Disusun Oleh Muazzin, S.H.I
Alumni Al-Hilal Sigli 2015
BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang
Pajak merupakan salah satu
sumber pembiayaan pembangunan nasional dalam rangka peningkatan kesejahteraan
masyarakat. Berkaitan dengan hal tersebut pentingnya pengelolaan pajak tersebut
menjadi prioritas bagi pemerintah. Ada berbagai jenis pajak yang dikenakan
kepada masyarakat, namun dari beberapa diantaranya Pajak Bumi dan Bangunan
merupakan jenis-jenis pajak sangat potensil dan strategis sebagai sumber
penghasilan Negara dalam rangka membiayai penyelenggaraan pemerintahan dan
pembangunan.
Pajak Bumi dan Bangunan
(PBB) Pajak Bumi dan Bangunan merupakan salah satu faktor pemasukan bagi Negara
yang cukup potensil dan kontribusi terhadap pendapatan negara jika dibandingkan
dengan sektor pajak lainnya sangat besar. Strategisnya Pajak Bumi dan Bangunan
tersebut tidak lain karena objeknya meliputi seluruh bumi dan bangunan yang
berada dalam wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI).Penyediaan
kebutuhan seperti jalan, taman, sarana pelayanan umum lainnya memerlukan biaya
yang dipungut dari warga negara/ masyarakat yang memanfaatkan dalam bentuk
pajak. Pajak mempunyai fungsi antara lain untuk:1. Penerimaan negara dalam
rangka membiayai pengeluaran yang dilakukan oleh pemerintah2. Pemerataan
pendapatan masyarakat;3. Stabilitas ekonomi (misalnya pengendalian inflasi) dan
pertumbuhan ekonomi.
Menurut Undang-Undang
Nomor 33 Tahun 2004 tentang Pajak Bumi dan Bangunan yang menjadi objek pajak
bumi dan bangunan adalah bumi dan/atau bangunan, sehingga hal ini tidak jauh
berbeda dengan Ipeda. Yang dimaksud dengan bumi adalah permukaan dan tubuh bumi
yang ada di bawahnya. Permukaan bumi meliputi tanah, perairan, pendalaman serta
laut wilayah Indonesia. Sedangkan yang dimaksud dengan bangunan adalah
konstruksi teknik yang ditanam atau diletakkan secara tetap pada tanah dan atau
perairan-perairan
B.
Rumusan
Masalah
1. Bagaimana sejarah pajak bumi dan bangunan?
2. Apa saja objek dari pajak bumi dan bangunan?
3. Apa saja subjek pajak?
4. Bagaimana cara pendaftaran dan pendataan objek pajak?
BAB II
PEMBAHASAN
A.
Sejarah Pajak Bumi dan Bangunan
Secara umum latar belakang sejarah ke-PBB-an terbagi
menjadi tiga bagian yaitu masa sebelum penjajahan, masa penjajahan, dan masa
kemerdekaan. Pada masa sebelum penjajahan, pajak atas tanah telah dikenal sejak
zaman kerajaan-kerajaan Hindu berkuasa di Nusantara dengan nama drwyahaji.
Salah satu kerajaan besar di masa lalu, Mataram, dalam sejarah disebutkan telah
menerapkan tanah pertanian sebagai objek pajak. Saat itu pajaknya dipungut
berdasarkan luas tanah. Selain di Jawa, di kerajaan Aceh dikenal pula pungutan
atas tanah ladang yang dikenal dengan istilah wase tanah disamping
pungutan-pungutan lainnya.
Pada masa penjajahan, dikenal adanya jenis pajak bumi
yang disebut Land Rent. Jenis pajak ini diperkenalkan oleh Sir Stanford Rafles,
seorang Gubernur Jenderal Inggris di Indonesia pada tahun 1811 sampai dengan
tahun 1816. Land Rent dikenakan terhadap semua jenis tanah produktif dan wajib
pajaknya adalah desa (kepala desa) bukan perseorangan, karena para kepala desa
dianggap sebagai penyewa yang harus membayar sewa tanah. Besarnya tarif Land
Rent bervariasi antara 20% hingga 50% dari hasil produksi pertanian tergantung
pada jenis produksinya. Pada masa penjajahan Belanda (1816) pemungutan Land
Rent tetap dipertahankan dengan mengganti namanya menjadi Landrente dan
besarnya tarif juga diubah menjadi 20% dari produksi pertanian. Selanjutnya
pada masa pemerintahan Jepang di Indonesia (1942-1945), nama Land Rent atau
Landrente diubah menjadi Land Tax. Setelah proklamasi kemerdekaan Indonesia
pada tahun 1945, nama Land Tax atau pajak tanah disebut dengan Pajak Bumi dan
pada tahun 1951 sampai dengan 1959 nama jawatan pengelola Pajak Bumi tersebut
adalah Jawatan Pendaftaran Tanah Milik Indonesia (PTMI) yang mempunyai tugas
mendaftar dan mengeluarkan surat pendaftaran sementara bagi tanahtanah milik
yang terdaftar.
