Disusun Oleh Muazzin, S.H.I
Alumni Al-Hilal Sigli Tahun 2015
KATA PENGANTAR
Segala puji dan syukur penulis sampaikan kehadirat Allah SWT,
shalawat dan salam juga disampaikan kepada junjungan Nabi Besar Muhammad SAW.
Serta sahabat dan keluarganya, seayun langkah dan seiring bahu dalam menegakkan
agama Allah. Dengan kebaikan beliau telah membawa kita dari alam kebodohan ke
alam yang berilmu pengetahuan.
Dalam rangka melengkapi tugas dari mata kuliah Hukum Agraria
pada Program Studi Hukum Ekonomi Syari’ah Mu’amalah PTI AL-HILAL SIGLI dengan
ini penulis mengangkat judul “Hukum
agraria”.
Dalam penulisan makalah ini, penulis menyadari bahwa makalah ini
masih jauh dari kesempurnaan, baik dari cara penulisan, maupun isinya.
Oleh karena itu penulis sangat mengharapkan kritikan dan
saran-saran yang dapat membangun demi kesempurnaan makalah ini.
Wassalam
Penulis,
NURDIANA
\
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR...................................................................................................... i
DAFTAR ISI..................................................................................................................... ii
BAB I :
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang........................................................................................................ 1
B.
Rumusan Masalah.......................................................................................... ......... 1
C. Tujuan
penulisan...................................................................................................... 1
BAB II :
PEMBAHASAN
A. Pengertian agraria dan hukum agraria..................................................................... 2
B.
Ruang lingkup
agrarian dan hukum agraria................................................... ......... 4
C. Sejarah perkembangan hukum agrarian di
Indonesia.............................................. 5
BAB III :
PENUTUP
A. Kesimpulan.................................................................................................... ......... 9
DAFTAR PUSTAKA............................................................................................. ......... 10
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Tanah merupakan karunia Tuhan yang Maha Esa yang
jumlahnya terbatas dan disediakan untuk manusia serta mahluk ciptaan Tuhan
lainnya sebagai tempat kehidupan dan sumber kehidupan.
Selain itu tanah sebagai ruang merupakan wahana yang
harus dimanfaatkan sebesar-besarnya untuk kemakmuran rakyat. Bagi bangsa
Indonesia pembangunan tidak dapat dilepaskan dari tanah. Tanah merupakan bagian
penting dari usaha untuk meningkatkan kesejahteraan social dalam rangka
mewujudkan tujuan nasional yang memiliki nilai setrategis karena arti kusus
dari tanah sebagai factor produksi utama perekonomian bangsa dan Negara.
B.
Rumusan Masalah
1. Menjelaskan pengertian
agrarian dan hukum agraria
2. Menjelaskan ruang lingkup
agrarian dan hukum agraria
3. Menjelaskan sejarah
perkembangan hukum agrarian di Indonesia
C. Tujuan Penulisan
Adapun tujuan saya dalam menyusun makalah ini adalah
disamping untuk memenuhi tugas dalam perkuliahan juga agar kami khususnya dan
semua mahasiswa umumnya mampu memahami tentang hak milik atas tanah.
BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian Agraria dan Hukum Agraria
Kata agraria mempunyai arti yang sangat berbeda antara
bahasa yang satu dengan bahasa yang lainnya. Dalam bahasa latin kata agraria
berasal dari kata ager dan agrarius. Kata ager berarti
tanah atau sebidang tanah, sedangkan kata agrarius mempunyai
arti sama dengan perladangan, persawahan, pertanian. Dalam terminologi bahasa
indonesia agraria berarti urusan tanah pertanian, perkebunan, sedangkan dalam
bahasa inggris kata agraria diartikan agrarian yang selalu berarti tanah dan
selalu dihubungkan dengan pertanian. Pengertian agrarian ini, sama sebetulnya
dengan agrarian laws bahkan sering kali digunakan untuk
menunjuk kepada perangkat peraturan hukum yang bertujuan mengadakan pembagian
tanah-tanah yang luas dalam rangka lebih meratakan penguasaan dan pemilikan
tanah.
Selain pengertian agraria dilihat dari segi terminologi
bahasa sebagaimana di atas, pengertian agraria dapat pula ditemukan dalam
undang-undang pokok Agraria (UUPA). Hal ini dapat ditemukan jika membaca
konsiderans dan pasal-pasal yang terdapat dalam ketentuan UUPA itu sendiri.
