Makalah Kewarganegaraan tentang Otonomi Daerah
Disusun Oleh Muazzin, S.H.I
Alumni Al-Hilal Sigli Tahun 2015
KATA
PENGANTAR
Segala
puji dan syukur penulis sampaikan kehadirat Allah SWT, shalawat dan salam juga
disampaikan kepada junjungan Nabi Besar Muhammad SAW. Serta sahabat dan
keluarganya, seayun langkah dan seiring bahu dalam menegakkan agama Allah. Dengan
kebaikan beliau telah membawa kita dari alam kebodohan ke alam yang berilmu
pengetahuan.
Dalam
rangka melengkapi tugas dari mata kuliah Kewarganegaraan pada Program
Studi Hukum Ekonomi Syari’ah Mu’amalah PTI AL-HILAL SIGLI dengan ini penulis
mengangkat judul “Otonomi Daerah”.
Dalam
penulisan makalah ini, penulis menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari
kesempurnaan, baik dari cara penulisan, maupun isinya.
Oleh
karena itu penulis sangat mengharapkan kritikan dan saran-saran yang dapat
membangun demi kesempurnaan makalah ini.
Wassalam
Penulis,
KELOMPOK 3
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR............................................................................................ i
DAFTAR ISI............................................................................................................ ii
BAB I PENDAHULUAN
A.
Latar
Belakang...................................................................................
1
B. Rumusan Masalah.............................................................................. 2
C. Tujuan penulisan................................................................................ 2
BAB II PEMBAHASAN
A.
Pengertian
otonomi daerah................................................................
3
B.
Sejarah
perkembangan otonomi daerah di Indonesia........................ 4
C.
Dasar hukum dan
landasan teori otonomi daerah.............................. 7
D.
Tujuan dan
prinsip otonomi daerah................................................... 9
BAB
III PENUTUP
A.
Kesimpulan........................................................................................ 12
DAFTAR PUSTAKA.............................................................................................
13
BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar
Belakang
Sejak awal berdirinya Negara Kesatuan Republik Indonesia para founding
fatherstelah menjatuhkan pilihannya pada prinsip pemencaran kekuasaan dalam
penyelenggaraan pemerintahan Negara.
Cita desentralisasi ini senantiasa menjadi bagian dalam praktek
pemerintahan Negara sejak berlakunya UUD 1945, terus memasuki era Konstitusi
RIS, UUDS 1950 sampai pada era kembali ke UUD 1945 yang dikukuhkan lewat Dekrit
Presiden 5 juli 1959.
Garis perkembangan sejarah tersebut membuktikan bahwa cita
desentralisasi senantiasa dipegang teguh oleh Negara Republik Indonesia,
sekalipun dari satu periode ke periode lainnya terlihat adanya perbedaan dalam
intensitasnya.
Sebagai perwujudan dari cita desentralisasi tersebut, maka
langkah-langkah penting sudah dilakukan oleh pemerintah. Lahirnya berbagai
peraturan perundang-undangan yang mengatur tentang pemerintahan daerah
membuktikan bahwa keinginan untuk mewujudkan cita-cita ini terus berlanjut.
Sekalipun demikia, kenyataan membuktikan bahwa cita tersebut masih jauh dalam
realisasinya. Otonomi daerah masih lebih sebagai harapan ketimbang sebagai
kenyataan yang telah terjadi. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa Otonomi
Daerah belumlah terwujud sebagaimana yang diharapkan. Kita nampaknya baru menuju
kea rah Otonomi Daerah yang sebenarnya.
Beberapa faktor-faktor yang menetukan prospek otonomi daerah,
diantaranya, yaitu :
Faktor Pertama adalah faktor manusia sebagai subyek penggerak
(faktor dinamis) dalam peenyelenggaraan otonomi daerah. Faktor manusia ini
haruslah baik, dalam pengertian moral maupun kapasitasnya. Faktor ini mencakup
unsur pemerintah daerah yang terdiri dari Kepala Daerah dan DPRD, aparatur
daerah maupun masyarakat daerah yang merupakan lingkungan tempat aktivitas
pemerintahan daerah tersebut.
