Disusun oleh Muazzin, S.H.I
alumni Al-Hilal Sigli Tahun 2015
KATA
PENGANTAR
Puji syukur penyusun panjatkan ke hadirat Allah Subhanahu wa ta’ala, karena
berkat rahmat-Nya kami bisa menyelesaikan makalah yang berjudul Ayat-ayat
Tentang Kehidupan Sosial. Makalah ini diajukan guna memenuhi tugas mata
kuliah Tafsir.
Kami mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu
sehingga makalah ini dapat diselesaikan tepat pada waktunya. Makalah ini masih
jauh dari sempurna, oleh karena itu, kritik dan saran yang bersifat membangun
sangat kami harapkan demi sempurnanya makalah ini.
Semoga makalah ini memberikan informasi bagi masyarakat dan bermanfaat
untuk pengembangan wawasan dan peningkatan ilmu pengetahuan bagi kita semua.
Wassalam
Penulis,
KELOMPOK 8
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR............................................................................................... i
DAFTAR ISI............................................................................................................. ii
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang..................................................................................
1
B.
Rumusan Masalah............................................................................. 1
C.
Tujuan penulisan............................................................................... 1
BAB II PEMBAHASAN
A.
Surat ar-ra’du ayat 11........................................................................ 2
B.
Surat al-hujurat ayat 11-13................................................................ 4
BAB III PENUTUP
A.
Kesimpulan........................................................................................ 10
DAFTAR
PUSTAKA.............................................................................................
11
BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang
Islam adalah agama samawi terakhir yang dirisalahkan melalui Rasulullah
SAW. Karena Islam sebagai agama terakhir dan juga sebagai penyempurna
ajaran-ajaran terdahulu, maka sangat bisa dipahami, jika Islam merupakan ajaran
yang paling komprohensif, Islam sangat rinci mengatur kehidupan umatnya,
melalui kitab suci al-Qur’an. Allah SWT memberikan petunjuk kepada umat manusia
bagaimana menjadi insan kamil atau pemeluk agama Islam yang kafah atau
sempurna.
Secara garis besar ajaran Islam bisa dikelompokkan dalam dua kategori yaitu
Hablum Minallah (hubungan vertikal antara manusia dengan Tuhan) dan Hablum
Minannas (hubungan manusia dengan manusia). Allah menghendaki kedua
hubungan tersebut seimbang walaupun hablumminannas lebih banyak di
tekankan. Namun itu semua bukan berarti lebih mementingkan urusan
kemasyarakatan, namun hal itu tidak lain karena hablumminannas lebih
komplek dan lebih komprehensif. Oleh karena itu suatu anggapan yang salah jika
Islam dianggap sebagai agama transedental.
B.
Rumusan Masalah
1. Menjelaskan surat ar-ra’du ayat 11
2. Menjelaskan surat al-hujurat ayat 11-13
C.
Tujuan Penulisan
Adapun tujuan kami dalam
menyusun makalah ini adalah agar semua mahasiswa/I mampu memahami ayat-ayat
tentang kehidupan social.
BAB II
PEMBAHASAN
A. Surat al-Ra’du ayat 11
¼çms9
×M»t7Ée)yèãB
.`ÏiB
Èû÷üt/
Ïm÷yt
ô`ÏBur
¾ÏmÏÿù=yz
¼çmtRqÝàxÿøts
ô`ÏB
ÌøBr&
«!$#
3
cÎ)
©!$#
w
çÉitóã
$tB
BQöqs)Î/
4Ó®Lym
(#rçÉitóã
$tB
öNÍkŦàÿRr'Î/
3
!#sÎ)ur
y#ur&
ª!$#
5Qöqs)Î/
#[äþqß
xsù
¨ttB
¼çms9
4
$tBur
Oßgs9
`ÏiB
¾ÏmÏRrß
`ÏB
@A#ur
ÇÊÊÈ
Artinya : Bagi manusia ada malaikat-malaikat yang selalu mengikutinya
bergiliran, dimuka dan dibelakangnya, mereka menjaganya atas perintah Allah,
sesungguhnya Allah tidak merubah keadaan sesuatu kaum sehingga mereka merubah
keadaan yang ada pada diri mereka sendiri dan apabila Allah menghendaki
keburukan terhadap sesuatu kaum, maka tak ada yang dapat menolaknya, dan
sekali-kali tak ada pelindung bagi mereka selain Allah.
