalah Undang-Undang dan perikatan. Dalam pasal 1352 KUH Perdata,
perikatan yang terjadi karena Undang-Undang dirinci menjadi dua, yaitu
perikatan yang terjadi semata-mata karena ditentukan dalam Undang-Undang dan
perikatan yang terjadi karena perbuatana orang. Perikatan yang terjadi karena
perbuatan orang, dalam pasal 1353 KUH Perdata dirinci lagi menjadi perbuatan
menurut hukum (rechmatig daad) dan perbuatan melawan hukum (onrechtmatige
daad).
3. Unsur-Unsur Perikatan
a. Subjek perikatan
Subjek perikatan disebut juga
pelaku perikatan. Perikatan yang dimaksud meliputi perikatan yang terjadi
karena perjanjian dan karena ketentuan Undang-Undang. Pelaku perikatan terdiri
atas manusia pribadi dan dapat juga badan hukum atau persekutuan. Setiap pelaku
perikatan yang mengadakan perikatan harus:
1) Ada kebebasan menyatakan kehendaknya sendiri
2) Tidak ada paksaan dari pihak manapun
3) Tidak ada penipuan dari salah satu pihak, dan
4) Tidak ada kekhilafan pihak-pihak yang bersangkutan
b. Wenang berbuat
Setiap pihak dalam dalam
perikatan harus wenang berbuat menurut hukum dalam mencapai persetujuan
kehendak (ijab kabul). Persetujuan kehendak adalah pernyataan saling memberi
dan menerima secara riil dalam bentuk tindakan nyata, pihak yang satu
menyatakan memberi sesuatau kepada yang dan menerima seseuatu dari pihak lain.
Dengan kata lain, persetujuan kehendak (ijab kabul) adalah pernyataan saling
memberi dan menerima secara riil yang mengikat kedua pihak. Setiap hak dalam
perikatan harus memenuhi syarat-syarat wenang berbuat menurut hukum yang
ditentukan oleh undang-undang sebagai berikut:
1) Sudah dewasa, artinya sudah berumur 21 tahun penuh
2) Walaupun belum dewasa, tetapi sudah pernah menikah
3) Dalam keadaan sehat akal (tidak gila)
4) Tidak berada dibawah pengampuan
5) Memiliki surat kuasa jika mewakili pihak lain
Perstujuan pihak merupakan
perjanjian yang dilakukan oleh dua pihak untuk saling memenuhi kewajiban dan
saling memperoleh hak dalam setiap perikatan. Persetujuan kehendak juga
menetukan saat kedua pihak mengakhiri perikatan karena tujuan pihak sudah
tercapai. Oleh sebab itu, dapat dinyatakan bahwa perikatan menurut sistem hukum
prdata, baru dalam taraf menimbulkan kewajiban dan hak pihak-pihak, sedangkan
persetujuan kehendak adalah pelaksanaan atau realisasi kewajiban dan
pihak-pihak sehingga kedua belah pihak memperoleh hak masing-masing.
Bagaimana jika halnya salah satu pihak tidak memenuhi kewajibannya
sehingga pihak lainnya tidak memperoleh hak dalam perikatan ? dalam hal ini
dapat dikatakan bahwa pihak yang tidak memenuhi kewajibannya itu telah
melakukan wanprestasi yang merugikan pihak lain. Dengan kata lain, perjanjian
tersebut dilanggar oleh salah satu pihak.
c. Objek perikatan
Objek perikatan dalam hukum
perdata selalu berupa benda. Benda adalah setiap barang dan hak halal yang
dapat dimiliki dan dinikmati orang. Dapat dimilik dan dinikmati orang maksudnya
memberi manfaat atau mendatangkan keuntungan secara halal bagi orang yang
memilikinya.
Benda objek perikatan dapat
berupa benda bergerak dan benda tidak bergerak. Benda bergerak adalah benda
yang dapat diangkat dan dipindahkan, seperti motor, mobil, hewan ternak.
Sedangkan benda tidak bergerak adalah benda yang tidak dapat dipindahkan dan
diangkat, seperti rumah, gedung. Apabila benda dijadikan objek perikatan, benda
tersebut harus memenuhi syarat seperti yang ditetapkan oleh undang-undang.
