Disusun Oleh Muazzin, S.H.I
Alumni Al-Hilal Sigli Tahun 2015
KATA
PENGANTAR
Puji syukur penyusun panjatkan ke hadirat Allah Subhanahu wa ta’ala, karena
berkat rahmat-Nya kami bisa menyelesaikan makalah yang berjudul Ayat-ayat
Tentang Risalah. Makalah ini diajukan guna memenuhi tugas mata kuliah Tafsir.
Kami mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu
sehingga makalah ini dapat diselesaikan tepat pada waktunya. Makalah ini masih
jauh dari sempurna, oleh karena itu, kritik dan saran yang bersifat membangun
sangat kami harapkan demi sempurnanya makalah ini.
Semoga makalah ini memberikan informasi bagi masyarakat dan bermanfaat
untuk pengembangan wawasan dan peningkatan ilmu pengetahuan bagi kita semua.
Wassalam
Penulis,
KELOMPOK 5
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR............................................................................................... i
DAFTAR ISI............................................................................................................. ii
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang..................................................................................
1
B.
Rumusan Masalah............................................................................. 1
BAB II PEMBAHASAN
A.
Penjelasan tafsir QS. al-Nahl ayat 36................................................ 2
B.
Penjelasan tafsir QS. al-Baqarah ayat 213......................................... 3
C.
Penjelasan tafsir QS. al-Saba’ ayat 34............................................... 5
D.
Penjelasan tafsir QS. al-Asyura ayat 51-52....................................... 6
E.
Penjelasan tafsir QS. al-Ma’idah ayat 48........................................... 7
F.
Penjelasan tafsir QS. al-Baqarah ayat 136......................................... 9
G.
Penjelasan dari sisi ke-Tarbiyahannya................................................ 10
BAB III PENUTUP
A.
Kesimpulan........................................................................................ 11
DAFTAR
PUSTAKA.............................................................................................
12
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Segala puji bagi Allah SWT , Rabb semesta alam. Shalawat dan salam
mudah-mudahan senantiasa Allah SWT karuniakan atas penutup dan nabi paling
mulia, Muhammad, juga atas segenap keluarga, para sahabat, para tabi’in
dan tabi’ut-tabi’in serta para pengikut setia beliau hingga akhir zaman.
Sejak diutusnya Nabi Muhammad SAW sebagai nabi dan rasul, sejak itulah
kenabian dan kerasulan berakhir. Kenabian dan kerasulan memang telah berakhir,
tetapi risalah yang dibawa Nabi Muhammad SAW adalah risalah sepanjang zaman
hingga datangnya Hari Kiamat nanti.
Allah telah mengutus rasul-Nya SAW setelah manusia berpaling dari ajaran
risalah samawiyah sebelumya. Dan menghilang, atau hampir menghilang pengaruhnya
dalam meluruskan kehidupan manusia. Maka datanglah dakwahnya yang abadi sebagai
pembaharuan dakwah tauhid yang didakwahkan oleh semua rasul. Rasulullah SAW
menjelaskan bahwa risalahnya adalah penyempurna bagi risalah-risalah langit
sebelumnya. Berikut dalam makalah ini akan membahas tentang tafsir ayat-ayat
yang berkenaan tentang risalah.
B. Rumusan Masalah
- Bagaimana
penjelasan tafsir QS. al-Nahl ayat 36?
- Bagaimana
penjelasan tafsir QS. al-Baqarah ayat 213?
- Bagaimana
penjelasan tafsir QS. al-Saba’ ayat 34?
- Bagaimana
penjelasan tafsir QS. al-Asyura ayat 51-52?
- Bagaiman
penjelasan tafsir QS. al-Ma’idah ayat 48?
- Bagaimana
penjelasan tafsir QS. al-Baqarah ayat 136?
- Bagaimana
penjelasan dari sisi ke-Tarbiyahannya?
