Disusun Oleh Muazzin, S.H.I
Alumni Al-Hilal Sigli Tahun 2015
BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang
Dalam dunia yang serba
modern seperti sekarang ini, tidaklah ada suatu negera yang dapat mengasingkan
diri dari pergaulan internasional. Pergaulan antar
negera-negara yang berdaulat dan merdeka sudah barang tentu harus diatur.
Perhubungan-perhubungan hukum pada umumnya yang telah ada di antara
negara-negara itu, telah diatar dalam himpunan peraturan-peraturan yang disebut
“hukum antar negara”. Sebagai modernisasi dari nama lain yaitu “hukum
bangsa-bangsa” yang merupakan terjemahan lurus dari nama-nama seperti volkerrect,
droit de gens, law of nations, dan volkenrecht yang kesemuanya barasal dari
istilah Romawi: ius gentium.
Demikian pula halnya yang
dikehendaki oleh negara-negara burhubungan dengan tugasnya sebagai pemungut
pajak. Maka dicarilah kini olehnya salah satu undang-undang kesepakatan
kerjasama yang erat dalam lapangan-lapangan perpajakan.
B.
Rumusan Masalah
- Bagaimana penjelasan tentang hukum pajak internasional?
- Jelaskan kedaulatan pajak internasional?
- Bagaimanakah sumber hukum pajak internasional?
- Bagaimana cara menghindari dan terjadinya pajak berganda internasional?
- Bagaimana perjanjian pajak berganda internasional?
C.
Tujuan
Penulisan
Adapun tujuan saya dalam menyusun makalah ini
adalah disamping memenuhi tugas dalam perkuliahan juga agar saya mampu memahami
tentang hukum pajak internasional.
BAB II
PEMBAHASAN
A.
Pengertian Hukum Pajak Internasional
Pengertian hukum pajak ini
dapat dibagi menjadi tiga bagian dari pendapat ahli hukum pajak, yaitu:
1.
Menurut pendapat Prof.
Dr. Rochmat Soemitro, bahwa hukum pajak internasional adalah hukum pajak
nasional yang terdiri atas kaedah, baik berupa kaedah-kaedah nasional maupun
kaedah yang berasal dari traktat antar negara dan dari prinsif atau kebiasaan
yang telah diterima baik oleh negera-negara di dunia, untuk mengatur soal-soal
perpajakan dan di mana dapat ditunjukkan adanya unsur-unsur asing.
2.
Menurut pendapat Prof.
Dr. P.J.A. Adriani, hukum pajak internasional adalah suatu kesatuan hukum
yang mengupas suatu persoalan yang diatur dalam UU Nasional mengenai pemajakan
terhadap orang-orang luar negeri, peraturan-peraturan nasional untuk
menghindarkan pajak ganda dan traktat-traktat.
3.
Sedangkan menurut pendapat
Prof. Mr. H.J. Hofstra, hukum pajak internasional sebenarnya merupakan
hukum pajak nasional yang di dalamnya mengacu pengenaan terhadap orang asing.
Persoalan yang terjadi
dalam hukum pajak ini ialah apakah hukum pajak nasional akan diterapkan atau
tidak? Hukum pajak internasional juga merupakan norma-norma yang mengatur
perpajakan karena adanya unsur asing, baik mengenai objeknya maupun subjeknya.
B.
Kedaulatan Hukum Pajak Internasional
Berbicara masalah Hukum
Pajak Internasional, khususnya Hukum Pajak Internasional Indonesia secara umum
dapat dikatakan barlaku terbatas hanya pada subjeknya dan objeknya yang berada
di wilayah Indonesia saja. Dengan kata lain terhadap orang atau badan yang
tidak bertempat tinggal atau berkedudukan di Indonesia pada dasarnya tidak akan
dikenakan pajak berdasarkan UU Indonesia. Namun demikian, Hukum Pajak
Internasional dapat berkaitan dengan subjek maupun objek yang berada di luar
wilayah Indonesia sepanjang ada hubungan yang erat dalam hal terdapat hubungan
ekonomis atau hubungan kenegaraan dengan Indonesia.
UU No. 7 Tahun 1983
tentang PPh sebagaimana telah diubah dengan UU No. 17 Tahun 2000 (UU PPh)
khususnya dalam pasal 26 diatur bahwa terhadap WP luar negeri yang memperoleh
penghasilan dari Indonesia antara lain berupa bunga, royalti, sewa, hadiah dan
penghargaan, akan dikenakan PPh sebesar 20% dari jumlah bruto. Pasal ini
menunjukkan bahwa contoh adanya hubungan ekonomis antara orang asing dengan
penghasilan yang diperoleh di Indonesia.
