Contoh makalah "hukum agraria" tentang "pemberian hak guna bangunan"
Disusun Oleh Muazzin, S.H.I
Alumni Al-hilal Sigli Tahun 2015




KATA PENGANTAR

Segala puji dan syukur penulis sampaikan kehadirat Allah SWT, shalawat dan salam juga disampaikan kepada junjungan Nabi Besar Muhammad SAW. Serta sahabat dan keluarganya, seayun langkah dan seiring bahu dalam menegakkan agama Allah. Dengan kebaikan beliau telah membawa kita dari alam kebodohan ke alam yang berilmu pengetahuan.
Dalam rangka melengkapi tugas dari mata kuliah Hukum Agraria pada Program Studi Hukum Ekonomi Syari’ah Mu’amalah PTI AL-HILAL SIGLI dengan ini penulis mengangkat judul Pemberian Hak Guna Bangunan”.
Dalam penulisan makalah ini, penulis menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari kesempurnaan, baik dari cara penulisan, maupun isinya.
Oleh karena itu penulis sangat mengharapkan kritikan dan saran-saran yang dapat membangun demi kesempurnaan makalah ini.


Wassalam
Penulis,


MASRIZAL






\

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR...................................................................................................... i
DAFTAR ISI..................................................................................................................... ii
BAB I             : PENDAHULUAN
A.    Latar Belakang........................................................................................................ 1
B.     Rumusan Masalah.......................................................................................... ......... 1
BAB II            : PEMBAHASAN
A.    Pemberian hak guna bangunan / hak pakai atas tanah................................... ......... 2
B.     Pendaftaran Hak Guna Bangunan/Hak Pakai atas Tanah Hak Milik............ ......... 5
C.     Pembebanan Hak Pakai atas Tanah Hak Milik Dipandang Dari Perspektif
D.  Pemilikan Properti oleh Warga Negara Asing dan Badan Hukum Asing............... 5
BAB III          : PENUTUP
A.    Kesimpulan.................................................................................................... ......... 9
DAFTAR PUSTAKA............................................................................................. ......... 10







BAB I
PENDAHULUAN

A.    Latar Belakang
         Tanah merupakan faktor penting dalam kehidupan manusia. Sepanjang hidup manusia bahkan hingga berpulang menghadap Yang Maha Kuasa, manusia tidak bisa dipisahkan dengan tanah. Oleh karenanya, sesuai dengan konsepsi Hukum Tanah Nasional yang bersifat Komunalistik Religius, Bangsa Indonesia meyakini bahwa seluruh tanah yang terdapat di wilayah Republik Indonesia adalah Karunia Tuhan Yang Maha Esa, yang memungkinkan penguasaan tanah secara individual, dengan hak-hak atas tanah yang bersifat pribadi sekaligus kebersamaan. Hukum Tanah Nasional kita diawali dengan lahirnya Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria (UUPA).

B.     Rumusan Masalah
1.      Menjelaskan pemberian hak guna bangunan / hak pakai atas tanah
2.      Menjelaskan Pendaftaran Hak Guna Bangunan/Hak Pakai atas Tanah Hak Milik
3.      Menjelaskan Pembebanan Hak Pakai atas Tanah Hak Milik Dipandang Dari Perspektif Pemilikan Properti oleh Warga Negara Asing dan Badan Hukum Asing

C.    Tujuan penulisan
         Adapun tujuan saya dalam menyusun makalah ini adalah disamping untuk memenuhi tugas dalam perkuliahan juga agar saya mampu memahami bagaimana hukum agraria.



