Disusun Oleh Muazzin, S.H.I
Alumni Al-Hilal Sigli Tahun 2015
KATA PENGANTAR
Segala puji dan syukur penulis sampaikan kehadirat Allah SWT,
shalawat dan salam juga disampaikan kepada junjungan Nabi Besar Muhammad SAW.
Serta sahabat dan keluarganya, seayun langkah dan seiring bahu dalam menegakkan
agama Allah. Dengan kebaikan beliau telah membawa kita dari alam kebodohan ke
alam yang berilmu pengetahuan.
Dalam rangka melengkapi tugas dari mata kuliah Hukum Agraria
pada Program Studi Hukum Ekonomi Syari’ah Mu’amalah PTI AL-HILAL SIGLI dengan
ini penulis mengangkat judul “Hak-Hak
Atas Tanah”.
Dalam penulisan makalah ini, penulis menyadari bahwa makalah ini
masih jauh dari kesempurnaan, baik dari cara penulisan, maupun isinya.
Oleh karena itu penulis sangat mengharapkan kritikan dan
saran-saran yang dapat membangun demi kesempurnaan makalah ini.
Wassalam
Penulis,
RAHMAYANI
\
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR...................................................................................................... i
DAFTAR ISI..................................................................................................................... ii
BAB I :
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang........................................................................................................ 1
B.
Rumusan Masalah.......................................................................................... ......... 2
C. Tujuan
penulisan...................................................................................................... 2
BAB II :
PEMBAHASAN
A. Pengaturan hak milik atas tanah..................................................................... ......... 3
B. Pendaftaran tanah.......................................................................................... ......... 5
BAB III :
PENUTUP
A. Kesimpulan.................................................................................................... ......... 9
DAFTAR PUSTAKA............................................................................................. ......... 10
BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang
Sudah 48 tahun usia Undang-undang Pokok Agraria (UUPA) No 5 Tahun 1960. Namun
selama kurun waktu itu pula persoalan sengketa tanah mengenai hak Milik tak
pernah reda. Masalah tanah bagi manusia tidak ada habis-habisnya karena
mempunyai arti yang amat penting dalam penghidupan dan hidup manusia sebab
tanah bukan saja sebagai tempat berdiam juga tempat bertani, lalu lintas,
perjanjian dan pada akhirnya tempat manusia berkubur.
Sebagaimana diketahui sebelum berlakunya Undang-Undang Pokok Agraria berlaku
bersamaan dua perangkat hukum tanah di Indonesia (dualisme). Satu bersumber
pada hukum adat disebut hukum tanah adat dan yang lain bersumber pada hukum
barat disebut hukum tanah Barat. Dengan berlakunya hukum agraria yang bersifat
nasional (UU No. 5 Tahun 1960) maka terhadap tanah-tanah dengan hak barat
maupun tanah-tanah dengan hak adat harus dicarikan padanannya di dalam UUPA.
Untuk dapat masuk ke dalam sisem dari UUPA diselesaikan dengan melalui lembaga
konversi.
Konversi adalah pengaturan
dari hak-hak tanah yang ada sebelum berlakunya UUPA untuk masuk sistem dalam
dari UUPA (A.P. Parlindungan, 1990 : 1).
Secara akademis dapat dikemukakan bahwa penyebab terjadinya konflik di bidang
pertanahan antara lain adalah keterbatasan ketersediaan tanah, ketimpangan
dalam struktur penguasaan tanah, ketiadaan persepsi yang sama antara sesama
pengelola negara mengenai makna penguasaan tanah oleh negara, inkonsistensi,
dan ketidaksinkronisasian. Ini baik secara vertikal maupun secara horizontal
peraturan perundang-undangan yang ada kaitannya dengan tanah, praktek-praktek
manipulasi dalam perolehan tanah pada masa lalu dan di era reformasi muncul
kembali gugatan, dualisme kewenangan (pusat-daerah) tentang urusan pertanahan
serta ketidakjelasan mengenai kedudukan hak ulayat dan masyarakat hukum adat
dalam sistem perundang-undangan agraria.
Di satu pihak masyarakat masih tetap menggunakan hukum adat sebagai sandaran
peraturan pertanahan dan diakui oleh komunitasnya, akan tetapi di lain pihak,
hukum agraria nasional belum sepenuhnya mengakui validitas hukum adat tersebut.