Dalam hukum antar negara
terdapat suatu asas mengenai kedaulatan negara yang dinyatakan sebagai
kedaulatan setiap negara untuk dengan bebas mengatur kepentingan-kepentingan
rumah tangganya sendiri, dalam batas-batas yang ditentukan oleh hukum antar
negara dan bebas dari pengaruh kekuasaan negara lain. Sesuai dengan asas yang
dimaksud di muak, maka kedaulatan pemajakan sebagai spesial dari gengsi
kedaulatan negera dapat dinyatakan sebagai kedaulatan suatu negara untuk
bertindak merdeka dalam lapangan pajak.
C.
Sumber-sumber Hukum Pajak Internasional
Prof. Dr. Rochmat Soemito
dalam bukunya “Hukum Pajak Indonesia, menyebutkan bahwa ada bebarapa sumber
hukum pajak internasional, yaitu:
1.
Hukum Pajak Nasional atau
Unilateral yang mengandung unsur asing.
2.
Trakat, yaitu kaedah hukum
yang dibuat menurut perjanjian antar negara baik secara bilateral maupun
multilateral.
3.
Keputusan Hakim Nasional
atau Komisi Internasional tentang pajak-pajak internasional.
Sedangkan dalam buku
“Pengantar Ilmu Hukum Pajak” karangan R. Santoso Brotodihardjo, S.H. menyatakan
bahwa sumber-sumber formal dari hukum pajak internasional, yaitu:
1.
Asas-asas yang terdapat
dalam hukum antar negara
2.
Peraturan-peraturan
unilateral (sepihak) dari setiap negara yang maksudnya tidak ditujukan kepada
negara lain.
3.
Traktat-traktat (perjanjian)
dengan negera lain, seperti:
a.
Untuk meniadakan atau
menghindarkan pajak berganda.
b.
Untuk mengatur pelakuan
fiskal terhadap orang-orang asing.
c.
Untuk mengatur soal
pemecahan laba di dalam hal suatu perusahaan atau seseorang mempunyai
cabang-cabang atau sumber-sumber pendapatan di negara asing.
D.
Terjadinya Pajak Berganda Internasional
Pajak berganda
internasional umumnya terjadi karena pada dasarnya tidak ada hukum
internasional yang mengatur hal tersebut sehingga terjadi bentrokan hukum antar
dua negara atau lebih. Velkenbond memberikan pengertian bahwa pajak berganda
internasional terjadi apabila pengenaan pajak dari dua negara atau lebih saling
menindih sedemikian rupa, sehingga orang-orang yang dikenakan pajak di
negara-negara yang lebih dari satu memikul beban pajak yang lebih besar
daripada jika mereka dikenakan pajak di satu negara saja. Beban tambahan yang
terjadi tidak semata-mata disebabkan karena perbedaan tarif dari negara-negara
yang bersangkutan, melainkan karena dua negara atau lebih secara bersamaan
memungut pajak atas objek dan subjek yang sama.
Dari pengertian di atas
jelas bahwa pajak berganda internasional akan timbul karena atas suatu objek
pajak dan subjek pajak yang sama dikenakan pajak lebih dari satu kali sehingga
menimbulkan beban yang berat bagi subjek pajak yang dikenakan pajak tersebut.
Selanjutnya Prof. Rochmat Soemitro menjelaskan bahwa ada beberapa sebab
terjadinya pajak berganda internasional, yaitu:
1.
Subjek pajak yang sama
dikenakan pajak yang sama di beberapa negera, yang dapat terjadi karena:
a.
Domisili rangkap
b.
Kewarganegaraan rangkap
c.
Bentrokan atas domisili
dan asas kewarganegaraan.
2.
Objek pajak yang sama
dikenakan pajak yang sama di beberapa negara.
3.
Subjek pajak yang sama
dikenakan pajak di negara tempat tinggal berdasarkan atas wold wide incom,
sedangkan di negera domisili dikenakan pajak berdasarkan asas sumber.
E.
Cara Penghindaran Pajak Berganda Internasional
Ada dua cara untuk
menghindari pajak berganda internasional, yaitu dengan cara sebagai berikut:
1.
Cara Unilateral
Cara ini dilakukan dengan
memasukkan ketentuan untuk menghindari pajak berganda dalam UU suatu negara
dengan suatu prosedur yang jelas. Pengguanaan cara ini merupakan wujud
kedaulatan suatu negara untuk mengatur sendiri masalah pemungutan pajak dalam
suatu UU.
