Disusun Oleh Muazzin, S.H.I
Alumni Al-hilal Sigli Tahun 2015
KATA PENGANTAR
Segala puji dan syukur penulis sampaikan kehadirat Allah SWT,
shalawat dan salam juga disampaikan kepada junjungan Nabi Besar Muhammad SAW.
Serta sahabat dan keluarganya, seayun langkah dan seiring bahu dalam menegakkan
agama Allah. Dengan kebaikan beliau telah membawa kita dari alam kebodohan ke
alam yang berilmu pengetahuan.
Dalam rangka melengkapi tugas dari mata kuliah Hukum Agraria
pada Program Studi Hukum Ekonomi Syari’ah Mu’amalah PTI AL-HILAL SIGLI dengan
ini penulis mengangkat judul “Pemberian
Hak Guna Bangunan”.
Dalam penulisan makalah ini, penulis menyadari bahwa makalah ini
masih jauh dari kesempurnaan, baik dari cara penulisan, maupun isinya.
Oleh karena itu penulis sangat mengharapkan kritikan dan
saran-saran yang dapat membangun demi kesempurnaan makalah ini.
Wassalam
Penulis,
MASRIZAL
\
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR...................................................................................................... i
DAFTAR ISI..................................................................................................................... ii
BAB I :
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang........................................................................................................ 1
B. Rumusan Masalah.......................................................................................... ......... 1
BAB II :
PEMBAHASAN
A. Pemberian hak guna bangunan / hak pakai atas
tanah................................... ......... 2
B.
Pendaftaran Hak
Guna Bangunan/Hak Pakai atas Tanah Hak Milik............ ......... 5
C.
Pembebanan Hak
Pakai atas Tanah Hak Milik Dipandang Dari Perspektif
D. Pemilikan
Properti oleh Warga Negara Asing dan Badan Hukum Asing............... 5
BAB III :
PENUTUP
A. Kesimpulan.................................................................................................... ......... 9
DAFTAR PUSTAKA............................................................................................. ......... 10
BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang
Tanah merupakan faktor penting dalam kehidupan manusia.
Sepanjang hidup manusia bahkan hingga berpulang menghadap Yang Maha Kuasa,
manusia tidak bisa dipisahkan dengan tanah. Oleh karenanya, sesuai dengan konsepsi Hukum Tanah
Nasional yang bersifat Komunalistik Religius, Bangsa Indonesia meyakini bahwa
seluruh tanah yang terdapat di wilayah Republik Indonesia adalah Karunia Tuhan
Yang Maha Esa, yang memungkinkan penguasaan tanah secara individual, dengan
hak-hak atas tanah yang bersifat pribadi sekaligus kebersamaan. Hukum Tanah
Nasional kita diawali dengan lahirnya Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang
Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria (UUPA).
B.
Rumusan Masalah
1.
Menjelaskan pemberian hak guna bangunan / hak pakai atas tanah
2.
Menjelaskan Pendaftaran Hak Guna Bangunan/Hak Pakai atas Tanah Hak
Milik
3.
Menjelaskan Pembebanan Hak Pakai atas Tanah Hak Milik Dipandang Dari
Perspektif Pemilikan Properti oleh Warga Negara Asing dan Badan Hukum Asing
C.
Tujuan penulisan
Adapun tujuan saya dalam
menyusun makalah ini adalah disamping untuk memenuhi tugas dalam perkuliahan
juga agar saya mampu memahami bagaimana hukum agraria.
BAB II
PEMBAHASAN
A.
Pemberian Hak
Guna Bangunan/Hak Pakai atas Tanah Hak Milik
Proses pemberian Hak Guna
Bangunan/Hak Pakai atas Tanah Hak Milik diawali dengan pembuatan
perjanjianantara pemilik tanah dengan calon pemegang hak atas tanah yang
bersangkutan. Perjanjian tersebut, sesuai dengan ketentuan Pasal 37 huruf b
UUPA haruslah berbentuk otentik dan dituangkan dalam akta PPAT yang
berjudul: Akta Pemberian Hak Guna Bangunan/Hak Pakai atas Tanah Hak Milik.
Sesuai dengan ketentuan
Pasal 97 ayat (1) Peraturan Menteri Negara Agraria/Kepala Badan Pertanahan
Nasional Nomor 3 Tahun 1997 tentang Ketentuan Pelaksanaan Peraturan
Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 tentang Pendaftaran Tanah (untuk selanjutnya
disebut PMNA/Ka. BPN No. 3 Tahun 1997), sebelum melaksanakan pembuatan akta
mengenai pemindahan atau pembebanan hak atas tanah, PPAT wajib terlebih dahulu
mengecek keabsahan dari sertipikat Hak Milik yang bersangkutan pada Kantor
Pertanahan setempat.
