Makalah Ilmu Hukum tentang Kaidah Hukum dan Kaidah Sosial
Disusun Oleh Muazzin, S.H.I
alumni Al-Hilal Sigli Tahun 2015

Makalah Kaidah Hukum dan Kaidah Sosial



BAB I
PENDAHULUAN

A.    Latar Belakang
Telah diketahui bahwa disamping kaidah kepercayaan atau keagamaan, kaidah kesusilaan dan kaidah sopan santun masih diperlukan kaidah hukum. Kaidah hukum ini melindungi lebih lanjut kepentingan-kepentingan manusia yang sudah mendapat perlindungan dari ketiga kaidah lainnya dan melindungi kepentingan-kepentingan manusia yang belum mendapat perlindungan dari ketiga kaidah tadi.
Kaidah hukum ditujukan terutama kepada pelakunya yang konkrit yaitu dipelaku pelanggaran yang nyata-nyata berbuat, bukan untuk penyempurnaan manusia, melainkan untuk ketertiban masyarakatagar masyarakat tertib, agar jangan sampai jatuh korban kejahatan, agar terjadi kejahatan.
Isi kaidah hukum itu ditujukan kepada sikap lahir manusia. Kaidah hukum mengutamakan perbuatan lahir. Pada hakekatnya apa yang dibatin, apa yang dipikirkan manusia tidak menjadi soal, asal lahirnya ia tidak melanggar hukum. Apakah seseorang dalam mematuhi peraturan lalu lintas (misalnya : berhenti ketika lampu lalu lintas menyalah merah) sambil menggerutu ia tergesa-gesa ia mau pergi kuliah, tidaklah penting bagi hukum, yang penting ialah bahwa lahirnya apa yang tampak dari luar ia patuh pada peraturan lalu lintas.
Kaidah hukum berasal dari luar manusia. Kaidah hukum berasal dari kekuasaan luar diri manusia yang memaksakan kepada kita (heteronom), masyarakatlah secara resmi diberi kuasa untuk memberi sanksi / menjatuhkan hukuman.

B.     Rumusan Masalah
1.      Menjelaskan pengertian kaidah hukum
2.      Menjelaskan kaidah sosial
3.      Menjelaskan perbedaan kaidah hukum dengan kaidah sosial
4.      Menjelaskan contoh kaidah sosial yang dijadikan sebagai hukum


BAB II
PEMBAHASAN

A.    Pengertian Kaidah Hukum
Kaidah hukum bersal dari dua Kata, yakni: Kaidah dan hukum. Kaidah berarti perumusan dari asas-asas yang menjadi hukum, antara yang pasti, patokan, dalil dalam ilmu pasti. Sedang hukum sendiri berarti peraturan yang dibuat dan disepkati baik secara tertulis meupun tidak tertulis, peraturan, undang-undang yang mengikat prilaku setiap masyarakat tetentu. Dari sini dapt di kemukakan bahwa keberlakuan tingkah laku didalm masyarakat. Kaidah hukum merupakan ketentuan tentang prilaku. Pada hakikatnya apa yang dinamakan kaidah adalah nilai karena berisi apa yang “seyogyanya” harus dilakukan. Sehingga harus dibedakan dari peraturan konkrir yang dapat dilihat dalam bentuk kalimat-kalimat. Kaidah hukum dapat berubah sementara undang-undang nya (Peraturan konkritnya) tetap (lihat ps-1365 Bw).
Agar dapat memenuhi kebutuhan-kebutuhannya, dengan aman tentram dan damai tanpa gangguna, maka bagi setiap manusia perlu adanya suatu tata (orde = ordnung). Tata itu berwujud aturan-aturan yang menjadi pedoman bagi segala tingkah manusia dalm pergaulan hidup, sehingga kepentingan masing-masing dapat terpelihara dan terjamin setiap anggota masyarakat mengetahui hak dan kewajiban masing-masing. Tata itu lazim disebut KAIDAH (berasal dari bahsa Arab) atau Norma (berasal dari bahasa latin) atau UKURAN-UKURAN.
Ditinjau dari segi isinya kaidah hukum dapat dibagi tiga, yaitu:
a.       Kaidah hukum yang berarti perintah, yang mau tidak mau harus di ja;ankan atau di taati seperti misalnya ketentuan dalam pasal 1 UU no.1 tahun 1947 yang menentukan, bahwa perkawinan adalah ikatan lahir batin antara seorang pria dan wanita sebagai suami istri dengan tujuan membenmtuk keluarga yang berbahagia dan kekal berdasarkan ketuhanan yang maha Esa.
b.      Kaidah hukum yang berisi larangan , seperti yang tercantum dalam pasal 8 UU no.1 tahun 1974 mengenai larangan perkawinan antara dua orang laki-laki dan perempuan dalam keadaan tertuentu.