Faktor kedua adalah faktor keuangan yang merupakan tulang
punggung bagi terselenggaranya aktivitas pemerintahan Daerah. Salah stu
cirri daerah otonom adalah terletak pada kemampuan self supportingnya /
mandiri dalam bidang keuangan. Karena itu, kemampuan keuangan ini akan sangat
memberikan pengaruh terhadap penyelenggaraan pemerintahan daerah.
Sumber keuangan daerah yang asli, misalnya pajak dan retribusi daerah,
hasilm perusahaan daerah dan dinas daerah, serta hasil daerah lainnya yang sah,
haruslah mampu memberikan kontribusinya bagi keuangan daerah.
Faktor ketiga adalah faktor peralatan yang merupakan sarana
pendukung bagi terselenggaranya aktivitas pemerintahan daerah. Peralatan yang
ada haruslah cukup dari segi jumlahnya, memadai dari segi kualitasnya dan
praktis dari segi penggunaannya. Syarat-syarat peralatan semacam inilah yang
akan sangat berpengaruh terhadap penyelenggaraan pemerintahan daerah.
Faktor keempat adalah faktor organisasi dan manajemen. Tanpa
kemampuan organisasi dan manajemen yang memadai penyelenggaraan pemerintahan
tidak dapat dilakukan dengan baik, efisien, dan efektif.oleh sebab itu
perhatian yang sungguh-sunggguh terhadap masalah ini dituntut dari para
penyelenggara pemerintahan daerah.
Sejarah perkembangan Otonomi Daerah membuktikan bahwa keempat faktor
tersebut di atas masih jauh dari yang diharapkan. Karenanya Otonomi Daerah
masih menunjukkan sosoknya yang kurang menggembirakan.oleh sebab itu apabila
kita berkeinginan untuk merealisasi cita-cita Otonomi Daerah maka pembenahan
dan perhatian yang sungguh-sungguh perlu diberikan kepada empat faktor di atas.
B.
Rumusan
Masalah
1.
Menjelaskan pengertian otonomi daaerah
2.
Menjelaskan sejarah perkembangan otonomi daerah di
Indonesia
3.
Menjelaskan dasar hukum dan landasan teori otonomi daerah
4.
Menjelaskan tujuan dan prinsip otonomi daerah
C.
Tujuan
penulisan
Adapun tujuan kami dalam menyusun makalah ini adalah
disamping untuk memenuhi tugas dalam perkuliahan juga agar kami khususnya dan
semua mahasiswa pada umumnya mampu memahami bagaimana otonomi daerah.
BAB II
PEMBAHASAN
A.
Pengertian
otonomi daerah
Otonomi Daerah berasal dari
bahasa yunani yaitu authos yang berarti sendiri dannamos yang
berarti undang-undang atau aturan. Dengan demikian otonomi dapat diartikan
sebagai kewenangan untuk mengatur dan mengurus rumah tangga sendiri (Bayu
Suryaninrat,1985).
Otonomi dalam makna sempit
dapat diartikan sebagai “mandiri”. Sedangkan makna yang lebih luas diartikan
sebagai “berdaya”. Otonomi daerah dengan demikian berarti kemandirian suatu
daerah dalam kaitan pembuatan dan pengambilan keputusan mengenai kepentingan
daerahnya sendiri. Jika daerah sudah mampu mencapai kondisi sesuai yang
dibutuhkan daerah maka dapat dikatakan bahwa daerah sudah berdaya (mampu) untuk
melakukan apa saja secara mandiri tanpa tekanan dan paksaan dari pihak luar dan
tentunya disesuaikan dengan kondisi dan kebutuhan daerah.
Beberapa pendapat ahli yang
dikutip Abdulrahman (1997) mengemukakan bahwa :
1. F. Sugeng Istianto, mengartikan otonomi daerah sebagai hak dan wewenang
untuk mengatur dan mengurus rumah tangga daerah.
