Makalah Ilmu Hukum tentang Azas Hukum Perdata
Disusun Oleh Muazzin, S.H.I
Alumni Al-Hilal Sigli Tahun 2015
KATA
PENGANTAR
Puji syukur penyusun
panjatkan ke hadirat Allah Subhanahu wa ta’ala, karena berkat rahmat-Nya kami
bisa menyelesaikan makalah yang berjudul Catatan Seorang Kuli Panggul.
Makalah ini diajukan guna memenuhi tugas mata kuliah Komputer Elektronika.
Kami mengucapkan terima
kasih kepada semua pihak yang telah membantu sehingga makalah ini dapat
diselesaikan tepat pada waktunya. Makalah ini masih jauh dari sempurna, oleh
karena itu, kritik dan saran yang bersifat membangun sangat kami harapkan demi
sempurnanya makalah ini.
Semoga makalah ini
memberikan informasi bagi masyarakat dan bermanfaat untuk pengembangan wawasan
dan peningkatan ilmu pengetahuan bagi kita semua.
Wassalam
Penulis,
KELOMPOK 8
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR............................................................................................... i
DAFTAR ISI............................................................................................................. ii
BAB I PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang..................................................................................
1
B.
Rumusan Masalah............................................................................. 1
BAB II PEMBAHASAN
A.
Pengertian asuransi............................................................................
2
B.
Jenis-jenis asuransi.............................................................................
3
C.
Jenis-jenis pertanggungan yang tidak ada dalam UU........................ 6
D.
Perbedaan jenis-jenis pertanggungan................................................. 7
BAB III PENUTUP
A.
Kesimpulan........................................................................................ 8
DAFTAR PUSTAKA.............................................................................................
9
BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang
Dapat mengetahui pengertian ,dasar, pembentukan , dan berlakunya hukum
perdata. Hal ini mengingat keadaan hukum perdata yang berlaku diindonesia ,
baik sebelum maupun sesudah indonesia merdeka.
Dengan demikian , pembahasan mengenai istilah dan pengertian hukum
perdata, luas lapangan , hukum perdata material, sumber hukum perdata , sejarah
terjadinya KUHP, berlakunya KUHP di dindonesia ,sistematika hukum perdata ,
subyek hukum, domisili hukum , catatan sipil , perkawinan, harta dalam
perkawinan, putusnya perkawinan, tempat dan mengatur hukum kebendaan dan
lain-lain.
B. Rumusan Masalah
1. Menjelaskan pembagian dan sistemtatika hukum perdata
2. Menjelaskan azas hokum perdata
C. Tujuan Penulisan
Adapun tujuan kami dalam menyusun makalah ini adalah agar kami semua
mahasiswa/I mampu memahami tentang Azas hokum perdata.
BAB I
PEMBAHASAN
A.
Pembagian dan Sistematika Hukum Perdata
Sistematika Hukum Perdata menurut ilmu pengetahuan
dibagi dalam 4 bagian yaitu:
1.
Hukum Perorangan atau Badan Pribadi
(personenrecht)
Memuat peraturan-peraturan hukum
yang mengatur tentang seseorang manusia sebagai pendukung hak dan kewajiban
(subyek hukum),tentang umur,kecakapan untuk melakukan perbuatan hukum,tempat
tinggal(domisili)dan sebagainya.
2.
Hukum Keluarga (familierecht)
Memuat peraturan-peraturan hukum
yang mengatur hubungan hukum yang timbul karena hubungan keluarga /
kekeluargaan seperti perkawinan,perceraian,hubungan orang tua dan
anak,perwalian,curatele,dan sebagainya.
3.
Hukum Harta Kekayaan (vermogenrecht)
Memuat peraturan-peraturan hukum
yang mengatur hubungan hukum seseorang dalam lapangan harta kekayaan seperti
perjanjian,milik,gadai dan sebagainya.
4.
Hukum Waris(erfrecht)
Memuat peraturan-peraturan hukum
yang mengatur tentang benda atau harta kekayaan seseorang yang telah meninggal
dunia,dengan perkataan lain:hukum yang mengatur peralihan benda dari orang yang
meninggal dunia kepada orang yang masih hidup.
B.
Azas Hukum Perdata
1. Asas
kebebasan berkontrak,
Asas ini
mengandung pengertian bahwa setiap orang dapat mengadakan perjanjian apapun
juga, baik yang telah diatur dalam undang-undang, maupun yang belum diatur
dalam undang-undang (lihat Pasal 1338 KUHPdt).