Ayat ini menerangkan tentang kedhaliman manusia. Dalam ayat ini juga
dijelaskan bahwa kebangkitan dan keruntuhan suatu bangsa tergantung pada sikap
dan tingkah laku mereka sendiri. Kedzaliman dalam ayat ini sebagai tanda
rusaknya kemakmuran suatu bangsa.
لَهُ مُعَقِبَاتِ مِنْ بَيْنِ يَدَيْهِ وَمِنْ خَلْقِهِ يَحْفَظُوْ نَهُ مِنْ
اَمْرِاللهِ
Pada tiap manusia baik yang bersembunyi ataupun yang nampak ada malaikat
yang terus menerus bergantian memelihara dari kemudharatan dan memperhatikan
gerak gerik setiap manusia, sebagaimana berganti-ganti pula malaikat yang lain
yang mencatat segala amalannya, baik maupun buruk. Ada malaikat malam dan ada
malaikat siang, satu berada disebelah kiri yang mencatat segala amal kejahatan
dan satu disebelah kanan yang mencatat segala amal kebajikan, dan dua malaikat
bertugas memelihara dan mengawasi manusia. Adapun malaikat yang dimaksud dalam
ayat ini adalah malaikat Hafadzah.[1]
Adapun keempat malaikat itu tidak akan terlepas dari kita, melainkan kita
sedang dalam keadaan mempunyai hadats besar. Sebagaimana dalam sabda Rasul :
اِنَّ مَعَكُمْ مَنْ لاَيُقَارِقُكُمْ عِنْدَالْخَلاَءِ وَعِنْدَالْجِمَاعِ
فَاسْتَحْيُوْهُمْ وَاَكْرَمَهُمْ.
“Sesungguhnya ada malaikat-malaikat yang mengikuti kamu dan tidak terpisah
dari kamu melainkan disaat-saat kamu membuang hajat besar atau bersetubuh, maka
di segani dan hormatilah mereka.”[2]
إِنَّ اللهََ لاَيُغَيِّرُ مَابِقَوْمٍ حَتَّى لاَيُغَيِّرُمَا بِأَنْفُسِهِمْ
Allah tidak akan mengubah apa yang ada pada suatu kaum berupa nikmat dan
kesehatan, lalu mencabutnya dari mereka sehingga mereka mengubah apa yang ada
pada diri mereka sendiri. Allah juga menyuruh kita (umat-Nya) untuk mengubah
suatu kedzaliman karena jika kita tidak merubahnya, maka Allah akan memperluas
siksaannya, sedangkan Allah menciptakan manusia di bumi ini untuk menjadi
penguasa (khalifah) yang bertugas memakmurkan dan memanfaatkan segala isinya
dengan baik bukan untuk merusaknya.[3]
وَاِذَا أَرَادَاللهُ بِقَوْمٍ سُوْءًا فَلاَ مُرَدَّالَهُ
Kita tidak patut dan tidak boleh meminta kepada Allah agar keburukan segera
didatangkan sebelum kebaikan atau siksaan sebelum pahala, karena jika Allah
telah menghendaki dan menimpakannya kepada mereka, maka tidak ada seorangpun
yang dapat menolak takdir-Nya.
وَمَالَهُمْ مِنْ
دُوْنِهِ مِنْ وَّلٍ
Tidak ada penolong bagi manusia seorangpun yang dapat mengendalikan urusan
mereka, dan tidak ada seorangpun pula yang mampu mendatangkan kemanfataan atau
menolak madharat selain Allah SWT. Sebagaimana dalam Firman-Nya Surat al-Hajj
ayat 73:
$ygr'¯»t
â¨$¨Z9$#
z>누
×@sWtB
(#qãèÏJtGó$$sù
ÿ¼ã&s!
4
cÎ)
úïÏ%©!$#
cqããôs?
