Disusun Oleh Muazzin, S.H.I
Alumni Al-Hilal Sigli Tahun 2015
KATA
PENGANTAR
Syukur Alhamdulillah penyusun
ucapkan kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat-Nya kepada kita
semua. Sehingga penulis dapat menyusun makalah ini yang berjudul "PENYEMBELIHAN
HEWAN" tepat pada waktunya. Dan tidak lupa pula kita sanjung pujikan
kepada Nabi Besar Muhamad SAW yang telah membawa kita dari alam yang gelap
gulita ke alam yang terang benderang ini.
Penulis menyadari bahwa didalam
pembuatan makalah ini tidak lepas dari bantuan berbagai pihak, untuk itu dalam
kesempatan ini penulis menghaturkan rasa hormat dan terima kasih yang
sebesar-besarnya kepada semua pihak yang membantu dalam pembuatan makalah ini.
Akhir kata
semoga makalah ini dapat memberikan manfaat kepada para pembaca. Penulis
menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari kesempurnaan baik dari bentuk
penyusunan maupun materinya. Kritik dan saran dari pembaca sangat penulis
harapkan untuk penyempurnaan makalah selanjutnya.
Terima kasih
yang sebesar – besarnya penulis sampaikan kepada semua pihak yang telah
membantu dalam penyelesaian Makalah ini. Wassalam.
Sigli, 29 November 2014
Pemakalah
DAFTAR
ISI
KATA
PENGANTAR............................................................................................ i
DAFTAR
ISI............................................................................................................ ii
BAB I PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang...................................................................................
1
B.
Rumusan Masalah.............................................................................. 1
BAB II PEMBAHASAN
A.
Syarat hewan
yang akan di sembelih.................................................
2
B.
Syarat orang
yang akan menyembelih............................................... 2
C.
Syarat alat
untuk menyembelih.......................................................... 5
D.
Adap dalam
penyembelihan hewan................................................... 6
BAB III ANALISIS ADAP DALAM PENYEMBELIHAN
Proses
penyembelihan.................................................................................... 10
BAB
IV PENUTUP
A.
Kesimpulan........................................................................................ 11
DAFTAR PUSTAKA.............................................................................................
12
BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang Masalah
Syariat qurban berawal dari Nabi Ibrahim
a.s. ketika mendapat wahyu lewat mimpinya supaya menyembelih putranya yang
bernama Ismail a.s. Perintah itu sebagai bentuk ujian dari Allah swt kepada
Nabi Ibrahim a.s. Dalam suatu riwayat dijelaskan bahwa ketika belum mempunyai
anak, Nabi Ibrahim a.s. pernah berkata berkaitan dengan qurban. Beliau mengatakan, ”Jangankan harta benda, anak
pun kalau saya punya, saya mau menqurbankannya. Setelah mempunyai anak,
perkataan itu ditagih oleh Allas swt, karena ketaqwaannya Nabi Ibrahim a.s.
memenuhi permintaan Allah swt. Meskipun Ismail diganti dengan seekor Kibas.
Inilah awal mulanya di Syariatkannya Qurban.
Setiap Muslim pasti
menginginkan anak yang shaleh dan shalehah, berbakti kepada orang tua, agama,
bangsa, dan Negara. Usaha untuk menjadikan anak shaleh dan shalehah, antara
lain dengan memberii bekal, ilmu pengetahuan yang cukup. Salah satu hal yang
tidak kalah penting tugas kedua orang tua kepada anak adalah memberikan nama
yang baik bagi anaknya yang lahir. Nah dalam hal ini proses pemberian nama
lebih dikenal dengan Aqiqah.
B.
Rumusan Masalah
Agar pembahasan kita tidak dari dari sub
judul, ada baiknya pemakalah akan merumuskan masalah-masalah yang akan dibahas
dalam makalah ini :
1.
Pengertian dan dasar hokum Qurban dan Aqiqah
2.
Syarat-syarat hewan untuk Qurban dan Aqiqah
3.
Tata cara penyembelihan Qurban dan Aqiqah
4.