2. Ateng Syarifuddin, mengemukakan bahwa otonomi mempunyai makna kebebasan
atau kemandirian tetapi bukan kemerdekaan (tidak terikat atau tidak bergantung
kepada orang lain atau pihak tertentu). Kebebasan yang terbatas atau
kemandirian itu terwujud pemberian kesempatan yang harus dipertanggungjawabkan.
3.
Syarif Saleh, berpendapat
bahwa otonomi daerah adalah hak mengatur dan memerintah daerah sendiri. Hak
mana diperoleh dari pemerintah pusat.
Pendapat lain dikemukakan
oleh Benyamin Hoesein (1993) bahwa otonomi daerah adalah pemerintahan oleh dan
untuk rakyat di bagian wilayah nasional suatu Negara secara informal berada di
luar pemerintah pusat. Sedangkan Philip Mahwood (1983) mengemukakan bahwa
otonomi daerah adalah suatu pemerintah daerah yang mempunyai kewenangan sendiri
yang keberadaannya terpisah dengan otoritas (kekuasaan atau wewenang) yang
diserahkan oleh pemerintah guna mengalokasikan sumber sumber material yang
substansial (sesunggguhnya atau yang inti) tentang fungsi-fungsi yang berbeda.
Berbagai definisi tentang
Otonomi Daerah telah banyak dikemukakan oleh para pakar. Dan dapat disimpulkan
bahwa Otonomi Daerah yaitu kewenangan daerah otonom untuk mengatur dan mengurus
kepentingan masyarakat setempat menurut prakarsa (inisiatif) sendiri
berdasarkan aspirasi masyarakat sesuai dengan peraturan perundang-undangan.
Sedangkan daerah otonom itu sendiri adalah kesatuan masyarakat hukum yang
mempunyai batas daerah tertentu berwenang mengatur dan mengurus kepentingan
masyarakat setempat menurut prakarsa sendiri berdasarkan aspirasi masyarakat
dalam Ikatan Negara Kesatuan Republik Indonesia.
B.
Sejarah Perkembangan Otonomi Daerah di
Indonesia
1.
Warisan Kolonial
Pada tahun 1903, pemerintah
kolonial mengeluarkan staatsblaad No. 329 yang memberi peluang dibentuknya
satuan pemerintahan yang mempunyai keuangan sendiri. Kemudian staatblaad ini
deperkuat dengan Staatblaad No. 137/1905 dan S. 181/1905. Pada tahun 1922,
pemerintah kolonial mengeluarkan sebuah undang-undang S. 216/1922. Dalam
ketentuan ini dibentuk sejumlah provincie, regentschap, stadsgemeente, dan
groepmeneenschap yang semuanya menggantikan locale ressort. Selain itu juga,
terdapat pemerintahan yang merupakan persekutuan asli masyarakat setempat
(zelfbestuurende landschappen).
Pemerintah kerajaan satu per satu diikat oleh pemerintahan kolonial
dengan sejumlah kontrak politik (kontrak panjang maupun kontrak pendek). Dengan
demikian, dalam masa pemerintahan kolonial, warga masyarakat dihadapkan dengan
dua administrasi pemerintahan.
2.
Masa Pendudukan Jepang
Ketika menjalar PD II Jepang melakukan invasi ke seluruh Asia Timur
mulai Korea Utara ke Daratan Cina, sampai Pulau Jawa dan Sumatra. Negara ini
berhasil menaklukkan pemerintahan kolonial Inggris di Burma dan Malaya, AS di
Filipina, serta Belanda di Daerah Hindia Belanda. Pemerintahan Jepang yang
singkat, sekitar tiga setengah tahun berhasil melakukan perubahan-perubahan
yang cukup fundamental dalam urusan penyelenggaraan pemerintahan daerah di
wilayah-wilayah bekas Hindia Belanda. Pihak penguasa militer di Jawa
mengeluarkan undang-undang (Osamu Seire) No. 27/1942 yang mengatur
penyelenggaraan pemerintahan daerah. Pada masa Jepang pemerintah daerah hampir
tidak memiliki kewenangan. Penyebutan daerah otonom bagi pemerintahan di daerah
pada masa tersebut bersifat misleading.