BAB II
PEMBAHASAN

A.    Pemberian Hak Guna Bangunan/Hak Pakai atas Tanah Hak Milik
     Proses pemberian Hak Guna Bangunan/Hak Pakai atas Tanah Hak Milik diawali dengan pembuatan perjanjianantara pemilik tanah dengan calon pemegang hak atas tanah yang bersangkutan. Perjanjian tersebut, sesuai dengan ketentuan Pasal 37 huruf b UUPA haruslah berbentuk otentik dan dituangkan dalam akta PPAT yang berjudul: Akta Pemberian Hak Guna Bangunan/Hak Pakai atas Tanah Hak Milik.
          Sesuai dengan ketentuan Pasal 97 ayat (1) Peraturan Menteri Negara Agraria/Kepala Badan Pertanahan Nasional Nomor 3 Tahun 1997 tentang  Ketentuan Pelaksanaan Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 tentang Pendaftaran Tanah (untuk selanjutnya disebut PMNA/Ka. BPN No. 3 Tahun 1997), sebelum melaksanakan pembuatan akta mengenai pemindahan atau pembebanan hak atas tanah, PPAT wajib terlebih dahulu mengecek keabsahan dari sertipikat Hak Milik yang bersangkutan pada Kantor Pertanahan setempat.
          Oleh karena perbuatan hukum pembebanan hak ini merupakan obyek Pajak Penghasilan (PPh) pengalihan hak atas tanah dan bangunan dan obyek Bea Perolehan Hak atau Tanah dan Bangunan (BPHTB), maka masing-masing pihak wajib membayar pajak-pajak dimaksud sesuai dengan ketentuan yang berlaku.
        Pemberian Hak Guna Bangunan/Hak Pakai atas Tanah Hak Milik dapat dilakukan terhadap seluruh tanah Hak Milik atau sebagian dari tanah Hak Milik, hal mana disepakati para pihak secara tegas dalam Akta PPAT.
         Akta Pemberian Hak Guna Bangunan/Hak Pakai atas Tanah Hak Milik tersebut memuat syarat-syarat yang disepati oleh para pihak, yakni :
Jangka waktu pemberian Hak Guna Bangunan/Hak Pakai atas tanah Hak Milik.
      Peraturan Pemerintah Nomor 40 Tahun 1996 tentang Hak Guna Usaha, Hak Guna Bangunan dan Hak Pakai Atas Tanah (untuk selanjutnya disebut PP 40 Tahun 1996) menetapkan Hak Guna Bangunan atas tanah Hak Milik diberikan untuk jangka waktu paling lama 30 tahun. Sedangkan Hak Pakai atas tanah Hak Milik diberikan untuk jangka waktu paling lama 25 tahun. Jangka waktu tersebut tidak dapat diperpanjang, akan tetapi atas kesepakatan antara para pihak, pembebanan hak tersebut dapat diperbaharui dengan pembuatan akta PPAT dan hak tersebut wajib didaftarkan.
         Permasalahannya, dengan jangka waktu terbatas dan tidak dapat diperpanjang, apakah pemberian Hak Guna Bangunan/Hak Pakai atas tanah Hak Milik menguntungkan bagi para investor/penanam modal, baik lokal maupun asing?
           Bandingkan dengan jangka waktu untuk tanah Hak Guna Bangunan/Hak Pakai atas tanah negara dan Hak Guna Bangunan/Hak Pakai atas tanah Hak Pengelolaan yang dapat diperpanjang dan diperbaharui haknya. Dan khusus untuk kepentingan penanaman modal, Pasal 28 juncto Pasal 48 PP 40 Tahun 1996 menetapkan, permintaan perpanjangan dan pembaharuan Hak Guna Bangunan/Hak Pakai dapat dilakukan sekaligus dengan membayar uang pemasukan untuk itu pada saat pertama kali mengajukan permohonan Hak Guna Bangunan/Hak Pakai. Dan dalam hal uang pemasukan telah dibayar sekaligus, untuk perpanjangan atau pembaharuan Hak Guna Bangunan/Hak Pakai hanya dikenakan biaya administrasi.
         Hal ini berarti investor dapat memperoleh jaminan kepastian hukum atas jangka waktu penggunaan tanah Hak Guna Bangunan selama 80 tahun dan untuk  tanah Hak Pakai selama 70 tahun dengan pembayaran uang pemasukan sekaligus di muka.
1.      Hak Guna Bangunan/Hak Pakai tersebut memberi hak kepada pemegang hak yang bersangkutan untuk mendirikan dan mempunyai bangunan di atas tanah Hak Milik yang menjadi obyek pemberian hak sampai berakhirnya jangka waktu Hak Guna Bangunan/Hak Pakai tersebut.
