Makalah Ilmu Hukum tentang Kodifikasi Hukum
Disusun Oleh Muazzin, S.H.I
Alumni Al-Hilal Sigli Tahun 2015

Makalah Kodifikasi Hukum


KATA PENGANTAR


            Segala puji dan syukur penulis sampaikan kehadirat Allah SWT, shalawat dan salam juga disampaikan kepada junjungan Nabi Besar Muhammad SAW. Serta sahabat dan keluarganya, seayun langkah dan seiring bahu dalam menegakkan agama Allah. Dengan kebaikan beliau telah membawa kita dari alam kebodohan ke alam yang berilmu pengetahuan.
Dalam rangka melengkapi tugas dari mata kuliah Ilmu Hukum pada Program Studi Hukum Ekonomi Syari’ah Mu’amalah PTI AL-HILAL SIGLI dengan ini penulis mengangkat judul Kodifikasi Hukum”.
Dalam penulisan makalah ini, penulis menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari kesempurnaan, baik dari cara penulisan, maupun isinya.
Oleh karena itu penulis sangat mengharapkan kritikan dan saran-saran yang dapat membangun demi kesempurnaan makalah ini.


Wassalam
Penulis,


KELOMPOK 9


DAFTAR ISI


KATA PENGANTAR............................................................................................             i
DAFTAR ISI............................................................................................................             ii

BAB I       PENDAHULUAN
A.    Latar Belakang...................................................................................            1
B.    Rumusan Masalah..............................................................................             1
C.    Tujuan penulisan................................................................................             1

BAB II       PEMBAHASAN
A.    Pengertian dan bentuk kodifikasi hukum..........................................            2
B.     Sistematika kodifikasi hukum............................................................            5
C.     Tujuan kodifikasi hukum...................................................................             7

BAB III    PENUTUP
A.    Kesimpulan........................................................................................             10

DAFTAR PUSTAKA.............................................................................................            11





BAB I
PENDAHULUAN

A.    Latar Belakang
          Kodifikasi hukum adalah pembukuan hukum dalam suatu himpunan Undang-undang dalam materi yang sama. Tujuannya adalah agar didapat suatu kesatuan hukum dan kepastian hukum. Yang dianggap sebagai suatu kodifikasi nasional yang pertama adalah Code Civil Perancis atau Code Civil Napoleon yang dibuat pada awal abad XVIII setelah berakhirnya Revolusi Perancis.
          Sebelum adanya kodifikasi tersebut, di Perancis tidak ada kesatuan hukum dan kepastian hukum karena dipergunakannya hukum adat dan berlaku untuk wilayahnya masing-masing, sehingga dalam penyelesaian masalah akan berbeda-beda pula keputusan akhirnya.

B.     Rumusan Masalah
1.      Menjelaskan pengertian dan bentuk kodifikasi hukum
2.      Menjalaskan sistematika kodifikasi hukum
3.      Menjelaskan tujuan kodifikasi hukum

C.    Tujuan Penulisan
         Adapun tujuan kami dalam menyusun makalah ini adalah disamping untuk memenuhi tugas dalam perkuliahan juga agar kami khususnya dan semua mahasiswa/i umumnya mampu memahami tentang kodifikasi hukum


BAB II
PEMBAHASAN

A.    Pengertian dan Bentuk Kodifikasi Hukum
          Kodifikasi hukum adalah pembukuan hukum dalam suatu himpunan Undang-undang dalam materi yang sama. Tujuannya adalah agar didapat suatu kesatuan hukum dan kepastian hukum. Yang dianggap sebagai suatu kodifikasi nasional yang pertama adalah Code Civil Perancis atau Code Civil Napoleon yang dibuat pada awal abad XVIII setelah berakhirnya Revolusi Perancis. Contoh kodifikasi hukum:
Di Eropa :
1.      Corpus Iuris Civilis, yang diusahakan oleh Kaisar Justinianus dari kerajaan Romawi Timur dalam tahun 527-565.
2.      Code Civil, yang diusahakan oleh Kaisar Napoleon di Prancis dalam tahun 1604.
Di Indonesia :
1.      Kitab Undang-undang Hukum Sipil (1 Mei 1848)
2.      Kitab Undang-undang Hukum Dagang (1 Mei 1848)
3.      Kitab Undang-undang Hukum Pidana (1 Jan 1918)
4.      Kitab Undang-undang Hukum Acara Pidana (31 Des 1981)
Ditinjau dari segi bentuknya, kodifikasi hukum dapat dibedakan atas :
1)      Hukum tertulis
             Hukum tertulis adalah hukum yang telah ditulis dan di cantumkan dalam peraturan perundang-undangan Negara baik yang dikodifikasi ataupun yang tidak dikodifikasi.
Contoh hukum Tertulis : hukum perdata tertulis dalam KUH Perdata, hukum pidana dituliskan dalam KUHPidana.