Hikmah Qurban dan Aqiqah
BAB II
TUNTUNAN PENYEMBELEHAN HEWAN
Dalam tuntunan penyembelihan hewan–insya Allah- akan dibahas mengenai
syarat penyembelihan yang dapat membuat hewan halal untuk dikonsumsi. Syarat
ini terbagi menjadi tiga: Syarat yang
berkaitan dengan hewan yang akan disembelih, Syarat yang berkaitan dengan orang yang akan
menyembelih, dan Syarat yang berkaitan
dengan alat untuk menyembelih. Setelah itu kami akan mengutarakan pula adab
ketika penyembelihan hewan.
A. Syarat Hewan Yang Akan Disembelih
Yaitu hewan tersebut masih dalam keadaan hidup ketika penyembelihan,
bukan dalam keadaan bangkai (sudah mati). Allah Ta’ala berfirman,
إِنَّمَا حَرَّمَ عَلَيْكُمُ الْمَيْتَةَ
Artinya : “Sesungguhnya Allah hanya
mengharamkan bagimu bangkai.” (QS. Al Baqarah: 173)
B. Syarat Orang Yang Akan Menyembelih
Pertama: Berakal, baik laki-laki maupun perempuan, sudah baligh atau
belum baligh asalkan sudah tamyiz. Sehingga dari sini, tidak sah penyembelihan
yang dilakukan oleh orang gila dan anak kecil yang belum tamyiz. Begitu pula
orang yang mabuk, sembelihannya juga tidak sah.
Kedua: Yang menyembelih adalah seorang muslim atau ahli kitab (Yahudi
atau Nashrani). Oleh karena itu, tidak halal hasil sembelihan dari seorang
penyembah berhala dan orang Majusi sebagaimana hal ini telah disepakati oleh
para ulama. Karena selain muslim dan ahli kitab tidak murni mengucapkan nama
Allah ketika menyembelih.
Sedangkan ahlul kitab masih dihalalkan sembelihan mereka karena
Allah Ta’ala berfirman,
وَطَعَامُ الَّذِينَ أُوتُوا الْكِتَابَ حِلٌّ لَكُمْ
Artinya : “Makanan (sembelihan) ahlul kitab
(Yahudi dan Nashrani) itu halal bagimu, dan makanan kamu halal pula bagi
mereka.” (QS. Al Ma-idah: 5).
Makna makanan ahlul kitab di sini adalah sembelihan mereka, sebagaimana
dikatakan oleh Ibnu ‘Abbas, Abu Umamah, Mujahid, Sa’id bin Jubair, ‘Ikrimah,
‘Atho’, Al Hasan Al Bashri, Makhul, Ibrahim An Nakho’i, As Sudi, dan Maqotil
bin Hayyan.
Namun yang mesti diperhatikan di sini, sembelihan ahul kitab bisa halal
selama diketahui kalau mereka tidak menyebut nama selain Allah. Jika diketahui
mereka menyebut nama selain Allah ketika menyembelih, semisal mereka
menyembelih atas nama Isa Al Masih, ‘Udzair atau berhala, maka pada saat ini
sembelihan mereka menjadi tidak halal berdasarkan firman Allah
Ta’ala,
حُرِّمَتْ عَلَيْكُمُ الْمَيْتَةُ وَالدَّمُ وَلَحْمُ
الْخِنْزِيرِ وَمَا أُهِلَّ لِغَيْرِ
Artinya : “Diharamkan bagimu (memakan)
bangkai, darah, daging babi, (daging hewan) yang disembelih atas nama selain
Allah.” (QS. Al Ma-idah: 3)
Ketiga: Menyebut nama Allah ketika menyembelih. Jika sengaja tidak
menyebut nama Allah padahal ia tidak bisu dan mampu mengucapkan-, maka hasil
sembelihannya tidak boleh dimakan menurut pendapat mayoritas ulama. Sedangkan
bagi yang lupa untuk menyebutnya atau dalam keadaan bisu, maka hasil
sembelihannya boleh dimakan. Allah Ta’ala berfirman,
وَلَا تَأْكُلُوا مِمَّا لَمْ يُذْكَرِ اسْمُ اللَّهِ
عَلَيْهِ وَإِنَّهُ لَفِسْقٌ
Artinya : “Dan janganlah kamu memakan
binatang-binatang yang tidak disebut nama Allah ketika menyembelihnya.