Oleh karena perbuatan hukum
pembebanan hak ini merupakan obyek Pajak Penghasilan (PPh) pengalihan hak atas
tanah dan bangunan dan obyek Bea Perolehan Hak atau Tanah dan Bangunan (BPHTB),
maka masing-masing pihak wajib membayar pajak-pajak dimaksud sesuai dengan
ketentuan yang berlaku.
Pemberian Hak Guna
Bangunan/Hak Pakai atas Tanah Hak Milik dapat dilakukan terhadap seluruh tanah
Hak Milik atau sebagian dari tanah Hak Milik, hal mana disepakati para pihak
secara tegas dalam Akta PPAT.
Akta Pemberian Hak Guna
Bangunan/Hak Pakai atas Tanah Hak Milik tersebut memuat syarat-syarat yang
disepati oleh para pihak, yakni :
Jangka waktu pemberian Hak
Guna Bangunan/Hak Pakai atas tanah Hak Milik.
Peraturan Pemerintah Nomor
40 Tahun 1996 tentang Hak Guna Usaha, Hak Guna Bangunan dan Hak Pakai Atas
Tanah (untuk selanjutnya disebut PP 40 Tahun 1996) menetapkan Hak Guna Bangunan
atas tanah Hak Milik diberikan untuk jangka waktu paling lama 30
tahun. Sedangkan Hak Pakai atas tanah Hak Milik diberikan untuk jangka
waktu paling lama 25 tahun. Jangka waktu tersebut tidak dapat
diperpanjang, akan tetapi atas kesepakatan antara para pihak, pembebanan hak tersebut dapat
diperbaharui dengan pembuatan akta PPAT dan hak tersebut wajib
didaftarkan.
Permasalahannya, dengan
jangka waktu terbatas dan tidak dapat diperpanjang, apakah pemberian Hak Guna
Bangunan/Hak Pakai atas tanah Hak Milik menguntungkan bagi para
investor/penanam modal, baik lokal maupun asing?
Bandingkan dengan jangka
waktu untuk tanah Hak Guna Bangunan/Hak Pakai atas tanah negara dan Hak Guna
Bangunan/Hak Pakai atas tanah Hak Pengelolaan yang dapat diperpanjang dan
diperbaharui haknya. Dan khusus untuk kepentingan penanaman modal, Pasal 28
juncto Pasal 48 PP 40 Tahun 1996 menetapkan, permintaan perpanjangan dan
pembaharuan Hak Guna Bangunan/Hak Pakai dapat dilakukan sekaligus dengan
membayar uang pemasukan untuk itu pada saat pertama kali mengajukan permohonan
Hak Guna Bangunan/Hak Pakai. Dan dalam hal uang pemasukan telah dibayar
sekaligus, untuk perpanjangan atau pembaharuan Hak Guna Bangunan/Hak Pakai
hanya dikenakan biaya administrasi.
Hal ini berarti investor
dapat memperoleh jaminan kepastian hukum atas jangka waktu penggunaan tanah Hak
Guna Bangunan selama 80 tahun dan untuk tanah Hak Pakai selama 70 tahun
dengan pembayaran uang pemasukan sekaligus di muka.
1. Hak Guna Bangunan/Hak Pakai
tersebut memberi hak kepada pemegang hak yang bersangkutan
untuk mendirikan dan mempunyai bangunan di atas tanah Hak Milik yang
menjadi obyek pemberian hak sampai berakhirnya jangka waktu Hak Guna
Bangunan/Hak Pakai tersebut.
2. Hak Guna Bangunan/Hak Pakai
tersebut tetap membebani Hak Milik yang bersangkutan, walaupun Hak
Milik itu telah beralih atau dialihkan oleh pemegang Hak Milik kepada pihak
lain, dan pemegang Hak Guna Bangunan/Hak Pakai tersebut tetap dapat
melaksanakan haknya sampai jangka waktu Hak Guna Bangunan/Hak Pakai itu
berakhir.