3.
Masa Kemerdekaan
a. Periode Undang-undang Nomor 1 Tahun 1945
Undang-undang Nomor 1 Tahun
1945 menitik beratkan pada asas dekonsentrasi, mengatur pembentukan KND (komite
Nasional Daerah) di keresidenan, kabupaten, kota berotonomi, dan daerah-daerah
yang dianggap perlu oleh mendagri. Pembagian daerah terdiri atas dua macam yang
masing-masing dibagi dalam tiga tingkatan yakni:
1) Provinsi
2) Kabupaten/kota besar
3) Desa/kota kecil.
UU No.1 Tahun 1945 hanya
mengatur hal-hal yang bersifat darurat dan segera saja. Dalam batang tubuhnya
pun hanya terdiri dari 6 pasal saja dan tidak memiliki penjelasan.
b. Periode Undang-undang Nomor 22 tahun 1948
Peraturan kedua yang
mengatur tentang otonomi daerah di Indonesia adalah UU Nomor 22 tahun 1948 yang
ditetapkan dan mulai berlaku pada tanggal 10 Juli 1948. Dalam UU itu dinyatakan
bahwa daerah Negara RI tersusun dalam tiga tingkat yakni:
1) Propinsi
2) Kabupaten/kota besar
3) Desa/kota kecil
4) Yang berhak mengurus dan mengatur rumah tangganya
sendiri.
c. Periode Undang-undang Nomor 1 Tahun 1957
Menurut UU No. 1 Tahun 1957,
daerah otonom diganti dengan istilah daerah swatantra. Wilayah RI dibagi
menjadi daerah besar dan kecil yang berhak mengurus rumah tangga sendiri, dalam
tiga tingkat, yaitu:
1) Daerah swatantra tingkat I, termasuk kotapraja Jakarta Raya
2) Daerah swatantra tingkat II
3) Daerah swatantra tingkat III.
UU No. 1 Tahun 1957 ini
menitikberatkan pelaksanaan otonomi daerah seluas-luasnya sesuai Pasal 31 ayat
(1) UUDS 1950.
d. Periode Penetapan Presiden Nomor 6 Tahun 1959
Penpres No. 6 Tahun 1959 yang
berlaku pada tanggal 7 November 1959 menitikberatkan pada kestabilan dan
efisiensi pemerintahan daerah, dengan memasukkan elemen-elemen baru. Penyebutan
daerah yang berhak mengatur rumah tangganya sendiri dikenal dangan daerah
tingkat I, tingkat II, dan daerah tingkat III.
Dekonsentrasi sangat
menonjol pada kebijakan otonomi daerah pada masa ini, bahwa kepala daerah
diangkat oleh pemerintah pusat, terutama dari kalangan pamong praja.
e. Periode Undang-undang Nomor 18 Tahun 1965
Menurut UU ini, wilayah negara
dibagi-bagi dalam tiga tingkatan yakni:
1) Provinsi (tingkat I)
2) Kabupaten (tingkat II)
3) Kecamatan (tingkat III)
Sebagai alat pemerintah
pusat, kepala daerah bertugas memegang pimpinan kebijaksanaan politik
polisional di daerahnya, menyelenggarakan koordinasi antarjawatan pemerintah
pusat di daerah, melakukan pengawasasan, dan menjalankan tugas-tugas lain yang
diserahkan kepadanya oleh pemerintah pusat. Sebagai alat pemerintah daerah,
kepala daerah mempunyai tugas memimpin pelaksanaan kekuasaan eksekutif pemerintahan
daerah, menandatangani peraturan dan keputusan yang ditetapkan DPRD, dan
mewakili daerahnya di dalam dan di luar pengadilan.
f. Periode Undang-undang Nomor 5 Tahun 1974
UU ini menyebutkan bahwa
daerah berhak mengatur, dan mengatur rumah tangganya berdasar asas
desentralisasi. Dalam UU ini dikenal dua tingkatan daerah, yaitu daerah tingkat
I dan daerah tingkat II. Daerah negara dibagi-bagi menurut tingkatannya
menjadi:
1) Provinsi/ibu kota negara
2) Kabupaten/kotamadya
3) Kecamatan
Titik berat otonomi daerah
terletak pada daerah tingkat II karena daerah tingkat II berhubungan langsung
dengan masyarakat sehingga lebih mengerti dan memenuhi aspirasi masyarakat.