Syarat-syarat tersebut adalah :
1) Benda dalam perdagangan
2) Benda tertentu atau tidak dapat ditentukan
3) Benda bergerak atau tidak bergerak, berwujud atau tidak berwujud
4) Benda tersebut tidak dilarang oleh Undang-Undang atau benda halal
5) Benda tersebut ada pemiliknya dan dalam pengawasan pemiliknya
6) Benda tersebut dapat diserahkan oleh pemiliknya
7) Benda itu dalam penguasaan pihak lain berdasar alas hak sah
d. Tujuan perikatan
Tujuan pihak-pihak mengadakan perikatan adalah
terpenuhinya prestasi bagi kedua belah pihak. Prestasi yang dimaksud harus
halal, artinya tidak dilarang Undang-Undang, tidak bertentangan dengan
ketertiban umum, dan tidak bertentangan dengan kesusilaan masyarakat. Prestasi
tersebut dapat berbentuk kewajiban memberikan sesuatu, kewajiban melakukan
sesuatu (jasa), atau kewajiban tidak melakukan sesuatu (Pasal 1234 KUH
Perdata).
4. Ketentuan Umum dan Khusus
Dalam penerapannya, ketentuan umum dalam Bab I-IV Buku III KUH
Perdata diberlakukan untuk semua perikatan, baik yang sudah diatur dalam Bab
III (kecuali Pasal 1352 dan 1353) dan Bab V-XVIII maupun yang diatur dalam
KUHD. Menurut ketentuan Pasal 1319 KUH Perdata bahwa: “semua perjanjian yang
mempunyai nama tertentu maupun yang tidak mempunyai nama tertentu, tunduk pada
ketentuan umum yang dimuat dalam bab ini dan bab yang lalu”. Yang dimaksud
dengan “bab ini dan bab yang lalu” dalam pasal ini adalah bab Bab II tentang
perikatan yang timbul dari pejanjian dan Bab I tentang perikatan pada umumnya.
Penerapan ketentuan umum
terhadap hal-hal yang diatur secara khusus, dalam ilmu hukum dikenal dengan
adagium iex specialis deroget legi generali. Artinya, ketentuan hukum khusus yang dimenangkan dari ketentuan
hukum umum. Maknanya jika mengenai suatu hal sudah diatur secara khusus,
ketentuan umum yang mengatur hal yang sama tidak perlu diberlakukan lagi. Jika
suatu hal belum diatur secara khusus, ketentuan umum yang mengatur hal yang
sama diberlakukan.
B. Prestasi dan Wanprestasi
1. Prestasi
Pasal 1234 KUHPerdata menyatakan bahwa “tiap-tiap perikatan adalah untuk
memberikan sesuatu, untuk berbuat sesuatu, atau untuk tidak berbuat sesuatu”.
Kemudian Pasal 1235 KUHPerdata menyebutkan: “Dalam tiap-tiap perikatan untuk
memberikan sesuatu adalah termaktub kewajiban si berutang untuk menyerahkan
kebendaan yang bersangkutan dan untuk merawatnya sebagai seorang bapak rumah
yang baik, sampai pada saat penyerahan
Dari pasal tersebut di atas maka dapat disimpulkan bahwa dalam suatu
perikatan, pengertian “memberi sesuatu” mencakup pula kewajiban untuk
menyerahkan barangnya dan untuk memeliharanya hingga waktu penyerahannya.
Istilah “memberikan sesuatu” sebagaimana disebutkan di dalam Pasal 1235
KUHPerdata tersebut dapat mempunyai dua pengertian, yaitu:
- Penyerahan
kekuasaan belaka atas barang yang menjadi obyek perjanjian.
- Penyerahan hak
milik atas barang yang menjadi obyek perjanjian, yang dinamakan penyerahan yuridis.
Wujud prestasi yang lainnya adalah “berbuat sesuatu” dan
“tidak berbuat sesuatu”. Berbuat sesuatu adalah melakukan suatu perbuatan yang
telah ditetapkan dalam perjanjian. Sedangkan tidak berbuat sesuatu adalah tidak
melakukan sesuatu perbuatan sebagaimana juga yang telah ditetapkan dalam
perjanjian, manakala para pihak telah menunaikan prestasinya maka perjanjian
tersebut akan berjalan sebagaimana mestinya tanpa menimbulkan persoalan. Namun
kadangkala ditemui bahwa debitur tidak bersedia melakukan atau
menolak memenuhi prestasisebagaimana yang telah ditentukan dalam
perjanjian.
