Makalah Ilmu Hukum tentang Bukan Perbuatan Hukum
Disusun Oleh Muazzin, S.H.I
Alumni AL-Hilal Sigli Tahun 2015

Makalah Bukan Perbuatan Hukum


KATA PENGANTAR


            Segala puji dan syukur penulis sampaikan kehadirat Allah SWT, shalawat dan salam juga disampaikan kepada junjungan Nabi Besar Muhammad SAW. Serta sahabat dan keluarganya, seayun langkah dan seiring bahu dalam menegakkan agama Allah. Dengan kebaikan beliau telah membawa kita dari alam kebodohan ke alam yang berilmu pengetahuan.
Dalam rangka melengkapi tugas dari mata kuliah Ilmu Hukum pada Program Studi Hukum Ekonomi Syari’ah Mu’amalah PTI AL-HILAL SIGLI dengan ini penulis mengangkat judul “Bukan Perbuatan Hukum”.
Dalam penulisan makalah ini, penulis menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari kesempurnaan, baik dari cara penulisan, maupun isinya.
Oleh karena itu penulis sangat mengharapkan kritikan dan saran-saran yang dapat membangun demi kesempurnaan makalah ini.


Wassalam
Penulis,


KELOMPOK 10



DAFTAR ISI



KATA PENGANTAR............................................................................................             i
DAFTAR ISI............................................................................................................             ii

BAB I       PENDAHULUAN
A.    Latar Belakang...................................................................................            1
B.    Rumusan Masalah..............................................................................             1
C.    Tujuan penulisan................................................................................             1

BAB II       PEMBAHASAN
A.    Perbuatan hokum yang dilarang oleh hukum.....................................            2
B.     Perbuatan yang dilarang oleh hukum.................................................            5

BAB III    PENUTUP
A.    Kesimpulan........................................................................................             8

DAFTAR PUSTAKA.............................................................................................            9







BAB I
PENDAHULUAN

A.    Latar Belakang
Dalam pergaulan hidup manusia, tiap hari manusia selalu melakukan aktifitas baik untuk  memenuhi kepentingannya maupun hanya untuk berinteraksi dengan sesamanya. Aktifitas tersebut mungkin perbuatan yang disengaja atau perbuatan yang tidak sengaja. Segala perbuatan yang dilakukan manusia secara sengaja dilakukan oleh seseorang untuk menimbulkan hak  kewajiban-kewajiban dinamakan perbuatan hukum. Misalnya membuat surat wasiat, membuat persetujuan-persetuan dan semacamnya. Dengan kata lain bahwa Perbuatan Hukum adalah setiap perbuatan subyek hukum (manusia atau badan hukum) yang akibatnya diatur oleh hukum, karena akibat itu bisa dianggap sebagai kehendak dari yang melakukan hukum.

B.     Rumusan Masalah
1.      Menjelaskan perbuatan hukum yang dilarang oleh hokum
2.      Menjelaskan perbuatan yang dilarang oleh hokum

C.    Tujuan Penulisan
Adapun tujuan kami dalam menyusun makalah ini adalah agar kami dan semua mahasiswa/I mampu memahami tentang bukan perbuatan hokum.