Asas
kebebasan berkontrak dapat dianalisis dari ketentuan Pasal 1338 ayat (1)
KUHPdt, yang berbunyi: “Semua perjanjian yang dibuat secara sah berlaku sebagai
undang-undang bagi mereka yang membuatnya.”
Asas ini
merupakan suatu asas yang memberikan kebebasan kepada para pihak untuk:
1.
Membuat
atau tidak membuat perjanjian;
2.
Mengadakan
perjanjian dengan siapa pun;
3.
Menentukan
isi perjanjian, pelaksanaan, dan persyaratannya;
4.
Menentukan
bentuk perjanjiannya apakah tertulis atau lisan.
Latar
belakang lahirnya asas kebebasan berkontrak adalah adanya paham individualisme
yang secara embrional lahir dalam zaman Yunani, yang diteruskan oleh kaum Epicuristen
dan berkembang pesat dalam zaman renaissance melalui antara lain ajaran-ajaran Hugo
de Grecht, Thomas Hobbes, John Locke dan J.J. Rosseau. Menurut paham
individualisme, setiap orang bebas untuk memperoleh apa saja yang
dikehendakinya.
Dalam hukum
kontrak, asas ini diwujudkan dalam “kebebasan berkontrak”. Teori leisbet
fair in menganggap bahwa the invisible hand akan menjamin kelangsungan
jalannya persaingan bebas. Karena pemerintah sama sekali tidak boleh mengadakan
intervensi didalam kehidupan sosial ekonomi masyarakat. Paham individualisme
memberikan peluang yang luas kepada golongan kuat ekonomi untuk menguasai
golongan lemah ekonomi. Pihak yang kuat menentukan kedudukan pihak yang lemah.
Pihak yang lemah berada dalam cengkeraman pihak yang kuat seperti yang diungkap
dalam exploitation de homme par l’homme.
2. Asas
Konsesualisme,
Asas konsensualisme dapat disimpulkan dalam Pasal 1320
ayat (1) KUHPdt. Pada pasal tersebut ditentukan bahwa salah satu syarat sahnya
perjanjian adalah adanya kata kesepakatan antara kedua belah pihak. Asas ini
merupakan asas yang menyatakan bahwa perjanjian pada umumnya tidak diadakan
secara formal, melainkan cukup dengan adanya kesepakatan kedua belah pihak.
Kesepakatan adalah persesuaian antara kehendak dan pernyataan yang dibuat oleh
kedua belah pihak.
Asas konsensualisme muncul diilhami dari hukum Romawi
dan hukum Jerman. Didalam hukum Jerman tidak dikenal istilah asas
konsensualisme, tetapi lebih dikenal dengan sebutan perjanjian riil dan
perjanjian formal. Perjanjian riil adalah suatu perjanjian yang dibuat dan
dilaksanakan secara nyata (dalam hukum adat disebut secara kontan). Sedangkan
perjanjian formal adalah suatu perjanjian yang telah ditentukan bentuknya,
yaitu tertulis (baik berupa akta otentik maupun akta bawah tangan).
Dalam hukum Romawi dikenal istilah contractus
verbis literis dan contractus innominat. Yang artinya bahwa
terjadinya perjanjian apabila memenuhi bentuk yang telah ditetapkan. Asas
konsensualisme yang dikenal dalam KUHPdt adalah berkaitan dengan bentuk
perjanjian.
3. Asas
Kepercayaan,
Asas kepercayaan mengandung pengertian bahwa setiap
orang yang akan mengadakan perjanjian akan memenuhi setiap prestasi yang
diadakan diantara mereka dibelakang hari
4. Asas
Kekuatan Mengikat,
Asas kekuatan mengi kat ini adalah asas yang
menyatakan bahwa perjanjian hanya mengikat bagi para fihak yang mengikatkan
diri pada perjanjian tersebut dan sifatnya hanya mengikat ke dalam
Pasal 1340 KUHPdt berbunyi: “Perjanjian hanya berlaku
antara pihak yang membuatnya.” Hal ini mengandung maksud bahwa perjanjian yang
dibuat oleh para pihak hanya berlaku bagi mereka yang membuatnya. Namun
demikian, ketentuan itu terdapat pengecualiannya sebagaimana dalam Pasal 1317
KUHPdt yang menyatakan: “Dapat pula perjanjian diadakan untuk kepentingan pihak
ketiga, bila suatu perjanjian yang dibuat untuk diri sendiri, atau suatu
pemberian kepada orang lain, mengandung suatu syarat semacam itu.”