Dengan berlakunya Undang-undang Nomor 11 Prp Tahun 1959
tentang Pajak Hasil Bumi, terhadap tanah yang tunduk kepada hukum adat dipungut
pajak yang dikenal sebagai Iuran Pembangunan Daerah (Ipeda). Selain Ipeda, pada
masa itu dipungut pula 6 (enam) pajak kekayaan dan pungutan lain atas tanah dan
bangunan yang menimbulkan tumpan tindih antara satu pajak dengan pajak lainnya
dan menyebabkan adanya beban pajak berganda bagi masyarakat. Dengan adanya
reformasi perpajakan pertama yang dimulai pada tahun 1983, antara lain dengan
penyederhanaan jumlah dan jenis pajak atas tanah dan bangunan melalui
pengundangan Undang-undang Nomor 12 Tahun 1985, maka 7 (tujuh) jenis pajak
kebendaan dan kekayaan atas tanah dan bangunan disederhanakan mejadi PBB.
B.
Objek PBB
Objek PBB adalah “Bumi dan atau Bangunan”:
- Bumi: Permukaan
bumi (tanah dan perairan) dan tubuh bumi yang ada di pedalaman serta laut
wilayah Indonesia. Contoh: sawah, ladang, kebun, tanah, pekarangan,
tambang.
- Bangunan:
Konstruksi teknik yang ditanam atau dilekatkan secara tetap pada tanah dan
atau perairan. Contoh: rumah tempat tinggal, bangunan tempat usaha, gedung
bertingkat, pusat perbelanjaan, emplasemen, pagar mewah, dermaga, taman
mewah, fasilitas lain yang memberi manfaat, jalan tol, kolam renang,
anjungan minyak lepas pantai.
Objek pajak yang tidak dikenakan PBB adalah objek
yang :
- Digunakan
semata-mata untuk melayani kepentingan umum dibidang ibadah, sosial,
kesehatan, pendidikan dan kebudayaan nasional yang tidak dimaksudkan untuk
memperoleh keuntungan, seperti mesjid, gereja, rumah sakit pemerintah,
sekolah, panti asuhan, candi.
- Digunakan untuk
kuburan, peninggalan purbakala atau yang sejenis dengan itu.
- Merupakan hutan
lindung, suaka alam, hutan wisata, taman nasional, tanah penggembalaan
yang dikuasai oleh desa, dan tanah negara yang belum dibebani suatu hak.
- Digunakan oleh
perwakilan diplomatik berdasarkan asas perlakuan timbal balik.
- Digunakan oleh
badan dan perwakilan organisasi internasional yang ditentukan oleh Menteri
Keuangan.
C.
Subjek Pajak
( Pasal 4 UU No. 12
Tahun 1985 danUU No.12 Tahun 1994 ) Subjek
Pajak adalah orang pribadi atau badan yang secara nyata:
- mempunyai suatu
hak atas bumi, dan atau;
- memperoleh
manfaat atas bumi, dan atau;
- memiliki
bangunan, dan atau;
- menguasai
bangunan, dan atau;
- memperoleh
manfaat atas bangunan
Wajib
Pajak adalah Subjek Pajak yang dikenakan kewajiban membayar pajak. Dalam pasal 2 UU Nomor 10 Tahun 1994 disebutkan secara jelas tentang Subyek
Pajak: Subjek Pajak terdiri dari
Subjek Pajak dalam negeri dan Subjek Pajak luar negeri.