BAB II
PEMBAHASAN
A. Penjelasan tafsir QS.
al-Nahl ayat 36
ôs)s9ur
$uZ÷Wyèt/
Îû
Èe@à2
7p¨Bé&
»wqߧ
Âcr&
(#rßç6ôã$#
©!$#
(#qç7Ï^tGô_$#ur
|Nqäó»©Ü9$#
(
Nßg÷YÏJsù
ô`¨B
yyd
ª!$#
Nßg÷YÏBur
ïƨB
ôM¤)ym
Ïmøn=tã
ä's#»n=Ò9$#
4
(#rçÅ¡sù
Îû
ÇÚöF{$#
(#rãÝàR$$sù
y#øx.
c%x.
èpt7É)»tã
úüÎ/Éjs3ßJø9$#
ÇÌÏÈ
Artinya : “ Dan sesungguhnya Kami telah mengutus
rasul kepada setiap umat (untuk menyerukan), ‘Sembahlah Allah (saja), dan
jauhilah tagut itu’. Maka di antara umat itu ada orang-orang yang diberi
petunjuk oleh Allah, dan diantara mereka ada pula orang-orang yang telah pasti
kesesatan baginya. Maka berjalanlah kalian di muka bumi dan perhatikanlah
bagaimana kesudahan orang-orang yang mendustakan (para rasul).”
At-Thogut : setiap sesembahan
selain Allah, termasuk setan, tukang tenung, berhala dan setiap orang yang
menyeru kepada kesesatan.
Di dalam ayat ini Allah
menjelaskan bahwa mereka mencela pengutusan seluruh nabi, dan berkata,
“Sesungguhnya kami telah ditakdirkan untuk mengerjakan perbuatan kami, maka
tidak ada gunanya pengutusan mereka itu. Sekiranya Allah menghendaki agar kami
beriman kepada-Nya, tidak menyekutukan-Nya dengan suatu apapun, menghalalkan
apa yang Dia halalkan dan tidak mengharamkan sesuatu pun di antara yang telah
kami haramkan, tentu perkaranya akan seperti apa yang Dia kehendaki. Akan
tetapi Dia tidak menghendaki selain dari pada apa yang tengah kami lakukan,
maka apa yang dikatakan oleh para rasul itu tidak lain berasal dari diri mereka
sendiri, bukan dari sisi Allah.”
Allah menjawab apa yang mereka katakan itu adalah perkataan seperti yang
pernah dilontarkan oleh para pendusta di antara umat-umat terdahulu. Tugas para
rasul hanyalah menyampaikan, bukan membuat mereka mengikuti petunjuk. Allah
tidak akan membiarkan suatu umat pun tanpa mengutus seorang pemberi petunjuk
kepada mereka, dan melarang mereka melakukan kesesatan serta kemusyrikan. Di
antara mereka ada orang yang memenuhi seruannya, ada pula yang disesatkan Allah
berdasarkan ilmu yang ada pada-Nya, sehingga mereka pasti menerima ketetapan
Tuhanmu, dan mendapat azab dari Yang Maha Perkasa lagi Maha Kuasa. Kemudian
Allah menyuruh mereka untuk mengadakan perjalanan di muka bumi, agar mereka
dapat melihat berkas-berkas para pendusta yang ditimpa azab karena dosa yang
mereka lakukan. Selanjutnya Allah mengingatkan rasul-Nya, bahwa keinginannya
yang besar agar mereka bisa beriman tidak akan bermanfaat apa-apa baginya,
karena Allah tidak menciptakan hidayah secara paksa terhadap orang yang memilih
kesesatan bagi dirinya, sebagaimana tidak ada seorang pun dapat menghindarkan
kemurkaan dan siksaan Allah dari padanya.
Kemudian Allah menjelaskan bahwa Dia mengingkari kekufuran hamba-hambaNya
yang berdusta, dengan menurunkan siksaan kepada mereka di dunia, setelah para
rasul memberi peringatan kepada mereka. Allah selanjutnya berbicara kepada Rasulnya saw, guna menghibur beliau
dari apa yang beliau lihat, seperti pengingkaran, berpaling, dan penetapan
kaumnya yang berlebihan, sedang beliau sangat menginginkan agar mereka beriman,
dan guna menjelaskan bahwa seluruh persoalannya ada dalam kekuasaan Allah, sedang
beliau tidak mempunyai urusan dalam hal itu, walau sedikitpun.[1]
B. Penjelasan tafsir QS
al- Baqarah ayat 213
tb%x.