Pasal ini mengkonstruksikan bahwa seseorang dapat
mengadakan perjanjian/kontrak untuk kepentingan pihak ketiga, dengan adanya
suatu syarat yang ditentukan. Sedangkan di dalam Pasal 1318 KUHPdt, tidak hanya
mengatur perjanjian untuk diri sendiri, melainkan juga untuk kepentingan ahli
warisnya dan untuk orang-orang yang memperoleh hak daripadanya.
Jika dibandingkan kedua pasal itu maka Pasal 1317
KUHPdt mengatur tentang perjanjian untuk pihak ketiga, sedangkan dalam Pasal
1318 KUHPdt untuk kepentingan dirinya sendiri, ahli warisnya dan orang-orang
yang memperoleh hak dari yang membuatnya. Dengan demikian, Pasal 1317 KUHPdt
mengatur tentang pengecualiannya, sedangkan Pasal 1318 KUHPdt memiliki ruang
lingkup yang luas.
5. Asas
Persamaan hukum,
Asas persamaan hukum mengandung maksud bahwa subjek
hukum yang mengadakan perjanjian mempunyai kedudukan, hak dan kewajiban yang
sama dalam hukum. Mereka tidak boleh dibeda-bedakan antara satu sama lainnya,
walaupun subjek hukum itu berbeda warna kulit, agama, dan ras.
6. Asas
Keseimbangan,
Asas keseimbangan adalah asas yang menghendaki kedua
belah pihak memenuhi dan melaksanakan perjanjian. Kreditur mempunyai kekuatan
untuk menuntut prestasi dan jika diperlukan dapat menuntut pelunasan prestasi
melalui kekayaan debitur, namun debitur memikul pula kewajiban untuk
melaksanakan perjanjian itu dengan itikad baik
7. Asas
Kepastian Hukum,
Asas kepastian hukum atau disebut juga dengan asas
pacta sunt servanda merupakan asas yang berhubungan dengan akibat perjanjian.
Asas pacta sunt servanda merupakan asas bahwa hakim atau pihak ketiga harus
menghormati substansi kontrak yang dibuat oleh para pihak, sebagaimana layaknya
sebuah undang-undang. Mereka tidak boleh melakukan intervensi terhadap
substansi kontrak yang dibuat oleh para pihak.
Asas pacta sunt servanda dapat disimpulkan
dalam Pasal 1338 ayat (1) KUHPdt. Asas ini pada mulanya dikenal dalam hukum
gereja. Dalam hukum gereja itu disebutkan bahwa terjadinya suatu perjanjian
bila ada kesepakatan antar pihak yang melakukannya dan dikuatkan dengan sumpah.
Hal ini mengandung makna bahwa setiap perjanjian yang diadakan oleh kedua pihak
merupakan perbuatan yang sakral dan dikaitkan dengan unsur keagamaan. Namun, dalam
perkembangan selanjutnya asas pacta sunt servanda diberi arti sebagai pactum,
yang berarti sepakat yang tidak perlu dikuatkan dengan sumpah dan tindakan
formalitas lainnya. Sedangkan istilah nudus pactum sudah cukup dengan kata
sepakat saja.
8. Asas Moral
Asas moral ini terikat dalam perikatan wajar, yaitu
suatu perbuatan sukarela dari seseorang tidak dapat menuntut hak baginya untuk
menggugat prestasi dari pihak debitur. Hal ini terlihat dalam zaakwarneming,
yaitu seseorang melakukan perbuatan dengan sukarela (moral). Yang bersangkutan
mempunyai kewajiban hukum untuk meneruskan dan menyelesaikan perbuatannya.
Salah satu faktor yang memberikan motivasi pada yang bersangkutan melakukan
perbuatan hukum itu adalah didasarkan pada kesusilaan (moral) sebagai panggilan
hati nuraninya
9. Asas
Perlindungan
Asas perlindungan mengandung pengertian bahwa antara
debitur dan kreditur harus dilindungi oleh hukum. Namun, yang perlu mendapat
perlindungan itu adalah pihak debitur karena pihak ini berada pada posisi yang lemah.Asas-asas
inilah yang menjadi dasar pijakan dari para pihak dalam menentukan dan membuat
suatu kontrak/perjanjian dalam kegiatan hukum sehari-hari. Dengan demikian
dapat dipahami bahwa keseluruhan asas diatas merupakan hal penting dan mutlak
harus diperhatikan bagi pembuat kontrak/perjanjian sehingga tujuan akhir dari
suatu kesepakatan dapat tercapai dan terlaksana sebagaimana diinginkan oleh
para pihak
10. Asas
Kepatutan.