B.
Rumusan Masalah
Bertolak dari kerangka dasar berfikir sebagaimana diuraikan
pada bagian latar belakang, maka permasalahan yang akan diangkat dalam makalah
ini adalah sebagai berikut :
1. Menjelaskan pengaturan hak
milik atas tanah
2. Menjelaskan pendaftaran
tanah
C.
Tujuan
penulisan
Adapun tujuan saya dalam menyusun makalah ini adalah
disamping untuk memenuhi tugas dalam perkuliahan juga agar kami khususnya dan
semua mahasiswa umumnya mampu memahami tentang hak milik atas tanah.
BAB II
PEMBAHASAN
A.
Pengaturan Hak
Milik Atas Tanah
Adapun hak-hak atas tanah tersebut menurut Pasal 16 ayat
(1) UUPA terdiri dari :
1. Hak Milik.
2. Hak Guna Usaha.
3. Hak Guna Bangunan.
4. Hak Pakai.
5. Hak Sewa.
6. Hak Membuka Tanah.
7. Hak Memungut Hasil Hutan.
8. Hak-hak lain yang tidak
termasuk dalam hak-hak yang tersebut di atas yang akan ditetapkan dengan
Undang-undang serta hak-hak yang sifatnya sementara.
Hak atas tanah meliputi semua hak yang diperoleh langsung
dari negara disebut hak primer dan semua hak yang berasal dari pemegang hak
atas tanah lain berdasarkan pada perjanjian bersama, disebut hak sekunder.
Kedua hak tersebut pada umumnya mempunyai persamaan, di mana pemegangnya berhak
untuk menggunakan tanah yang dikuasainya untuk dirinya sendiri atau untuk
mendapat keuntungan dari orang lain mdalui perjanjian dimana satu pihak memberikan
hak-hak sekunder pada pihak lain.
Hak atas tanah yang diperoleh dari negara terdiri dari Hak
Milik, Hak Guna Usaha, Hak Guna Bangunan, Hak Pakai dan Hak Pengelolaan.
Tiap-tiap hak mempunyai karakteristik tersendiri dnn semua harus didaftarkan
menurut ketentuan hukum dan perundang-undangan yang berlaku.
Menurut Pasal 20 UUPA hak milik adalah hak turun temurun,
terkuat dan terpenuh yang dapat dipunyai orang atas tanah. Hak milik dapat
beralih dan dialihkan kepada pihak lain.
Salah satu kekhususan dari Hak
Milik ini tidak dibatasi oleh waktu dan diberikan untuk waktu yang tidak
terbatas lamanya yaitu selama hak milik ini masih diakui dalam rangka
beriakunya UUPA, kecuali akan ketentuan Pasal 27 UUPA. Pasal 27 UUPA
menjelaskan bahwa Hak Milik itu hapus apabila :
·
Tanahnya jatuh kepada negara :
1.
Karena pencabutan hak berdasarkan Pasal 18
2.
Karena penyerahan dengan sukarela oleh pemiliknya
3.
Karena diterlantarkan
4.
Karena ketentuan Pasal 21 ayat (3) dan Pasal 26 ayat (2)
·
Tanahnya musnah.
Pada asasnya badan hukum tidak mungkin mempunyai tanah
dengan hak milik kecuali ditentukan secara khusus oleh Undang-undang atau
peraturan lainnya, seperti yang telah ditentukan oleh Peraturan Pemerintah
Nomor 38 Tahun 1973 yaitu:
a. Bank-bank yang didirikan
oleh negara.
b. Perkumpulan-perkumpulan
Koperasi pertanian yang
didirikan berdasarkan undang-undang Nomor 79 Tahun 1958.
c. Badan-badan keagamaan yang
ditunjuk oleh menteri pertanian/agraria setelah mendengar
menteri agama.
d. Badan-badan sosial yang
ditunjuk oleh menteri pertanian/agraria setelah mendengar menteri sosial.
Penjelasan umum UUPA menerangkan bahwa dilarangnya badan
hukum mempunyai hak milik, karena memangnya badan hukum tidak periu mempimyai
hak milik tetapi cukup bagi keperluan-keperluan yang khusus yaitu hak-hak lain
selain hak milik.