BAB II
PEMBAHASAN

A.    Perbuatan Hukum yang Dilarang Oleh Hukum
Perbuatan ini menjadi akibat hukum yang tak tergantung pada kehendak. Contoh:
1.      Zaakwaarneming, ialah tindakan mengurus kepentingan orang lain tanpa diminta oleh orang itu untuk kepentingannya. Misalnya: A sakit, sehingga tidak dapat mengurus kepentingannya. Tanpa diminta oleh A, B mengurus kepentingan A. B wajib meneruskan mengurus itu sampai A sembuh dan dapat mengurus kepentingannya kembali.
Hal ini sesuai dengan pasal 1354 KUH Perdata, “Jika seorang dengan sukarela, dengan tidak mendapat perintah untuk itu, mewakili urusan orang lain dengan atau tanpa pengetahuan orang lain, maka ia secara diam-diam mengikat dirinya untuk meneruskan serta menyelesaikan urusan tersebut, sampai orang yang diwakili kepentingannya dapat mengerjakan segala sesuatu  yang termasuk urusan tersebut. Ia memikul segala kewajiban yang harus dipikulnya, seandainya iua dikuasakan dengan suatu pemberian kuasa yang dinyatakan dengan tegas.
Zaakwaarneming merupakan suatu perbuatan hukum berupa pengurusan pihak orang lain yang dilakukan secara suka rela tanpa adanya perintah/kuasa baik dengan ataupun tanpa sepengetahuan pihak yang diurusi kepentingannya sampai selesai dan dapat dipertanggungjawabkan.
Zaakwaarneming secara singkat adalah diartikan sebagai pengurusan pihak orang lain atau perwakilan sukarela. Dapat dikatakan zaakwaarneming apabila perbuatan tersebut dilakukan secara suka rela, tanpa ada perintah dari pihak yang kepentingannya diurusi artinya perbuatan tersebut bisa dilakukan dengan ataupun tanpa sepengetahuan dari pihak yang diurusi kepentingannya tersebut. Namun perlu diingat bahwa pihak yang mengurusi kepentingan tersebut wajib untuk menyelesaikan kepentingan tersebut.
Tanpa perintah maksudnya adalah tidak perlu ada persetujuan terlebih dahulu. Persetujuan ini dapat dilakukan cukup dengan membiarkan pihak lain mengurusi kepentigannya. Pihak yang diwakili kepentingannya tersebut haruslah orang ynag cakap dalam hukum, karena apababila tidak cakap, maka lebih tepat disebut perwalian. Dari penjabaran ini dapat ditarik unsure-unsur dari zaakwaarneming :
a.       Merupakan perbuatan hukum untuk mengurusi kepentingan orang lain
b.      Dilakukan secara sukarela
c.       Dilakukan tanpa adanya perintah dari pihak yang kepentingannya diurus
d.      Dilakukan dengan/tanpa sepengetahuan dari pihak yang diurus kepentingannya
e.       Pihak yang melakukan pengurusan (gestor) dengan dilakukannya pengurusan, wajib untuk menyelesaikan pengurusan tersebut hingga selesai atau hingga pihak yang diurus kepentinganya tersebut (dominus) dapat mengerjakan sendiri kepentingannya .

2.      Onverschultigde betaling, ialah orang yang membayar utang kepada orang lain, karena ia mengira mempunyai utang yang sebenarnya tidak. Untuk ini diatur oleh pasal 1359 KUH Perdata, yang berbunyi: “Tiap-tiap pembayaran memperkirakan adanya suatu utang. Apa yang telah dibayarkan dengan tidak diwajibkan, dapat dituntut kembali”.
Terhadap perkiraan-perkiraan bebas, yang secara sukarela telah dipenuhi, tak dapat dilakukan penuntutan kembali.
Pembayaran tidak terutang atau dalam bahasa Belandanya onverschuldigde betaling terjadi bilamana  seorang melakukan pembayaran kepada pihak lain tanpa adanya hutang. Pembayaran yang dimaksud adalah setiap pemenuhan prestasi. Contoh dalam kehidupan sehari-hari dapat saya deskripsikan sebagai berikut :
A seorang mahasiswa memiliki hutang kepada B. Suatu hari utang tersebut telah dibayar lunas oleh A. Namun karena A orangnya pelupa maka bebearpa hari kemudian ia membayar lagi kepada B. B menerima saja pembayaran yang kedua itu. Anggap saja sebagi sejeki. Nah, pembayaran utang yang kedua itu merupakan pembayaran tidak terutang.
Contoh kasus lain adalah Sukijo membeli sepeda motor dan sudah dibayar lunas dan akan diantar dealer pada sore hari. Lalu pihak dealer mengirim motor itu dan menurunkan di kampung sebelah yang kebetulan ada juga yang berwarna sukijo. Petugas dealer meminta tandatangan tanda terima dari pak sukijo dari kampung sebelah untuk kemudian langsung pergi. Sukijo kampung sebelah menerima saja hal itu. dia menganggapnya sebagai rejeki. nah Sukijo yang sebenarnya membeli motor protes kepada dealer karena motornya blum  juga sampai.  Pihak dealer lalu menyadari kesalahan itu dan berniat meminta kembali motor yang telah diberikan kepada sukojo kampung sebelah kepada sukijo pembeli motor. Namun permintaan itu ditolak oleh sukijo kampung sebelah dengan alsan sudah terjadi pemberian.
Contoh kasus diatas  mungkin jarnag terjadi di Indonesia. entah bentuk yang sering terjadi seperti apa namun itu penting untuk diatur. Pembayaran tidak terutang diatur pada pasal 1359 KUHPerdata.
Seorang yang membayar tanpa adanya hutang berhak menuntut kembali apa yang telah dibayarkan dan yang menerima tanpa hak tersebut berkewajiban untuk mengembalikan. Penuntutan pengembalian pembayaran tidak terutang tidak harus didasarkan pada adanya kekeliruan oran yang sadar membayar tanpa adanya utang, tetap berhak menuntut kembali.
Pasal 1362 KUHPerdata mengatur bahwa barang siapa dengan itikad buruk menerima suatu pembayaran tanpa hak, harus mengembalikan hasil dan bunganya. orang tersebut juga harus mengganti kerugian jika nila barnag-barangnya menjadi berkurang. Jika barangnya musnah di luar kesalahannya, ia harus menganti barangnya beserta biaya, kerugian dan bunga, kecuali jika ia dapat membuktikan bahwa barangnya tetap akan musnah sekalipun berada pada orang yang berhak.