Subjek
Pajak dalam negeri adalah:
- orang pribadi yang bertempat tinggal di
Indonesia;
- orang pribadi yang berada di Indonesia lebih
dari 183 hari dalam jangka waktu 12 bulan;
- orang pribadi
yang dalam suatu tahun pajak berada di Indonesia dan mempunyai niat untuk
bertempat tinggal di Indonesia;
- warisan yang belum terbagi sebagai satu
kesatuan, menggantikan yang berhak;
- badan yang didirikan atau bertempat kedudukan di
Indonesia.
Subjek
Pajak luar negeri adalah:
- orang pribadi yang tidak bertempat tinggal di
Indonesia;
- orang pribadi yang berada di Indonesia tidak
lebih dari 183 hari dalam jangka waktu 12 bulan;
- badan yang tidak didirikan dan tidak bertempat
kedudukan di Indonesia, yang menjalankan usaha atau melakukan kegiatan
melalui bentuk usaha tetap di Indonesia;
- orang pribadi
yang tidak bertempat tinggal di Indonesia;
- orang pribadi
yang berada di Indonesia tidak lebih dari 183 hari dalam jangka waktu 12
bulan;
- badan yang tidak
didirikan dan tidak bertempat kedudukan di Indonesia,yang yang dapat
menerima atau memperoleh penghasilan dari Indonesia bukan dari menjalankan
usaha atau melakukan kegiatan melalui bentuk usaha tetap di Indonesia.
D.
Pendaftaran Dan Pendataan Objek Pajak
Pendaftaran
Objek dan Subjek PBB
Orang
atau Badan yang menjadi Subjek PBB harus mendaftarkan Objek Pajaknya ke Kantor
Pelayanan PBB atau Kantor Penyuluhan Pajak yang wilayah kerjanya meliputi letak
objek tersebut, dengan menggunakan formulir Surat Pemberitahuan Objek Pajak
(SPOP) yang tersedia gratis di Kantor Pelayanan PBB/Kantor Penyuluhan Pajak
setempat.
Pendaftaran
objek PBB dilakukan oleh subjek pajak dengan cara mengambil dan mengisi
formulir SPOP secara jelas, benar dan lengkap serta ditandatangani dan
dikembalikan ke Kantor Pelayanan Pajak yang bersangkutan atau tempat yang
ditunjuk untuk pengambilan dan pengembalian SPOP dengan dilampiri bukti-bukti
pendukung seperti :
- sketsa/denah
objek pajak;
- fotokopi KTP dan
NPWP;
- fotokopi
sertifikat tanah;
- fotokopi akta
jual beli;
- atau bukti
pendukung lainnya.
Formulir
SPOP disediakan dan dapat diambil gratis di Kantor Pelayanan Pajak atau tempat
lain yang ditunjuk atau melalui teknologi internet dengan mencetak langsung.
Cara Mendaftarkan Objek
PBB
1.
Orang atau Badan yang
menjadi Subjek PBB harus mendaftarkan Objek Pajaknya ke Kantor Pelayanan PBB
atau Kantor Penyuluhan Pajak yang wilayah kerjanya meliputi letak objek
tersebut, dengan menggunakan formulir Surat Pemberitahuan Objek Pajak (SPOP)
yang tersedia gratis di Kantor Pelayanan PBB/Kantor Penyuluhan Pajak setempat.
2.
Mendaftarkan objek tanah
dan atau bangunan dengan mengisi Surat Pemberitahuan Objek Pajak (SPOP).3.
Mengisi SPOP dengan benar dan jelas sesuai dengan sesuai kondisi objek pajak seperti
luas tanah maupun luas bangunan serta komponen utama dan pendukung bangunan
serta fasilitas lainnya.4. Menyerahkan SPOP ke KPBB (Kantor Pajak Bumi dan
Bangunan) / KPP Pratama tempat di mana objek pajak berada.
Pendataan Objek dan Subjek PBB
Pendataan
dilaksanakan oleh Kantor Pelayanan Pajak dengan menggunakan formulir SPOP dan
dilakukan sekurangkurangnya untuk satu wilayah administrasi desa/kelurahan.
Pendataan dapat dilakukan dengan cara:
- Penyampaian dan pemantauan pengembalian SPOP:
Dapat
dilaksanakan pada daerah/wilayah yang pada umumnya belum/tidak mempunyai peta,
daerah terpencil atau potensi PBB relatif kecil.