2.      Hak Guna Bangunan/Hak Pakai tersebut tetap membebani Hak Milik yang bersangkutan, walaupun Hak Milik itu telah beralih atau dialihkan oleh pemegang Hak Milik kepada pihak lain, dan pemegang Hak Guna Bangunan/Hak Pakai tersebut tetap dapat melaksanakan haknya sampai jangka waktu Hak Guna Bangunan/Hak Pakai itu berakhir.
3.      Dalam melaksanakan Hak Guna Bangunan/Hak Pakai tersebut, pemegang Hak Guna Bangunan/Hak Pakai tidak diperbolehkan menghilangkan tanda-tanda batas pada tanah Hak Milik yang menjadi obyek pemberian hak dan tidak boleh membangun bangunan yang melintasi batas obyek pemberian hak.
4.      Dalam melaksanakan pembangunan, pemegang Hak Guna Bangunan/Hak Pakai wajib memenuhi segala ketentuan peraturan perundang-undangan mengenai pendirian bangunan dan rencana tata ruang wilayah serta wajib memiliki ijin-ijin yang disyaratkan.
5.      Pelanggaran terhadap ketentuan perundang-undangan yang berlaku menjadi tanggung jawab pemegang Hak Guna Bangunan/Hak Pakai yang bersangkutan.
6.      Pemegang Hak Guna Bangunan/Hak Pakai akan memelihara dan mengelola bangunan, termasuk benda-benda serta sasarannya dengan sebaik-baiknya, dan apabila ternyata ditelantarkan, maka yang bersangkutan menyerahkan dan memberi kuasa kepada pemegang Hak Milik untuk mengelola dan memeliharanya hingga jangka waktu pemberian haknya berakhir.
7.      Pemegang Hak Guna Bangunan/Hak Pakai tidak diperkenankan menjual dan/atau dengan cara apapun mengalihkan hak yang diperolehnya dan/atau bangunan yang berdiri di atas tanah tersebut, tanpa terlebih dahulu memperoleh persetujuan tertulis dari pemegang Hak Milik.
8.      Pemegang Hak Guna Bangunan/Hak Pakai atas tanah Hak Milik tidak diperkenankan untuk mengagunkan/menjaminkan hak yang diperolehnya dan/atau bangunan yang berdiri di atas tanah tersebut, tanpa terlebih dahulu memperolehpersetujuan tertulis dari pemegang Hak Milik.
9.      Khusus untuk Hak Pakai atas tanah Hak Milik, sekalipun dalam Pasal 4 ayat (3) Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1996 tentang Hak Tanggungan atas Tanah Beserta Benda-Benda yang Berkaitan Dengan Tanah (untuk selanjutnya disebut UU Hak Tanggungan) termasuk obyek hak tanggungan, namun karena hingga saat ini belum ada Peraturan Pemerintah yang mengaturnya lebih lanjut, sehingga belum bisa dijadikan jaminan utang dengan dibebani hak tanggungan.
10.  Pemegang Hak Guna Bangunan/Hak Pakai wajib :
·         Mengosongkan bangunan yang ada di atas tanah Hak Milik yang menjadi obyek pemberian hak dan menyerahkannya kepada pemegang Hak Milik berikut bangunan dan segala sesuatu yang berdiri dan tertanam di atas bidang tanah tersebut, tanpa pembayaran ganti rugi berupa apapun.
·         Membongkar bangunan yang ada di atas tanah Hak Milik yang menjadi obyek pemberian hak dan menyerahkannya kembali kepada pemegang Hak Milik seperti keadaan semula.
11.  Bahwa mulai hari ditandatanganinya akta Pemberian Hak Guna Bangunan/Hak Pakai atas tanah Hak Milik tersebut, segala keuntungan yang didapat dari, dan segala kerugian/beban atas obyek pemberian hak tersebut menjadi hak/beban pemegang Hak Guna Bangunan/Hak Pakai.
12.  Untuk itu pemegang Hak Milik menjamin bahwa obyek pemberian hak tersebut tidak tersangkut dalam suatu sengketa, bebas dari sitaan, tidak terikat sebagai jaminan untuk sesuatu utang yang tidak tercatat dalam sertipikat dan bebas dari beban-beban lainnya yang berupa apapun.
       Akta Pemberian Hak Guna Bangunan/Hak Pakai atas Tanah Hak Milik tersebut wajib didaftarkan selambat-lambatnya 7 (tujuh) hari kerja sejak tanggal ditandatanganinya akta yang bersangkutan.