Proses lahirnya Kaidah Hukum
Kaidah hokum yang merupakan bagian dari kaidah social lahir adakalanya berbentuk tulisan dan ada pula dalam bentuk yang tidak tertulis.Yang tertulis adakalanya dianggap bersumber dari Tuhan, seperti hokum dalam Al-Quran,Injil, Taurat,Zabur Dll. Atau yang bersumber dari pemegang otoritas tertinggi, seperti Undang-undang dasar dan peraturan lainnya.
Sedangkan dilihat dari asal usul kaidah hokum tersebut pada pokoknya dapet dibedakan menjadi 2:
1.      Kaidah hokum yang berasal dari kaidah-kaidah social lainnya di dalam masyarakat, yang dalam istilah Paul Bohannan dinamakan kaidah hokum yang berasal dari proses double legitimacy atau pemberian legitimasi ulang dari kaidah social non hokum (agam,kesusilaan/moral,dan kesopanan menjadi suatu kaidah hokum). Misalnya, Larangan membunuh, larangan mencuri, larangan menipu, dll. kemudian melauli proses double legitimacy (pemberian legitimasi ulang larangan-larangan tadi dijadikan pula sebagai kaidah hokum yang tertuang dalam kitan Undang-undang Hukum pidana (KUHP) Indonesia pasal 262, 338, 285 dan lain-lain.
2.      Kaidah hokum yang diturunkan dari otoritas tertinggi (dalam konteks Indonesia berasal dari penyelenggara Negara baik eksekutif (presiden) maupun legislative (DPR) ).Sesuai dengan kebutuhan masyarakat pada saat itu, dan langsung terwujud dalam wujud kaidah hokum, serta sama sekali tidak berasal dari jaidah social lainnya (non hokum), contohnya undang-undang lalu-lintas dan angkutan jalan, Undang-undang Perseroan dan lain-lain.

