Disusun Oleh Muazzin, S.H.I
alumni Al-Hilal Sigli Tahun 2015
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Telah diketahui
bahwa disamping kaidah kepercayaan atau keagamaan, kaidah kesusilaan dan kaidah
sopan santun masih diperlukan kaidah hukum. Kaidah hukum ini melindungi lebih
lanjut kepentingan-kepentingan manusia yang sudah mendapat perlindungan dari
ketiga kaidah lainnya dan melindungi kepentingan-kepentingan manusia yang belum
mendapat perlindungan dari ketiga kaidah tadi.
Kaidah hukum ditujukan
terutama kepada pelakunya yang konkrit yaitu dipelaku pelanggaran yang nyata-nyata
berbuat, bukan untuk penyempurnaan manusia, melainkan untuk ketertiban
masyarakatagar masyarakat tertib, agar jangan sampai jatuh korban kejahatan,
agar terjadi kejahatan.
Isi
kaidah hukum itu ditujukan kepada sikap lahir manusia. Kaidah hukum mengutamakan
perbuatan lahir. Pada hakekatnya apa yang dibatin, apa yang dipikirkan manusia
tidak menjadi soal, asal lahirnya ia tidak melanggar hukum. Apakah seseorang
dalam mematuhi peraturan lalu lintas (misalnya : berhenti ketika lampu lalu
lintas menyalah merah) sambil menggerutu ia tergesa-gesa ia mau pergi kuliah,
tidaklah penting bagi hukum, yang penting ialah bahwa lahirnya apa yang tampak
dari luar ia patuh pada peraturan lalu lintas.
Kaidah
hukum berasal dari luar manusia. Kaidah hukum berasal dari kekuasaan luar diri
manusia yang memaksakan kepada kita (heteronom), masyarakatlah secara resmi
diberi kuasa untuk memberi sanksi / menjatuhkan hukuman.
B. Rumusan Masalah
1.
Menjelaskan pengertian kaidah hukum
2.
Menjelaskan kaidah sosial
3.
Menjelaskan perbedaan kaidah hukum dengan kaidah sosial
4. Menjelaskan contoh kaidah
sosial yang dijadikan sebagai hukum
BAB
II
PEMBAHASAN
A. Pengertian Kaidah Hukum
Kaidah hukum bersal dari dua Kata, yakni: Kaidah dan hukum. Kaidah berarti
perumusan dari asas-asas yang menjadi hukum, antara yang pasti, patokan, dalil
dalam ilmu pasti. Sedang hukum sendiri berarti peraturan yang dibuat dan
disepkati baik secara tertulis meupun tidak tertulis, peraturan, undang-undang
yang mengikat prilaku setiap masyarakat tetentu. Dari sini dapt di kemukakan
bahwa keberlakuan tingkah laku didalm masyarakat. Kaidah hukum merupakan
ketentuan tentang prilaku. Pada hakikatnya apa yang dinamakan kaidah adalah
nilai karena berisi apa yang “seyogyanya” harus dilakukan. Sehingga harus
dibedakan dari peraturan konkrir yang dapat dilihat dalam bentuk
kalimat-kalimat. Kaidah hukum dapat berubah sementara undang-undang nya
(Peraturan konkritnya) tetap (lihat ps-1365 Bw).
Agar
dapat memenuhi kebutuhan-kebutuhannya, dengan aman tentram dan damai tanpa
gangguna, maka bagi setiap manusia perlu adanya suatu tata (orde = ordnung).
Tata itu berwujud aturan-aturan yang menjadi pedoman bagi segala tingkah
manusia dalm pergaulan hidup, sehingga kepentingan masing-masing dapat
terpelihara dan terjamin setiap anggota masyarakat mengetahui hak dan kewajiban
masing-masing. Tata itu lazim disebut KAIDAH (berasal dari bahsa Arab) atau
Norma (berasal dari bahasa latin) atau UKURAN-UKURAN.