Asas kepatutan tertuang dalam Pasal 1339 KUHPdt. Asas
ini berkaitan dengan ketentuan mengenai isi perjanjian yang diharuskan oleh
kepatutan berdasarkan sifat perjanjiannya
11. Asas
Kepribadian (Personality)
Asas kepribadian merupakan asas yang menentukan bahwa
seseorang yang akan melakukan dan/atau membuat kontrak hanya untuk kepentingan
perseorangan saja. Hal ini dapat dilihat dalam Pasal 1315 dan Pasal 1340
KUHPdt.
Pasal 1315 KUHPdt menegaskan: “Pada umumnya seseorang
tidak dapat mengadakan perikatan atau perjanjian selain untuk dirinya sendiri.”
Inti ketentuan ini sudah jelas bahwa untuk mengadakan suatu perjanjian, orang
tersebut harus untuk kepentingan dirinya sendiri.
12. Asas Itikad
Baik (Good Faith)
Asas itikad baik tercantum dalam Pasal 1338 ayat (3)
KUHPdt yang berbunyi: “Perjanjian harus dilaksanakan dengan itikad baik.” Asas
ini merupakan asas bahwa para pihak, yaitu pihak kreditur dan debitur harus
melaksanakan substansi kontrak berdasarkan kepercayaan atau keyakinan yang
teguh maupun kemauan baik dari para pihak. Asas itikad baik terbagi menjadi dua
macam, yakni itikad baik nisbi (relative) dan itikad
baik mutlak.
Pada itikad yang pertama, seseorang memperhatikan
sikap dan tingkah laku yang nyata dari subjek. Pada itikad yang kedua,
penilaian terletak pada akal sehat dan keadilan serta dibuat ukuran yang
obyektif untuk menilai keadaan (penilaian tidak memihak) menurut norma-norma
yang objektif..
Selain asas tersebut diatas terdapat pula Asas Hukum
Perdata Eropa Tentang Orang yaitu:
1. Asas yang melindungi hak asasi manusia, jangan sampai terjadi pembatasan atau pengurangan
hak asasi manusia karena Undang-undang atau keputusan hakim. (Pasal 1dan 3 KUHPdt)
2. Asas setiap orang harus mempunyai nama dan
tempat kediaman hukum (domisili), tiap
orang yang mempunyai hak dan kewajiban mempunyai identitas yang sedapat mungkin
berlainan satu dengan lainnya (Pasal 5a dan Bagian 3 Bab 2 Buku I KUHPdt)
Pentingnya Domisili :
a. Dimana orang harus menikah
b. Dimana orang harus dipanggil oleh pengadilan
c. Pengadilan mana yang berwenang terhadap seseorang, dsb
3. Asas Perlindungan kepada Orang yang tak
lengkap, orang yang dinyatakan oleh hukum tidak
mampu melakukan perbuatan hukum mendapat perlindungan bila ingin melakukan
perbuatan hukum (Pasal 1330 KUHPdt), contoh :
·
Orang yang
belum dewasa diwakili oleh walinya baik itu orang tua kandung atau wali yang
ditnjuk oleh hakim atau surat wasiat.
·
Mereka yang
diletakkan dibawah pengampuan, bila mereka hendak melakukan perbuatan hukum
diwakili oleh seorang pengampu (Curator)
·
Wanita yang
bersuami bila hendak melakukan perbuatan hukum harus didampingi suaminya.
4. Asas monogami dalam hukum perkawinan barat, bagi laki-laki hanya boleh mengambil seorang wanita
sebagai istri dan wanita hanya boleh mengambil seorang laki-laki sebagai
suaminya(Pasal 27 KUHPdt). Dalam Undang-undang no 1 tahun 1974 tentang
Perkawinan Pasal 3 ayat 2 pengadilan diperbolehkan memberi ijin seorang suami
untuk beristri lebih dari satu bila dikehendaki oleh pihak-pihak yang
bersangkutan.