Unsur Sanksi dalam Kaidah Hukum
Sebagaimana telah disebutkan dalam pembahasan sebelumnya, bahwa yang membedakan kaidah hokum dengan kaidah social lainnya (non hokum) adalah adanya sanksi yang tegas yang didukung otoritas tertinggi dalam masyarakat.Berhubungan dengan itu, Achmad Ali mengatakan bahwa ada 4 atribut (sifat) hokum yang membedakannya dengan kaidah social non hokum:
1.      Attribut of Authority yaitu bahwa hokum merupakan keputusan-keputusan dari pihak-pihak yang berkuasa dalam masyarakat, keputusan-keputusan mana yang ditujukan untuk mengatasi ketegangan-ketegangan yang ada dimasyarakat.
2.      Attribut of intention of Unibersal application yaitu bahwa keputusan-keputusan yang mempunyai daya jangkau yang panjang untuk masa yang akan datang.
3.      Attribut of obligation yaitu bahwa keputusan-keputusan pengawasan yang harus berisi kewajiban-kewajiban pihak pertama terhadap pihak kedua dan sebaliknya,Dalam hal ini semua pihak harus dalam keadaan hidup.
4.      Attribut of Sanction; yang menetukan bahwa keputusan-keputusan dari pihak yang berkuasa harus dikuatkan dengan sanksi, yang didasarkan pada kekuatan masyarakat yang nyata.Ibid
B.     Kaidah Sosial
Dalam sistem hukum yang berlaku di Indonesia pada saat ini, ada empat jenis kaidah sosial, yaitu;
1.      Kaidah agama
Kaidah agama merupakan aturan-aturan yang berisi perintah maupun larangan yang besumber pada kitab suci masing-masing agama. Misalnya saja, bagi umat Islam, kaidah agama bersumber pada Al-Qur’an, atau injilyang menjadi sumber kaidah agama bagi yang memeluk agama Kristen.
Kaidah agama bukanlah kaidah yang bersifat mengikat kepada seluruh warga Negara Indonesia, kaidah ini tergantung pada agama apa yang dianut oleh warga tersebut. Oleh karenanya kaidah agama Islam tidak dapat diterapkan kepada individu atau masyarakat yang beragama Kristen, ataupun sebaliknya.
2.      Kaidah kesusilaan
Kaidah kesusilaan adalah suatu keadaan dimana manusia secara naluriah dapat mengetahui dan membedakan tindakan yang baik dan tindakan yang buruk, hal itu dikarenakan kaidah kesusilaan bersumber dari naluri manusia tersebut.
Naluri manusia yang demikian itu menjadikannya aturan-aturan tersendiri dalam berperilaku, khususnya dalam menjaga diri dari tindakan-tindakan burukyang dapat merugikan diri sendiri.
3.      Kaidah kesopanan
Kaidah kesopanan ialah aturan-aturan dalam bertingkah laku di dalam kehidupan bermasyarakat. Kaidah ini berisikan perintah maupun larangan untuk agar ketertiban dalam masyarakat tetap terjaga, baik itu berupa keamananmaupun kenyamanan.
Sopan santun merupakan salah satu sikap yang diperlukan seseorang untuk dapat diterima dengan baik oleh masyarakatnya, di samping sikap-sikap yang nebjadi syarat lainnya.
4.      Kaidah Kebiasaan.
Kaidah kebiasaan merupakan aturan-aturan yang terbentuk oleh suatu kebiasaan di dalam masyarakat. Kebiasaan-kebiasaan tersebut membutuhkan waktu yang lama serta kontinuitas dalam pelaksanaannya sebelum menjadi kaidah.
Hukum adat merupakan bagian dari kaidah kebiasaan, oleh karenanya kaidah kebiasaan menjadi kaidah yang paling beragam seiring dengan beragamnya adat dan kebudayaan yang ada di Indonesia.
Perbedaan dalam kaidah-kaidah sosial
Sebelum mengetahui tentang perbedaan di antara kaidah-kaidah sosial, ada baiknya kita mengetahui tentang persamaan di antara kaidah-kaidah itu, yaitu semua kaidah-kaidah sosial sama-sama berisikan tentang aturanyang dimana di dalamnya berisikan tentang perintah dan larangan. Lalu sanksi yang timbul tidak jelas atau abstrak.
Ada beberapa perbedaan yang cukup signifikan diantara kaidah-kaidah sosial yang berlaku di Indonesia, dua diantaranya;
1.      Sumber kaidah:
·         kaidah agama bersumber kepada kitab suci.
·         kaidah kesusilaan bersumber kepada hati nurani.
·         kaidah kesopanan bersumber kepada masyarakat.
·         kaidah kebiasaan bersumber kepada kebiasaan maupun adat istiadat.
2.      Sanksi:
·         kaidah agama memiliki sanksi dosa.
·         kaidah kesusilaan memiliki sanksi ketenangan jiwa yang terganggu.
·         kaidah kesopanan memiliki sanksi citra buruk di masyarakat.
·         kaidah kebiasaan memiliki sanksi beragam, tergantung pada adatnya.
Walaupun berbeda, kaidah sosial merupakan suatu bagian yang utuh dalam sistem hukum yang berlaku di Indonesia.
Fungsi dan Peran Kaidah Sosial Dalam Kehidupan Bermasyarakat
Fungsi dan peran kaidah sosial di dalam kehidupan bermasyarakat adalah sesuai dengan PP No.25 tahun 2000, yaitu aturan atau ketentuan yang menjadi pedoman masyarakat tersebut dalam melaksanakan setiap kegiatannya. Diharapkan dengan adanya kaidah sosial ini kehidupan masyarakat dapat berjalan dengan tertib.
Kaidah sosial menjadi aturan hukum lain disamping hukum nasional yang berupa hukum perdata, hukum pidana, ataupun aturan-aturan hukum yang lainnya, dengan harapan dapat melengkapi ataupun menjadi hukum yang lebih jelas bagi kalangan tertentu.
C.    Perbedaan Kaidah hukum dan kaidah social lainnya
Kaidah hukum dapat dibedakan dengan kaidah kepercayaan, kaidah kesusilaan dan sopan santun, tetapi tidak dapat dipisahkan, sebab meskipun ada perbedaannya ada pola temunya. Terdapat hubungan yang erat sekali antara keempat –empatnya. Isi masing-masing kaidah saling mempengaruhi suatu sarana lain, kadang-kadang saling memperkuat. Beberapa perbedaaan dari segi tujuan, sasaran, alas an usul, sanksi dan isinya. Kita memulai mengadakan perbedaan antara kaidah hukum dengan kaidah agama (kaidah kepercayaan) dan kaidah kesusilaan.
Dari segi tujuan kaidah hukum bertujuan menciptakan tata tertib masyarakat dan melindungi manusia beserta kepentingannya, kaidah agama(kaidah kepercayaan) dan kesusilaan bertujuan memperbaiki pribadi manusia agar menjadi manusia ideal (Insan Kamil).
Dari segi sasaran,
·         Kaidah hukum mengatur tingkah laku manusia agar sesuai dengan aturan.
·         Kaidah agama (kaidah kepercayaan) dan kesusilaan mengatur sikap batin manusia yang pribadi agar menjadi manusia yang berkepribadian kamil.
Dari asal-usul kaidah kesopanan (sopan santun) dari luar diri manusia itu sendiri,
·         kaidah agama (kaidsah kepercayaan) berasal dari Tuhan yang maha Esa.
·         Kaidah berasal dari pribadi manusia.
Dari sumber-sumber sanksi.
·         Kaidah hukum dan kaidah agama berasal dari kekuasaan luar diri manusia (Heteronom).
·         Kaidah kesusilaan berasal dari suara yang berasa dari masing-masing pelanggar (Otonom).
Dari segi biaya
·         Kaidah hukum memberikan hak dan kewajiban (atributif dan normatif)
·         Kaidah Agama dan kaidah kesusilaan hanya memberikan kewajiban saja (normatif).
·         Kaidah kesopanan berisi aturan yang di rujukkan kepada sikap lahir manusia.
·         Kaidah agama dan kaidah kesusilaan berisi aturan yang di tujukan kepada sikap batin manusia.