B.     Perbuatan yang Dilarang Oleh Hukum
Perbuatan yang dilarang oleh hukum atau perbuatan melawan hukum yang lazimnya disebut “onrechtmatige daad” adalah sesuatu perbuatan yang menimbulkan kerugian kepada  orang lain dan mewajibkan sipelaku/pembuat yang bersalah untuk mengganti kerugian yang ditimbulkannya (KUHPerdata pasal 1365). Perbuatan melawan hukum tersebut diatur dalam pasal 1365-1380 KUH Perdata.
Perbuatan tersebut dikatakan melawan hukum, apabila perbuatan itu bertentangan dengan hukum pada umumnya. Yang dimaksud dengan hukum bukan hanya berupa undang-undang saja, melainkan termasuk juga hukum tak tertulis, yang harus ditaati oleh masyarakat.
Kerugian maksudnya adalah kerugian-kerugian yang ditimbulkan oleh  perbuatan melawan hukum tersebut antara lain: kerugian-kerugian dan perbuatan-perbuatan itu harus ada hubungannya secara langsung, kerugian itu ditimbulkan karena kesalahan pembuat/pelaku.
Sedangkan yang dimaksud dengan kesalahan ialah apabila pada pelaku ada kesengajaan atau kealpaan (kelalaian).Contohnya; Kasus pada tahun 1910 seorang nona menempati kamar atas di suatu rumah bertingkat di kota Kutphendid Nederland. Di kamar bawahnya ada suatu gudang milik seorang pengusaha. Di musim dingin dan udara sangat dingin telah memecahkan pipa air di gudang, sehingga air membanjiri gudang tersebut. Berkenaan dengan kejadian tersebut, pengusaha meminta kepada gadis tadi untuk menutur kran air, tetapi sigadis itu menolaknya. Karena kran-kran yang berada di kamar merupakan satu-satunya jalan untuk mengatasi banjir yang diakibatkan pecahnya kran tersebut, sedang gadis tadi tidak mau menutup krannya, barang-barang yang ada di gudang pengusaha tersebut basah dan rusak. Atas kerugian tersebut pengusaha tersebut mengadukan hal tersebut kepada hakim.
Dalam kasus tersebut, keputusan hakim menyatakan bahwa si gadis tidak diwajibkan mengganti kerugian. Hakim berpendapat, si gadis tidak melakukan perbuatan melawan hukum.
Dari kasus keputusan ini berarti hakim menafsirkan KUH Perdata pasal 1365 secara sempit lainhalnya contoh dalam kasus Cohen yang menafsirkan pasal 1365 secara luas yakni perbuatan melawan hukum itu tidak hanya terdiri atas suatu perbuatan, tetapi juga dapat dalam hal tidak berbuat sesuatu.
Dalam KUH Perdata ditentukan pula bahwa setiap orang tidak hanya bertanggung-jawab atas kerugian yang disebabkan karena perbuatannya sendiri namun dapat juga terhadap kerugian yang disebabkan oleh perbuatan-perbuatan orang yang ditanggungnya, atau karena barang-barang yang berada di bawah pengawasannya antara lain:
·         Orang tua bertanggung jawab terhadap kerugian yang ditimbulkan karena perbuatan anaknya yang belum cukup umur yang berdiam bersama mereka.
·         Seorang majikan bertanggung-jawab terhadap kerugian yang ditimbulkan oleh bawahannya dalam melaksanakan pekerjaan-pekerjaan yang ditugaskan kepada mereka.
·         Guru sekolah bertanggung-jawab terhadap kerugian yang ditimbulkan karena perbuatan-perbuatan murid selama berada dalam pengawasannya.
Kerugian-kerugian yang dapat ditimbulkan dapat berupa kerugian harta benda, menurunnya kesehatan atau tenaga kerja .Misalnya: Seorang supir bekerja pada suatu perusahaan pengangkutan. Pada suatu ketika sopir tersebut  menimbulkan kecelakaan karena kurang berhati-hatinya si supir. Seorang laki-laki mendapat luka-luka sehingga terpaksa di rawat di rumah sakit. Perusahaan pengangkutan tersebut dapat dituntut untuk membayar ganti kerugian dari biaya perawatan, harga obat, honor dokter dan pengurangan penghasilan sebagai akibat dari kecelakaan tersebut. Seandainya si korban meninggal dunia, maka isteri, anak-anak, orang tua yang selama itu menjadi tanggungannya (almarhum korban) berhak menuntut ganti kerugian yang jumlahnya ditentukan menurut kedudukan dan kekayaan masing-masing pihak dan menurut keadaannya (KUH Perdata pasal 1370).
Selain yang tersebut di atas Kitab Undang-undang Hukum Perdata (KUHP) pasal 1372 juga memungkinkan pengajuan suatu tuntutan perdata dalam hal penghinaan yakni menuntut ganti kerugian dan kerugian untuk mengembalikan nama baik dan kehormatan.
  