`ÏB
Èbrß
«!$#
`s9
(#qà)è=øs
$\/$t/è
Èqs9ur
(#qãèyJtGô_$#
¼çms9
(
bÎ)ur
ãNåkö:è=ó¡o
Ü>$t/%!$#
$\«øx©
w
çnräÉ)ZtFó¡o
çm÷YÏB
4
y#ãè|Ê
Ü=Ï9$©Ü9$#
Ü>qè=ôÜyJø9$#ur
ÇÐÌÈ
“Hai manusia,
telah di buat perumpamaan, maka dengarkanlah olehmu perumpamaan itu,
sesungguhnya segala yang kamu seru selain Allah sekali-kali tidak dapat
menciptakan seekor lalatpun, walaupun mereka bersatu untuk menciptakannya. Dan
jika lalat itu merampas sesuatu dari mereka, tiadalah mereka dapat merebutnya
kembali dari lalat itu, amat lemahlah yang menyembah dan amat lemah pulalah
yang disembah.”[4]
B. Surat al-Hujurat ayat
11-13
$pkr'¯»t
tûïÏ%©!$#
(#qãZtB#uä
w
öyó¡o
×Pöqs%
`ÏiB
BQöqs%
#Ó|¤tã
br&
(#qçRqä3t
#Zöyz
öNåk÷]ÏiB
wur
Öä!$|¡ÎS
`ÏiB
>ä!$|¡ÎpS
#Ó|¤tã
br&
£`ä3t
#Zöyz
£`åk÷]ÏiB
(
wur
(#ÿrâÏJù=s?
ö/ä3|¡àÿRr&
wur
(#rât/$uZs?
É=»s)ø9F{$$Î/
(
}§ø©Î/
ãLôew$#
ä-qÝ¡àÿø9$#
y֏t/
Ç`»yJM}$#
4
`tBur
öN©9
ó=çGt
y7Í´¯»s9'ré'sù
ãNèd
tbqçHÍ>»©à9$#
ÇÊÊÈ $pkr'¯»t
tûïÏ%©!$#
(#qãZtB#uä
(#qç7Ï^tGô_$#
#ZÏWx.
z`ÏiB
Çd`©à9$#
cÎ)
uÙ÷èt/
Çd`©à9$#
ÒOøOÎ)
(
wur
(#qÝ¡¡¡pgrB
wur
=tGøót
Nä3àÒ÷è/
$³Ò÷èt/
4
=Ïtär&
óOà2ßtnr&
br&
@à2ù't
zNóss9
ÏmÅzr&
$\GøtB
çnqßJçF÷dÌs3sù
4
(#qà)¨?$#ur
©!$#
4
¨bÎ)
©!$#
Ò>#§qs?
×LìÏm§
ÇÊËÈ $pkr'¯»t
â¨$¨Z9$#
$¯RÎ)
/ä3»oYø)n=yz
`ÏiB
9x.s
4Ós\Ré&ur
öNä3»oYù=yèy_ur
$\/qãèä©
@ͬ!$t7s%ur
(#þqèùu$yètGÏ9
4
¨bÎ)
ö/ä3tBtò2r&
yYÏã
«!$#
öNä39s)ø?r&
4
¨bÎ)
©!$#
îLìÎ=tã
×Î7yz
ÇÊÌÈ
Artinya : (11). Hai orang-orang yang beriman, janganlah suatu kaum
mengolok-olokkan kaum yang lain (karena) boleh jadi mereka yang yang
diolok-olok lebih baik dari mereka yang mengolok-olok dan jangan pula
wanita-wanita mengolok-olok wanita lain karena boleh jadi wanita-wanita yang
diperolok-olok lebih baik dari wanita yang mengolok-olok dan janganlah kamu
mencela dirimu sendiri dan janganlah kamu panggil memanggil dengan gelar-gelar
yang buruk, seburuk-buruk panggilan yang buruk sesudah iman dan barang siapa
yang tidak bertaubat, maka mereka itulah orang-orang yang dzalim. (12).
Hai orang-orang yang beriman, jauhilah kebanyakan dari prasangka, sesungguhnya
sebagian prasangka itu adalah dosa, dan janganlah kamu mencari-cari kesalahan
orang lain, dan janganlah sebagian kamu menggunjing sebagian yang lain, sukakah
salah seorang diantara kamu memakan daging saudaranya yang sudah mati? Maka
tentulah kamu merasa jijik kepadanya, dan bertaqwalah kepada Allah.