Prinsip otonomi dalam UU ini adalah otonomi yang nyata dan bertanggung jawab.
g. Periode Undang-undang Nomor 22 Tahun 1999
Pada prinsipnya UU ini
mengatur penyelenggaraan pemerintahan daerah yang lebih mengutamakan
desentralisasi. Pokok pikiran dalam penyusunan UU No. 22 tahun 1999
adalah sebagai berikut:
1) Sistem ketatanegaraan Indonesia wajib menjalankan prinsip pembagian
kewenangan berdasarkan asas desentralisasi dalam kerangka NKRI.
2) Daerah yang dibentuk berdasarkan asas desentralisasi dan dekonsentrasi
adalah daerah provinsi sedangkan daerah yang dibentuk berdasarkan asas
desentralisasi adalah daerah kabupaten dan daerah kota.
3) Daerah di luar provinsi dibagi dalam daerah otonomi.
4) Kecamatan merupakan perangkat daerah kabupaten.
Secara umum, UU No. 22 tahun
1999 banyak membawa kemajuan bagi daerah dan peningkatan kesejahteraan
masyarakat. Tetapi sesuai perkembangan keinginan masyarakat daerah, ternyata UU
ini juga dirasakan belum memenuhi rasa keadilan dan kesejahteraan bagi
masyarakat.
h. Periode Undang-undang Nomor 32 Tahun 2004
Pada tanggal 15 Oktober
disahkan UU No. 32 tahun 2004 tentang pemerintah Daerah yang dalam pasal
239 dengan tegas menyatakan bahwa dengan berlakunya UU ini, UU No. 22 tahun
1999 tentang Pemerintahan Daerah dinyatakan tidak berlaku lagi. UU baru ini
memperjelas dan mempertegas hubungan hierarki antara kabupaten dan provinsi,
antara provinsi dan pemerintah pusat berdasarkan asas kesatuan administrasi dan
kesatuan wilayah. Pemerintah pusat berhak melakukan kordinasi, supervisi, dan
evaluasi terhadap pemerintahan di bawahnya, demikian juga provinsi terhadap
kabupaten/kota. Di samping itu, hubungan kemitraan dan sejajar antara kepala
daerah dan DPRD semakin di pertegas dan di perjelas.
C.
Dasar Hukum Dan Landasan Teori Otonomi Daerah
1.
Dasar Hukum
Tidak hanya pengertian
tentang otonomi daerah saja yang perlu kita bahas.Namun ada dasar-dasar yang
bisa menjadi landasan. Ada beberapa peraturan dasar tentang pelaksanaan otonomi
daerah,yaitu sebagai berikut:
1)
Undang-Undang Dasar 1945
Pasal 18 ayat 1 hingga ayat 7.
2) Undang-Undang No.32 Tahun 2004 yang mengatur tentang pemerintahan
daerah.
3) Undang-Undang No.33 Tahun 2004 yang mengatur tentang sumber keuangan
negara.
Selain berbagai dasar hukum
yang mengatur tentang otonomi daerah,saya juga menulis apa saja yang menjadi
tujuan pelaksana otonomi daerah,yaitu otonomi daerah harus bertujuan untuk
meningkatkan pelayanan terhadap masyarakat yang berada di wilayah otonomi
tersebut serta meningkatkan pula sumber daya yang di miliki oleh daerah agar
dapat bersain dengan daerah otonom lainnya.
2.