Oleh karena itu pengertian agraria dan hukum agraria mempunyai arti dan makna
yang sangat luas. Pengertian agraria meliputi bumi, air, dan ruang angkasa
serta kekayaan alam yang terkandung di dalamnya (pasal 1 ayat (2)). Sementara
itu pengertian bumi meliputi permukaan bumi (yang disebut tanah), tubuh bumi di
bawahnya serta yang berada di bawah air (pasal 1 ayat (4) jo. Pasal 4 ayat
(1)).
Boedi Harsono memasukkan bumi meliputi apa yang dikenal
dengan sebutan Landas Kontinen Indonesia (LKI). Landasan Kontinen Indonesia
merupakan dasar laut dan tubuh bumi di bawahnya di luas perairan wilayah
Republik Indonesia yang ditetapkan dengan Undang-Undang Nomor 4 Prp 1960 sampai
ke dalam 200 meter atau lebih, di mana masih mungkin diselenggarakan
eksploitasi dan eksplorasi kekayaan alam. Penguasaan penuh dan hak eksklusif
atas kekayaan alam di landasan kontinen Indonesia tersebut ada pada negara RI
(Undang-Undang Nomor 1 tahun 1937 (LN 1937-1, TLN 2994).
Lebih jauh Boedi Harsono mengatakan bahwa pengertian air
meliputi baik perairan pedalaman maupun laut wilayah Indonesia (pasal 1 ayat
(5)). Dalam Undang-Undang Nomor 11 Tahun 1974 tentang pengairan (yang diubah
dengan dengan UU Nomor 7 tahun 2004 tentang sumber daya air) telah diatur
pengertian air yang tidak termasuk dalam arti yang seluas itu. Hal ini
meliputi air yang terdapat di dalam dan atapun yang berasal dari sumber air,
baik yang terdapat di atas muupun di bawah permukaan tanah, tetapi tidak meliputi
air yang terdapat di laut (pasal 1 angka 3) .
Berkaitan degan pengertian
air tersebut, dalam UUPA diatur pula mengenai pengertian kekayaan alam
yang terkandung di dalamnya, termasuk di dalamnya bahan galian, mineral
biji-bijian dan segala macam batuan, termasuk batu-batuan mulia yang merupakan
endapan-endapan alam (Undang-Undang Nomor 11 Tahun 1967 tentang
ketentuan-ketentuan pokok pertambangan ). Untuk pengertian mengenai kekayaan
alam yang terkandung di dalam air adalah ikan dan semua kekayaan yang berada di
dalam perairan pedalaman dan laut wilayah Indonesia (UU Nomor 8 Tahun 1985
tentang perikanan jo. UU Nomor 31 Tahun 2004). Pada tahun 1983 hak atas
kekayaan alam yang terkandung dalam tubuh bumi dan air terwujud dengan
keluarnya Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1983 tentang Zona Ekonomi Eksklusif (ZEE)
meliputi jalur perairan dengan batas terluar 200 mil laut diukur dari garis
pangkal laut wilayah Indonesia. Dalam ZEE ini diatur hak berdaulat untuk
melakukan eksploitasi dan eksplorasi dan lain-lainnya atas sumber daya alam
hayati dan nonhayati yang terdapat di dasar laut serta tubuh bumi di bawahnya
dan air di atasnya.
Sebutan agraria dalam arti yang demikian
luasnya, Maka dalam pengertian
UUPA Hukum Agraria bukan hanya merupakan satu perangkat bidang hukum. Hukum
agraria merupakan suatu kelompok berbagai bidag hukum. Yang masing-masing
mengatur hak-hak penguasan atas sumber-sumber daya alam tertentu. Sedangkan di
lingkungan administrasi pemerintahan sebutan agraria dipakai dengan arti tanah,
baik tanah pertanian maupun non pertanian. Tetapi Agrarisch Recht atau
Hukum Agraria di lingkungan Administrasi Pemerintahan dibatasi pada perangkat
peraturan perundang-perundangan yang memberikan landasan hukum bagi penguasa
dalam melaksanakan kebijakannya dibidang pertanahan. Adanya Badan Pertanahan
Nasional semenjak Keputusan Presiden No 26 tahun 1988 yang sebagai lembaga
pemerintah Non Departemen bertugas membantu administrasi pertanahan, adapun
penggunaan adminstrasi pertanahan tidaklah mengurangi lingkup pengertian
agraria karena meliputi baik tanah-tanah di daratan maupun yang berada di bawah
air, baik daratan maupun air laut.