Ditinjau
dari segi isinya kaidah hukum dapat dibagi tiga, yaitu:
a. Kaidah hukum yang berarti
perintah, yang mau tidak mau harus di ja;ankan atau di taati seperti misalnya
ketentuan dalam pasal 1 UU no.1 tahun 1947 yang menentukan, bahwa perkawinan
adalah ikatan lahir batin antara seorang pria dan wanita sebagai suami istri
dengan tujuan membenmtuk keluarga yang berbahagia dan kekal berdasarkan
ketuhanan yang maha Esa.
b.
Kaidah hukum yang berisi larangan , seperti yang
tercantum dalam pasal 8 UU no.1 tahun 1974 mengenai larangan perkawinan antara
dua orang laki-laki dan perempuan dalam keadaan tertuentu.
Proses lahirnya Kaidah Hukum
Kaidah hokum yang
merupakan bagian dari kaidah social lahir adakalanya berbentuk tulisan dan ada
pula dalam bentuk yang tidak tertulis.Yang tertulis adakalanya dianggap
bersumber dari Tuhan, seperti hokum dalam Al-Quran,Injil, Taurat,Zabur Dll.
Atau yang bersumber dari pemegang otoritas tertinggi, seperti Undang-undang
dasar dan peraturan lainnya.
Sedangkan dilihat dari
asal usul kaidah hokum tersebut pada pokoknya dapet dibedakan menjadi 2:
1.
Kaidah hokum yang berasal dari kaidah-kaidah
social lainnya di dalam masyarakat, yang dalam istilah Paul Bohannan dinamakan
kaidah hokum yang berasal dari proses double
legitimacy atau pemberian legitimasi ulang dari kaidah social non hokum
(agam,kesusilaan/moral,dan kesopanan menjadi suatu kaidah hokum). Misalnya,
Larangan membunuh, larangan mencuri, larangan menipu, dll. kemudian melauli
proses double legitimacy (pemberian
legitimasi ulang larangan-larangan tadi dijadikan pula sebagai kaidah hokum
yang tertuang dalam kitan Undang-undang Hukum pidana (KUHP) Indonesia pasal
262, 338, 285 dan lain-lain.
2.
Kaidah hokum yang diturunkan dari otoritas
tertinggi (dalam konteks Indonesia berasal dari penyelenggara Negara baik
eksekutif (presiden) maupun legislative (DPR) ).Sesuai dengan kebutuhan
masyarakat pada saat itu, dan langsung terwujud dalam wujud kaidah hokum, serta
sama sekali tidak berasal dari jaidah social lainnya (non hokum), contohnya
undang-undang lalu-lintas dan angkutan jalan, Undang-undang Perseroan dan
lain-lain.
Unsur
Sanksi dalam Kaidah Hukum
Sebagaimana telah disebutkan dalam pembahasan
sebelumnya, bahwa yang membedakan kaidah hokum dengan kaidah social lainnya
(non hokum) adalah adanya sanksi yang tegas yang didukung otoritas tertinggi
dalam masyarakat.Berhubungan dengan itu, Achmad Ali mengatakan bahwa ada 4
atribut (sifat) hokum yang membedakannya dengan kaidah social non hokum:
1.
Attribut
of Authority yaitu bahwa hokum merupakan keputusan-keputusan
dari pihak-pihak yang berkuasa dalam masyarakat, keputusan-keputusan mana yang
ditujukan untuk mengatasi ketegangan-ketegangan yang ada dimasyarakat.
2.
Attribut
of intention of Unibersal application yaitu bahwa keputusan-keputusan yang mempunyai
daya jangkau yang panjang untuk masa yang akan datang.
3.
Attribut
of obligation yaitu bahwa keputusan-keputusan pengawasan
yang harus berisi kewajiban-kewajiban pihak pertama terhadap pihak kedua dan
sebaliknya,Dalam hal ini semua pihak harus dalam keadaan hidup.
4.
Attribut
of Sanction; yang menetukan bahwa keputusan-keputusan dari
pihak yang berkuasa harus dikuatkan dengan sanksi, yang didasarkan pada
kekuatan masyarakat yang nyata.Ibid
B.
Kaidah
Sosial
Dalam sistem hukum yang
berlaku di Indonesia pada saat ini, ada
empat jenis kaidah sosial, yaitu;
1.