â¨$¨Z9$#
Zp¨Bé&
ZoyÏnºur
y]yèt7sù
ª!$#
z`¿ÍhÎ;¨Y9$#
úïÌÏe±u;ãB
tûïÍÉYãBur
tAtRr&ur
ãNßgyètB
|=»tGÅ3ø9$#
Èd,ysø9$$Î/
zNä3ósuÏ9
tû÷üt/
Ĩ$¨Z9$#
$yJÏù
(#qàÿn=tF÷z$#
ÏmÏù
4
$tBur
y#n=tG÷z$#
ÏmÏù
wÎ)
tûïÏ%©!$#
çnqè?ré&
.`ÏB
Ï÷èt/
$tB
ÞOßgø?uä!%y`
àM»oYÉit6ø9$#
$Jøót/
óOßgoY÷t/
(
yygsù
ª!$#
úïÏ%©!$#
(#qãZtB#uä
$yJÏ9
(#qàÿn=tF÷z$#
ÏmÏù
z`ÏB
Èd,ysø9$#
¾ÏmÏRøÎ*Î/
3
ª!$#ur
Ïôgt
`tB
âä!$t±o
4n<Î)
:ÞºuÅÀ
?LìÉ)tGó¡B
ÇËÊÌÈ
Artinya : “ Manusia itu
adalah umat yang satu (setelah timbul perselisihan), maka Allah mengutus para
nabi, sebagai pemberi kabar gembira dan pemberi peringatan, dan Allah
menurunkan bersama mereka Kitab dengan benar, untuk memberi keputusan diantara
manusia tentang perkara yang mereka perselisihkan. Tidaklah berselisih tentang
Kitab itu melainkan orang yang telah didatangkan kepada mereka Kitab, yaitu
setelah datang kepada mereka keterangan-keterangan yang nyata, karena dengki
antara mereka sendiri. Maka Allah member petunjuk orang-orang yang beriman
kepada kebenaran tentang hal yang mereka perselisihkan itu dengan kehendak-Nya.
Dan Allah selalu memberi petunjuk orang yang dikehendaki-Nya kepada jalan yang
lurus.”
Secara umum ayat diatas menjelaskan bahwa Allah telah memerintahkan
orang-orang yang beriman melalui nabi-Nya, agar memasuki agama Islam secara
menyeluruh, bersatu dan tidak bersengketa satu sama lainnya. Sebab, melakukan
tindakan yang bisa menimbulkan persengketaan dan perpecahan, sungguh tidak
pantas bagi orang yang telah didatangkan kepadanya hidayah dari Tuhannya.
Seharusnya mereka meninggalkan perbuatan-perbuatan yang dilarang oleh Al-Kitab
setelah adanya penegasan dari hidayah Ilahiah. Selanjutnya Allah menuturkan
bahwa orang yang mengingkari perkara yang hak, selalu menitikberatkan
tindakannya kepada hal-hal yang bisa memenuhi kesenangannya berupa kenikmatan
duniawi yang pada hakikatnya hanyalah bersifat sementara dan sebentar.
Barangsiapa berperilaku seperti mereka, maka ia akan selalu berada dalam perselisihan
dan perpecahan dengan teman sendiri.
Dalam ayat ini, Allah selanjutnya menuturkan bahwa memakai petunjuk para
nabi merupakan keharusan dan kebutuhan manusia. Allah telah memastikan bahwa
umat manusia bagaikan umat yang satu, dimana antara yang satu dengan yang
lainnya saling berhubungan. Setelah itu, akal mereka tidak mampu lagi memenuhi
apa yang menjadi kebutuhan dan kemaslahatan mereka serta menolak bahaya dari
diri mereka masing-masing. Kemudian, Allah mengutus para nabi sebagai pemberi
peringatan dan pemberi kabar gembira kepada mereka disertai bukti-bukti konkrit
yang memperkuat kebenaran kenabian mereka. Dan apa yang mereka dapat dari
kebenaran ini adalah datang dari sisi Allah yang Maha Kuasa dan yang memberi
pahala atau siksaan kepada mereka. Ia Maha Mengetahui apa yang ada dalam batin
mereka, sebab tidak ada sesuatupun yang luput dari pengetahuan-Nya.