B.
Pendaftaran
Tanah
1.
Pengertian dan
Landasan Hukum Pendaftaran Tanah
a) Pengertian Pendaftaran Tanah
Pendaftaran tanah adalah suatu kegiatan administrasi yang
dilakukan pemilik terhadap hak atas tanah, baik dalam pemindahan hak ataupun
pemberian dan pengakuan hak baru, kegiatan pendaftaran tersebut memberikan
suatu kejelasan status terhadap tanah. Dalam Pasal 1 PP No. 24 tahun 1997
disebutkan pendaftaran tanah adalah rangkaian kegiatan yang dilakukan oleh
pemerintah secara terus menerus, berkesinambungan dan teratur, meliputi
pengumpulan pengolahan, pembukuan dan penyajian serta pemeliharaan data fisik
dan data yuridis, dalam bentuk peta dan daftar, mengenai bidang-bidang tanah
dan satuan-satuan rumah susun, termasuk pemberian surat tanda bukti haknya bagi
bidang-bidang tanah yang sudah ada haknya dan hak milik atas rumah susun serta
hak-hak tertentu yang membebaninya.
Pendaftaran tanah dapat dilakukan melalui pendaftaran tanah
secara sistematis dan sporadis yaitu kegiatan pendaftaran tanah yang dilakukan
secara serentak yang meliputi semua bidang tanah di suatu wilayah atau bagian
wilayah suatu desa/kelurahan, baik tanah dipunyai dengan suatu hak atas tanah
maupun tanah negara. Yang dimaksud dengan suatu hak adalah hak atas tanah
menurut hukum adat dan hak atas tanah menurut UUPA.
b) Landasan Hukum Pendaftaran
Tanah
Dengan keluarnya Undang-Undang Pokok
Agraria, maka dualisme hak-hak atas tanah dihapuskan, dalam memori penjelasan
dari UUPA dinyatakan bahwa untuk pendaftaran tanah sebagaimana dimaksud Pasal
19 UUPA, yang ditujukan kepada pemerintah agar melaksanakan pendaftaran tanah
di seluruh wilayah Indonesia yang bertujuan untuk menjamin kepastian hukum yang
bersifat Recht Kadaster, untuk menuju kearah pemberian kepastian hak atas tanah
telah diatur di dalam Pasal 19 UUPA yang menyebutkan :
1) Untuk menjamin kepastian
hukum oleh pemerintah diadakan pendaftaran tanah diseluruh wilayah Republik
Indonesia menurut ketentuan-ketentuan yang diatur dengan Peraturan Pemerintah.
2) Pendaftaran tersebut dalam
ayat 1 pasal ini meliputi :
·
Pengukuran, perpetaan dan pembukuan tanah.
·
Pendaftaran hak-hak atas tanah dan peralihan hak-hak tersebut.
·
Pemberian surat-surat tanda bukti hak yang berlaku sebagai alat
·
pembuktian yang kuat.
3) Pendaftaran tanah
diselenggarakan dengan mengingat keadaan negara dan masyarakat, keperluan lalu
lintas sosial ekonomi serta kemungkinan penyelenggaraannya menurut pertimbangan
Menteri Agraria.
4) Dalam Peraturan Pemerintah
diatas biaya-biaya yang bersangkutan dengan pendaftaran termasuk dalam ayat 1
diatas, dengan ketentuan bahwa rakyat yang tidak mampu dibebaskan dari
pembayaran biaya-biaya tersebut.
Kalau di atas ditujukan kepada
pemerintah, sebaliknya pendaftaran yang dimaksud Pasal 23, Pasal 32 dan Pasal
38 UUPA ditujukan kepada para pemegang hak, agar menjadikan kepastian hukum
bagi mereka dalam arti untuk kepentingan hukum bagi mereka sendiri, di dalam
Pasal tersebut dijelaskan :
Pasal 23 UUPA :
Ayat 1 : Hak milik, demikian pula setiap peralihan,
hapusnya dan pembebanannya dengan hak-hak lain harus didaftarkan menurut
ketentuan-ketentuan dimaksud dalam Pasal 19.