- Identifikasi Objek Paja
Dapat
dilaksanakan pada daerah/wilayah yang sudah mempunyai peta garis/ peta foto
yang dapat menentukan posisi relatif OP tetapi tidak mempunyai data
administrasi PBB tiga tahun terakhir secara lengkap.
- Verifikasi Objek Pajak
Dapat
dilaksanakan pada daerah/wilayah yang sudah mempunyai peta garis/peta foto yang
dapat menentukan posisi relatif OP dan mempunyai data administrasi PBB tiga
tahun terakhir secara lengkap.
- Pengukuran Bidang Objek Pajak
Dapat
dilaksanakan pada daerah/wilayah yang hanya mempunyai sket peta desa/kelurahan
dan atau peta garis/peta foto tetapi belum dapat digunakan untuk menentukan
posisi relatif OP.
5.
Cara
Menghitung PBB
·
Tarif
PBB
( Pasal 5 UU No. 12
Tahun 1985 jo. UU No.12 Tahun 1994 )
Tarif pajak yang
dikenakan atas objek pajak adalah sebesar 0,5 % (lima persepuluh persen).
·
NJOP
Sebelum menghitung
besarnya pajak bumi dan bangunan kita harus tahu dulu dasar pengenaan PBB.
Dasar pengenaan PBB adalah Nilai Jual Objek Pajak(NJOP). NJOP ditetapkan per
wilayah berdasarkan Kepusan Menteri Keuangan. Walaupun sebenarnya yang
menetapkannya adalah walikota atau bupati.
Hal – hal yang
diperhatikan dalam penetapan NJOP adalah:
1.
harga rata – rata yang
diperbolehkan dari transaksi jual – beli yang terjadi secara wajar.
2.
perbandingan harga dengan
objek lain yang sejenis yang letaknya berdekatan dan fungsinya sama dan telah
diletahui nilai jualnya.
3.
nilai perolehan baru
4.
penentuan NJOP pengganti.
·
NJKP
Selain NJOP dalam
perhitungan PBB juga perlu diketahui Nilai Jual Objek Pajak Tidak Kena
Pajak(NJOPTKP). NJOPTKP adalah batas NJOP atas bumi dan atau bangunan yang
tidak kena pajak. Fungsinya seperti pada PTKP(Penghasilan Tidak Kena Pajak)
pada perhitungan pajak orang pribadi. Besar dari NJOPTKP berbeda
tiap daerah kabupaten/kota, paling tinggi adalah Rp 12.000.000,- .
Hal – hal yang
diperhatikan dalam penetapan NJOPTKP adalah:
1.
Setiap wajib pajak
memperolah pengurangan NJOPTKP sebanyak satu kali dalam satu Tahun Pajak
2.
Apabila WP mempunyai
beberapa objek pajak maka mendapatkan pengurangan NJOPTKP hanya satu Objek
Pajak yang nilainya terbesar dan tidak bias digabungkan dengan Objek Pajak
lainnya
Setelah tahu besar NJOP
dan NJOPTKP maka kita tahu besar dari besar pengenaan PBB yaitu NJOP dikurangi
dengan NJOPTKP yang hasilnya disebut dengan NJKP(Nilai Jual Kena Pajak).
Persentase NJKP adalah
sebagai berikut:
1.
Objek Pajak Perkebunan
adalah 40%
2.
Objek Pajak Kehutanan
adalah 40%
3.
Objek Pajak Pertambangan
adalah 40%
4.
Objek Pajak lainnya
(pedesaan dan perkotaan) adalah
5.
Apabila NJOP ≥ Rp
1.000.000.000,- adalah 40%
6.
Apabila NJOP ≤ Rp
1.000.000.000,- adalah 20%
·
Rumus
menghitung PBB
Rumus
penghitungan PBB = Tarif x NJKP
- Jika NJKP = 40% x (NJOP - NJOPTKP) maka
besarnya PBB
- = 0,5% x 40% x (NJOP-NJOPTKP)
- = 0,2% x (NJOP-NJOPTKP)
- Jika NJKP = 20% x
(NJOP - NJOPTKP) maka besarnya PBB
- = 0,5% x 20% x (NJOP-NJOPTKP)
- = 0,1% x (NJOP-NJOPTKP)
Tahun Pajak, Saat Dan Tempat Yang Menentukan Pajak Terutang
a.