Salah satu unsur dari suatu perikatan adalah adanya suatu isi atau tujuan
perikatan, yakni suatu prestasi yang terdiri dari 3 (tiga) macam:
a. Memberikan sesuatu, misalnya membayar harga, menyerahkan barang.
b. Berbuat sesuatu, misalnya memperbaiki barang yang rusak, membangun rumah,
melukis suatu lukisan untuk pemesan.
c. Tidak berbuat sesuatu, misalnya perjanjian tindak akan mendirikan suatu
bangunan, perjanjian tidal alan menggunakan merk dagang tertentu.
Prestasi dalam suatu perikatan tersebut harus memenuhi syarat-syarat:
a. Suatu prestasi harus merupakan suatu prestasi yang tertentu, atau
sedikitnya dapat ditentukan jenisnya, tanpa adaya ketentuan sulit untuk
menentukan apakah debetur telah memenuhi prestasi atau belum.
b. Prestasi harus dihubungkan dengan suatu kepentingan. Tanpa suatu kepentingan orang tidak dapat mengadakan tuntutan.
c. Prestasi harus diperbolehkan oleh Undang-Undang, kesusilaan dan ketertiban
umum.
d. Prestasi harus mungkin dilaksanakan.
2. Wanprestasi
Wanprestasi adalah keadaan dimana seorang telah lalai untuk
memenuhi kewajiban yang diharuskan oleh Undang-Undang. Jadi wanprestasi merupakan
akibat dari pada tidak dipenuhinya perikatan hukum.
Pada umumnya debitur dikatakan wanprestasi manakala
ia karena kesalahannya sendiri tidak melaksanakan prestasi, atau
melakukan sesuatu yang menurut perjanjian tidak diperbolehkan untuk dilakukan.
Menurut R.Subekti, melakukan prestasi tetapi tidak sebagaimana
mestinya juga dinamakan wanprestasi. Yang menjadi persoalan adalah sejak kapan debitur dapat
dikatakan wanprestasi. Mengenai hal tersebut perlu dibedakan wujud
atau bentuk prestasinya. Sebab bentukprestasi ini sangat menentukan
sejak kapan seorang debitur dapat dikatakan telahwanprestasi.
Dalam hal wujud prestasinya “memberikan sesuatu”, maka perlu pula
dipertanyakan apakah di dalam perjanjian telah ditentukan atau belum mengenai tenggang
waktu pemenuhan prestasinya. Apabila tenggang waktu pemenuhanprestasi sudah
ditentukan dalam perjanjian, maka menurut Pasal 1238 KUHPerdata,debitur sudah
dianggap wanprestasi dengan lewatnya waktu pemenuhan prestasitersebut.
Sedangkan bila tenggang waktunya tidak dicantumkan dalam perjanjian, maka
dipandang perlu untuk terlebih dahulu memperingatkan debitur guna
memenuhi kewajibannya, dan jika tidak dipenuhi, maka ia telah dinyatakanwanprestasi.
Surat peringatan kepada debitur tersebut dinamakan somasi,
dan somasi inilah yang digunakan sebagai alat bukti bahwa debitur telah wanprestasi.
Untuk perikatan yang wujud prestasinya “tidak berbuat sesuatu” kiranya tidak
menjadi persoalan untuk menentukan sejak kapan seorang debitur dinyatakan wanprestasi,
sebab bila debitur melakukan sesuatu perbuatan yang dilarang
dalam perjanjian maka ia dinyatakan telah wanprestasi.
Wanprestasi berarti debitur tidak
melakukan apa yang dijanjikannya atau ingkar janji, melanggar perjanjian serta
melakukan sesuatu yang tidak boleh dilakukannya. Perkataan wanprestasi berasal
dari bahasa Belanda yang berartiprestasi buruk. Debitur dianggap wanprestasi bila
ia memenuhi syarat-syarat di atas dalam keadaan lalai maupun dalam keadaan
sengaja. Wanprestasi yang dilakukandebitur dapat berupa 4 (empat) macam:
a. Tidak melakukan apa yang disanggupi akan dilakukan;
b. Melaksanakan apa yang dijanjikannya, tetapi tidak sebagaimana dijanjikan;
c. Melakukan apa yang dijanjikan tetapi terlambat;
d. Melakukan sesuatu yang menurut perjanjian tidak
boleh dilakukannya.