Al-Qur’an surat al-Baqarah ayat 213 ini, menjelaskan bahwa
1.
Manusia adalah makhluk sosial.
Allah menciptakan
manusia dalam keadaan satu kesatuan umat, dimana satu sama lainnya saling
berhubungan dalam masalah kehidupan. Manusia tidak akan bisa hidup, kecuali
apabila antara satu dengan lainnya saling bahu membahu. Setiap orang, hidup
dari kerja masing-masing. Tetapi kekuatan jasmani dan akalnya sangat terbatas,
sehingga ia tidak akan mampu memenuhi semua kebutuhannya, kecuali apabila ia
berhimpun dengan teman-temannya membentuk suatu kekuatan. Dalam peristilahan
Ilmu Sosial dikenal bahwa, Manusia adalah makhluk sosial.
2. Agama menganjurkan
persatuan dan keserasian
Kita telah menyaksikan bahwa agama pada awal pertumbuhannya berusaha
menghimpun persatuan dan menyingkirkan hal-hal yang bisa menimbulkan
perselisihan dalam jiwa penganut-penganutnya. Dalam jiwa mereka rasa
persaudaraan yang kuat melebihi persaudaraan satu nasab. Tersebutlah bahwa
masing-masing sahabat nabi lebih mementingkan keperluan saudara seagama
daripada dirinya baik yang berkaitan dengan harta benda maupun jiwa. Ia rela
mengorbankan nyawa demi saudara seagama yang belum tentu ia lakukan terhadap
saudara senasab.[2]
Sangat buruk berselisih dalam tujuan, lebih-lebih setelah datang/ jelasnya
petunjuk Allah SWT. Berbeda pendapat dalam cara mencapai tujuan tidaklah
terlarang, karena perbedaan itu akan dapat diatasi jika terjalin hubungan baik
dan masing-masing menjauhi kepentingan pribadi/ kelompok.[3]
C. Penjelasan tafsir QS. al-Saba’
ayat 34
!$tBur
$uZù=yör&
Îû
7ptös%
`ÏiB
@ɯR
wÎ)
tA$s%
!$ydqèùuøIãB
$¯RÎ)
!$yJÎ/
OçFù=Åöé&
¾ÏmÎ/
tbrãÏÿ»x.
ÇÌÍÈ
Artinya : “Dan Kami tidak mengutus kepada suatu negeri seorang pemberi
peringatanpun, melainkan orang-orang yang hidup mewah di negeri itu berkata:
"Sesungguhnya Kami mengingkari apa yang kamu diutus untuk
menyampaikannya".
Ayat ini menyatakan: dan Kami sekali-kali tidak mengutus kepada
sesuatu penduduk negeri seorang pemberi peringatan pun, melainkan
penghuni-penghuninya yang hidup mewah dan berfoya-foya di negeri itu berkata
kepada para pemberi peringatan itu: “Sesungguhnya kami menyangkut apa
yang kamu diutus untuk menyampaikan-nya adalah orang-orang kafir, yakni
menolak dan tidak percaya”. Dan mereka dengan bangga dan angkuh berkata
juga bahwa: “Kami memiliki lebih banyak harta anak-anak dari
pada kamu wahai orang-orang beriman, dan kami sekali-kali tidak akan disiksa
seandainya Kiamat itu ternyata ada karena Tuhan mencintai kami. Cinta-Nya
terbukti dengan banyaknya harta dan pengikut kami.”