Sesungguhnya perbuatan yang semacam itu adalah suatu kefasikan.” (QS. Al An’am:
121)
Begitu juga hal ini berdasarkan hadits Rofi’ bin Khodij, Nabi shallallahu
‘alaihi wa sallam bersabda,
مَا أَنْهَرَ الدَّمَ وَذُكِرَ اسْمُ اللَّهِ عَلَيْهِ ،
فَكُلُوهُ
Artinya : “Segala sesuatu yang dapat
mengalirkan darah dan disebut nama Allah ketika menyembelihnya, silakan kalian
makan.”
Inilah yang dipersyaratkan oleh mayoritas ulama yaitu dalam
penyembelihan hewan harus ada tasmiyah (penyebutan nama Allah atau basmalah).
Sedangkan Imam Asy Syafi’i dan salah satu pendapat dari Imam Ahmad menyatakan
bahwa hukumtasmiyah adalah sunnah (dianjurkan). Mereka beralasan dengan hadits
‘Aisyah radhiyallahu ‘anha,
أَنَّ قَوْمًا قَالُوا لِلنَّبِىِّ – صلى الله عليه وسلم
– إِنَّ قَوْمًا يَأْتُونَا بِاللَّحْمِ لاَ نَدْرِى أَذُكِرَ اسْمُ اللَّهِ
عَلَيْهِ أَمْ لاَ فَقَالَ « سَمُّوا عَلَيْهِ أَنْتُمْ وَكُلُوهُ » . قَالَتْ
وَكَانُوا حَدِيثِى عَهْدٍ بِالْكُفْرِ .
Ada sebuah kaum berkata pada Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam,
“Ada sekelompok orang yang mendatangi kami dengan hasil sembelihan. Kami tidak
tahu apakah itu disebut nama Allah ataukah tidak. Nabi shallallahu ‘alaihi
wa sallam mengatakan, “Kalian hendaklah menyebut nama Allah dan makanlah
daging tersebut.” ’Aisyah berkata bahwa mereka sebenarnya baru saja masuk
Islam.
Namun pendapat mayoritas ulama yang menyaratkan wajib tasmiyah
(basmalah) itulah yang lebih kuat dan lebih hati-hati. Sedangkan dalil yang
disebutkan oleh Imam Asy Syafi’i adalah untuk sembelihan yang masih diragukan
disebut nama Allah ataukah tidak. Maka untuk sembelihan semacam ini, sebelum
dimakan, hendaklah disebut nama Allah terlebih dahulu.
Keempat: Tidak disembelih atas nama selain Allah. Maksudnya di sini
adalah mengagungkan selain Allah baik dengan mengeraskan suara atau tidak. Maka
hasil sembelihan seperti ini diharamkan berdasarkan kesepakatan ulama. Dalilnya
adalah firman Allah Ta’ala,
حُرِّمَتْ عَلَيْكُمُ الْمَيْتَةُ وَالدَّمُ وَلَحْمُ
الْخِنْزِيرِ وَمَا أُهِلَّ لِغَيْرِ
Artinya : “Diharamkan bagimu (memakan) bangkai, darah, daging babi,
(daging hewan) yang disembelih atas nama selain Allah.” (QS. Al Ma-idah: 3)
C. Syarat Alat Untuk Menyembelih
Ada dua syarat yang mesti dipenuhi yaitu:
Pertama: Menggunakan alat pemotong, baik dari besi atau selainnya, baik
tajam atau tumpul asalkan bisa memotong. Karena maksud dari menyembelih adalah
memotong urat leher, kerongkongan, saluran pernafasan dan saluran darah.
Kedua: Tidak menggunakan tulang dan kuku. Dalilnya adalah hadits Rofi’
bin Khodij,
مَا أَنْهَرَ الدَّمَ وَذُكِرَ اسْمُ اللَّهِ عَلَيْهِ ،
فَكُلُوهُ ، لَيْسَ السِّنَّ وَالظُّفُرَ ، وَسَأُحَدِّثُكُمْ عَنْ ذَلِكَ ،
أَمَّا السِّنُّ فَعَظْمٌ وَأَمَّا الظُّفُرُ فَمُدَى الْحَبَشَةِ
Artinya : “Segala sesuatu yang mengalirkan darah dan
disebut nama Allah ketika menyembelihnya, silakan kalian makan, asalkan yang
digunakan bukanlah gigi dan kuku. Aku akan memberitahukan pada kalian mengapa
hal ini dilarang. Adapun gigi, ia termasuk tulang. Sedangkan kuku adalah alat
penyembelihan yang dipakai penduduk Habasyah (sekarang bernama
Ethiopia).”
