Disusun Oleh Muazzin, S.H.I
Alumni Al-Hilal Sigli Tahun 2015
PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang
Hukum dan kekuasaan merupakan dua hal yang berbeda namun saling
mempengaruhi satu sama lain. Hukum adalah suatu sistem aturan-aturan tentang
perilaku manusia. Sehingga hukum tidak merujuk pada satu aturan tunggal, tapi bisa
disebut sebagai kesatuan aturan yang membentuk sebuah sistem. Sedangkan
kekuasaan adalah kemampuan seseorang atau suatu kelompok untuk mempengaruhi
perilaku seseorang atau kelompok lain, sesuai dengan keinginan perilaku. Bisa
dibayangkan dampak apabila hukum dan kekuasaan saling berpengaruh. Di satu sisi
kekuasaan tanpa ada sistem aturan maka akan terjadi kompetisi seperti halnya
yang terjadi di alam.Siapa yang kuat, maka dialah yang menang dan berhak
melakukan apapun kepada siapa saja. Sedangkan hukum tanpa ada kekuasaan di
belakangnya, maka hukum tersebut akan “mandul” dan tidak bisa diterima dengan
baik oleh masyarakat. Hal ini karena masyarakat tidak memiliki ikatan kewajiban
dengan si pengeluar kebijakan. Sehingga masyarakat berhak melakukan hal-hal
yang di luar hukum yang telah dibuat dan di sisi lain pihak yang mengeluarkan
hukum tidak bisa melakukan paksaan ke masyarakat untuk mematuhi hukum.
Dari dasar pemikiran diatas maka bisa disimpulkan bahwa antara hukum dan
kekuasaan saling berhubungan dalam bentuk saling berpengaruh satu sama lain.
Kekuasaan perlu sebuah “kemasan” yang bisa memperebutkan dan mempertahankan
kekuasaan yaitu politik. Yang menjadi permasalahan adalah mana yang menjadi hal
yang mempengaruhi atau yang dipengaruhi. Seperti yang telah dijelaskan
sebelumnya, bahwa tidak bisa satu hal saja yang mempengaruhi hal yang
dipengaruhi. Antara hukum dan kekuasaan saling berpengaruh satu sama lain atau
bisa disebut saling melengkapi. Sehingga di satu sisi hukum yang dipengaruhi
oleh kekuasaan begitu sebaliknya.Namun tetap tidak dapat dipungkiri bahwa
proporsi dari kekuasaan dalam mempengaruhi hukum lebih berperan atau menyentuh
ke ranah substansial dalam artian hukum dijadikan “kendaraan” untuk melegalkan
kebijakan-kebijakan dari yang berkuasa. Sedangkan hukum dalam mempengaruhi
kekuasaan hanya menyentuh ke ranah-ranah formil yang berarti hanya mengatur
bagaimana cara membagi dan menyelenggarakan kekuasaan seperti yang ada dalam
konstitusi.
B.
Rumusan Masalah
1.
Jelaskan pengertian hubungan hokum
2.
Bagaimana unsur-unsur hubungan hokum
3.
Bagaimana syarat-syarat dapat hubungan hokum
C.
Tujuan penulisan
Adapun tujuan kami dalam menyusun makalah ini adalah agar kami dan semua
mahasiswa mampu memahami tentang hubungan hukum.
BAB II
PEMBAHASAN
A.
Pengertian Hubungan Hukum
Hubungan hukum (rechtsbetrekkingen) adalah hubungan antara dua subyek hukum atau
lebih mengenai hak dan kewajiban di satu pihak berhadapan dengan hak dan
kewajiban dipihak yang lain. Hukum mengatur hubungan antara orang yang satu dengan
orang yang lain, antara orang dengan masyarakat, antara masyarakat yang satu
dengan masyarakat yang lain. Jadi hubungan
hukum terdiri atas ikatan-ikatan antara individu dengan individu dan antara
individu dengan masyarakat dan seterusnya.
Dengan kata lain hubungan hukum adalah hubungan yang
diatur oleh hukum. Adapun hubungan yang tidak diatur oleh hukum bukan merupakan
hubungan hukum. Pertunangan dan lamaran misalnya bukan merupakan hubungan hukum
karena tidak diatur oleh hukum.
Hubungan hukum dapat
terjadi diantara sesama subyek hukum dan antara subyek hukum dengan barang.
Hubungan antara sesama subyek hukum dapat terjadi antara seseorang dengan
seorang lainnya, antara seseorang dengan suatu badan hukum, dan anatara suatu
badan hukum dengan badan hukum lainnya. Sedangkan hubungan antara subyek hukum
dengan barang berupa hak apa yang dikuasai oleh subyek hukum itu atas barang
tersebut baik barang berwujud dan barang bergerak atau tidak bergerak.