Kata (مترفوها) mutrafuuhaa
terambil dari kata (ترف) taraf,
yaitu kenikmatan yang luas yang mengantar kepada hidup berfoya-foya dan
lupa diri. Bentuk kata yang digunakan ayat ini bermakna orang-orang yang
diberi nikmat yang luas. Pemberinya tentu saja Allah swt. Penggunaan bentuk
pasif itu memberi kesan bahwa mereka melupakan Allah dan, dengan demikian,
mereka diundang untuk mengingat-Nya.[4]
D. Penjelasan tafsir QS.
al-Asyura ayat 51-52
$tBur
tb%x.
A|³u;Ï9
br&
çmyJÏk=s3ã
ª!$#
wÎ)
$·ômur
÷rr&
`ÏB
Ç!#uur
A>$pgÉo
÷rr&
@Åöã
Zwqßu
zÓÇrqãsù
¾ÏmÏRøÎ*Î/
$tB
âä!$t±o
4
¼çm¯RÎ)
;Í?tã
ÒOÅ6ym
ÇÎÊÈ
Artinya : “Dan tdak
terjadi bagi seorang manusia bahwa dia diajak berbicara oleh
Allah kecuali dengan wahyu atau di belakang tabir atau dengan mengutus seorang
utusan lalu mewayukan kepadanya dengan seizin-Nya apa yang Dia kehendaki .
Sesungguhnya Dia Maha Tinggi lagi Maha Bijaksana.”
Dan tidak ada kemungkinan terjadi
bagi seorang manusia bahwa dia diajak berbicara oleh Allah yakni
diberi informasi oleh-Nya kecuali dengan wahyu yakni “pencampakan”
informasi secara cepat ke dalam kalbunya tanpa perantara siapa pun atau
dibelakang tabir yakni dengan cara memperdengarkan “suara” tanpa si
pendengar dapat melihat pembicaranya atau dengan mengutus seorang utusan
yakni malaikat yang dapat dilihat atau dirasakan kehadirannya dan didengar
suaranya lalu sang malaikat itu mewahyukan dari saat ke saat kepadanya, yakni
menyampaikan informasi Allah itu secara cepat penyampaian yang dilakukan dengan
seizin-Nya tentang apa yang Dia, yakni Allah SWT kehendaki. Sesungguhnya Dia
Maha Tinggi lagi Maha Bijaksana.
Kalam Allah atau redaksi yang mengesankan adanya persamaan antara
Allah dan manusia bahkan makhluk, harus segera dipahami bahwa hakikat keduanya
tidaklah sama, karena ”Tidak ada yang serupa dengan-Nya”. Kita dapat
menyimpulkan bahwa percakapan ini bermakna ‘dipahaminya apa yang hendak
disampaikan Allah oleh objek yang dipilihnya’.
Dia Maha Tinggi lagi Maha Bijaksana, merupakan penjelasan kandungan
tentang wahyu karena Allah Maha Tinggi, maka percakapan-Nya tidaklah sama
dengan percakapan makhluk, tidak juga sama dengan percakapan seseorang dengan
yang lain. Dia juga Maha Bijaksana, sehingga Dia hanya memilih yang terbaik
untuk diajak berbicara, serta informasi dan tuntunan yang disampaikan-Nya
adalah yang sangat sesuai dengan kemaslahatannya.
Ayat 52
y7Ï9ºxx.ur
!$uZøym÷rr&
y7øs9Î)
%[nrâ
ô`ÏiB
$tRÌøBr&
4
$tB
|MZä.
Íôs?
$tB
Ü=»tGÅ3ø9$#
wur
ß`»yJM}$#
`Å3»s9ur
çm»oYù=yèy_
#YqçR
Ïök¨X
¾ÏmÎ/
`tB
âä!$t±®S
ô`ÏB
$tRÏ$t6Ïã
4
y7¯RÎ)ur
üÏöktJs9
4n<Î)
:ÞºuÅÀ
5OÉ)tGó¡B
ÇÎËÈ
Artinya : “Dan demikianlah
kami telah mewahyukan kepadamu ruh dari urusan Kami. Sebelumnya engkau tidak
mengetahui apakah al-Kitab dan tidak (pula) al-iman tetapi Kami menjadikannya
cahaya, yang Kami menunjuki dengannya siapa yang Kami kehendaki di antara
hamba-hamba Kami. Dan sesungguhnya engkau benar-benar memberi petunjuk ke jalan
lebar yang lurus. Jalan Allah yang milik-Nya segala apa yang ada di langit dan
di bumi . Ingatlah, bahwa kepada Allah kembali semua urusan.”