Ciri-ciri kaidah hukum yang membedakan dengan kaidah lainnya : 
·         Hukum bertujuan untuk menciptakan keseimbangan antara kepentingan
·         Hukum mengatur perbuatan manusia yang bersifat lahiriah
·         Hukum dijalankan oleh badan-badan yang diakui oleh masyarakat
·         Hukum mempunyai berbagai jenis sanksi yang tegas dan bertingkat
·         Hukum bertujuan untuk mencapai kedamaian (ketertiban dan ketentraman)

Mengapa kaidah hukum masih diperlukan, sementara dalam kehidupan masyarakat sudah ada kaidah yang mengatur tingkah laku manusia dalam pergaulan hidupnya ?
Hal ini karena :
·         Masih banyak kepentingan-kepentingan lain dari manusia dalam pergaulan hidup yang memerlukan perlindungan karena belum mendapat perlindungan yang sepenuhnya dari kaidah agama, kesusilaan dan kaidah sopan santun, kebiasaan maupun adat.
·         Kepentingan-kepentingan manusia yang telah mendapat perlindungan dari kaidah-kaidah tersebut diatas, dirasa belum cukup terlindungi karena apabila terjadi pelanggaran terhadap kaidah tersebut akibat atau ancamannya dipandang belum cukup kuat.
D.    Contoh Kaidah Sosial Yang Dijadikan Sebagai Hukum Nasional
1.      Larangan merokok di tempat umum dan bagi anak- anak.
Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) menggagas perlunya suatu Undang-undang (UU) menyangkut larangan merokok bagi anak-anak karena peredaran rokok di Indonesia semakin tidak terkendali. "Para perokok pemula semakin berusia muda," kata Sekretaris KPAI Hadi Supeno di Magelang, Sabtu
Pada Tahun 1970, katanya, perokok pemula berusia 15 tahun, tahun 2004 berusia tujuh tahun sedangkan sekarang berusia antara 5 tahun hingga 9 tahun. Ia mengatakan, hingga saat ini Indonesia merupakan satu-satunya negara anggota Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) di Asia yang belum meratifikasi "Framework on Tobacco Control". Pada Tahun 1993, katanya, sebanyak 192 negara anggota WHO menetapkan konvensi pengendalian tembakau. Hingga saat ini sebanyak 137 negara telah meratifikasinya sedangkan lainnya termasuk Indonesia belum meratifikasi. "Akibatnya peredaran rokok di Indonesia tidak terkendali, dan itu berbahaya bagi anak-anak," katanya. Ia mengatakan, hasil penelitian KPAI perokok aktif di Indonesia sekitar 141,4 juta orang sedangkan jumlah penduduk Indonesia sekitar 220 juta orang. Cina dengan penduduk sekitar 1,2 miliar jiwa, perokoknya sekitar 300 juta. Ia mengatakan, sekitar 80 persen dari total perokok Indonesia itu warga miskin dengan penghasilan sekitar Rp20 ribu per hari.
Sebanyak 2.846 tayangan di semua stasiun televisi di Indonesia selama 1 tahun, katanya, disponsori rokok, sedangkan 1.350 kegiatan nasional juga disponsori rokok.
Total produksi rokok pada tahun 1970 sekitar 33 miliar batang sedangkan tahun 2006 sekitar 230 miliar batang. "Akibatnya sekitar 43 juta anak usia hingga 18 tahun terancam penyakit mematikan," katanya. Ia menyatakan pentingnya pemerintah menekan perokok guna mencegah pengaruh buruk rokok bagi anak-anak.
Negara-negara maju seperti, Jepang, Inggris, dan Amerika Serikat berhasil menekan angka perokok secara signifikan. Tetapi di Indonesia justru mengalami peningkatan pesat.
Menurut dia, kebijakan pemerintah tidak mampu mengendalikan peredaran rokok karena rokok menjadi sumber pembiayaan pembangunan. Tahun 2007 cukai rokok mencapai sekitar Rp57 triliun.
Selain itu, katanya, Kementerian Perindustrian menjadikan rokok sebagai industri utama yang menyangga industri nasional, bahkan akan terus dikembangkan hingga Tahun 2020.