5. Asas bahwa suami dinyatakan sebagai kepala
keluarga, ia betugas memimpin dan mengurusi
kekayaan keluarga (Pasal105 KUHPdt)
Selain dalam hukum orang (persoonen recht) dalam Hukum Benda (Zaakenen Rescht) yaitu
keseluruhan kaidah hukum yang mengatur apa yang diartikan dengan benda dan
mengatur hak atas benda. Asasnya adalah asas yang membagi benda atau barang ke
dalam benda bergerak dan benda tetap.
Asas Hukum
Tentang Benda :
1.
Asas yang membagi hak manusia kedalam hak kebendaan
dan hak perorangan.
Hak
Kebendaan, adalah hak untuk menguasai secara langsung suatu kebendaan dan
kekuasaan tersebut dan dapat dipertahankan terhadap setiap orang (hak milik,
hak guna usaha, hak guna bangunan)
Hak
Perorangan, adalah hak seseorang untuk menuntut suatu tagihan kepada seseorang
tertentu. Dalam hal ini hanya orang ini saja yang harus mengakui hak orang
tersebut
2.
Asas hak milik itu adalah suatu fungsi sosial.
Asas ini
mempunyai arti bahwa orang tidak dibenarkan untuk membiarkan atau menggunakan
hak miliknya secara merugikan orang atau masyarakat. Jika merugikan akan
dituntut berdasarkan Pasal 1365 KUHPdt
Hukum Benda
yang mengatur tentang tanah telah dicabut dan diatur dalam Undang-undang Pokok
Agraria tahun 1960 No 5. Namun aturan tentang Hipotik masih diatur dalam Hukum
Benda. Hukum Benda ini sifatnya tertutup, jadi tidak ada peraturan lain yang
berkaitan dengan benda selain yang diatur oleh Undang-undang.
Asas-asas
Umum Hak Kebendaan
Menurut Prof. Dr. Mariam Darus Badrulzaman, S.H[2].
dalam bukunya “Mencari Sistem Hukum Benda Nasional” menjelaskan ada 10 asas
umum yang sifatnya relative konkrit yang ada dalam bidang tertentu, yaitu:
1. Asas system tertutup, artinya bahwa hak-hak atas benda bersifat
limitative, terbatas hanya pada yang diatur undang-undang. Di luar itu dengan
perjanjian tidak diperkenankan menciptakan hak-hak yang baru
2. Asas hak mengikuti benda/zaaksgevolg, droit de suite, yaitu hak kebendaan
selalu mengikuti bendanya di mana dan dalam tangan siapapun benda itu berada.
Asas ini berasal dari hukum romawi yang membedakan
hukum harta kekayaan (vermogensrecht) dalam hak kebendaan (zaakkelijkrecht)
dan hak perseorangan (persoonlijkrecht).
3. Asas publisitas, yaitu dengan adanya publisitas (openbaarheid)
adalah pengumuman kepada masyarakat mengenai status pemilikan.
Pengumuman hak atas benda tetap/tanah terjadi melalui
pendaftaran dalam buku tanah/register yang disediakan untuk itu sedangkan
pengumuman benda bergerak terjadi melalui penguasaan nyata benda itu.
4. Asas spesialitas. Dalam lembaga hak kepemilikan hak atas tanah secara
individual harus ditunjukan dengan jelas ujud, batas, letak, luas tanah. Asas
ini terdapat pada hak milik, hak guna usaha, hak guna bangunan atas benda
tetap.
5. Asas totalitas. Hak pemilikan hanya dapat diletakan terhadap obyeknya
secara totalitas dengan perkataan lain hak itu tidak dapat diletakan hanya
untuk bagian-bagian benda.
Misalnya: Pemilik sebuah bangunan dengan sendirinya
adalah pemilik kosen, jendela, pintu dan jendela bangunan tersebut. Tidak
mungkin bagian-bagian tersebut kepunyaan orang lain.
6. Asas accessie/asas pelekatan. Suatu benda biasanya terdiri atas bagian-bagian yang
melekat menjadi satu dengan benda pokok seperti hubungan antara bangunan dengan
genteng, kosen, pintu dan jendela
Asas ini menyelesaikan masalah status dari benda
pelengkap (accessoir) yang melekat pada benda pokok (principal).