Rasul memperoleh wahyu dengan perantara malaikat jibril, dan juga
memperolehnya dalam keadaan tidur (mimpi).Thabathaba’i juga menyebut pendapat yang
menyatakan kata kadzalika menunjuk kepada wahyu-wahyu yang diterima oleh para
nabi yang lalu. Maka yang dimaksud ruh adalah malaikat jibril As yang di istilahkan
dengan ar-Ruh al-Amin.
Pernyataan bahwa Nabi saw. sebelum ini tidak mengetahui tentang al-iman
bukan berarti bahwa beliau tidak beriman kepada Allah swt, tetapi yang
dinafikan ayat di atas adalah tentang iman dalam perinciannya. Itu sebabnya
ayat di atas tidak menyatakan sebelumnya engkau bukanlah seorang mukmin.[5]
E. Penjelasan tafsir
Q.al-Maidah ayat 48
!$uZø9tRr&ur
y7øs9Î)
|=»tGÅ3ø9$#
Èd,ysø9$$Î/
$]%Ïd|ÁãB
$yJÏj9
ú÷üt/
Ïm÷yt
z`ÏB
É=»tGÅ6ø9$#
$·YÏJøygãBur
Ïmøn=tã
(
Nà6÷n$$sù
OßgoY÷t/
!$yJÎ/
tAtRr&
ª!$#
(
wur
ôìÎ6®Ks?
öNèduä!#uq÷dr&
$£Jtã
x8uä!%y`
z`ÏB
Èd,ysø9$#
4
9e@ä3Ï9
$oYù=yèy_
öNä3ZÏB
Zptã÷Å°
%[`$yg÷YÏBur
4
öqs9ur
uä!$x©
ª!$#
öNà6n=yèyfs9
Zp¨Bé&
ZoyÏnºur
`Å3»s9ur
öNä.uqè=ö7uÏj9
Îû
!$tB
öNä38s?#uä
(
(#qà)Î7tFó$$sù
ÏNºuöyø9$#
4
n<Î)
«!$#
öNà6ãèÅ_ötB
$YèÏJy_
Nä3ã¥Îm6t^ãsù
$yJÎ/
óOçGYä.
ÏmÏù
tbqàÿÎ=tFørB
ÇÍÑÈ
Artinya : “Dan kami telah
turunkan kepadamu Alqur’an dengan membawa kebenaran, membenarkan apa yang
sebelumnya, yaitu kitab-kitab (yang diturunkan sebelumnya ) dan batu ujian
terhadap kitab-kitab yang lain itu; maka putuskanlah perkara mereka menurut apa
yang Allah turunkan, dan janganlah kamu mengikuti hawa nafsu mereka dengan
meninggalkan kebenaran yang telah datang kepadamu. Untuk tiap-tiap umat
diantara kamu , Kami berikan aturan dan jalan yang terang. Sekiranya Allah
menghendaki, niscaya kami dijadikan-Nya satu umat (saja), tetapi Allah hendak
menguji kamu terhadap pemberian-Nya kepadamu, maka berlomba-lombalah berbuat
kebajikan. Hanya kepada Allah-lah kembali kamu semuanya, lalu diberitahukan-Nya
kepadamu apa yang telah kamu perselisihkan itu.”
Pengertian secara umum yaitu, setelah Allah SWT menurunkan Taurat, lalu
Injil kepada Bani Israil, dan Dia terangkan petunjuk maupun cahaya yang Dia
pesankan dalam kedua kitab itu, serta Dia jelaskan pula kewajiban yang harus
mereka tunaikan untuk menegakkan keduanya, serta ancaman-Nya terhadap mereka
berupa hukuman apabila tidak menggunakan kedua kitab tersebut dalam memutuskan
perkara, maka sesudah itu, Allah terangkan disini, Dia telah menurunkan
Alqur’an ini di antara kitab-kitab lain sebelumnya.