"Seharusnya jangan produksi rokok yang dinaikan tetapi cukai rokok yang dinaikan sehingga rokok menjadi barang mahal dan tidak bisa dicapai anak-anak," katanya. Pemerintah, katanya, juga harus segera meratifikasi konvensi pengendilan tembakau karena di dalamnya mengatur larangan iklan rokok.
Ia juga mengatakan, rancangan amandeman undang-undang tentang kesehatan yang dalam pembahasan saat ini antara lain mengatur larangan rokok bagi anak-anak.
"Merokok bagi anak mengganggu pertumbuhan jaringan tubuhnya," katanya.
Hingga saat ini KPAI melakukan survei tentang rokok, menggalang kerjasama dengan lembaga swadaya masyarakat antirokok, melakukan lobi dengan berbagai pihak terkait, serta menggalang aliansi dengan pemangku kepentingan atas larangan merokok bagi anak, kata Hadi Supeno.
Jadi dari kutipan diatas dapat diambil sebuah kesimpulan bahwa merokok lebih banyak bahayanya dari pada manfaatnya. Sehingga sekarang telah diterbitkan undang- undang yang melarang untuk merokok ditempat umum dan bagi anak- anak kecil. Sebagai contoh adalah kejadian di Surabaya dimana seorang penumpang para pemilik jasa angkutan umum dipaksa oleh pemda agar memaksa turun orang/ penumpang yang merokok didalam bis (http://www.tempointeraktif.com/hg/nusa/2009/10/22/brk,20091022-203923,id.html) sedangkan sebenarnya merokok adalah bukan sebuah larangan akan tetapi kalau menurut kaidah social merokok di tempat umum dan anak- anak kecil yang merokok itu kurang etis sehingga terkesan tidak baik akan tetapi sekarang kaidah social tersebut telah diubah menjadi peraturan dalam hukum nasional.
2.      Larangan meminta- minta
                        Pengemis sering kali kita jumpai di beberapa jalan di ibu kota atau daerah- daerah lainnya akan tetapi sekarang telah dikeluarkan undang- undang tentang larangan memberi apapun kepada para pengemis dengan alas an tidak mendidik dan sebagainya sebagaimana Dikutip dari republika.co.id dan beberapa sumber lainnya,baru – baru ini terdapat berita yang mengejutkan, Bersadarkan Peraturan Daerah (Perda) Provinsi DKI Jakarta Nomor 8 Tahun 2007 tentang Ketertiban Umum, pada pasal 40 huruf c disebutkan setiap orang atau badan dilarang memberikan sejumlah uang atau barang kepada pengemis, pengamen, dan pengelap mobil.
Berikut ini adalah kutipannya di pasal 40, yang menjerat pemberi sedekah. Setiap orang atau badan dilarang
a.     Menjadi pengemis, pengamen, pedagang asongan, dan pengelap mobil.
b.     Menyuruh orang lain untuk menjadi pengemis, pengamen, pedagang asongan, dan pengelap mobil.
c.     membeli kepada pedagang asongan atau memberikan sejumlah uang atau barang kepada pengemis, pengamen, dan pengelap mobil.
Sedangkan ketentuan pidananya tercantum di Pasal 61. Setiap orang atau badan yang melanggar ketentuan Pasal 2 ayat (1), ayat (2), ayat (3), Pasal 3 huruf i, Pasal 4 ayat (2), Pasal 5 huruf a, Pasal 1 ayat (1), Pasal 8, Pasal 9, Pasal 11 ayat (2), Pasal 12 huruf a, huruf e, huruf h, Pasal 14 ayat (1), ayat (2), Pasal 17 ayat (2), ayat (3), Pasal 19 huruf b, Pasal 21 huruf a, huruf b, huruf c, Pasal 25 ayat (2), ayat (3), Pasal 27 ayat (1), ayat (2), ayat (3), Pasal 28 ayat (2), Pasal 29 ayat (3), Pasal 31 ayat (1), Pasal 38 huruf a, huruf b, Pasal 39 ayat (1), Pasal 40 huruf a, huruf c, Pasal 51, Pasal 54 ayat (2) dan Pasal 57 dikenakan ancaman pidana kurungan paling singkat 10 (sepuluh) hari dan paling lama 60 (enam puluh) hari atau denda paling sedikit Rp. 100.000,- (Seratus Ribu Rupiah) dan paling banyak Rp. 20.000.000,- (Dua Puluh Juta Rupiah). Dalam hal ini sama juga dengan permasalahan dalam rokok. Mengemis atau mengamen sebenarnya bukan lah pekerjaan yang melanggar hokum, akan tetapi dengan berjalannya waktu demi keteriban bersama akhirnya diberlakukan larangan memberi pengamen atau pengemis dalam hokum nasional.