Dilihat dari sifat
hubungannya , hubungan hukum dapat dibedakan
antara hubungan hukum yang bersifat
privat dan hubungan hukum yang
bersifat publik. Dalam menetapkan hubungan hukum apakah bersifat publik atau
privat yang menjadi indikator bukanlah subyek hukum yang melakukan hubungan hukum itu, melainkan hakikat
hubungan itu atau hakikat transaksi yang terjadi (the nature transaction).
Apabila hakikat hubungan itu bersifat privat, hubungan itu dikuasai oleh hukum
privat. Apabila dalam hubungan itu timbul sengketa, siapapun yang menjadi pihak
dalam sengketa itu, sengketa itu berada dalam kompetensi peradilan perdata
kecuali sengketanya bersifat khusus seperti kepailitan, yang berkompeten yang
mengadili adalah pengadilan khusus juga, kalau memang undang-undang negara itu
menentukan demikian. Dan apabila hakikat hubungan itu bersifat publik, yang
menguasai adalah hukum publik. Yang mempunyai kompetensi untuk menangani
sengketa demikian adalah pengadilan dalam ruang lingkup hukum publik, apakah
pengadilan administrasi, peradilan pidana, dan lain-lain.
Contoh Hubungan Hukum
Hubungan hukum
berkaitan dengan perjanjian sesungguhnya lebih banyak daitur berada dalam ranah
hukum privat. Secara khusus lagi diatur dalam hukum perikatan. Perikatan dan
perjanjian adalah dua hal yang berbeda. Hukum perikatan memiliki makna yang lebih
luas daripada perjanjian karena hukum perikatan juga mengatur suatu hubungan
hukum yang tidak timbul dari perjanjian atau atas suatu persetujuan.
Hubungan Hukum dalam
Perkawinan
Selain itu hubungan
hukum juga dapat berkaitan dengan hukum perkawinan sebagaimana diatur dalam
Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan. Kaitan hubungan hukum
dengan hukum perkawinan oleh karena dalam perkawinan antara suami dan istri
memiliki keterikatan secara hukum. Keterikatan secara hukum tersebut melahirkan
hak dan kewajiban yang masing-masing diemban oleh pasangan suami istri.
Hubungan Hukum dalam
Perusahaan
Hubungan hukum juga
dapat kita jumpai dalam hubungan antara pegawai atau karyawan dengan pihak
perusahaan. Hal ini dikarenakan antara pegawai atau karyawan terikat dalam
suatu perikatan kerja baik yang diatur dalam peraturan perundang-undangan atau
yang diatur dalam kesepakatan kerja yang biasanya disebut dengan Kesepakatan
Kerja Bersama (KKB) di masing-masing perusahaan. Hubungan hukum ini dalam
peraturan perundang-undangan disebut dengan hubungan industrial.
Hubungan Hukum dalam
Penerbitan Obligasi
Bentuk hubungan hukum
lainnya dapat dilihat dalam hal penerbitan obligasi. Surat obligasi merupakan
salah satu bentuk surat berharga yang biasanya digunakan oleh perusahaan
sebagai salah satu instrumen untuk memperoleh atau menambah modal. Surat
obligasi juga biasa disebut dengan istilah surat hutang, yakni surat hutang
jangka panjang yang dengan nilai nominal dan jangka waktu tertentu. Penerbitan
surat obligasi menimbulkan suatu hubunngan hukum yang diatur tersendiri dalam
peraturan perundang-undangan.
B.
Unsur-unsur Hubungan Hukum
Unsur-unsur hubungan
hukum setidaknya ada 3 hal, yaitu adanya para pihak, obyek, dan hubungan antara
pemilik hak dan pengemban kewajiban atau adanya hubungan atas obyek yang
bersangkutan. Berdasarkan hal tersebut dapat disimpulkan bahwa hubungan hukum
akan ada manakala adanya dasar hukum yang melandasi setiap hubungan dan
timbulnya peristiwa hukum.
Jenis Hubungan Hukum
Jenis-jenis Hubungan Hukum, antara lain:
1. Hubungan hukum yang bersegi 1. Dalam hal ini hanya satu pihak yang memiliki
hak sedangkan lainnya hanya memiliki kewajiban.
2. Hubungan hukum bersegi 2. Contohnya ialah perjanjian, dimana kedua belah
pihak masing-masing memiliki hak dan kewajiban.