Diriwayatkan dari Qatadah dalam penafsirannya tentang Syir’atan wa
minhajan, dia mengatakan bahwa maksudnya ialah jalan dan sunnah. Adapun sunnah
itu berbeda-beda. Taurat punya syari’at tersendiri, Injil punya syari’at
tersendiri dan Alqur’an pun punya syari’at tersendiri. Dalam hal ini, Allah
menghalalkan pada masing-masing yang Dia kehendaki dan mengharamkan apa yang
Dia kehendaki. Maksudnya supaya diketahui siapa yang taat kepada-Nya dan siapa
yang tidak. Akan tetapi, Ad-Din yang tidak menerima lainnya adalah tauhid dan
ikhlas, dan inilah yang dibawa oleh semua utusan Allah. Juga diriwayatkan dari
Qatadah, bahwa dia mengatakan lagi : Ad-Din atau agama adalah satu, sekalipun
syari’atnya berbeda-beda.
Dengan demikian bisa dimengerti, bahwa yang dimaksud syari’at ialah
hukum-hukum amaliah yang berbeda-beda menurut masing-masing rasul yang datang
kemudian menghapuskan syari’at sebelumnya. Sedang Ad-Din adalah prinsip-prinsip
permanen yang tidak berubah, sekalipun berbeda nabi.[6]
F. Penjelasan tafsir QS.
al-Baqarah ayat 136
(#þqä9qè%
$¨YtB#uä
«!$$Î/
!$tBur
tAÌRé&
$uZøs9Î)
!$tBur
tAÌRé&
#n<Î)
zO¿Ïdºtö/Î)
@Ïè»oÿôÎ)ur
t,»ysóÎ)ur
z>qà)÷ètur
ÅÞ$t6óF{$#ur
!$tBur
uÎAré&
4ÓyqãB
4Ó|¤Ïãur
!$tBur
uÎAré&
cqÎ;¨Y9$#
`ÏB
óOÎgÎn/§
w
ä-ÌhxÿçR
tû÷üt/
7tnr&
óOßg÷YÏiB
ß`øtwUur
¼çms9
tbqãKÎ=ó¡ãB
ÇÊÌÏÈ
Artinya : “Katakanlah- hai
para mukmin kepada mereka: "Kami telah beriman kepada Allah dan kitab
yang diturunkan kepada Kami dan kepada hukum-hukum yang diturunkan kepada
Ibrahim, Isma'il, Ishaq, Ya'qub dan kepada anak-anaknya-yang dua belas itu-dan
kepada apa yang diberikan kepada Musa dan Isa-Taurat dan Injil-dan kepada apa
yang diberikan kepada Nabi-nabi-yang disebut itu atau selainnya-dari Tuhan
mereka. Kami tidak membeda-bedakan antara seseorang dari rasul-rasul-Nya dan
hanya kepada-Nyalah kami menyerahkan diri.”[7]
Ayat ini memberi petunjuk cara mengemukakan bantahan dan dalil-dalil dalam
bertukar pikiran, yaitu dengan membandingkan antara asas suatu agama dengan
agama lain dan sebagainya.
Al-Asbat ialah anak cucu Nabi Ya’kub a.s. yang dimaksud dengan “beriman
kepada nabi-nabi” yang tersebut diatas ialah beriman kepada nabi Allah, yang
telah diperintahkan mengajak orang pada masanya beriman kepada Allah.
Prinsip-prinsip pokok agama yang dibawa oleh nabi adalah sama, yaitu
ketauhidan.