Sesungguhnya Allah Maha Penerima Taubat lagi Maha Penyayang. (13) Hai manusia,
sesungguhnya kami menciptakan kamu dari seseorang laki-laki seorang perempuan
dan menjadikan kamu berbangsa-bangsa dan bersuku-suku supaya kamu saling kenal
mengenal, sesungguhnya orang yang paling mulia diantara kamu disisi Allah ialah
orang yang paling taqwa diantara kamu, sesungguhnya Allah Maha Mengetahui lagi
Maha Mengenal.
Dalam ayat ini Allah menjelaskan adab-adab (pekerti) yang harus berlaku
diantara sesama mukmin, dan juga menjelaskan beberapa fakta yang menambah
kukuhnya persatuan umat Islam, yaitu:
a. Menjauhkan diri dari
berburuk sangka kepada yang lain.
b. Menahan diri dari
memata-matai keaiban orang lain.
c. Menahan diri dari
mencela dan menggunjing orang lain.
Dan dalam ayat ini juga, Allah menerangkan bahwa semua manusia dari satu
keturunan, maka kita tidak selayaknya menghina saudaranya sendiri. Dan Allah
juga menjelaskan bahwa dengan Allah menjadikan kita berbangsa-bangsa,
bersuku-suku dan bergolong-golong tidak lain adalah agar kita saling kenal dan
saling menolong sesamanya. Karena ketaqwaan, kesalehan dan kesempurnaan jiwa
itulah bahan-bahan kelebihan seseorang atas yang lain.
يَاَيُّهَاالَّذِيْنَ اَمَنُوْالاَيَسْخَرْقَوْمٌ مِنْ قَوْمٍ
Kita tidak boleh saling menghina diantara sesamanya. Ayat ini akan
dijadikan oleh Allah sebagai peringatan dan nasehat agar kita bersopan santun
dalam pergaulan hidup kaum yang beriman. Dengan hal ini berarti Allah melarang
kita untuk mengolok-olok dan menghina orang lain, baik dengan cara membeberkan
keaiban, dengan mengejek ataupun menghina dengan ucapan / isyarat, karena hal
ini dapat menimbulkan kesalah-pahaman diantara kita.
عَسَى اَنْ يَكُوْنُوْاخَيْرًامِنْهُمْ
Allah melarang kita menghina sesamanya karena boleh jadi orang yang dihina
itu lebih baik dan lebih mulia disisi Allah kedudukannya dari pada yang
menghina.
وَلاَنِسَاءُ مِنْ نِسَاءِ عَسَى اَنْ يَكُنَّ خَيْرًامِنْهُنَّ
Orang yang kerjanya hanya mencari kesalahan dan kekhilafan orang lain,
niscaya lupa akan kesalahan dan kekhilafan yang ada pada dirinya sendiri.
Sebagaimana dalam sabda Nabi:
الكِبْرُ بَطْرُالْحَقِّ وَغَمْصُ النَاسِ
Artinya : “Kesombongan itu ialah menolak kebenaran dan memandang rendah
manusia”.
وَلاَتَلْمِزُوْااَنْفُسَكُمْ
Dalam penggalan ayat ini Allah melarang kita mencela orang lain karena
mencela orang lain sama saja mencela diri sendiri, karena orang-orang mukmin
itu bagaikan satu badan. firman Allah SWT yang menerangkan tentang balasan bagi
orang yang suka mencela orang lain yaitu:
وَيْلٌ لِكُلِّ هُمَزَةٍ لُمَزَةٍ
Artinya : “Neraka wailun hanya buat orang yang suka mencedera orang dan mencela
orang”. (al-Humazah: 1)
Adapun dari arti هُمَزَةٍ yaitu mencedera, yakni memukul dengan tangan,
sedangkan لُمَزَةٍ yaitu mencela dengan mulut.[5]
وَلاَتَنَابَزُوْا بِاْلاَلْقَابِ
Allah melarang kita memanggil orang lain dengan gelaran-gelaran yang
mengandung ejekan-ejekan, karena hal ini termasuk menjelekkan seseorang dengan
sesuatu yang telah diperbuatnya. Sedangkan orang yang dihina itu telah
bertaubat, tapi jika gelaran (panggilan) itu mengandung pujian dan tepat
pemakaiannya, maka itu tidak di benci sebagaimana gelar yang diberikan kepada
Umar, yaitu:Al-Faruq.