D. Adab Dalam Penyembelihan Hewan
Pertama: Berbuat Ihsan (Berbuat Baik Terhadap Hewan). Dari Syadad bin
Aus, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
إِنَّ اللَّهَ كَتَبَ الإِحْسَانَ عَلَى كُلِّ شَىْءٍ
فَإِذَا قَتَلْتُمْ فَأَحْسِنُوا الْقِتْلَةَ وَإِذَا ذَبَحْتُمْ فَأَحْسِنُوا
الذَّبْحَ وَلْيُحِدَّ أَحَدُكُمْ شَفْرَتَهُ فَلْيُرِحْ ذَبِيحَتَهُ
Artinya : “Sesungguhnya Allah memerintahkan
agar berbuat baik terhadap segala sesuatu. Jika kalian hendak membunuh, maka
bunuhlah dengan cara yang baik. Jika kalian hendak menyembelih, maka
sembelihlah dengan cara yang baik. Hendaklah kalian menajamkan pisaunya dan senangkanlah
hewan yang akan disembelih.”
Di antara bentuk berbuat ihsan adalah tidak menampakkan pisau atau
menajamkan pisau di hadapan hewan yang akan disembelih. Dari Ibnu
’Abbas radhiyallaahu ’anhuma, ia berkata,
أَتُرِيْدُ أَنْ تَمِيْتَهَا مَوْتَات هَلاَ حَدَدْتَ
شَفْرَتَكَ قَبْلَ أَنْ تَضْجَعَهَا
Artinya : ”Rasulullah shallallaahu
‘alaihi wa sallam mengamati seseorang yang meletakkan kakinya di atas pipi
(sisi) kambing dalam keadaan ia mengasah pisaunya, sedangkan kambing itu
memandang kepadanya. Lantas Nabi berkata, “Apakah sebelum ini kamu hendak
mematikannya dengan beberapa kali kematian?! Hendaklah pisaumu sudah diasah sebelum
engkau membaringkannya.”
Kedua: Membaringkan Hewan Di Sisi Sebelah Kiri, Memegang Pisau Dengan
Tangan Kanan Dan Menahan Kepala Hewan Ketika Menyembelih. Membaringkan hewan
termasuk perlakuan terbaik pada hewan dan disepakati oleh para ulama. Hal ini
berdasarkan hadits ‘Aisyah,
أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- أَمَرَ
بِكَبْشٍ أَقْرَنَ يَطَأُ فِى سَوَادٍ وَيَبْرُكُ فِى سَوَادٍ وَيَنْظُرُ فِى
سَوَادٍ فَأُتِىَ بِهِ لِيُضَحِّىَ بِهِ فَقَالَ لَهَا « يَا عَائِشَةُ هَلُمِّى
الْمُدْيَةَ ».ثُمَّ قَالَ « اشْحَذِيهَا بِحَجَرٍ ». فَفَعَلَتْ ثُمَّ أَخَذَهَا
وَأَخَذَ الْكَبْشَ فَأَضْجَعَهُ ثُمَّ ذَبَحَهُ ثُمَّ قَالَ « بِاسْمِ اللَّهِ
اللَّهُمَّ تَقَبَّلْ مِنْ مُحَمَّدٍ وَآلِ مُحَمَّدٍ وَمِنْ أُمَّةِ مُحَمَّدٍ ».
ثُمَّ ضَحَّى بِهِ.
Artinya : “Rasulullah shallallaahu
‘alaihi wa sallam meminta diambilkan seekor kambing kibasy. Beliau
berjalan dan berdiri serta melepas pandangannya di tengah orang banyak.
Kemudian beliau dibawakan seekor kambing kibasy untuk beliau buat penyembelihan
hewan. Beliau berkata kepada ‘Aisyah, “Wahai ‘Aisyah, bawakan kepadaku pisau”.
Beliau melanjutkan, “Asahlah pisau itu dengan batu”. ‘Aisyah pun mengasahnya.