Ayat 2 : Pendaftaran termasuk dalam ayat 2 merupakan alat
pembuktian yang kuat mengenai hapusnya hak milik serta sahnya peralihan dan
pembebanan hak tersebut.
Pasal 32 UUPA :
Ayat 1 : Hak guna usaha, termasuk syarat-syarat
pemberiannya, demikian juga setiap peralihan dan penghapusan hak tersebut,
harus didaftarkan menurut ketentuan-ketentuan yang dimaksud dalam Pasal 19.
Ayat 2 : Pendaftaran termasuk dalam ayat 1 merupakan alat
pembuktian yang kuat mengenai peralihan serta hapusnya hak guna usaha, kecuali
dalam hak-hak itu hapus karena jangka waktunya berakhir.
Pasal 38 UUPA :
Ayat 1 : Hak guna bangunan, termasuk syarat-syarat
pemberiannya, demikian juga setiap peralihan dan hapusnya dak tersebut harus
didaftarkan menurut ketentuan-ketentuan yang dimaksud dalam Pasal 19.
Ayat 2 : Pendaftaran termaksud dalam ayat 1 merupakan alat
pembuktian yang kuat mengenai hapusnya hak guna bangunan serta sahnya peralihan
tersebut, kecuali dalam hal hak itu hapus karena jangka waktunya berakhirnya.
Dari ketentuan pasal-pasal di atas dapatlah disimpulkan
bahwa pendaftaran yang dilakukan oleh pemegang hak milik, hak guna usaha, hak
guna bangunan adalah merupakan alat pembuktian yang kuat serta untuk sahnya
setiap peralihan, pembebanan dan hapusnya hak-hak tersebut.
2.
Tujuan
Pendaftaran Tanah
Usaha yang menuju kearah kepastian
hukum atas tanah tercantum dalam ketentuan-ketentuan dari pasal-pasal yang
mengatur tentang pendaftaran tanah, dalam pasal 19 UUPA disebutkan untuk
menjamin kepastian hukum dari hak-hak atas tanah, UUPA mengharuskan pemerintah
untuk mengadakan pendaftaran tanah diseluruh wilayah Republik Indonesia yang
bersifat ‘Rech Kadaster” artinya yang bertujuan menjamin kepastian hukum,
dengan di selenggarakannya pendaftaran tanah, maka pihak-pihak yang
bersangkutan dengan mudah dapat mengetahui status hukum daripada tanah tertentu
yang dihadapinya, letak, luas dan batas-batasnya, siapa yang empunya dan
beban-beban apa yang melekat di atas tanah tersebut.
Menurut para ahli disebutkan tujuan
pendaftaran ialah untuk kepastian hak seseorang, disamping untuk pengelakkan
suatu sengketa perbatasan dan juga untuk penetapan suatu perpajakan. (A.P.
Parlindungan; 1990 : 6).
a.
Kepastian hak seseorang
Maksudnya dengan suatu pendaftaran, maka hak seseorang itu menjadi jelas
misalnya apakah hak milik, hak guna usaha, hak guna bangunan atau hak- hak
lainnya.
b.
Pengelakkan suatu sengketa perbatasan
Apabila sebidang tanah yang dipunyai oleh seseorang sudah didaftar, maka dapat
dihindari terjadinya sengketa tentang perbatasannya, karena dengan didaftarnya
tanah tersebut, maka telah diketaui berapa luasnya serta batas – batasnya.
c.
Penetapan suatu perpajakan
Dengan diketahuinya berapa luas sebidang tanah, maka berdasarkan hal tersebut
dapat ditetapkan besar pajak yang harus dibayar oleh seseorang. Dalam lingkup
yang lebih luas dapat dikatakan pendaftaran itu selain memberi informasi
mengenai suatu bidang tanah, baik penggunaannya, pemanfaatannya, maupun
informasi mengenai untuk apa tanah itu sebaiknya dipergunakan, demikian pula
informasi mengenai kemampuan apa yang terkandung di dalamnya dan demikian pula
informasi mengenai bangunannya sendiri, harga bangunan dan tanahnya, dan pajak
yang ditetapkan. Untuk memenuhi berbagai kebutuhan seperti tersebut di atas,
maka untuk itu UUPA melalui pasal-pasal pendaftaran tanah menyatakan bahwa
pendaftaran itu diwajibkan bagi pemegang hak yang bersangkutan
Berdasarkan Pasal 3 Peraturan
Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 dijelaskan bahwa tujuan dari pendaftaran tanah
tersebut adalah sebagai berikut::
a. Untuk memberikan kepastian
hukum dan perlindungan hukum kepada pemegang hak atas tanah suatu bidang tanah,
satuan rumah susun dan hak-hak lain yang terdaftar agar dengan mudah dapat
membuktikan dirinya sebagai pemegang hak yang bersangkutan.