3.      Larangan membuang sampah disembarang tempat
Pasal 25 UU Pengelolaan Sampah menyebutkan, masyarakat dapat memperoleh kompensasi dari pemerintah jika mengalami kerugian akibat pengelolaan sampah yang buruk. Bentuk kompensasi dapat berupa direlokasi, pemulihan lingkungan, serta biaya kesehatan dan pengobatan.
UU Pengelolaan Sampah juga mengatur larangan membuang sampah sembarangan. Warga masyarakat yang melanggar dapat dikenai hukuman pidana penjara paling singkat 3 tahun dan paling lama 9 tahun. "Sejak diberlakukannya UU ini, masyarakat tidak boleh membuang sampah sembarangan. Ada hukumannya," kata Wakil Ketua Panitia Khusus RUU Pengelola Sampah, Syamsul Bachri, Rabu (8/4).
UU tersebut juga mewajibkan setiap pelaku usaha meminimalkan pengunaan bahan baku yang menghasilkan sampah. Pelaku usaha agar sedapat mungkin menggunakan bahan baku yang sampahnya dapat didaur ulang atau mudah diurai oleh alam.
Selain itu, UU Pengelolaan Sampah melarang pembuangan sampah di tempat terbuka. UU ini mewajibkan pengelola sampah membuang sampah di tempat pembuangan terakhir. Hal ini termasuk pelayanan pengelolaan sampah terhadap masyarakat.







BAB III
PENUTUP

A.    Kesimpulan
Kaidah hukum merupakan ketentuan tentang prilaku. Pada hakikatnya apa yang dinamakan kaidah adalah nilai karena berisi apa yang “seyogyanya” harus dilakukan. Sehingga harus dibedakan dari peraturan konkrir yang dapat dilihat dalam bentuk kalimat-kalimat.
Dari segi tujuan kaidah hukum bertujuan menciptakan tata tertib masyarakat dan melindungi manusia beserta kepentingannya, kaidah agama(kaidah kepercayaan) dan kesusilaan bertujuan memperbaiki pribadi manusia agar menjadi manusia ideal (Insan Kamil).
Contoh Kaidah Sosial Yang Dijadikan Sebagai Hukum Nasional
1.      Larangan merokok di tempat umum dan bagi anak- anak.
2.      Larangan meminta- minta
3.      Larangan membuang sampah disembarang tempat












DAFTAR PUSTAKA

Idrus, Fahmi. TT, Kamus lengkap Bahasa Indonesia, Surabaya: Gresindo Press.
Kansil, C.S.T. 1989. Pengantar Ilmu hokum dan Tata Hukum Indonesia, Jakarta: Balai Pustaka.
Mahmudi, Dudu Duswara. 2000. Pengantar Ilmu hukum sebuah Sketsa. Bandung: Retika Aditama.
Mertokusumo, Sudikno. 1989. Mengenal Hukum Suatu pengantar. Yogyakarta : Liberty.


0 komentar:

Post a Comment

 
Top