Landasan Teori
Berikut ini ada beberapa
yang menjadi landasan teori dalam otonomi daerah .
a. Asas Otonomi
Berikut ini ada beberapa
asas otonomi daerah yang kami tuliskan di sini. Asas-asas tersebut sebagai
berikut:
·
Asas tertib penyelenggara
negara
·
Asas Kepentingan umum
·
Asas Kepastian Hukum
·
Asas keterbukaan
·
Asas Profesionalitas
·
Asas efisiensi
·
Asas proporsionalitas
·
Asas efektifitas
·
Asas akuntabilitas
b. Desentralisasi
Desentralisasi adalah
penyerahan kewenangan dari pemerintah pusat kepada pemerintah daerah untuk
mengurusi urusan rumah tangganya sendiri berdasarkan prakarsa dan aspirasi dari
rakyatnya dalam kerangka negara kesatuan Republik Indonesia. dengan adanya
desentralisasi maka muncullan otonomi bagi suatu pemerintahan daerah.
Desentralisasi sebenarnya adalah istilah dalam keorganisasian yang secara
sederhana di definisikan sebagai penyerahan kewenangan. Dalam kaitannya dengan
sistem pemerintahan Indonesia, desentralisasi akhir-akhir ini seringkali
dikaitkan dengan sistem pemerintahan karena dengan adanya desentralisasi
sekarang menyebabkan perubahan pardigma pemerintahan di Indonesia.
Desentralisasi juga dapat diartikan sebagai pengalihan tanggung jawab,
kewenangan, dan sumber-sumber daya (dana, manusia dll) dari pemerintah pusat ke
pemerintah daerah. Dasar pemikiran yang melatarbelakanginya adalah keinginan
untuk memindahkan pengambilan keputusan untuk lebih dekat dengan mereka yang
merasakan langsung pengaruh program dan pelayanan yang dirancang dan
dilaksanakan oleh pemerintah. Hal ini akan meningkatkan relevansi antara
pelayanan umum dengan kebutuhan dan kondisi masyarakat lokal, sekaligus tetap
mengejar tujuan yang ingin dicapai oleh pemerintah ditingkat daerah dan
nasional, dari segi sosial dan ekonomi. Inisiatif peningkatan perencanaan,
pelaksanaan, dan keuangan pembangunan sosial ekonomi diharapkan dapat menjamin
digunakannya sumber-sumber daya pemerintah secara efektif dan efisien untuk
memenuhi kebutuhan lokal.
c. Sentralisasi
Sentralisasi dan
desentralisasi sebagai bentuk penyelenggaraan negara adalah persoalan pembagian
sumber daya dan wewenang. Pembahasan masalah ini sebelum tahun 1980-an terbatas
pada titik perimbangan sumber daya dan wewenang yang ada pada pemerintah pusat
dan pemerintahan di bawahnya. Dan tujuan “baik” dari perimbangan ini adalah
pelayanan negara terhadap masyarakat.
Di Indonesia sejak tahun
1998 hingga baru-baru ini, pandangan politik yang dianggap tepat dalam wacana
publik adalah bahwa desentralisasi merupakan jalan yang meyakinkan, yang akan
menguntungkan daerah. Pandangan ini diciptakan oleh pengalaman sejarah selama
masa Orde Baru di mana sentralisme membawa banyak akibat merugikan bagi daerah.
Sayang, situasi ini mengecilkan kesempatan dikembangkannya suatu diskusi yang
sehat bagaimana sebaiknya desentralisasi dikembangkan di Indonesia. Jiwa
desentralisasi di Indonesia adalah “melepaskan diri sebesarnya dari pusat”
bukan “membagi tanggung jawab kesejahteraan daerah”.
Sentralisasi dan
desentralisasi tidak boleh ditetapkan sebagai suatu proses satu arah dengan
tujuan pasti. Pertama- tama, kedua “sasi” itu adalah masalah perimbangan.
Artinya, peran pemerintah pusat dan pemerintah daerah akan selalu merupakan dua
hal yang dibutuhkan. Tak ada rumusan ideal perimbangan. Selain proses politik
yang sukar ditentukan, seharusnya ukuran yang paling sah adalah argumen mana
yang terbaik bagi masyarakat.
D.