B.     Pendaftaran Hak Guna Bangunan/Hak Pakai atas Tanah Hak Milik
       Pendaftaran Hak Guna Bangunan/Hak Pakai atas Tanah Hak Milik dilakukan pada Kantor Pertanahan setempat, dengan melampirkan :
1.      Surat permohonan pendaftaran Hak Guna Bangunan/Hak Pakai atas tanah Hak Milik;
2.      Sertipikat Hak Milik;
3.      Akta Pemberian Hak Guna Bangunan/Hak Pakai atas Tanah Negara yang dibuat di hadapan PPAT yang berwenang;
4.      Identitas pemilik tanah Hak Milik dan pemegang Hak Guna Bangunan/Hak Pakai;
5.      Surat kuasa tertulis dari pemohon (kalau ada);
6.      Bukti pelunasan pembayaran Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan, dalam hal bea tersebut terhutang;
7.      Bukti pelunasan pembayaran Pajak Penghasilan, dalam hal pajak tersebut terhutang.
             Pendaftaran pembebanan hak tersebut dicatat dalam buku tanah dan sertipikat Hak Milik yang bersangkutan dan selanjutnya sertipikat Hak Milik dikembalikan kepada pemegang Hak Milik. Sedangkan untuk Hak Guna Bangunan dan Hak Pakai dibuatkan Buku Tanah dan Surat Ukur tersendiri dan kepada pemegang Hak Guna Bangunan/Hak Pakai diterbitkanSertipikat Hak Guna Bangunan/Hak Pakai, yang di dalamnya disebutkan asal sertipikat Hak Milik.