3. Dalam melaksanakan Hak Guna
Bangunan/Hak Pakai tersebut, pemegang Hak Guna Bangunan/Hak Pakai tidak
diperbolehkan menghilangkan tanda-tanda batas pada tanah Hak Milik yang menjadi
obyek pemberian hak dan tidak boleh membangun bangunan yang melintasi batas
obyek pemberian hak.
4. Dalam melaksanakan pembangunan,
pemegang Hak Guna Bangunan/Hak Pakai wajib memenuhi segala ketentuan peraturan
perundang-undangan mengenai pendirian bangunan dan rencana tata ruang wilayah
serta wajib memiliki ijin-ijin yang disyaratkan.
5. Pelanggaran terhadap
ketentuan perundang-undangan yang berlaku menjadi tanggung jawab pemegang Hak
Guna Bangunan/Hak Pakai yang bersangkutan.
6. Pemegang Hak Guna
Bangunan/Hak Pakai akan memelihara dan mengelola bangunan, termasuk benda-benda
serta sasarannya dengan sebaik-baiknya, dan apabila ternyata ditelantarkan,
maka yang bersangkutan menyerahkan dan memberi kuasa kepada pemegang Hak Milik
untuk mengelola dan memeliharanya hingga jangka waktu pemberian haknya
berakhir.
7. Pemegang Hak Guna
Bangunan/Hak Pakai tidak diperkenankan menjual dan/atau dengan cara
apapun mengalihkan hak yang diperolehnya dan/atau bangunan yang berdiri di atas
tanah tersebut, tanpa terlebih dahulu memperoleh persetujuan
tertulis dari pemegang Hak Milik.
8. Pemegang Hak Guna
Bangunan/Hak Pakai atas tanah Hak Milik tidak diperkenankan untuk
mengagunkan/menjaminkan hak yang diperolehnya dan/atau bangunan yang
berdiri di atas tanah tersebut, tanpa terlebih dahulu
memperolehpersetujuan tertulis dari pemegang Hak Milik.
9. Khusus untuk Hak Pakai
atas tanah Hak Milik, sekalipun dalam Pasal 4 ayat (3) Undang-Undang Nomor 4
Tahun 1996 tentang Hak Tanggungan atas Tanah Beserta Benda-Benda yang Berkaitan
Dengan Tanah (untuk selanjutnya disebut UU Hak Tanggungan) termasuk obyek hak
tanggungan, namun karena hingga saat ini belum ada Peraturan Pemerintah yang
mengaturnya lebih lanjut, sehingga belum bisa dijadikan jaminan
utang dengan dibebani hak tanggungan.
10. Pemegang Hak Guna
Bangunan/Hak Pakai wajib :
·
Mengosongkan bangunan yang ada di atas tanah Hak Milik yang menjadi
obyek pemberian hak dan menyerahkannya kepada pemegang Hak Milik berikut
bangunan dan segala sesuatu yang berdiri dan tertanam di atas bidang tanah
tersebut, tanpa pembayaran ganti rugi berupa apapun.
·
Membongkar bangunan yang ada di atas tanah Hak Milik yang menjadi obyek
pemberian hak dan menyerahkannya kembali kepada pemegang Hak Milik seperti
keadaan semula.
11.
Bahwa mulai hari ditandatanganinya akta Pemberian Hak Guna Bangunan/Hak
Pakai atas tanah Hak Milik tersebut, segala keuntungan yang didapat dari, dan
segala kerugian/beban atas obyek pemberian hak tersebut menjadi hak/beban
pemegang Hak Guna Bangunan/Hak Pakai.
12.
Untuk itu pemegang Hak Milik menjamin bahwa obyek pemberian hak
tersebut tidak tersangkut dalam suatu sengketa, bebas dari sitaan, tidak
terikat sebagai jaminan untuk sesuatu utang yang tidak tercatat dalam
sertipikat dan bebas dari beban-beban lainnya yang berupa apapun.
Akta Pemberian Hak Guna
Bangunan/Hak Pakai atas Tanah Hak Milik tersebut wajib
didaftarkan selambat-lambatnya 7 (tujuh) hari kerja sejak tanggal ditandatanganinya
akta yang bersangkutan.
B.