Tujuan dan Prinsip Otonomi Daerah
1)
Tujuan Otonomi Daerah
Menurut pengalaman dalam
pelaksanaan bidang-bidang tugas tertentu sistem Sentralistik tidak dapat
menjamin kesesuaian tindakan-tindakan Pemerintah Pusat dengan keadaan di
daerah-daerah. Maka untuk mengatasi hal ini, pemerintah kita menganut sistem
Desentralisasi atau Otonomi Daerah. Hal ini disebabkan wilayah kita terdiri
dari berbagai daerah yang masing-masing memiliki sifat-sifat khusus tersendiri
yang dipengaruhi oleh faktor geografis (keadaan alam, iklim, flora-fauna,
adat-istiadat, kehidupan ekonomi dan bahasa), tingkat pendidikan dan lain
sebagainya. Dengan sistem Desentralisasi diberikan kekuasaan kepada daerah
untuk melaksanakan kebijakan pemerintah sesuai dengan keadaan khusus di daerah
kekuasaannya masing-masing, dengan catatan tetap tidak boleh menyimpang dari
garis-garis aturan yang telah ditetapkan oleh Pemerintah Pusat. Jadi pada
dasarnya, maksud dan tujuan diadakannya pemerintahan di daerah adalah untuk
mencapai efektivitas pemerintahan.
Otonomi yang diberikan oleh
pemerintah pusat kepada daerah ini bersifat mandiri dan bebas. Pemerintah
daerah bebas dan mandiri untuk membuat peraturan bagi wilayahnya.
Namun, harus tetap mempertanggungjawabkannya dihadapan Negara dan pemerintahan
pusat.
Selain tujuan diatas, masih
terdapat beberapa point sebagai tujuan dari otonomi daerah. Dibawah ini adalah
beberapa tujuan dari otonomi daerah dilihat dari segi politik, ekonomi,
pemerintahan dan sosial budaya, yaitu sebagai berikut.
a. Dilihat dari segi politik, penyelenggaraan otonomi dimaksudkan untuk
mencegah penumpukan kekuasaan dipusat dan membangun masyarakat yang demokratis,
untuk menarik rakyat ikut serta dalam pemerintahan dan melatih diri dalam
menggunakan hak-hak demokrasi.
b. Dilihat dari segi pemerintahan, penyelenggaraan otonomi daerah untuk
mencapai pemerintahan yang efisien.
c. Dilihat dari segi sosial budaya, penyelenggaran otonomi daerah
diperlukan agar perhatian lebih fokus kepada daerah.
d. Dilihar dari segi ekonomi, otonomi perlu diadakan agar masyarakat dapat
turut berpartisipasi dalam pembangunan ekonomi di daerah masing-masing.
Untuk mencapai tujuan
otonomi daerah tersebut, sebaiknya dimulai dari diri sendiri. Para pejabat
harus memiliki kesadaran penuh bahwa tugas yang diembannya merupakan sebuah
amanah yang harus dijalankan dan dipertanggungjawabkan. Selain itu, kita semua
juga memiliki kewajiban untuk berpartisipasi dalam rangka tercapainya tujuan
otonomi daerah. Untuk mewujudkan hal tersebut tentunya bukan hal yang mudah
karena tidak mungkin dilakukan secara instan. Butuh proses dan berbagai upaya
serta partisipasi dari banyak pihak. Oleh karena itu, diperlukan kesungguhan
serta kerjasama dari berbagai pihak untuk mencapai tujuan ini.
2) Prinsip Otonomi Daerah
Atas dasar pencapaian tujuan
diatas, prinsip-prinsip yang dijadikan pedoman dalam pemberian Otonomi Daerah
adalah sebagai berikut (Penjelasan UU No. 32 Tahun 2004) :
a. Prinsip Otonomi Daerah menggunakan prinsip otonomi seluas-luasnya dalam
arti daerah diberikan kewenangan mengurus dan mengatur semua urusan pemerintah
diluar yang menjadi urusan Pemerintah yang ditetapkan dalam Undang-undang ini.