BAB III
PENUTUP

A.    Kesimpulan
Perbuatan Hukum yang Dilarang Oleh Hukum
1.      Zaakwaarneming, ialah tindakan mengurus kepentingan orang lain tanpa diminta oleh orang itu untuk kepentingannya. Misalnya: A sakit, sehingga tidak dapat mengurus kepentingannya. Tanpa diminta oleh A, B mengurus kepentingan A. B wajib meneruskan mengurus itu sampai A sembuh dan dapat mengurus kepentingannya kembali.
2.      Onverschultigde betaling, ialah orang yang membayar utang kepada orang lain, karena ia mengira mempunyai utang yang sebenarnya tidak. Untuk ini diatur oleh pasal 1359 KUH Perdata, yang berbunyi: “Tiap-tiap pembayaran memperkirakan adanya suatu utang. Apa yang telah dibayarkan dengan tidak diwajibkan, dapat dituntut kembali”.
Perbuatan yang dilarang oleh hukum atau perbuatan melawan hukum yang lazimnya disebut “onrechtmatige daad” adalah sesuatu perbuatan yang menimbulkan kerugian kepada  orang lain dan mewajibkan sipelaku/pembuat yang bersalah untuk mengganti kerugian yang ditimbulkannya (KUHPerdata pasal 1365). Perbuatan melawan hukum tersebut diatur dalam pasal 1365-1380 KUH Perdata.





DAFTAR PUSTAKA

Syarifin, Pipin, SH., Pengantar Ilmu Hukum, CV Pustaka Setia, Bandung, 1999. Cetakan Pertama, hlm 75
Drs. C.S.T. Kansil. 1983. Pengantar Ilmu Hukum dan Tata Hukum Indonesia. Jakarta: PN Balai Pustaka
Mahfiana, Layyin. 2005. Ilmu Hukum. Ponorogo: Stain Press
L.J. Van Apeldoorn. 2001. Pengantar Ilmu Hukum. Jakarta: PT Pradya Paramita


0 komentar:

Post a Comment

 
Top