Tahun Pajak dalam PBB adalah jangka waktu satu tahun takwim (kalender)
yang dimulai dari 1 Januari sampai dengan 31 Desember
b.
b. Saat yang menentukan pajak
yang terutang adalah menurut keadaan
objek pajak pada tanggal 1 Januari
c.
Perubahan objek pajak setelah tanggal 1 Januari, baik penambahan ataupun
pengurangan tidak mempengaruhi besarnya pajak yang terutang untuk tahun yang
bersangkutan
d.
Tempat pajak terutang
1.
Untuk Daerah Jakarta, di wilayah Daerah Khusus Ibukota Jakarta
2.
Untuk Kotamadya Batam, di wilayah Propinsi tingkat I Riau
3.
Untuk daerah lainnya, di wilayah Kabupaten Daerah Tingkat II atau
Kotamadya Daerah Tingkat II
Contoh
a.
Objek pajak pada tanggal 1 Januari 2002 adalah berupa tanah dan
bangunan. Pada tanggal 7 Januari 2002 bangunannya terbakar, maka pajak yang
terutang tetap berdasarkan keadaan objek pajak pada tanggal 1 Januari 2002,
yaitu keadaan sebelum bangunan tersebut terbakar.
b.
Objek pajak pada tanggal 1 januari 2003 adalah berupa sebidang tanah.
Pada tanggal 10 April 2003 telah didirikan bangunan. Pajak terutang untuk tahun
2003 tetap dikenakan berdasarkan keadaan pada tanggal 1 Januari 2003.
Tarif Dan Dasar Perhitungan Pbb
1.
Dasar Pengenaan pajak adalah NJOP
2.
Tarif PBB adalah 0,5%
3.
3. Pajak Bumi dan Bangunan
terutang = tarif PBB x NJKP
4.
NJKP = %NJKP x NJOP Untuk Perhitungan Pajak
5.
NJOP untuk perhitungan pajak =NJOP - NJOP Tidak Kena Pajak
Perhitungan Pbb Terutang
NJOP Rp xxxxxxxx
NJOP Tidak Kena Pajak/NJOPTKP Rp xxxxxxxx -
NJOP Untuk Perhitungan Pajak = Rp xxxxxxxx
NJKP =
(% NJKP x NJOP untuk perhitungan
pajak) Rp xxxxxxxx
PBB terutang = 0,5% x NJKP Rp xxxxxxxx
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Pajak Bumi dan Bangunan
(PBB) Pajak Bumi dan Bangunan merupakan salah satu faktor pemasukan bagi Negara
yang cukup potensil dan kontribusi terhadap pendapatan negara jika dibandingkan
dengan sektor pajak lainnya sangat besar. Menurut Undang-Undang Nomor 33 Tahun
2004 tentang Pajak Bumi dan Bangunan yang menjadi objek pajak bumi dan bangunan
adalah bumi dan/atau bangunan, sehingga hal ini tidak jauh berbeda dengan
Ipeda.
Secara umum latar belakang
sejarah ke-PBB-an terbagi menjadi tiga bagian yaitu masa sebelum penjajahan,
masa penjajahan, dan masa kemerdekaan. Objek
PBB adalah Bumi dan atau Bangunan. Subjek Pajak adalah orang pribadi atau badan
yang secara nyata. Wajib Pajak adalah Subjek Pajak yang dikenakan kewajiban
membayar pajak. Orang atau Badan yang menjadi Subjek PBB harus mendaftarkan
Objek Pajaknya ke Kantor Pelayanan PBB atau Kantor Penyuluhan Pajak. Pendataan
dilaksanakan oleh Kantor Pelayanan Pajak dengan menggunakan formulir SPOP dan
dilakukan sekurangkurangnya untuk satu wilayah administrasi desa/kelurahan.
Cara Menghitung PBB terdiri dari mencari NJOP dan NJKP.
DAFTAR PUSTAKA
Tanjung Mirna Dra.Ms.2003.Buku Ajar Perpajakan. UNP , Padang
Moh.Zain
dan Kustandi Arinti, 1990, Pembaharuan perpajakan nasional, citra Aditya Bakti.
Bandung.
Santoso Broto Diharjo, 1991, Pengantar Ilmu
Hukum Pajak, Edisi Revisi, Erosco. Bandung.
0 komentar:
Post a Comment