Daerah memliki kewenangan membuat kebijakan daerah untuk memberi pelayanan,
peningkatan peran serta, prakarsa, dan pemberdayaan masyarakat yang bertujuan
pada peningkatan kesejahteraan rakyat.
b. Sejalan dengan prinsip tersebut dilaksanakan pula prinsip otonomi yang
nyata dan bertanggungjawab. Prinsip otonomi nyata adalah suatu prinsip bahwa
untuk menangani urusan pemerintah daerah dilaksanakan berdasarkan tugas,
wewenang dan kewajiban yang senyatanya telah ada dan berpotensi untuk tumbuh,
hidup dan berkembang sesuai dengan potensi dan kekhasan daerah. Dengan demikian
isi dan jenis otonomi bagi setiap daerah tidak selalu sama dengan daerah
lainnya, adapun yang dimaksud dengan otonomi yang bertanggunjawab adalah
otonomi yang dalam penyelenggaraannya harus benar-benar sejalan dengan tujuan
dan maksud pemberian otonomi, yang pada dasarnya untuk memberdayakan daerah
termasuk meningkatkan kesejahteraan rakyat yang merupakan bagian utama dari
tujuan nasional.
BAB III
PENUTUP
A.
Kesimpulan
Otonomi Daerah berasal dari
bahasa yunani yaitu authos yang berarti sendiri dan namos yang
berarti undang-undang atau aturan. Otonomi dalam makna sempit dapat diartikan
sebagai “mandiri”. Sedangkan makna yang lebih luas diartikan sebagai “berdaya”.
Otonomi daerah dengan demikian berarti kemandirian suatu daerah dalam kaitan
pembuatan dan pengambilan keputusan mengenai kepentingan daerahnya sendiri.
Ada beberapa peraturan dasar
tentang pelaksanaan otonomi daerah,yaitu sebagai berikut:
1)
Undang-Undang Dasar 1945
Pasal 18 ayat 1 hingga ayat 7.
2) Undang-Undang No.32 Tahun 2004 yang mengatur tentang pemerintahan
daerah.
3) Undang-Undang No.33 Tahun 2004 yang mengatur tentang sumber keuangan
negara.
Beberapa tujuan dari otonomi
daerah dilihat dari segi politik, ekonomi, pemerintahan dan sosial budaya, yaitu
sebagai berikut.
a. Dilihat dari segi politik, penyelenggaraan otonomi dimaksudkan untuk
mencegah penumpukan kekuasaan dipusat dan membangun masyarakat yang demokratis,
untuk menarik rakyat ikut serta dalam pemerintahan dan melatih diri dalam
menggunakan hak-hak demokrasi.
b. Dilihat dari segi pemerintahan, penyelenggaraan otonomi daerah untuk
mencapai pemerintahan yang efisien.
c. Dilihat dari segi sosial budaya, penyelenggaran otonomi daerah
diperlukan agar perhatian lebih fokus kepada daerah.
d. Dilihar dari segi ekonomi, otonomi perlu diadakan agar masyarakat dapat
turut berpartisipasi dalam pembangunan ekonomi di daerah masing-masing.
DAFTAR PUSTAKA
Marbun,
B. (2005). Otonomi Daerah 1945‐2005 Proses dan Realita Perkembangan Otda Sejak Zaman
Kolonial sampai Saat Ini.
Jakarta: Pustaka Sinar harapan.
Nazara,
C.M. (2006). Dampak Otonomi Daerah Terhadap Pemekaran Provinsi Banten.Skripsi
pada FEM IPB Bogor: tidak diterbitkan.
Salam,
D. (2004). Otonomi Daerah, Dalam Perspektif Lingkungan, Nilai dan
Sumber Daya. Bandung: Djambatan.
Sam, C.
dkk. (2008). Kebijakan Pendidikan Era Otonomi Daerah. Jakarta: Raja
Grafindo Persada.
Widarta.
(2001). Cara Mudah Memahami Otonomi Daerah. Yogyakarta: Lapera
Pustaka Utama.
0 komentar:
Post a Comment
Click to see the code!
To insert emoticon you must added at least one space before the code.