Pendaftaran Hak
Guna Bangunan/Hak Pakai atas Tanah Hak Milik
Pendaftaran Hak Guna
Bangunan/Hak Pakai atas Tanah Hak Milik dilakukan pada Kantor Pertanahan
setempat, dengan melampirkan :
1. Surat permohonan pendaftaran
Hak Guna Bangunan/Hak Pakai atas tanah Hak Milik;
2. Sertipikat Hak Milik;
3. Akta Pemberian Hak Guna
Bangunan/Hak Pakai atas Tanah Negara yang dibuat di hadapan PPAT yang
berwenang;
4. Identitas pemilik tanah Hak
Milik dan pemegang Hak Guna Bangunan/Hak Pakai;
5. Surat kuasa tertulis dari
pemohon (kalau ada);
6. Bukti pelunasan pembayaran
Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan, dalam hal bea tersebut terhutang;
7. Bukti pelunasan pembayaran
Pajak Penghasilan, dalam hal pajak tersebut terhutang.
Pendaftaran pembebanan hak
tersebut dicatat dalam buku tanah dan sertipikat Hak Milik yang
bersangkutan dan selanjutnya sertipikat Hak Milik dikembalikan kepada pemegang
Hak Milik. Sedangkan untuk Hak Guna Bangunan dan Hak Pakai dibuatkan Buku Tanah
dan Surat Ukur tersendiri dan kepada pemegang Hak Guna Bangunan/Hak Pakai
diterbitkanSertipikat Hak Guna Bangunan/Hak Pakai, yang di dalamnya disebutkan
asal sertipikat Hak Milik.
C.
Pembebanan Hak
Pakai atas Tanah Hak Milik Dipandang Dari Perspektif Pemilikan Properti oleh
Warga Negara Asing dan Badan Hukum Asing
Pada pertengahan tahun 1996,
tepatnya tanggal 17 Juni 1996, Pemerintah menetapkan Peraturan Pemerintah Nomor
41 Tahun 1996 tentang Pemilikan Rumah Tempat Tinggal atau Hunian Oleh Orang
Asing yang Berkedudukan di Indonesia (untuk selanjutnya disebut PP 41 Tahun
1996). Setelah lebih dari 14 tahun berlaku, peraturan tersebut dirasa belum
mampu memacu minat orang asing untuk memiliki properti di Indonesia.
Pemerintah saat ini tengah
gencar melakukan upaya deregulasi dan debirokratisasi di bidang penanaman
modal, agar Indonesia masuk dalam jajaran negara berkembang yang mempunyai daya
tarik bagi para investor, terutama investor asing.
Dengan masuknya investor
asing ke Indonesia, maka banyak warga negara asing yang bekerja di Indonesia. Di
samping itu dengan telah diberlakukannya Peraturan Kepala Badan Koordinasi
Penanaman Modal Nomor 12 Tahun 2009 tentang Permohonan dan Tata Cara Permohonan
Penanaman Modal pada tanggal 2 Januari 2010 dan Peraturan Presiden Nomor 36
Tahun 2010 tentang Daftar Bidang Usaha Yang Tertutup Dan Bidang Usaha Yang
Terbuka Dengan Persyaratan Di Bidang Penanaman Modal pada tanggal 25 Mei 2010,
maka akan semakin banyak investor asing yang membutuhkan tanah dan properti
untuk kegiatan proyek usahanya.
Sehubungan dengan hal
tersebut, Kementerian Perumahan Rakyat telah menuntaskan Rancangan Peraturan
Pemerintah pengganti PP 41 Tahun 1996 (untuk selanjutnya disebut RPP). RPP ini
diharapkan bisa membuka lapangan kerja bagi warga lokal, meningkatkan arus
wisatawan, serta meningkatkan pasar perumahan Indonesia di luar negeri.
Hingga makalah ini dibuat,
RPP tersebut belum diundangkan, oleh karena masih menunggu disetujuinya
amandemen 2 (dua) Undang-Undang, yakni UU No 4 Tahun 1992 tentang Perumahan dan
Permukiman, dan UU No 16 Tahun 1985 tentang Rumah Susun.
Oleh karenanya pembahasan
dalam makalah ini masih mengacu pada PP Nomor 41 Tahun 1996, Peraturan Menteri
Negara Agraria/Kepala BPN Nomor 7 Tahun 1996 tentang Persyaratan Pemilikan
Rumah Tempat Tinggal Atau Hunian Oleh Orang Asing (selanjutnya disebut PMNA/Ka.
BPN 7 Tahun 1996) dan Peraturan Menteri Negara Agraria/Kepala BPN Nomor 8 Tahun
1996 tentang Perubahan Peraturan Menteri Negara Agraria/Kepala BPN Nomor 7
Tahun 1996 tentang Persyaratan Pemilikan Rumah Tempat Tinggal Atau Hunian Oleh
Orang Asing (untuk selanjutnya disebut PMNA/Ka. BPN 8 Tahun 1996) dikaitkan
dengan RPP yang saat ini sedang digodog.