C.    Pembebanan Hak Pakai atas Tanah Hak Milik Dipandang Dari Perspektif Pemilikan Properti oleh Warga Negara Asing dan Badan Hukum Asing
            Pada pertengahan tahun 1996, tepatnya tanggal 17 Juni 1996, Pemerintah menetapkan Peraturan Pemerintah Nomor 41 Tahun 1996 tentang Pemilikan Rumah Tempat Tinggal atau Hunian Oleh Orang Asing yang Berkedudukan di Indonesia (untuk selanjutnya disebut PP 41 Tahun 1996). Setelah lebih dari 14 tahun berlaku, peraturan tersebut dirasa belum mampu memacu minat orang asing untuk memiliki properti di Indonesia.
           Pemerintah saat ini tengah gencar melakukan upaya deregulasi dan debirokratisasi di bidang penanaman modal, agar Indonesia masuk dalam jajaran negara berkembang yang mempunyai daya tarik bagi para investor, terutama investor asing.
             Dengan masuknya investor asing ke Indonesia, maka banyak warga negara asing yang bekerja di Indonesia. Di samping itu dengan telah diberlakukannya Peraturan Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal Nomor 12 Tahun 2009 tentang Permohonan dan Tata Cara Permohonan Penanaman Modal pada tanggal 2 Januari 2010 dan Peraturan Presiden Nomor 36 Tahun 2010 tentang Daftar Bidang Usaha Yang Tertutup Dan Bidang Usaha Yang Terbuka Dengan Persyaratan Di Bidang Penanaman Modal pada tanggal 25 Mei 2010, maka akan semakin banyak investor asing yang membutuhkan tanah dan properti untuk kegiatan proyek usahanya.
         Sehubungan dengan hal tersebut, Kementerian Perumahan Rakyat telah menuntaskan Rancangan Peraturan Pemerintah pengganti PP 41 Tahun 1996 (untuk selanjutnya disebut RPP). RPP ini diharapkan bisa membuka lapangan kerja bagi warga lokal, meningkatkan arus wisatawan, serta meningkatkan pasar perumahan Indonesia di luar negeri.
            Hingga makalah ini dibuat, RPP tersebut belum diundangkan, oleh karena masih menunggu disetujuinya amandemen 2 (dua) Undang-Undang, yakni UU No 4 Tahun 1992 tentang Perumahan dan Permukiman, dan UU No 16 Tahun 1985 tentang Rumah Susun.
          Oleh karenanya pembahasan dalam makalah ini masih mengacu pada PP Nomor 41 Tahun 1996, Peraturan Menteri Negara Agraria/Kepala BPN Nomor 7 Tahun 1996 tentang Persyaratan Pemilikan Rumah Tempat Tinggal Atau Hunian Oleh Orang Asing (selanjutnya disebut PMNA/Ka. BPN 7 Tahun 1996) dan Peraturan Menteri Negara Agraria/Kepala BPN Nomor 8 Tahun 1996 tentang Perubahan Peraturan Menteri Negara Agraria/Kepala BPN Nomor 7 Tahun 1996 tentang Persyaratan Pemilikan Rumah Tempat Tinggal Atau Hunian Oleh Orang Asing (untuk selanjutnya disebut PMNA/Ka. BPN 8 Tahun 1996) dikaitkan dengan RPP yang saat ini sedang digodog.
          Pemilikan rumah tempat tinggal atau hunian oleh orang asing dapat dilakukan dengan cara :
1.      Membeli tanah Hak Pakai atas tanah Negara berikut rumah yang ada di atasnya dengan membayar Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan (BPHTB) untuk tanah dan bangunan yang besangkutan sesuai ketentuan yang berlaku;
2.      Membeli tanah Hak Pakai atas tanah Negara dengan membayar BPHTB tanah dan kemudian membangun sendiri rumah di atasnya, dengan syarat mengurus Ijin Mendirikan Bangunan (IMB) dan membayar Pajak Pertambahan Nilai (PPN) Bangunan;
3.      Membeli tanah Hak Pakai atas tanah Hak Milik dari pemegang Hak Pakai (setelah memperoleh persetujuan tertulis dari pemegang Hak Milik) berikut rumah yang ada di atasnya dengan membayar BPHTB tanah dan bangunan;
4.      Membeli tanah Hak Pakai atas tanah Hak Milik dari pemegang Hak Pakai (setelah memperoleh persetujuan tertulis dari pemegang Hak Milik) dengan membayar BPHTB tanah dan kemudian membangun sendiri rumah di atasnya, dengan syarat mengurus IMB dan membayar PPN Bangunan;
5.      Memperoleh Hak Pakai atas tanah Hak Milik dari pemegang Hak Milik berdasarkan perjanjian, berikut rumah yang ada di atasnya dengan membayar BPHTB tanah dan bangunan;
6.      Memperoleh Hak Pakai atas tanah Hak Milik dari pemegang Hak Milik berdasarkan perjanjian, dengan membayar BPHTB tanah dan kemudian membangun sendiri rumah di atasnya, dengan syarat mengurus IMB dan membayar PPN Bangunan;
7.      Memperoleh Hak Sewa untuk Bangunan (HSUB).
         Sekalipun UUPA mengatur HSUB dalam Pasal 44 dan 45, namun hingga saat ini belum ada satupun peraturan pelaksana yang mengatur hak tersebut. Hal ini berpotensi besar terhadap timbulnya penyelundupan hukum.
           HSUB adalah Hak Pakai yang mempunyai sifat khusus. Seperti halnya Hak Pakai, subyek HSUB adalah warga negara Indonesia, orang asing yang berkedudukan di Indonesia, badan hukum Indonesia dan badan hukum asing yang mempunyai perwakilan di Indonesia. HSUB adalah hak yang diberikan kepada orang/badan hukum untuk mendirikan bangunan di atas tanah Hak Milik kepunyaan orang lain yang diserahkan dalam kondisi kosong, dengan pembayaran sejumlah uang kepada pemegang Hak Milik. Pemberian HSUB dibuktikan dengan akta sewa tanah yang dibuat di hadapan Notaris atau PPAT. Hak ini tidak termasuk hak atas tanah yang wajib didaftarkan, tidak dapat dijadikan jaminan utang dengan dibebani Hak Tanggungan dan hanya dapat beralih dengan persetujuan pemegang Hak Milik.
            RPP pengganti PP 41 Tahun 1996 mengatur pula HSUB. Hanya dalam RPP tersebut HSUB dapat diberikan di atas tanah Hak Milik maupun di atas tanah Hak Pengelolaan. Untuk melindungi pemberi Hak Sewa di atas tanah Hak Milik, jangka waktu pemberian hak sewa disesuiakan dengan masa konstruksi bangunan yang ditetapkan oleh instansi Pemerintah atau Pemerintah Daerah sesuai dengan kewenangannya dan paling lama 50 (lima puluh) tahun.Dalam hal masa konstruksi lebih dari 50 (lima puluh) tahun, maka dapat diperbaharui haknya 1 (satu) kali, dengan jangka waktu paling lama 25 (dua puluh lima) tahun. Sedangkan jangka waktu pemberian Hak Sewa di atas tanah Hak Pengelolaan paling lama 75 (tujuh puluh lima) tahun dan tidak dapat diperpanjang dan diperbaharui.
Membeli Hak Milik Atas Satuan Rumah Susun yang dibangun di atas tanah Hak Pakai atas Tanah Negara, dengan membayar BPHTB untuk tanah dan bangunan.
             Pembebanan Hak Pakai atas Tanah Hak Milik untuk orang asing diatur dalam Pasal 2 ayat (1) huruf b PP 41 Tahun 1996 juncto Pasal 2 ayat (1) huruf a PMNA/Ka. BPN 7 Tahun  1996. Pembebanan tersebut didasarkan pada perjanjian tertulisantara orang asing yang bersangkutan dengan pemegang Hak Milik, yang dibuat dengan Akta PPAT.
             Perjanjian tersebut dibuat untuk jangka waktu yang disepakati, tetapi tidak boleh lebih lama dari 25 (dua puluh lima) tahun. Jangka waktu tersebut tidak bisa diperpanjang. Sepanjang orang asing yang bersangkutan masih berkedudukan di Indonesia, jangka waktu Hak Pakai dapat diperbaharui untuk jangka waktu tidak lebih dari 25 (dua puluh lima) tahun, yang dibuat atas dasar kesepakatan dan dituangkan dalam perjanjian yang baru.
            Apabila orang asing tersebut sudah tidak lagi berkedudukan di Indonesia, maka dalam jangka waktu 1 (satu) tahun wajib melepaskan atau mengalihkan hak atas rumah dan tanahnya kepada pihak lain yang memenuhi syarat.
         Dalam hal lewat jangka waktu tersebut, hak atas tanah berikut rumah tersebut belum dilepaskan atau dialihkan kepada pihak lain, maka rumah tersebut menjadi milik pemegang Hak Milik.