بِئْسَ الإِسْمُ الْفُسُوْقَ بَعْدَاْلإِيْمَانِ
Allah melarang kita memanggil orang dengan kata “fasik” setelah ia sebulan
masuk Islam atau beriman.
Para ulama’ mengharamkan kita memanggil seseorang dengan sebutan yang tidak
di sukai.
وَمَنْ لَمْ يَتُبْ فَأُولَئِكَ هُمُ الظَّالِمُوْنَ
Ayat ini di turunkan mengenai “Shafiyah binti Hisyam Ibn Akhtab”, Beliau
datang mengadu kepada Rasul bahwa isteri Rasul yang lain mengatakan kepadanya.
Hai orang Yahudi, hai anak dari orang Yahudi, mendengar itu, Rasul berkata:
mengapa kamu tidak menjawab: ayahku Harun, pamanku Musa, sedangkan suamiku
Muhammad. Dalam ayat ini diterangkan bahwa orang yang sudah mengolok-olok
bahkan menghina orang lain tapi tidak bertaubat, maka mereka termasuk orang
dholim.
يَاَيُّهَاالَّذِيْنَ اَمَنُوْااجْتَنِبُوْاكَثِيْرًامِنَ الظَّنِّ
Dalam ayat ini Allah melarang bahkan mengharamkan kita berprasangka buruk
atau berfikiran negatif terhadap orang yang secara lahiriyah tampak baik dan
memegang amanat, atau kita tidak boleh menfitnah seseorang, karena menfitnah
itu bukan saja menyakiti seseorang dari lahirnya saja tapi juga menyakiti
bathinnya.
اِنَّ بَعْضَ الظَّنِّ اِثْمُ
Allah melarang kita berburuk sangka terhadap orang lain karena sebagian
dari buruk sangka itu dosa.
Prasangka adalah dosa, karena prasangka adalah tuduhan yang tidak beralasan
dan bisa memutuskan silaturahmi di antara dua orang yang baik.
Dalam hal ini prasangka yang di larang adalah prasangka buruk yang dapat
menimbulkan tuduhan kepada orang lain, sedangkan prasangka tentang perkiraan
itu tidak di larang.
Sebagaimana terdapat
dalam suatu hadits :
ثَلاَثٌ لَأَزِمَّاتٌ ِلأُمَتِّى : الطِبْرَةُ وَالْحَسَدُ وَسُوْءُالظَّنِّ
Artinya : “Tiga macam membawa krisis bagi umatku, yaitu memandang kesialan, dengki,
dan buruk sangka”.[6]
وَلاَتَجَسَّسُوْ
Allah melarang kita mencari-cari keaiban dan menyelidiki rahasia seseorang,
tapi jika kita memata-matai seseorang atau musuh agar tidak terjadi kejahatan, maka
itu di perbolehkan.
وَلاَيُغَيِّبْ بَعْضُكُمْ بَعْضًا
Allah melarang mencela orang di belakangnya atau menggunjing tentang
sesuatu yang tidak di sukainya.
Menurut para ulama’, mencela yang dibenarkan adalah jika bertujuan untuk :
a. Untuk mencari keadilan,
b. Untuk menghilangkan
kemungkaran,
c. Untuk meminta fatwa
atau mencari kebenaran,
d. Untuk mencegah manusia
berbuat salah,
e. Untuk membeberkan orang
yang tidak malu-malu melakukan kemaksiatan.
اَيُحِبُّ اَحَدُكُمْ اَنْ يَاءْكُلَ لَحْمَ اَخِيْهِ مَيْتًافَكَرِهْتُمُوْهُ
Allah melarang kita membicarakan keburukan seseorang, karena hal itu sama
halnya dengan makan bangkai saudaranya yang busuk. Allah melarang hal ini
karena perbuatan ini merupakan penghancuran pribadi terhadap saudara yang di
cela itu.
وَاتَّقُواللهَ اِنَّ اللهَ تَوَّابٌ رَّحِيْمٌ
Dalam ayat ini Allah menyuruh kita bertaubat dari kesalahan yang telah kita
perbuat dengan di sertai penyesalan dan bertaubat (taubat an-nasukha).