Hukum agraria memberi lebih banyak
keleluasaan untuk mencakup pula di dalamnya berbagai hal yang mempunyai
hubungan pula dengannya, tetapi tidak selalu mengenai tanah. Karena luasnya cakupan pembahasan Hukum Agraria maka pendapat
beberapa pakar pun berbeda-beda diantaranya, Subekti
dan Tjitro Subono menjelaskan bahwa “hukum agraria adalah keseluruhan ketentuan hukumperdata, tata negara,
tata usaha negara, yang mengatur hubungan antara orang dan bumi, air dan ruang
angkasa dalam seluruh wilayah negara, dan mengatur pula wewenang yang bersumber
pada hubungan tersebut , misalnya jual beli tanah, sewa menyewa tanah” . Menurut Lemaire “hukum agraria sebagai suatu
kelompok hukum yang bulat meliputi bagian hukum privat maupun bagian hukum tata
negara dan hukum administrasi negara”. S.J. Fockema Andreae merumuskan Agrarische Recht sebagai keseluruhan peraturan-peraturan hukum mengenai
usaha dan tanah pertanian, tersebar dalam berbagai bidang hukum (hukum perdata,
hukum pemerintahan) yang disajikan sebagai satu kesatuan untuk keperluan studi
tertentu.
B. Ruang Lingkup Agraria dan Hukum Agraria
Ruang lingkup agraria menurut UUPA sama dengan ruang
lingkup sumber daya agraria/sumber daya alam menurut ketetapan MPR RI
No.IX/MPR/2001 tentang pembaharuan agraria dan pengelolaan sumber daya alam.
Ruang lingkup agraria/sumber daya alam dapat dijelaskan sebagai berikut:
1. Bumi
Pengertian bumi menurut pasal 1 ayat (4) UUPA adalah
permukaan bumi, termasuk pula tubuh bumi di bawahnya serta yang berada di bawah
air. Permukaan menurut pasal 4 ayat (1) UUPA adalah tanah.
2. Air
Pengertian air meneurut pasal 1 ayat (5) UUPA adalah air
yang berada di perairan pedalaman maupun air yang berada dilaut wilayah
Indonesia. Dalam pasal 1 angka3 Undang-uandang No. 11 tahun 1974 tentang
pengairan, disebutkan bahwa pengertian air meliputi air yang terdapat di dalam
dan atau berasal dari sumber-sumber air, baik yang terdapat diatas maupun
dibawah permukaan tanah, tetapi tidak meliputi air yang terdapat dilaut.
3. Ruang
angkasa
Pengertian ruang angaksa menurut pasal 1 ayat (6) UUPA
adalah ruang di atas bumi wilayah Indonesia dan ruang diatas air wilayah
Indonesia. Pengertia ruang angkasa menurut pasal 48 UUPA, ruang diatas bumi dan
air yang mengadung tenaga dan unsur-unsur yang dapat digunakan utnuk
usaha-usaha memelihara dan mempterkembangkan kesuburuan bumi, air, serta
kekayaan alam yang terkanding di dalamnya da hal-hal yang bersangkutan dengan
itu.
4. Kekayaan
alam yang terkandung didalamnya
Kekayaan alam yang terkandung didalam bumi disebut bahan,
yaitu unsur-unsur kimia, mineral-mineral, biji-biji, dan segala macam
batua, termasuk batuan-batuan mulia yang merupakan endapat-endapan alam
(undang-undang No. 11 tahun 1967 tentang ketentuan-ketentuan pokok
pertambangan). Kekayaan alam yang terkandung di air adalah ikan dan m
perairan pedalaman dan laut di wilayah Indonesia (Undang-undang No. 9 tahun
1985 tentang perikanan).