Kaidah agama
Kaidah agama merupakan aturan-aturan yang
berisi perintah maupun larangan yang besumber pada kitab suci masing-masing
agama. Misalnya saja, bagi umat Islam, kaidah agama bersumber pada Al-Qur’an,
atau injilyang menjadi sumber kaidah agama bagi yang memeluk agama Kristen.
Kaidah agama bukanlah kaidah yang bersifat
mengikat kepada seluruh warga Negara Indonesia, kaidah ini tergantung pada
agama apa yang dianut oleh warga tersebut. Oleh karenanya kaidah agama Islam
tidak dapat diterapkan kepada individu atau masyarakat yang beragama Kristen,
ataupun sebaliknya.
2. Kaidah
kesusilaan
Kaidah kesusilaan adalah suatu keadaan dimana
manusia secara naluriah dapat mengetahui dan
membedakan tindakan yang baik dan tindakan yang buruk, hal itu dikarenakan
kaidah kesusilaan bersumber dari naluri manusia tersebut.
Naluri manusia yang demikian itu menjadikannya
aturan-aturan tersendiri dalam berperilaku, khususnya dalam menjaga diri dari
tindakan-tindakan burukyang dapat merugikan diri sendiri.
3.
Kaidah kesopanan
Kaidah kesopanan ialah aturan-aturan dalam
bertingkah laku di dalam kehidupan bermasyarakat. Kaidah ini berisikan perintah
maupun larangan untuk agar ketertiban dalam masyarakat tetap terjaga, baik itu
berupa keamananmaupun kenyamanan.
Sopan santun merupakan salah satu sikap yang
diperlukan seseorang untuk dapat diterima dengan baik oleh masyarakatnya, di
samping sikap-sikap yang nebjadi syarat lainnya.
4. Kaidah
Kebiasaan.
Kaidah kebiasaan merupakan aturan-aturan yang
terbentuk oleh suatu kebiasaan di dalam masyarakat. Kebiasaan-kebiasaan tersebut
membutuhkan waktu yang lama serta kontinuitas dalam pelaksanaannya sebelum
menjadi kaidah.
Hukum
adat merupakan bagian dari kaidah kebiasaan, oleh karenanya kaidah kebiasaan
menjadi kaidah yang paling beragam seiring dengan beragamnya adat dan kebudayaan
yang ada di Indonesia.
Perbedaan
dalam kaidah-kaidah sosial
Sebelum mengetahui tentang perbedaan di antara
kaidah-kaidah sosial, ada baiknya kita mengetahui tentang persamaan di antara
kaidah-kaidah itu, yaitu semua kaidah-kaidah sosial sama-sama berisikan tentang
aturanyang dimana di dalamnya berisikan tentang perintah dan larangan. Lalu
sanksi yang timbul tidak jelas atau abstrak.
Ada beberapa perbedaan yang cukup signifikan
diantara kaidah-kaidah sosial yang berlaku di Indonesia, dua diantaranya;
1.
Sumber kaidah:
·
kaidah agama bersumber kepada kitab suci.
·
kaidah kesusilaan bersumber kepada hati nurani.
·
kaidah kesopanan bersumber kepada masyarakat.
·
kaidah kebiasaan bersumber kepada kebiasaan
maupun adat istiadat.
2.
Sanksi:
·
kaidah agama memiliki sanksi dosa.
·
kaidah kesusilaan memiliki sanksi ketenangan
jiwa yang terganggu.
·
kaidah kesopanan memiliki sanksi citra buruk di
masyarakat.
·
kaidah kebiasaan memiliki sanksi beragam,
tergantung pada adatnya.
Walaupun
berbeda, kaidah sosial merupakan suatu bagian yang utuh dalam sistem hukum yang
berlaku di Indonesia.
Fungsi dan Peran Kaidah Sosial Dalam Kehidupan
Bermasyarakat
Fungsi dan peran kaidah sosial di dalam
kehidupan bermasyarakat adalah sesuai dengan PP No.25 tahun 2000, yaitu aturan
atau ketentuan yang menjadi pedoman masyarakat tersebut dalam melaksanakan
setiap kegiatannya. Diharapkan dengan adanya kaidah sosial ini kehidupan
masyarakat dapat berjalan dengan tertib.