3. Hubungan antara subyek hukum dengan beberpa subyek hukum lainnya. Contoh
dalam hal sewa-menyewa, maka si pemilik memiliki hak terhadap beberapa pihak /
subyek hukum lainnya, yang menyewa atas si pemilik
Dalam hukum adat jenis Hubungan Hukum terbedakan menjadi dua, yaitu:
1. Hubungan sederajat (nebeinander) dan beda derajat (nacheinander.)
·
Hubungan sederajat,
misal : hubungan suami-isteri, hubungan antara provinsi yang satu dengan yang
lain.
·
Hubungan beda derajat,
misal : hubungan orangtua dengan anak, hubungan antara pemerintah dengan
rakyat.
2. Hubungan timbal balik dan hubungan timpang.
·
Hubungan timbal balik
terjadi karena para pihaknya sama-sama memiliki hak dan kewajiban.
·
Hubungan Timpang
terjadi jika hanya satu pihak saja yang memiliki hak, sedangkan pihak lain yang
memiliki kewajiban.
Dalam hal ini hubungan
sederajat tidak selalu menimbulkan hubungan timbal balik, contoh: pinjam
meminjam merupakan hubungan sederajat, tetapi timpang. Sedangkan hubungan beda
derajat kadang menimbulkan hubungan timbal balik, contoh: hubungan buruh dengan
majikannya.
C.
Syarat-syarat Hubungan Hukum
Hubungan hukum memerlukan syarat-syarat antara lain:
1. Ada dasar hukumnya, yaitu peraturan hukum yang mengatur hubungan itu.
2. Ada Peristiwa hukum, yaitu terjadi peristiwa hukumnya.
Misalnya: A menjual
satu unit mobil kepada B. Perjanjian jual beli ini akan menimbulkan hubungan
antara A dan B dan hubungan itu diatur oleh hukum (Pasal 1457 KUH Perdata). A
wajib menyerahkan satu unit mobil kepada B sebaliknya B wajib membayar mobil
sesuai dengan perjanjian tersebut. Apabila salah satu pihak, atau kedua-duanya
telah melalaikan kewajibannya maka oleh hakim dapat dijatuhi sanksi hukum. Hubungan antara A dan B yang diatur oleh
hukum itu disebut hubungan hukum. Jadi setiap hubungan hukum mempunyai dua
segi: “bevoegdheid”
(kekuasaan/kewenangan/hak) dengan lawannya
“plicht” atau kewajiban.
Kewenangan yang diberikan kepada subyek hukum dinamakan “hak”. Hubungan Hukum terdiri dari:
·
Hubungan sederajat dan
hubungan beda derajat
Sederajat : suami-isteri
(perdata), antar propinsi (tata negara).
Beda derajat : orang tua-anak (perdata), penguasa-warga (tata-negara)
·
Hubungan timbal balik
dan timpang bukan sepihak.
Timbal balik jika para
pihak sama-sama mempunyai hak dan kewajiban, timpang bukan sepihak jika yang
satu hanya hanya punya hak saja sedang yang lain punya kewajiban saja.
BAB III
PENUTUP
A.
Kesimpulan
Hubungan hukum (rechtsbetrekkingen) adalah hubungan antara dua subyek hukum atau
lebih mengenai hak dan kewajiban di satu pihak berhadapan dengan hak dan
kewajiban dipihak yang lain. Hukum mengatur hubungan antara orang yang satu
dengan orang yang lain, antara orang dengan masyarakat, antara masyarakat yang
satu dengan masyarakat yang lain. Jadi hubungan
hukum terdiri atas ikatan-ikatan antara individu dengan individu dan antara
individu dengan masyarakat dan seterusnya.
Unsur-unsur hubungan
hukum setidaknya ada 3 hal, yaitu adanya para pihak, obyek, dan hubungan antara
pemilik hak dan pengemban kewajiban atau adanya hubungan atas obyek yang
bersangkutan.
Hubungan hukum memerlukan syarat-syarat antara lain:
1. Ada dasar hukumnya, yaitu peraturan hukum yang mengatur hubungan itu.
2. Ada Peristiwa hukum, yaitu terjadi peristiwa hukumnya.
DAFTAR PUSTAKA
Soleman B. Taneko. Hukum Adat: Suatu Pengantar Awal dan Prediksi Masa
Mendatang, Bandung: Eresco, 1987.
Drs. C.S.T. kansil, S.H.. Pengantar ilmu Hukum dan
Tata Hukum Indonesia, Jakarta: Balai Pustaka, 1989.
Sefriani. 2010. Hukum Internasional. PT Raja Grafindo Persada. Jakarta
0 komentar:
Post a Comment