Dalam hubungan dengan kekayaan alam didalam tubuh bumi dan
air tersebut perlu dimaklumi adanya pengertian dan lembaga Zona Ekonomi
Eksklusif, yang meliputi jalur peraiaran dengan batas terluar 200 mil laut
diukur dari garis pangkal laut wilayah Indonesia. Dalam Zona Ekonomi Ekslusif ini
hak berdaulat unutk melakukan eksplorasi, eksploitasi, dan lain-lainnya atas
segala sumber daya alam hayati dan non hayati yang terdapat di dasar laut seta
tubuh bumi dibawahnya dan air diatasnya, ada pada Negara Republik Indonesia
Undang-Undang No 5 tahun 1983 tentang Zona Ekonomi Eksklusif.
Seperti yang telah kita ketahui bersama bahwa Hukum Agraria
bukan hanya merupakan satu perangkat bidang hukum. Sebagaimana yang tercantum
dalam UUPA, Hukum Agraria merupakan suatu kelompok berbagai bidang hukum, yang
masing-masing mengatur hak-hak penguasaan atas sumber-sumber daya alam tertentu
yang termasuk dalam pengertian agraria diatas. Kelompok tersebut terdiri atas:
1. Hukum Tanah, yang mengatur
hak-hak penguasaan atas tanah, dalam arti permukaan tanah
2. Hukum Air, yang mengatur
hak-hak penguasaan atas air.\
3. Hukum Pertambangan yang
mengatur hak-hak penguasaan atas bahan-bahan galaian yang dimaksudkan oleh UU
Pokok pertambangan.
4. Hukum Perikanan, yang
mengatur penguasaan atas kekayaan alam yang terkandung di dalam air.
5. Hukum Penguasaan Atas Tenaga
dan Unsur-Unsur Dalam Ruang Ankasa (bukan “Space Law”), mengatur
hak-hak penguasaan atas tenaga dan unsur-unsur dalam ruang angkasa yang
dimaksudkan oleh pasal 48 UUPA.
C. Sejarah Perkembangan
Hukum Agraria di Indonesia
1. Sebelum Kemerdekaan
Sebelum kemerdekaan,
hukum Agraria di Indonesia bersumber pada hukum adat yang
berkonsepsi “komunalistik religius”, ada yang bersumber pada
hukum Perdata Barat yang bersifat individualistik-liberal sebagai
akibat dari hukum yang di bawah oleh bangsa kolonial
ke Indonesia sehingga sering dikenal dengan Hukum Agraria
Kolonial. Selain itu ada pula yang
berasal dari berbagai bekas peraturan pemerintahan swapraja yang
umumnya berkonsepsi feodal. Hampir seluruhnya terdiri atas peraturan-peraturan perundang-undangan
yang memberikan landasan hukum bagi pemerintah jajahan dalam
melaksanakan politik agrarianya yang dituangkan dalamAgrarische
Wet. Agrarische Wet adalah suatu undang-undang (yang dalam Bahasa
Belanda kata “Wet” berarti undang-undang) yang dibuat di
Negeri Belanda pada tahun 1870.
Hukum dan kebijakan pertanahan yang ditetapkan oleh
penjajah senantiasa diorientasikan pada kepentingan dan keuntungan mereka
sebagai penjajah, yang pada awalnya melalui politik dagang. Mereka sebagai
penguasa sekaligus merangkap sebagai pengusaha meciptakan kepentingan
kepentingan-kepentingan atas segala sumber-sumber kehidupan di bumi Indonesia
yang menguntungkan mereka sendiri sesuai dengan tujuan mereka dengan
mengorbankan banyak kepentingan rakyat Indonesia.
Hal ini menyebabkan hukum agraria bersifat
Dualisme, karena selain berlakunya hukum perdata barat yang diberlakukan
bagi golongan Eropa dan Timur asing Tionghoa (hanya mengenai hukum kekayaan dan
hukum waris testamentair), juga berlaku hukum adat yang sebagian besar tidak
tertulis yang diberlakukan bagi golongan pribumi (Indonesia asli).Sehingga
adapun hubungan-hubungan hukum antara orang Indonesia asli dengan
orang-orang bukan Indonesia asli diselesaikan dengan menggunakan hukum
Antar Golongan (HAG). Secara politik hukum agraria kolonial terlihat selalu
sepihak dan selalu merugikan rakyat Indonesia karena dari segi perangkat hukum
dan pendaftaran tanah memiliki tujuan politik yang sangat merugikan, hal
ini terlihat jelas dari tujuan politik yang dijelmakan dalam Agrarische Wet,
yaitu:
Memberikan kesempatan kepada pihak swasta (asing) mendapatkan bidang
tanah yang luas dari Pemerintah pada waktu yang cukup lama dengan uang sewa
yang murah. DI samping itu untuk memungkinkan orang asing (bukan bumi putera)
menyewa atau mendapatkan hak pakai atas tanah langung dari orang Bumi Putera,
menurut peraturan-peraturan yang ditetapkan dengan Ordinasi. Maksudnya adalah
kemungkinan berkembangnya perusahaan pertanian swasta asing.