Lalu beliau membaringkan kambing itu, kemudian beliau bersiap menyembelihnya,
lalu mengucapkan, “Bismillah. Ya Allah, terimalah penyembelihan hewan ini dari
Muhammad, keluarga Muhammad, dan umat Muhammad”. Kemudian beliau
menyembelihnya.
An Nawawi rahimahullah mengatakan, “Hadits ini menunjukkan
dianjurkannya membaringkan kambing ketika akan disembelih dan tidak boleh
disembelih dalam keadaan kambing berdiri atau berlutut, tetapi yang tepat
adalah dalam keadaan berbaring. Cara seperti ini adalah perlakuan terbaik bagi
kambing tersebut. Hadits-hadits yang ada pun menuntunkan demikian. Juga hal ini
berdasarkan kesepakatan para ulama. Juga berdasarkan kesepakatan ulama dan yang
sering dipraktekan kaum muslimin bahwa hewan yang akan disembelih dibaringkan
di sisi kirinya. Cara ini lebih mudah bagi orang yang akan menyembelih dalam
mengambil pisau dengan tangan kanan dan menahan kepala hewan dengan tangan
kiri.”[9]
Ketiga: Meletakkan Kaki Di Sisi Leher Hewan. Anas berkata,
ضَحَّى النَّبِىُّ – صلى الله عليه وسلم – بِكَبْشَيْنِ
أَمْلَحَيْنِ ، فَرَأَيْتُهُ وَاضِعًا قَدَمَهُ عَلَى صِفَاحِهِمَا يُسَمِّى
وَيُكَبِّرُ ، فَذَبَحَهُمَا بِيَدِهِ .
Artinya : “Nabi shallallaahu ’alaihi
wa sallam berpenyembelihan hewan dengan dua ekor kambing kibasy putih. Aku
melihat beliau menginjak kakinya di pangkal leher dua kambing itu. Lalu beliau
membaca basmalah dan takbir, kemudian beliau menyembelih keduanya.”
Ibnu Hajar memberi keterangan, “Dianjurkan meletakkan kaki di sisi kanan
hewan penyembelihan hewan. Para ulama telah sepakat bahwa membaringkan hewan
tadi adalah pada sisi kirinya. Lalu kaki si penyembelih diletakkan di sisi
kanan agar mudah untuk menyembelih dan mudah mengambil pisau dengan
tangan kanan. Begitu pula seperti ini akan semakin mudah memegang kepala hewan
tadi dengan tangan kiri.”
Keempat: Menghadapkan Hewan Ke Arah Kiblat. Dari Nafi’,
أَنَّ اِبْنَ عُمَرَ كَانَ يَكْرَهُ أَنْ يَأْكُلَ
ذَبِيْحَةَ ذَبْحِهِ لِغَيْرِ القِبْلَةِ.
Artinya : “Sesungguhnya Ibnu Umar tidak
suka memakan daging hewan yang disembelih dengan tidak menghadap kiblat.” Syaikh
Abu Malik menjelaskan bahwa menghadapkan hewan ke arah kiblat bukanlah syarat
dalam penyembelihan. Jika memang hal ini adalah syarat, tentu Allah akan
menjelaskannya. Namun hal ini hanyalah mustahab (dianjurkan).
Kelima dan Keenam: Mengucapkan Tasmiyah (Basmalah) Dan Takbir. Ketika
akan menyembelih disyari’atkan membaca “Bismillaahi wallaahu akbar“,
sebagaimana dalam hadits Anas bin Malik di atas. Untuk
bacaan bismillah (tidak perlu ditambahi Ar Rahman dan Ar Rahiim)
hukumnya wajib sebagaimana telah dijelaskan di muka. Adapun bacaan takbir
– Allahu akbar – para ulama sepakat kalau hukum membaca takbir ketika
menyembelih ini adalah sunnah dan bukan wajib.
BAB III
ANALISIS
PROSES PENYEMBELIHAN
Penyembelihan
dilakukan di “Trienggadeng” pada pukul 5 pagi. Hewan yang disembelih adalah kambing. Sebelum
menyembelih, “Tukang Jagal” (orang yang menyembelih) mempersiapkan peralatan
terlebih dahulu,seperti mengasah pisau, menyiapkan tali, alat kebersihan, dan
lain-lain.