Kaidah
sosial menjadi aturan hukum lain disamping hukum nasional yang berupa hukum
perdata, hukum pidana, ataupun aturan-aturan hukum yang lainnya, dengan harapan
dapat melengkapi ataupun menjadi hukum yang lebih jelas bagi kalangan tertentu.
C. Perbedaan Kaidah hukum dan
kaidah social lainnya
Kaidah
hukum dapat dibedakan dengan kaidah kepercayaan, kaidah kesusilaan dan sopan
santun, tetapi tidak dapat dipisahkan, sebab meskipun ada perbedaannya ada pola
temunya. Terdapat hubungan yang erat sekali antara keempat –empatnya. Isi
masing-masing kaidah saling mempengaruhi suatu sarana lain, kadang-kadang
saling memperkuat. Beberapa
perbedaaan dari segi tujuan, sasaran, alas an usul, sanksi dan isinya. Kita
memulai mengadakan perbedaan antara kaidah hukum dengan kaidah agama (kaidah
kepercayaan) dan kaidah kesusilaan.
Dari
segi tujuan kaidah hukum bertujuan menciptakan tata tertib masyarakat dan
melindungi manusia beserta kepentingannya, kaidah agama(kaidah kepercayaan) dan
kesusilaan bertujuan memperbaiki pribadi manusia agar menjadi manusia ideal
(Insan Kamil).
Dari segi sasaran,
·
Kaidah hukum mengatur tingkah laku manusia agar sesuai
dengan aturan.
·
Kaidah agama (kaidah kepercayaan) dan kesusilaan mengatur
sikap batin manusia yang pribadi agar menjadi manusia yang berkepribadian
kamil.
Dari
asal-usul kaidah kesopanan (sopan santun) dari luar diri manusia itu sendiri,
·
kaidah agama (kaidsah kepercayaan) berasal dari Tuhan
yang maha Esa.
·
Kaidah berasal dari pribadi manusia.
Dari sumber-sumber sanksi.
·
Kaidah hukum dan kaidah agama berasal dari kekuasaan luar
diri manusia (Heteronom).
·
Kaidah kesusilaan berasal dari suara yang berasa dari
masing-masing pelanggar (Otonom).
Dari
segi biaya
·
Kaidah hukum memberikan hak dan kewajiban (atributif dan
normatif)
·
Kaidah Agama dan kaidah kesusilaan hanya memberikan
kewajiban saja (normatif).
·
Kaidah kesopanan berisi aturan yang di rujukkan kepada
sikap lahir manusia.
·
Kaidah agama dan kaidah kesusilaan berisi aturan yang di
tujukan kepada sikap batin manusia.
Ciri-ciri kaidah hukum yang
membedakan dengan kaidah lainnya :
·
Hukum bertujuan untuk menciptakan keseimbangan antara
kepentingan
·
Hukum mengatur perbuatan manusia yang bersifat lahiriah
·
Hukum dijalankan oleh badan-badan yang diakui oleh
masyarakat
·
Hukum mempunyai berbagai jenis sanksi yang tegas dan
bertingkat
·
Hukum bertujuan untuk mencapai kedamaian (ketertiban dan
ketentraman)
Mengapa kaidah hukum masih diperlukan, sementara
dalam kehidupan masyarakat sudah ada kaidah yang mengatur tingkah laku manusia
dalam pergaulan hidupnya ?
Hal ini karena :
·
Masih banyak kepentingan-kepentingan lain dari manusia
dalam pergaulan hidup yang memerlukan perlindungan karena belum mendapat
perlindungan yang sepenuhnya dari kaidah agama, kesusilaan dan kaidah sopan
santun, kebiasaan maupun adat.
·
Kepentingan-kepentingan manusia yang telah mendapat
perlindungan dari kaidah-kaidah tersebut diatas, dirasa belum cukup terlindungi
karena apabila terjadi pelanggaran terhadap kaidah tersebut akibat atau
ancamannya dipandang belum cukup kuat.