2. Sejak Merdeka Sampai
Berlakunya UUPA
Sejak Indonesia merdeka pada tanggal 17 Agustus
1945, dirasa bahwa hukum Agraria lama tidak
dapat memberikan kepastian hukum bagi masyarakat Indonesia
sementara itu, banyak sekali persoalan yang dihadapi yang harus segera
diselesaikan dan tidak dapat ditangguhkan.
Oleh karena itu untuk mencegah adanya kekosongan hukum maka
diberlakukan pasal II Aturan Peralihan UUD 1945, yaitu “Segala badan negara dan
peraturan yang ada masih langsung berlaku, selama belum diadakan yang baru
berdasarkan Undang-Undang Dasar ini”. Berdasarkan Pasal II Aturan peralihan UUD
1945, Badan negara dan peraturan tentang agraria yang berlaku pada masa
pemerintahan kolonial dinyatakan masih berlaku selama tidak bertentangan dengan
UUD 1945. (2)
Dan masih berlakunya hukum adat di masyarakat, berlaku juga
hukum Peradata Barat yang bersifat diskriminasi terhadap
masyarakat Indonesia asli, yaitu hukum Perdata Barat inilah yang
berlaku bagi golongan Eropa dan Timur asing Tionghoa dan tidak dapat
memberikan jawaban bagi semua permasalahan yang berkaitan dengan
pertanahan. Sehingga hal ini yang mendorong lahirnya RUU tentang
hukum agraria yang kemudian pada tanggal 24 September 1960
disahkan oleh Presiden Soekarno atas persetujuan dari DPR
Gotong-royong menjadi UU no.5 tahun 1960 tentang Undang-Undang
Pokok Agraria (UUPA).
Sejak berlakunya UUPA terjadi perubahan yang
Fundamental pada hukum Agraria di Indonesia, terutama hukum di bidang
pertanahan. Perubahan ini bersifat Fundamental karena baik mengenai
struktur perangkat hukumnya, mengenai konsepsi yang mendasarinya, maupun isinya,
yang dinyatakan dalam bagian berpendapat UUPA harus sesuai dengan kepentingan
rakyat Indonesia serta memenuhi pula keperluannya menurut
permintaan zaman. Namun hal yang paling mendasar adalah
tujuan dari pembentukan UUPA tersebut adalah mewujudkan apa yang
digariskan dalam Pasal 33ayat (3) UUD 1945, bahwa Bumi, air dan kekayaan alam
yang terkandung didalamnya ,yang penguasaannya ditugaskan kepada Negara
Republik Indonesia, harus dipergunakan untuk sebesar-besar kemakmuran
rakyat. UUPA menciptakan Hukum Agraria Nasional berstruktur
tunggal, seperti yang dinyatakan dalam bagian
Berpendapat serta penjelasan umum, UUPA berdasarkan atas Hukum Adat
tentang tanah, sebagai hukum aslinya masyarakat Indonesia. Pada hakikatnya
adalah dalam rangka melaksanakan pembangunan nasional untuk mengisi
kemerdekaan yang diproklamasikan agar terwujud
masyarakat Indonesia yang adil dan makmur berdasarkan pancasila
sebagai sumber falsafah hidup bangsa Indonesia.
3. Sejak Berlakunya UUPA sampai
Reformasi
Sejak berlakunya UUPA, telah membawa dampak yang baik yaitu
dengan dicabutnya dan dihapusnya secara tegas peraturan-peraturan yang tidak
sesuai lagi dengan kebutuhan masyarakat, dengan tujuan yaitu mewujudkan
kesatuan dan kesederhanaan hukum tersebut, yaitu dicabutnya pasal 51 Indische
Staatsregeling (IS), penghapusan pernyataan-pernyataan Domein, serta
penghapusan Peraturan Hak Agrarisch Eigendom, yang merupakan hasil
produk-produk hukum buatan bangsa kolonial. Namun dalam memasuki
pemerintahan orde baru yang dipimpin oleh Presiden Soeharto, telah terjadi
begitu banyak kebijakan-kebijakan pemerintah yang tidak
berpihak pada masyarakat, dalam hal ini menimbulkan hubungan yang
menguntungkan antara para pemilik modal (investor) dengan
penguasa (pemerintah).