Pemilikan rumah tempat
tinggal atau hunian oleh orang asing dapat dilakukan dengan cara :
1. Membeli tanah Hak Pakai atas
tanah Negara berikut rumah yang ada di atasnya dengan membayar Bea Perolehan
Hak atas Tanah dan Bangunan (BPHTB) untuk tanah dan bangunan yang besangkutan
sesuai ketentuan yang berlaku;
2. Membeli tanah Hak Pakai atas
tanah Negara dengan membayar BPHTB tanah dan kemudian membangun sendiri rumah
di atasnya, dengan syarat mengurus Ijin Mendirikan Bangunan (IMB) dan membayar
Pajak Pertambahan Nilai (PPN) Bangunan;
3. Membeli tanah Hak Pakai atas
tanah Hak Milik dari pemegang Hak Pakai (setelah memperoleh persetujuan tertulis
dari pemegang Hak Milik) berikut rumah yang ada di atasnya dengan membayar
BPHTB tanah dan bangunan;
4. Membeli tanah Hak Pakai atas
tanah Hak Milik dari pemegang Hak Pakai (setelah memperoleh persetujuan
tertulis dari pemegang Hak Milik) dengan membayar BPHTB tanah dan kemudian
membangun sendiri rumah di atasnya, dengan syarat mengurus IMB dan membayar PPN
Bangunan;
5. Memperoleh Hak Pakai atas
tanah Hak Milik dari pemegang Hak Milik berdasarkan perjanjian, berikut rumah
yang ada di atasnya dengan membayar BPHTB tanah dan bangunan;
6. Memperoleh Hak Pakai atas
tanah Hak Milik dari pemegang Hak Milik berdasarkan perjanjian, dengan membayar
BPHTB tanah dan kemudian membangun sendiri rumah di atasnya, dengan syarat
mengurus IMB dan membayar PPN Bangunan;
7. Memperoleh Hak Sewa untuk
Bangunan (HSUB).
Sekalipun UUPA mengatur HSUB
dalam Pasal 44 dan 45, namun hingga saat ini belum ada satupun peraturan
pelaksana yang mengatur hak tersebut. Hal ini berpotensi besar terhadap
timbulnya penyelundupan hukum.
HSUB adalah Hak Pakai yang
mempunyai sifat khusus. Seperti halnya Hak Pakai, subyek HSUB adalah warga
negara Indonesia, orang asing yang berkedudukan di Indonesia, badan hukum
Indonesia dan badan hukum asing yang mempunyai perwakilan di Indonesia. HSUB
adalah hak yang diberikan kepada orang/badan hukum untuk mendirikan bangunan di
atas tanah Hak Milik kepunyaan orang lain yang diserahkan dalam kondisi kosong,
dengan pembayaran sejumlah uang kepada pemegang Hak Milik. Pemberian HSUB
dibuktikan dengan akta sewa tanah yang dibuat di hadapan Notaris atau PPAT. Hak
ini tidak termasuk hak atas tanah yang wajib didaftarkan, tidak dapat dijadikan
jaminan utang dengan dibebani Hak Tanggungan dan hanya dapat beralih dengan
persetujuan pemegang Hak Milik.
RPP pengganti PP 41 Tahun
1996 mengatur pula HSUB. Hanya dalam RPP tersebut HSUB dapat diberikan di atas
tanah Hak Milik maupun di atas tanah Hak Pengelolaan. Untuk melindungi pemberi
Hak Sewa di atas tanah Hak Milik, jangka waktu pemberian hak sewa disesuiakan
dengan masa konstruksi bangunan yang ditetapkan oleh instansi Pemerintah atau
Pemerintah Daerah sesuai dengan kewenangannya dan paling lama 50 (lima puluh)
tahun.Dalam hal masa konstruksi lebih dari 50 (lima puluh) tahun, maka dapat
diperbaharui haknya 1 (satu) kali, dengan jangka waktu paling lama 25 (dua
puluh lima) tahun. Sedangkan jangka waktu pemberian Hak Sewa di atas tanah Hak
Pengelolaan paling lama 75 (tujuh puluh lima) tahun dan tidak dapat
diperpanjang dan diperbaharui.
Membeli Hak Milik Atas
Satuan Rumah Susun yang dibangun di atas tanah Hak Pakai atas Tanah Negara,
dengan membayar BPHTB untuk tanah dan bangunan.