2.
Cara Bilateral atau
Multilateral
Cara Bilateral atau
Multilateral dilakukan melalui suatu perundingan antar negara yang
berkepentingan untuk menghindarkan terjadinya pajak berganda. Perjanjian yang
dilakukan secara bilateral oleh dua negara, sedangkan multelateral dilakukan
oleh lebih dari dua negara, yang lebih dikenal dengan sebutan traktat atau tax
treaty. Proses terjadinya perjanjian secara bilateral maupun multilateral tentu
akan membutuhkan waktu yang cukup lama karena masing-masing negara mempunyai
prinsip pemajakannya masing-masing sesuai dengan kedaulatan negaranya sendiri.
F.
Perjanjian Dalam Pajak Berganda Internasional
Perjanjian seperti ini
kebanyakan masih berusia muda, dahulu hanya dikenakan persetujuan persahabatan,
persetujuan untuk menetap, persetujuan dagangan dan peretujuan pelayanan yang
kadang-kadang mencakup satu ketentuan yang ada hubungannya dengan beberapa
macam pajak yang kebanyakan mencantumkan klausul tentang keharusan adanya
perlakuan yang sama terhadap penduduk atau penguasa dari negara-negara yang
mengadakan persetujuan.
Prosedur dari perjanjian
kolektif ternyata sukar untuk dilaksanakan karena bermacam-macam ragam, sistem
dan asas perpajakan di berbagai negara, dan karena lambannya prosedur
perundingan untuk tidak berbicara tentang lambannya atau resikonya pengukuhan
oleh kepala negara-negara peserta perjanjian.
Ketentuan-ketentuan
penting yang tercantum dalam perjanjian-perjanjian pajak berganda secara
singkat adalah sebagai berikut:
- Orang-orang yang dapat menikmati
keuntungan dari perjanjian-perjanjian.
- Pajak-pajak yang diatur dalam perjanjian.
- Sengketa internasional.
- arti tempa kediaman fiskal.
G.
Kedudukan Hukum Perjanjian Perpajakan
Bagaimana kedudukan hukum
suatu perjanjian perpajakan yang diadakan antara Indonesia dengan negara lain?
Bila ditelusuri dasar hukum bisa diadakannya perjanjian perpajakan antar
negara, maka kita kembali pada konstitusi yaitu pasal 11 ayat (1) UUD 1945
beserta perubahannya. Mengacu pada dasar hukum tersebut, tentu saja akan
memerlukan waktu yang cukup lama. Oleh karenanya, dengan pertimbangan
kepraktisan khusus dalam lalu lintas hukum internasional antara Indonesia
dengan negara-negara lain yang cukup intensif, maka tidak diperlukan lagi
persetujuan DPR tetapi cukup diberitahukan saja.
Berdasarkan ketentuan
Pasal 11 UUD 1945 di atas, maka dapat disimpulkan bahwa kedudukan hukum
perjanjian perpajakan adalah sama dengan UU Nasional seperti UU tentang PPh.
Kedudukan hukum perjanjian perpajakan tidak lebih tinggi dari UU Perpajakan
Nasional.
BAB III
PENUTUP
A.
Kesimpulan
Hukum Pajak Internasional
merupakan norma-norma yang mengatur perpajakan karena adanya unsur asing, baik
mengenai subjek maupun objeknya. Dan para ahli hukum pajak juga banyak
memberikan definisi tentang hukum pajak internasional salah satunya yaitu;
Prof. Dr. P.J.A. Adriani, seorang ahli yang banyak menulis buku tentang
perpajakan.
Kemudian sumber-sumber
hukum pajak internasional terdiri dari:
1.
Hukum Pajak Nasional.
2.
Traktat
3.
Keputusan Hakim Nasional.
Dan kedudukan Hukum
Perjanjian Perpajakan adalah sama dengan UU Nasional seperti UU tentang PPh,
kedudukan hukum tax treaty tidak lebih tinggi dari UU Perpajakan Nasional.
DAFTAR PUSTAKA
Brotodihardjo Santoso,
2003, Pengantar Ilmu Hukum Pajak, Bandung: PT. Refika Aditama
Ilyas B. Wirawan, dkk,
2007, Hukum Pajak, Jakarta: Salemba Empat.
Yudhanti,
Ristina. 2010. Hukum Pajak. Semarang: Fakultas
Hukum Universitas Negeri Semarang.
0 komentar:
Post a Comment