Pada periode Orde Baru kebijakan pertanahan lebih diarahkan
untuk mendukung kebijakan makro ekonomi. Kebijakan pertanahan lebih
merupakan bagian dari pembangunan, tidak sebagai dasar pembangunan. Kebijakan
pertanahan lebih ditujukan untuk memfasilitasi kebutuhan pembangunan dan eksploitasi
sumber daya alam.Yang tadinya bersumber pada sektor pertanian maka orientasinya
kemudian menjadi industrialisasi dengan menekankan kebutuhan ekonomi berbasis
pada investasi asing dan juga eksploitasi SDA (sektor
ekstraktif).Undang-Undang Pokok Agraria (UUPA) No. 5 tahun 1960
dianggap oleh sejumlah pengamat sebagai suatu produk hukum
yang paling pro pada rakyat kecil atau petani. Dengan lahirnya masa
Reformasi berarti menandakan bahwa Pemerintahan orde baru telah berakhir, dan menjadi
harapan bahwa hal ini dapat menjadi awal langkah dalam “mengkikis habis
akibat-akibat kebijakan dan praktik-praktik orde baru yang tidak
pro pada masyarakat, terutama kaum petani.
4. Sejak Masa Reformasi sampai
Sekarang
Hingga saat ini apa yang diharapkan masyarakat yang tertuang
dalam Undang-Undang Pokok Agraria (UUPA) belum terealisasi sepenuhnya
dengan baik. Namun dengan dikeluarkannya peraturan-peraturan baru yang
berkaitan dengan kehidupan
hukum agraria di Indonesia menjadi bukti bahwa pemerintah
berusaha untuk merealisasikan apa yang tertuang dalam UUPA sehingga
mejamin dan melindungi kepentingan masyarakat terutama masyarakat miskin dan
pengadaan lahan bagi para petani, agar terwujud seperti apa yang telah
tertuang dalam Pasal 33 ayat (3) UUD 1945.
BAB III
PENUTUP
A.
Kesimpulan
Kata agraria mempunyai arti yang sangat berbeda antara
bahasa yang satu dengan bahasa yang lainnya. Dalam bahasa latin kata agraria
berasal dari kata ager dan agrarius. Kata ager berarti
tanah atau sebidang tanah, sedangkan kata agrarius mempunyai
arti sama dengan perladangan, persawahan, pertanian. Dalam terminologi bahasa
indonesia agraria berarti urusan tanah pertanian, perkebunan, sedangkan dalam
bahasa inggris kata agraria diartikan agrarian yang selalu berarti tanah dan
selalu dihubungkan dengan pertanian. Pengertian agrarian ini, sama sebetulnya
dengan agrarian laws bahkan sering kali digunakan untuk
menunjuk kepada perangkat peraturan hukum yang bertujuan mengadakan pembagian
tanah-tanah yang luas dalam rangka lebih meratakan penguasaan dan pemilikan
tanah.
Ruang lingkup agraria
menurut UUPA sama dengan ruang lingkup sumber daya agraria/sumber daya alam
menurut ketetapan MPR RI No.IX/MPR/2001 tentang pembaharuan agraria dan
pengelolaan sumber daya alam.
DAFTAR PUSTAKA
Boedi Harsono, Hukum Agraria Indonesia, Sejarah Pembentukan
Undang-Undang Pokok Agraria, Isi dan Pelaksanaanny, Jilid 1 Hukum Tanah,
(Jakarta: Djambatan. 1994)
Supriadi, Hukum Agraria, (Jakarta: Sinar
Grafika, 2009)
Ali Ahmad Chomzah, Hukum Agraria (Pertanahan Di
Indonesia )Jilid 1, (Jakarta: Prestasi Pustaka, 2003)
Urip Santoso,Hukum Agraria dan Hak-Hak Atas Tanah,
(Jakarta: Kencana Prenada Media Group 2008)
0 komentar:
Post a Comment