Langkah pertama, jagal mengambil kambing di kandang. Biasanya depot ini
menyembelih 2 kambing setiap harinya. Setelah diambil, kambing di bawa ke
tempat penyembelihan. Kemudian kambing dibaringkan menghadap dengan
kepele di bagian selatan dan kakinya diikat dengan tali yang sudah
dipersiapkan. Kambing disembelih pada bagian leher dengan pisau yang tajam sampai
putus kerongkongannya,utamanya pada bagian jalan makan, nafas, dan urat
nadi.
Langkah kedua, setelah kambing benar-benar mati, kepala kambing dipotong dan
dikuliti sampai hilang kulitnya, baru setelah itu kambing
dipindahkan dengan digantung pada penampang kayu agar mudah saat
mengulitinya. Sesudahnya kambing dikuliti, bagian daging dipisahkan
dari tulang-tulangnya. Kemudian perut kambing dibelah untuk mengeluarkan bagian
dalam organ-organ kambing tersebut seperti kandungan, usus, lambung,
dan lain. Bagian organ tersebut dicuci bersih dan direndam ke dalam air kapur
selama beberapa menit. Tujuannya untuk menghilangkan bau dan pemutih alami.
Langkah ketiga, bagian organ kambing yang direndam,
diangkat sedangkan daging kambing yang telah dipisahkan dari tulangnya dipotong
dadu-dadu kecil .Sembari dipotong, ada seorang lagi yang bertugas untuk
menusukkan ke tusuk sate. Biasanya satu ekor kambing bisa
menghasilkan kurang lebih 1300 tusuk sate.
BAB IV
PENUTUP
A. Kesimpulan
Ada beberapa kesimpulan yang dapat kita petik dalam pembahasan makalh
ini, antara lain :
·
Menyembelih adalah memotong saluran nafas dan saluran makanan dari
seekor binatang menurut aturan yang telah disyariatkan oleh agama, kecuali ikan
dan belalang keduanya halal dimakan dengan tidak disembelih.
·
Qurban yaitu menyembelih hewan dengan tujuan untuk ibadat kepada Allah
pada hari raya Adha dan hari-hari Tasyriq, yaitu tanggal 11, 12 ,dan 13
Dzulhijjah. Dengan niat ibadah guna mendekatkan diri kepada Allah swt. Hewan
yang digunakan untuk qurban adalah binatang ternak, seperti kambing, sapi, dan
unta.
·
Qurban merupakan satu bentuk ibadah yang mempunyai dua dimensi, yaitu
dimensi illahiyah dan dimensi social. Melaksanakan qurban berarti mentaati
syariat Allah swt, yang membawa pahala baginya. Selain itu, qurban berarti
memberikan kebahagian bagi orang lain, khususnya faqir miskin untuk dapat
menikmati daging hewan qurban.
·
Aqiqah adalah Menyembelih hewan tertentu sehubungan dengan kelahiran
anak, sesuai dengan ketentuan syara’. Sedangkan menurut pendapat lain adalah
menyembelih kambing pada hari ketujuh dari kelahiran seorang bayi. Apabila bayi
yang lahir itu laki-laki, aqiqahnya adalah duaekor kambing. Apabila bayi itu
perempuan, aqiqahnya satu ekor kambing.
DAFTAR PUSTAKA
Sulaiman Rasjid, Fiqih Islam, Jakarta
: Attahiriyah, cetakan ke 17, 1954.
Muhammad Cholis, dkk, Pendidikan Agama
Islam, Malang : Penerbit Universitas Negeri Malang, 2010.
Al-jauziah, Ibnu Qayyim, fatwa-fatwa
Rasulullah Saw., jilid II, Jakarta: Pustaka Panjimas,1990
Ali al-Mundzor, Yunus, Misykaatul masaabih,
jilid IV, Semarang : CV.Asy-Syifa, 1994
Direktorat pembinaan Perguruan Tinggi Agama
Islam, Ilmu Fiqh, Jilid I, cet, II, Jakarta: 1983
Assalamualaikum..kak maaf mau nanya, apakah usia hewan untuk kurban punya batasannya?
ReplyDeleteakikah jogjanya