D.
Contoh
Kaidah Sosial Yang Dijadikan Sebagai Hukum Nasional
1. Larangan merokok di tempat umum dan bagi anak-
anak.
Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) menggagas perlunya suatu
Undang-undang (UU) menyangkut larangan merokok bagi anak-anak karena peredaran
rokok di Indonesia semakin tidak terkendali. "Para perokok pemula semakin berusia muda," kata Sekretaris KPAI
Hadi Supeno di Magelang, Sabtu
Pada Tahun 1970,
katanya, perokok pemula berusia 15 tahun, tahun 2004 berusia tujuh tahun
sedangkan sekarang berusia antara 5 tahun hingga 9 tahun. Ia mengatakan, hingga
saat ini Indonesia merupakan satu-satunya negara anggota Organisasi Kesehatan
Dunia (WHO) di Asia yang belum meratifikasi "Framework on Tobacco Control". Pada Tahun 1993,
katanya, sebanyak 192 negara anggota WHO menetapkan konvensi pengendalian
tembakau. Hingga saat ini sebanyak 137 negara telah meratifikasinya sedangkan
lainnya termasuk Indonesia belum meratifikasi. "Akibatnya peredaran rokok di Indonesia tidak terkendali, dan itu berbahaya
bagi anak-anak," katanya. Ia mengatakan, hasil penelitian KPAI perokok aktif di Indonesia sekitar
141,4 juta orang sedangkan jumlah penduduk Indonesia sekitar 220 juta orang.
Cina dengan penduduk sekitar 1,2 miliar jiwa, perokoknya sekitar 300 juta. Ia mengatakan, sekitar
80 persen dari total perokok Indonesia itu warga miskin dengan penghasilan
sekitar Rp20 ribu per hari.
Sebanyak 2.846 tayangan di semua stasiun televisi di Indonesia selama 1 tahun, katanya, disponsori rokok, sedangkan 1.350 kegiatan nasional juga disponsori rokok.
Sebanyak 2.846 tayangan di semua stasiun televisi di Indonesia selama 1 tahun, katanya, disponsori rokok, sedangkan 1.350 kegiatan nasional juga disponsori rokok.
Total produksi rokok pada tahun 1970 sekitar 33 miliar batang sedangkan
tahun 2006 sekitar 230 miliar batang. "Akibatnya sekitar 43 juta anak usia hingga 18 tahun terancam penyakit
mematikan," katanya. Ia menyatakan pentingnya pemerintah menekan perokok guna mencegah pengaruh
buruk rokok bagi anak-anak.
Negara-negara maju seperti, Jepang, Inggris, dan Amerika Serikat berhasil
menekan angka perokok secara signifikan. Tetapi di Indonesia justru mengalami
peningkatan pesat.
Menurut dia, kebijakan pemerintah tidak mampu mengendalikan peredaran rokok karena rokok menjadi sumber pembiayaan pembangunan. Tahun 2007 cukai rokok mencapai sekitar Rp57 triliun.
Menurut dia, kebijakan pemerintah tidak mampu mengendalikan peredaran rokok karena rokok menjadi sumber pembiayaan pembangunan. Tahun 2007 cukai rokok mencapai sekitar Rp57 triliun.
Selain itu, katanya, Kementerian Perindustrian menjadikan rokok sebagai
industri utama yang menyangga industri nasional, bahkan akan terus dikembangkan
hingga Tahun 2020.
"Seharusnya jangan produksi rokok yang dinaikan tetapi cukai rokok yang dinaikan sehingga rokok menjadi barang mahal dan tidak bisa dicapai anak-anak," katanya. Pemerintah, katanya, juga harus segera meratifikasi konvensi pengendilan tembakau karena di dalamnya mengatur larangan iklan rokok. Ia juga mengatakan, rancangan amandeman undang-undang tentang kesehatan yang dalam pembahasan saat ini antara lain mengatur larangan rokok bagi anak-anak.
"Merokok bagi anak mengganggu pertumbuhan jaringan tubuhnya," katanya.