Pembebanan Hak Pakai atas
Tanah Hak Milik untuk orang asing diatur dalam Pasal 2 ayat (1) huruf b PP 41
Tahun 1996 juncto Pasal 2 ayat (1) huruf a PMNA/Ka. BPN 7 Tahun 1996.
Pembebanan tersebut didasarkan pada perjanjian tertulisantara orang asing
yang bersangkutan dengan pemegang Hak Milik, yang dibuat dengan Akta PPAT.
Perjanjian tersebut dibuat
untuk jangka waktu yang disepakati, tetapi tidak boleh lebih lama dari 25 (dua
puluh lima) tahun. Jangka waktu tersebut tidak bisa diperpanjang.
Sepanjang orang asing yang bersangkutan masih berkedudukan di Indonesia, jangka
waktu Hak Pakai dapat diperbaharui untuk jangka waktu tidak lebih
dari 25 (dua puluh lima) tahun, yang dibuat atas dasar kesepakatan dan
dituangkan dalam perjanjian yang baru.
Apabila orang asing tersebut
sudah tidak lagi berkedudukan di Indonesia, maka dalam jangka waktu 1 (satu)
tahun wajib melepaskan atau mengalihkan hak atas rumah dan tanahnya kepada
pihak lain yang memenuhi syarat.
Dalam hal lewat jangka waktu
tersebut, hak atas tanah berikut rumah tersebut belum dilepaskan atau dialihkan
kepada pihak lain, maka rumah tersebut menjadi milik pemegang Hak Milik.
BAB III
PENUTUP
A.
Kesimpulan
Proses pemberian Hak Guna
Bangunan/Hak Pakai atas Tanah Hak Milik diawali dengan pembuatan
perjanjianantara pemilik tanah dengan calon pemegang hak atas tanah yang
bersangkutan. Perjanjian tersebut, sesuai dengan ketentuan Pasal 37 huruf b
UUPA haruslah berbentuk otentik dan dituangkan dalam akta PPAT yang
berjudul: Akta Pemberian Hak Guna Bangunan/Hak Pakai atas Tanah Hak Milik.
Pendaftaran Hak Guna
Bangunan/Hak Pakai atas Tanah Hak Milik dilakukan pada Kantor Pertanahan
setempat, dengan melampirkan :
1. Surat permohonan pendaftaran
Hak Guna Bangunan/Hak Pakai atas tanah Hak Milik;
2. Sertipikat Hak Milik;
3. Akta Pemberian Hak Guna
Bangunan/Hak Pakai atas Tanah Negara yang dibuat di hadapan PPAT yang
berwenang;
4. Identitas pemilik tanah Hak
Milik dan pemegang Hak Guna Bangunan/Hak Pakai;
5. Surat kuasa tertulis dari
pemohon (kalau ada);
6. Bukti pelunasan pembayaran
Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan, dalam hal bea tersebut terhutang;
7. Bukti pelunasan pembayaran
Pajak Penghasilan, dalam hal pajak tersebut terhutang.
Pada pertengahan tahun 1996,
tepatnya tanggal 17 Juni 1996, Pemerintah menetapkan Peraturan Pemerintah Nomor
41 Tahun 1996 tentang Pemilikan Rumah Tempat Tinggal atau Hunian Oleh Orang
Asing yang Berkedudukan di Indonesia (untuk selanjutnya disebut PP 41 Tahun
1996). Setelah lebih dari 14 tahun berlaku, peraturan tersebut dirasa belum
mampu memacu minat orang asing untuk memiliki properti di Indonesia.
DAFTAR PUSTAKA
Notonagoro, politik hukum dan pembangunan agrarian di
Indonesia, Bina Aksara, jarkarta,1984.
Soeprapto, Undang-undang pokok Agraria dalam
peraktek, Universitas Indonesia perss, jarkarta 1986.
Muchsin, konflik sumber daya agraria dan upaya
penegakan hukumnya,makalah, seminar pertahanan nasional 2002,pembaruan
agraria STPN, yogyakarta 2002
Lili Rasjidi dan B. Arief
Sidharta, Filasafat Hukum : Mazhab dan Refleksinya, Remaja Rosdakarya,
Bandung, 1994
W. Friedmann, Teori dan Filsafat Hukum :
Idealisme Filosofis dan & Problema Keadilan (susunan II), Raja Grafindo
Persada, Jakarta
0 komentar:
Post a Comment