Agama Ibrahim adalah agama yang mengakui keesaan dan kekuasaan Allah, bukan
agama yang mempersekutukan Allah. Agama yang telah dimasuki unsure syirik dan
campur tangan manusia, bukanlah agama Ibrahim dan bukan agama Allah. Iman
kepada para nabi dan rasul serta iman kepada kitab-kitab yang diturunkan Allah
kepadanya termasuk Rukun Iman.[8]
G. Penjelasan dari sisi
ke-Tarbiyahannya
Dari beberapa ayat
tentang risalah yang dibahas,terdapat hubungan ayat-ayat tersebut dengan
pendidikan diantaranya:
1. Guru adalah panutan
murid, seorang guru harus menyampaikan ilmu yang dimilikinya dengan ikhlas
karena Allah.
2. Sebagai guru, selain
ilmu (materi) yang diajarkan, juga harus mendo’akan muridnya supaya ilmu yang
diberikan menjadi bermanfaat.
3. Ketika telah mencapai
usaha yang maksimal dalam memberikan ilmu, serahkan semuanya kepada Allah,
sebagaimana seorang utusan yang menyerahkan keputusan akhir pada Allah.
4. Sebagai murid harus
patuh terhadap guru, dalam hal ini mengamalkan perbuatan baik yang disampaikan
guru.
5. Mendo’akan guru agar
selalu berada dalam kebenaran ketika menyampaikan ilmu.
6. Menerima ilmu dengan
ikhlas, supaya transfer ilmu dapat maksimal.
7. Memulyakan guru, karena
guru adalah sosok penyampai ilmu sebagaimana rosul menyampaikan risalah.
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Tugas para rasul hanyalah menyampaikan, bukan membuat mereka mengikuti
petunjuk. Allah tidak akan membiarkan suatu umat pun tanpa mengutus seorang
pemberi petunjuk kepada mereka, dan melarang mereka melakukan kesesatan serta
kemusyrikan. Qur’an surat al-Baqarah ayat 213 mengandung dua komponen yakni,
manusia adalah makhluk sosial yang saling membutuhkan satu sama lain dan agama
sangat menganjurkan persatuan serta keserasian.
Surat as-saba’ ayat 34 menyatakan: dan Allah sekali-kali tidak
mengutus kepada sesuatu penduduk negeri seorang pemberi peringatan pun,
melainkan penghuni-penghuninya yang hidup mewah dan berfoya-foya. Allah
Maha Bijaksana, sehingga Dia hanya memilih yang terbaik untuk diajak berbicara,
serta informasi dan tuntunan yang disampaikan-Nya adalah yang sangat sesuai
dengan kemaslahatan.
Taurat punya syari’at tersendiri, Injil punya syari’at tersendiri dan
Alqur’an pun punya syari’at tersendiri. Surat al-Baqarah ayat 136 memberi
petunjuk cara mengemukakan bantahan dan dalil-dalil dalam bertukar pikiran,
yaitu dengan membandingkan antara asas suatu agama dengan agama lain.
DAFTAR PUSTAKA
Ash Shiddieqy, Muhammad
Hasbi, Teungku, Al-Bayan, Semarang: Pustaka Rizki Putra, 2002.
Al-Maraghi, Ahmad
Musthafa, Tafsir Al-Maraghi 2, Semarang: Toha Putra,1987.
Al-Maraghi, Ahmad
Musthafa,Tafsir Al-Maraghi 6, Semarang:Toha Putra, 1987.
Al-Maraghi, Ahmad
Musthafa,Tafsir Al-Maraghi 14, Semarang: Toha Putra, 1987.
Departemen Agama RI,
Alqur’an dan Tafsirnya Jilid 1, Jakarta: Lentera Abadi, 2010.
Shihab, M. Quraish, Al-Lubab,
Tangerang: Lentera Hati, 2012.
Shihab, M. Quraish, Tafsir
Al-Misbah Volume 10, Jakarta: Lentera Hati, 2002.
Shihab, M. Quraish,Tafsir
Al-Misbah Volume 12, Jakarta: Lentera Hati, 2002.
[8] Kementerian Agama RI,
Al-Qur’an dan Tafsirnya Jilid 1, (Jakarta: Lentera Abadi, 2010) hlm.
212-214.
0 komentar:
Post a Comment