Hingga saat ini KPAI melakukan survei tentang rokok, menggalang kerjasama dengan lembaga swadaya masyarakat antirokok, melakukan lobi dengan berbagai pihak terkait, serta menggalang aliansi dengan pemangku kepentingan atas larangan merokok bagi anak, kata Hadi Supeno.
"Seharusnya jangan produksi rokok yang dinaikan tetapi cukai rokok yang dinaikan sehingga rokok menjadi barang mahal dan tidak bisa dicapai anak-anak," katanya. Pemerintah, katanya, juga harus segera meratifikasi konvensi pengendilan tembakau karena di dalamnya mengatur larangan iklan rokok. Ia juga mengatakan, rancangan amandeman undang-undang tentang kesehatan yang dalam pembahasan saat ini antara lain mengatur larangan rokok bagi anak-anak.
"Merokok bagi anak mengganggu pertumbuhan jaringan tubuhnya," katanya.
Hingga saat ini KPAI melakukan survei tentang rokok, menggalang kerjasama dengan lembaga swadaya masyarakat antirokok, melakukan lobi dengan berbagai pihak terkait, serta menggalang aliansi dengan pemangku kepentingan atas larangan merokok bagi anak, kata Hadi Supeno.
Jadi dari kutipan diatas dapat diambil sebuah kesimpulan bahwa merokok
lebih banyak bahayanya dari pada manfaatnya. Sehingga sekarang telah
diterbitkan undang- undang yang melarang untuk merokok ditempat umum dan bagi
anak- anak kecil. Sebagai contoh adalah kejadian di Surabaya dimana seorang
penumpang para pemilik jasa angkutan umum dipaksa oleh pemda agar memaksa turun
orang/ penumpang yang merokok didalam bis (http://www.tempointeraktif.com/hg/nusa/2009/10/22/brk,20091022-203923,id.html) sedangkan sebenarnya merokok adalah bukan sebuah larangan akan tetapi
kalau menurut kaidah social merokok di tempat umum dan anak- anak kecil yang
merokok itu kurang etis sehingga terkesan tidak baik akan tetapi sekarang
kaidah social tersebut telah diubah menjadi peraturan dalam hukum nasional.
2. Larangan meminta- minta
Pengemis sering kali kita jumpai di beberapa jalan di ibu kota atau daerah-
daerah lainnya akan tetapi sekarang telah dikeluarkan undang- undang tentang
larangan memberi apapun kepada para pengemis dengan alas an tidak mendidik dan
sebagainya sebagaimana Dikutip dari republika.co.id dan beberapa sumber
lainnya,baru – baru ini terdapat berita yang mengejutkan, Bersadarkan Peraturan
Daerah (Perda) Provinsi DKI Jakarta Nomor 8 Tahun 2007 tentang Ketertiban Umum,
pada pasal 40 huruf c disebutkan setiap orang atau badan dilarang memberikan
sejumlah uang atau barang kepada pengemis, pengamen, dan pengelap mobil.
Berikut ini adalah kutipannya di pasal 40, yang menjerat pemberi sedekah. Setiap orang atau badan
dilarang
a. Menjadi
pengemis, pengamen, pedagang asongan, dan pengelap mobil.
b. Menyuruh
orang lain untuk menjadi pengemis, pengamen, pedagang asongan, dan pengelap
mobil.
c. membeli
kepada pedagang asongan atau memberikan sejumlah uang atau barang kepada
pengemis, pengamen, dan pengelap mobil.