Menurut asas ini pemilik benda pokok dengan sendirinya merupakan pemilik dari
benda pelengkap. Dengan perkataan lain status hukum benda pelengkap mengikuti
status hukum benda pokok. Benda pelengkap itu terdiri dari bagian (bestanddeed)
benda tambahan (bijzaak) dan benda penolong (hulpzaak).
7. Asas pemisahan horizontal , KUHPdt menganut asas pelekatan sedang UUPA menganut
asas horizontal yang diambil alih dari hukum Adat. Jual beli hak atas tanah
tidak dengan sendirinya meliputi bangunan dan tanaman yang terdapat di atasnya.
Jika bangunan dan tanaman akan mengikuti jual beli hak atas tanah harus
dinyatakan secara tegas dalam akta jual beli.
Pemerintah menganut asas vertical untuk tanah yang
sudah memiliki sertifikat untuk tanah yang belum bersertifikat menganut asas
horizontal (Surat menteri pertanahan/agraria tanggal 8 Februari 1964
Undang-Undang No.91/14 jo S.Dep. Agraria tanggal 10 desember 1966 No.
DPH/364/43/66.
8. Asas dapat diserahkan. Hak pemilikan mengandung wewenang untuk menyerahkan
benda. Untuk membahas tentang penyerahan sesuatu benda kita harus mengetahui
dulu tentang macam-macam benda karena ada bermacam-macam benda yang kita kenal
seperti tidak dijelaskan pada Bab sebelumnya. Cara-cara penyerahan secara
mendalam akan dibahas dalam Bab selanjutnya.
9. Asas perlindungan. Asas ini dapat dibedakan dalam dua jenis yaitu
perlindungan untuk golongan ekonomi lemah dan kepada pihak yang beritikad baik
(to goeder trouw) walaupun pihak yang menyerahkannya tidak wenang berhak
(beschikkingsonbevoegd). Hal ini dapat kita lihat dalam Pasal 1977
KUHPdt.
10. Asas absolute (hukum pemaksa). Menurut asas ini hak kebendaan itu wajib dihormati
atau ditaati oleh setiap orang yang berbeda dengan hak relative
Asas asas hukum Tentang Perikatan yaitu :
1. Undang-undang bagi mereka yang membuatnya (pacta sun servanda )
2. Asas kebebasan dalam membuat perjanjian atau
persetujuan
3. Asas bahwa persetujuan harus dilaksanakan dengan
itikat baik
4. Asas bahwa semua harta kekayaan seseorang menjadi
jaminan atau tanggungan semua hutang-hutangnya.
5. Asas Actio Pauliana yaitu aksi yang dilakukan
oleh seorang kreditur untuk membatalkan semua perjanjian yang dibuat oleh
debiturnya dengan itikat buruk dengan pihak ketiga, dengan pengetahuan bahwa ia
merugikan krediturnya. Pembatalan perjanjian harus dilakukan oleh hakim atas
permohonan kreditur (Pasal 1341 KUHPdt)
Asas ini
memberi peringatan kepada seorang debitur bahwa ia akan dikenakan sanksi
penuntutan, bila ia mengurangi harta kekayaan miliknya, dengan tujuan untuk
menghindari penyitaan dari pengadilan.
BAB III
PENUTUP
A.
Kesimpulan
Sistematika Hukum Perdata menurut ilmu pengetahuan
dibagi dalam 4 bagian yaitu:
1.
Hukum Perorangan atau Badan Pribadi
(personenrecht)
2.
Hukum Keluarga (familierecht)
3.
Hukum Harta Kekayaan (vermogenrecht)
4.
Hukum Waris(erfrecht)
Beberapa
asas yang terkandung dalam KUHPdt yang sangat penting dalam Hukum Perdata adalah:
1. Asas kebebasan berkontrak,
2. Asas Konsesualisme,
3. Asas Kepercayaan,
4. Asas Kekuatan Mengikat,
5. Asas Persamaan hukum,
6. Asas Keseimbangan,
7. Asas Kepastian Hukum,
8. Asas Moral
9. Asas Perlindungan
10. Asas Kepatutan.
11. Asas Kepribadian (Personality)
12. Asas Itikad Baik (Good Faith)
DAFTAR PUSTAKA
Mariam Darus Badrulzaman, Kompilasi
Hukum Perikatan, CitraAditya Bakti, Bandung, 2001,
Mariam Darus Badrulzaman, Mencari Sistem Hukum Benda Nasional,
Alumni Bandung, 1997
0 komentar:
Post a Comment