Ada pendapat lain mengenai syarat-syarat terjadinya wanprestasi, yaitu:
a. Debitur sama sekali tidak berprestasi, dalam hal ini kreditur tidak
perlu menyatakan peringatan atau teguran karena hal ini percuma sebab debiturmemang
tidak mampu berprestasi;
b. Debitur berprestasi tidak sebagaimana mestinya, dalam hal ini debitur sudah
beritikad baik untuk melakukan prestasi, tetapi ia salah dalam
melakukan pemenuhannya;
c. Debitur terlambat berprestasi, dalam hal ini debitur masih
mampu memenuhiprestasi namun terlambat dalam memenuhi prestasi tersebut.
Akibat hukum dari debitur yang
telah melakukan wanprestasi adalah hukuman atau sanksi sebagai
berikut:
a. Membayar kerugian yang diderita oleh kreditur atau dengan
singkat dinamakan ganti-rugi;
b. Pembatalan perjanjian atau juga dinamakan
pemecahan perjanjian;
c. Peralihan risiko. Benda yang
dijanjikan obyek perjanjian sejak saat tidak dipenuhinya
kewajiban menjadi tanggung jawab dari debitur;
d. Membayar biaya perkara, kalau sampai diperkarakan di depan hakim.
Disamping debitur harus menanggung hal tesebut diatas,
maka yang dapat dilakukan oleh kreditur dalam menghadapi debitur yang wanprestasi ada
lima kemungkinan sebagai berikut:
a. Dapat menuntut pemenuhan perjanjian, walaupun pelaksanaannya terlambat;
b. Dapat menuntut penggantian kerugian, berdasarkan Pasal 1243 KUHPerdata,
ganti rugi tersebut dapat berupa biaya, rugi atau bunga;
c. Dapat menuntut pemenuhan dan penggantian kerugian;
d. Dapat menuntut pembatalan atau pemutusan
perjanjian; dan
e. Dapat menuntut pembatalan dan penggantian kerugian.
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Ketentuan-ketentuan Umum perikatan ada dua, yaitu:
·
Perikatan,
lahir karena suatu persetujuan atau karena undang-undang.
·
Perikatan
ditujukan untuk memberikan sesuatu, untuk berbuat sesuatu, atau untuk tidak
berbuat sesuatu.
Pasal 1234 KUHPerdata menyatakan bahwa “tiap-tiap perikatan adalah untuk
memberikan sesuatu, untuk berbuat sesuatu, atau untuk tidak berbuat sesuatu”.
Kemudian Pasal 1235 KUHPerdata menyebutkan: “Dalam tiap-tiap perikatan untuk
memberikan sesuatu adalah termaktub kewajiban si berutang untuk menyerahkan
kebendaan yang bersangkutan dan untuk merawatnya sebagai seorang bapak rumah
yang baik, sampai pada saat penyerahan.
Dari pasal tersebut di atas maka dapat disimpulkan bahwa dalam suatu
perikatan, pengertian “memberi sesuatu” mencakup pula kewajiban untuk
menyerahkan barangnya dan untuk memeliharanya hingga waktu penyerahannya.
Wanprestasi adalah keadaan dimana seorang telah lalai untuk
memenuhi kewajiban yang diharuskan oleh Undang-Undang. Jadi wanprestasi
merupakan akibat dari pada tidak dipenuhinya perikatan hukum.
DAFTAR PUSTAKA
Subekti, Kitab Undang-Undang Hukum Perdata.
2005. Cetakan Ketigapuluh enam. Jakarta: Pradnya Paramita
Djamali, Abdul.
1983. Pengantar Hukum Indonesia. Jakarta: PT Raja Gravindo
Persada.
Setiawan. 1977. Pokok-Pokok Hukum Perikatan. Bandung: Bina Cipta.
Tirtodiningrat.
1966. Hukum Perdata dan Hukum Dagang. Jakarta: Gunung Sahari 84.
Abdul Kadir,
Muhammad. 1990. Hukum Perdata Indonesia. Bandung: PT Citra Aditya
Bakti.
Subekti.
1954. Pokok-Pokok Hukum Perdata. Jakarta: PT Interma
Abdulhay, Marhainis, Hukum Perdata
Materil. 2004. Jakarta : Pradnya Paramita
Pramono, Nindyo, Hukum Komersil. 2003.
Cetakan Pertama. Jakarta: Pusat Penerbitan UT
Subekti, Hukum Perjanjian. 1991. Cetakan
Ketigabelas. Jakarta: PT. Intermasa
0 komentar:
Post a Comment