BAB III
PENUTUP

A.    Kesimpulan
      Proses pemberian Hak Guna Bangunan/Hak Pakai atas Tanah Hak Milik diawali dengan pembuatan perjanjianantara pemilik tanah dengan calon pemegang hak atas tanah yang bersangkutan. Perjanjian tersebut, sesuai dengan ketentuan Pasal 37 huruf b UUPA haruslah berbentuk otentik dan dituangkan dalam akta PPAT yang berjudul: Akta Pemberian Hak Guna Bangunan/Hak Pakai atas Tanah Hak Milik.
          Pendaftaran Hak Guna Bangunan/Hak Pakai atas Tanah Hak Milik dilakukan pada Kantor Pertanahan setempat, dengan melampirkan :
1.      Surat permohonan pendaftaran Hak Guna Bangunan/Hak Pakai atas tanah Hak Milik;
2.      Sertipikat Hak Milik;
3.      Akta Pemberian Hak Guna Bangunan/Hak Pakai atas Tanah Negara yang dibuat di hadapan PPAT yang berwenang;
4.      Identitas pemilik tanah Hak Milik dan pemegang Hak Guna Bangunan/Hak Pakai;
5.      Surat kuasa tertulis dari pemohon (kalau ada);
6.      Bukti pelunasan pembayaran Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan, dalam hal bea tersebut terhutang;
7.      Bukti pelunasan pembayaran Pajak Penghasilan, dalam hal pajak tersebut terhutang.

           Pada pertengahan tahun 1996, tepatnya tanggal 17 Juni 1996, Pemerintah menetapkan Peraturan Pemerintah Nomor 41 Tahun 1996 tentang Pemilikan Rumah Tempat Tinggal atau Hunian Oleh Orang Asing yang Berkedudukan di Indonesia (untuk selanjutnya disebut PP 41 Tahun 1996). Setelah lebih dari 14 tahun berlaku, peraturan tersebut dirasa belum mampu memacu minat orang asing untuk memiliki properti di Indonesia.




DAFTAR PUSTAKA

Notonagoro, politik hukum dan pembangunan agrarian di Indonesia, Bina    Aksara, jarkarta,1984.
Soeprapto, Undang-undang pokok Agraria dalam peraktek, Universitas Indonesia perss, jarkarta 1986.
Muchsin, konflik sumber daya agraria dan upaya penegakan hukumnya,makalah, seminar pertahanan nasional 2002,pembaruan agraria STPN, yogyakarta 2002
Lili Rasjidi dan B. Arief Sidharta, Filasafat Hukum : Mazhab dan Refleksinya, Remaja Rosdakarya, Bandung, 1994
W. Friedmann, Teori dan Filsafat Hukum : Idealisme Filosofis dan & Problema Keadilan (susunan II), Raja Grafindo Persada, Jakarta

0 komentar:

Post a Comment

 
Top