b. Untuk menyediakan informasi
kepada pihak-pihak yang berkepentingan termasuk pemerintah agar dengan mudah
dapat memperoleh data yang diperlukan dalam mcngadakan perbuatan hukum mengenai
bidang-bidang tanah dan satuan-satuan rumah susun yang sudah terdaftar.
c. Untuk terselenggaranya
tertib administrasi pertanahan.
Di dalam kenyataannya tingkatan-tingkatan dari pendaftaran
tanah tersebut terdiri dari:
a. Pengukuran Desa demi Desa
sebagai suatu himpunan yang terkecil.
b. Dari peta Desa demi Desa itu
akan memperlihatkan bermacam-macam hak atas tanah baik Hak Milik, Hak Guna
Usaha, Hak Guna Bangunan, Hak Pakai, Hak Pengelolaan maupun tanah-tanah yang
masih dikuasai oleh negara.
c. Dari peta-peta tersebut akan
dapat juga diketahui nomor pendaftaran, nomor buku tanah, nomor surat ukur,
nomor pajak, tanda batas dan juga bangunan yang ada di dalamnya.
BAB III
PENUTUP
A.
Kesimpulan
Hak Milik adalah hak terkuat
dan terpenuh, tetapi di atas itu ada hak pemerintah untuk mempergunakan
tanah demi kepentingan umum dan pemilik hak milik di berikann ganti rugi.
Pendaftaran hak atas tanah adat
menurut ketentuan PP No. 24 Tahun 1997 adalah sebelum didaftarkan harus
dikonversi terlebih dahulu. Terhadap hak atas tanah adat yang memiliki
bukti-bukti tertulis atau tidak tertulis dimana pelaksanaan konversi dilakukan
oleh Panitia Pendaftaran ajudikasi yang bertindak atas nama Kepala Kantor
Pertanahan Nasional, prosesnya dilakukan dengan penegasan hak sedangkan
terhadap hak atas tanah adat yang tidak mempunyai bukti dilakukandengan proses
pengakuan hak.
Seyogyanya strategi pembangunan hukum agraria nasional
dapat menampung aspirasi masyarakat hukum adat. Antara lain :
1. Agar pemasyarakat UUPA terus
dilakukan sehingga masyarakat mengetahui secara baik tentang peraturan
pertanahan. Bahkan UUPA yang sekarang sepertinya sudah sangat ketinggalan zaman
juga perlu diadakan penyesuaian.
2. Perlu penyuluhan hukum yang
sifatnya terpadu yang dilakukan pihak Badan Pertanahan Nasional secara mandiri
sehingga masyarakat akan mengerti pentingnya sertifikat Tanah Hak Milik,
sehingga perlu dilakukan pendaftaran Tanah.
3. Dengan berlakunya PP No.24
Tahun 1997 hendaknya pendaftaran tanah diIndonesia bukan diutamakan di daerah
perkotaan tetapi pendaftaran hendaknya dilakukan di desa terutama desa tingkat
ekonomi lemah, apalagi masyarakat di pedesaan kurang begitu mengerti bagaimana
pendaftaran tanah dan pentingnya pendaftaran tanah.
DAFTAR PUSTAKA
A.P.Parlindungan,
Pendaftaran Tanah Di Indonesia, Mandar Maju, Bandung, 1990.
A.P. Parlindungan, Komentar
Atas Undang-undang Pokok Agraria, Op.cit
Berakhirnya Hak-hak atas Tanah
Menurut Sistem UUPA, Penerbit Mandar Maju, Bandung.
Diposkan 2nd May 2012 oleh
Indranews.com
0 komentar:
Post a Comment