Sedangkan ketentuan pidananya tercantum di Pasal 61. Setiap orang atau badan
yang melanggar ketentuan Pasal 2 ayat (1), ayat (2), ayat (3), Pasal 3 huruf i,
Pasal 4 ayat (2), Pasal 5 huruf a, Pasal 1 ayat (1), Pasal 8, Pasal 9, Pasal 11
ayat (2), Pasal 12 huruf a, huruf e, huruf h, Pasal 14 ayat (1), ayat (2),
Pasal 17 ayat (2), ayat (3), Pasal 19 huruf b, Pasal 21 huruf a, huruf b, huruf
c, Pasal 25 ayat (2), ayat (3), Pasal 27 ayat (1), ayat (2), ayat (3), Pasal 28
ayat (2), Pasal 29 ayat (3), Pasal 31 ayat (1), Pasal 38 huruf a, huruf b,
Pasal 39 ayat (1), Pasal 40 huruf a, huruf c, Pasal 51, Pasal 54 ayat (2) dan
Pasal 57 dikenakan ancaman pidana kurungan paling singkat 10 (sepuluh) hari dan
paling lama 60 (enam puluh) hari atau denda paling sedikit Rp. 100.000,-
(Seratus Ribu Rupiah) dan paling banyak Rp. 20.000.000,- (Dua Puluh Juta
Rupiah). Dalam hal ini sama juga dengan permasalahan dalam rokok. Mengemis atau
mengamen sebenarnya bukan lah pekerjaan yang melanggar hokum, akan tetapi
dengan berjalannya waktu demi keteriban bersama akhirnya diberlakukan larangan
memberi pengamen atau pengemis dalam hokum nasional.
3. Larangan
membuang sampah disembarang tempat
Pasal 25 UU Pengelolaan
Sampah menyebutkan, masyarakat dapat memperoleh kompensasi dari pemerintah jika
mengalami kerugian akibat pengelolaan sampah yang buruk. Bentuk kompensasi
dapat berupa direlokasi, pemulihan lingkungan, serta biaya kesehatan dan
pengobatan.
UU Pengelolaan Sampah
juga mengatur larangan membuang sampah sembarangan. Warga masyarakat yang
melanggar dapat dikenai hukuman pidana penjara paling singkat 3 tahun dan
paling lama 9 tahun. "Sejak diberlakukannya UU ini, masyarakat tidak boleh
membuang sampah sembarangan. Ada hukumannya," kata Wakil Ketua Panitia Khusus
RUU Pengelola Sampah, Syamsul Bachri, Rabu (8/4).
UU tersebut juga
mewajibkan setiap pelaku usaha meminimalkan pengunaan bahan baku yang
menghasilkan sampah. Pelaku usaha agar sedapat mungkin menggunakan bahan baku
yang sampahnya dapat didaur ulang atau mudah diurai oleh alam.
Selain itu, UU
Pengelolaan Sampah melarang pembuangan sampah di tempat terbuka. UU ini
mewajibkan pengelola sampah membuang sampah di tempat pembuangan terakhir. Hal
ini termasuk pelayanan pengelolaan sampah terhadap masyarakat.
BAB III
PENUTUP
PENUTUP
A. Kesimpulan
Kaidah hukum merupakan ketentuan tentang prilaku. Pada hakikatnya apa yang
dinamakan kaidah adalah nilai karena berisi apa yang “seyogyanya” harus
dilakukan. Sehingga harus dibedakan dari peraturan konkrir yang dapat dilihat
dalam bentuk kalimat-kalimat.
Dari
segi tujuan kaidah hukum bertujuan menciptakan tata tertib masyarakat dan
melindungi manusia beserta kepentingannya, kaidah agama(kaidah kepercayaan) dan
kesusilaan bertujuan memperbaiki pribadi manusia agar menjadi manusia ideal
(Insan Kamil).
Contoh
Kaidah Sosial Yang Dijadikan Sebagai Hukum Nasional
1. Larangan
merokok di tempat umum dan bagi anak- anak.
2. Larangan
meminta- minta
3. Larangan
membuang sampah disembarang tempat
DAFTAR PUSTAKA
Idrus, Fahmi. TT, Kamus lengkap Bahasa Indonesia,
Surabaya: Gresindo Press.
Kansil, C.S.T. 1989. Pengantar Ilmu hokum dan
Tata Hukum Indonesia, Jakarta: Balai Pustaka.
Mahmudi, Dudu Duswara. 2000. Pengantar Ilmu
hukum sebuah Sketsa. Bandung: Retika Aditama.
Mertokusumo, Sudikno. 1989. Mengenal Hukum Suatu
pengantar. Yogyakarta : Liberty.
0 komentar:
Post a Comment