Dalam ayat ini Allah juga memberitahukan bahwasanya Allah senantiasa membuka
pintu kasih sayangnya, membuka pintu selebar-lebarnya dan menerima kedatangan
para hambanya yang ingin bertaubat supaya menjadi manusia yang beriman dan
bertaqwa kepada Allah SWT.
يَاَيُّهَاالنَّاسُ اِنَّا خَلَقْنَكُمْ مِنْ ذَكَرٍوَاُنْثَى
Dalam ayat ini mengandung dua penafsiran, yaitu :
a. Seluruh manusia
diciptakan pada mulanya dari seorang laki-laki, yaitu Adam dan dari seorang
perempuan, yaitu Hawa.
b. Segala manusia sejak
dulu sampai sekarang terjadi dari seorang laki-laki dan perempuan.
وَجَعَلْنَكُمْ شُعُوْبًاوَقَبَائِلَ لِتَعَارَفُوْا
Allah menjadikan manusia dari berbagai macam suku dan bangsa agar kita
saling mengenal. Ayat ini merupakan dasar demokrasi yang benar di dalam Islam,
dengan menghilangkan kasta dan perbedaan.
اِنْ اَكْرَمَكُمْ عِنْدَاللهِ اَتْقَاكُمْ
Semua manusia di sisi Allah SWT itu sama, yang membedakan hanyalah
ketaqwaannya.
Taqwa adalah suatu prinsip umum yang mencakup takut kepada Allah dan
mengerjakan apa yang diridhoinya yang melengkapi kebaikan dunia dan akhirat. Kemuliaan
hati yang di anggap bernilai adalah kemuliaan hati, budi, perangai, dan
ketaatan pada Allah.
اِنَّ اللهَ عَلِيْمٌ خَبِيْرٌ
Bahwasanya Allah Maha mengetahui segala sesuatu baik yang tampak ataupun
tersembunyi. Dan bahwa Allah adalah sebaik-baiknya Sang Pencipta.
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Dari uraian diatas
dapat disimpulkan bahwa :
1. Setiap manusia itu di
jaga oleh 4 malaikat hafadhah dan bahwasanya Allah adalah sebaik-baik penolong
bagi kita.
2. Dalam hidup
bermasyarakat tidak boleh saling membedakan karena semua sama, tak ada yang
beda disisi Allah melainkan ketaqwaannya.
3. Setiap manusia itu
pasti punya kesalahan dan Allah maha penerima taubat hambanya sebelum sakaratul
maut.
4. Allah tidak akan
merubah suatu kaum kecuali dia merubahnya dan Allah menyuruh kita untuk
memberantas kedzaliman.
DAFTAR PUSTAKA
Ahmad Mustofa al
Maraghi, Terjemah Tafsir al-Maraghi, CV Toha Putra, Semarang, 1988.
H. Salim Bahreisy dan
H. Said Bahreisy, Terjemah Singkat Tafsir Ibnu Katsir, PT Bina Ilmu,
Surabaya, 1988.
H. Mukti Ali, Al-Qur’an
dan Terjemahnya, PT Bumi Restu, Jakarta, 1974.
Prof. H. Abdul Malik
Abdul Karim Amrullah (HAMKA), Tafsir al-Ashhar, Yayasan Nurul islam,
Surabaya, 1982
Teungku Muhammad Hasbi
Ash Shiddieqy, Tafsir al-Qur’anul Majid an-Nur, PT Pustaka Rizki Putra,
Semarang, 2000.
[1] Teungku
Muhammad Hasbi Ash Shiddieqy, Tafsir al-Qur’anul Majid an-Nur 5 (surat
42-114), PT Pustaka Rizki Putra, Semarang, 2000, hlm 2074.
[2] H. Salim Bahreisy dan H. Said Bahreisy, terjemah
Singkat Tafsir Ibnu Katsir, jilid IV, PT Bina Ilmu, Surabaya, 1988, hlm
431.
[3] Ahmad Mustofa al Maraghi, Terjemah tafsir
al-Maraghi, juz XIII, CV Toha Putra, Semarang, 1988, hlm 135.
[5] Prof. H. Abdul Malik Abdul Karim Amrullah
(HAMKA), Tafsir al-Ashhar, Yayasan Nurul Islam, Surabaya, 1982, hlm 236.
0 komentar:
Post a Comment