           Hukum tertulis yang dikodifikasikan maksudnya yaitu hukum tata Negara yang sudah dubukukan pada lembaran Negara dan sudah diumumkan/ di undangkan. Jika hukum tersebut dikodifikasikan maka kelebihannya yaitu adanya kepastian hukum, adanya kekuasaan hukum dan adanya penyederhanaan hukum. Sedangkan Kekurangannya yaitu bergeraknya hukum menjadi lambat tidak mampu dengan cepat mengikuti hal-hal yang terus bergerak maju. Untuk Hukum yang tidak dikodifikasi sebaliknya.
           Contoh hukum tertulis yang dikodifikasikan yaitu KUHP (Kitab Undang-undang Hukum Pidana). Contoh hukum tertulis yang tidak dikodifikasikan yaitu PP (Peraturan Pemerintah), UU (Undang-Undang), Kepres (Keputusan Presiden).
          Hukum tertulis juga bisa diartikan sebagai sebuah ketentuan atau kaidah tentang aturan yang dituangkan dalam bentuk formal yang tersusun secara sistematis. Hukum yang dapat menjadi pedoman dan peringatan kepada masyarakat secara langsung.
2)      Hukum tidak tertulis
            Hukum sebagai sebuah aturan memiliki berbagai sumber. Menurut Kansil sumber hukum ada 4 yaitu:
a.       Undang-undang
b.      Kebiasaan
c.       Yurisprudensi
d.      Ilmu pengetahuan
          Menurut Kansil hukum tak tertulis merupakan hukum yang masih hidup dalam keyakinan masyarakat, tetapi tidak tertulis namun berlakunya ditaati seperti perundang-undangan. Melihat definisi tersebut hukum data diketegorikan sebagai hukum tak tertulis. Karena hukum adat tidak mengenal kodifikasi terhadap aturan hukum. Hukum yang tak tertulis dapat terbentuk dari pola-pola tingkah laku (kebiasaan) masyarakat.
             Di dalam melakukan inventarisasi hukum , yang perlu kita pahami adalah terdapat tiga konsep pokok mengenai hukum, yaitu :
a.       Hukum identik dengan norma-norma tertulis yang dibuat dan diundangkan oleh lembaga atau oleh pejabat negara yang berwenang.
b.      Hukum dikonstruksikan sebagai pencerminan dari kehidupan masyarakat itu sendiri (norma tidak tertulis).
c.       Hukum identik dengan keputusan hakim (termsuk juga) keputusan-keputusan kepala adat.
          Mencoba menggarisbawahi terhadap poin kedua di atas bahwa hukum sebagai cerminan kehidupan masyarakat. Memang benar hal yang demikian. Alngkah baiknya kita tidak menggunakan sudut pandang legisme-positivisme yang hanya menganggap aturan hukum berasal dai undang-undang belaka.
              Senada dengan hal tersebut di atas, Soetandyo mengkonsepsikan tiga konsepsi utama tentang hukum yaitu :
a.       Konsepsi kaum legis-positivis, yang menyatakan bahwa hukum identik dengan norma-norma tertulis yang dibuat serta diundangkan oleh lembaga atau pejabat negara yang berwenang.
b.      Konsepsi yang justru menekankan arti pentingnya norma-norma hukum tak tertulis untuk disebut sebagai (norma) hukum. Meskipun tidak tertuliskan tetapi apabila norma-norma ini secara de facto diikuti dan dipatuhi oleh masyarakat (rakyat) setempat, maka norma-norma itu harus dipandang sebagai hukum.
c.       Konsepsi yang menyatakan bahwa hukum itu identik sepenuhnya dengan keputusan-keputusan hakim.
d.      Pada dasarnya hukum merupakan sebuah norma dan terbentuk akibat adnya aktivitas dan kegiatan manusia.
             Hukum adat lahir dari segala kebiasaan baik. Berbeda dengan tradisi yang juga berasal dari suatu yang kurang baik. Karena adat lahir dari kebiasaan yang baik maka hukum adat ditaati oleh masyarakat. Bagaimanapun kesadaran masyarakat akan pemenuhan keadilan akan terpenuhi. Jika dibandingkan dengan Undang-undang yang sangat kaku dan cenderung manjadi belenggu bagi masyarakat.

B.     Sistematika Kodifikasi Hukum
            Sistematika artinya susunan yang teratur secara sistematis. Sistematika kodifikasi artinya susunan yang diatur dari suatu kodifikasi. Sistematika meliputi bentuk dan isi kodifikasi. Sistematika kodifikasi hukum perdata meliputi bentuk dan isi. Sistematika bentuk Kitab Undang-Undang Hukum Perdata meliputi urutan bentuk bagian terbesar sampai pada bentuk bagian terkecil yaitu :
·         Kitab undang – undang tersusun atas buku – buku
·         Tiap buku tersusun atas bab – bab
·         Tiap bab tersusun atas bagian – bagian
·         Tiap bagian tersusun atas pasal – pasal
·         Tiap pasal tersusun atas ayat – ayat
         Sistematika Kitab Undang-Undang Hukum Perdata meliputi kelompok materi berdasarkan sitematika fungsi. Sistematika fungsional ada 2 macam yaitu menurut pembentuk Undang-Undang & menurut ilmu pengetahuan hukum. Sistematika isi menurut pembentukan B.W miliputi 4 kelompok materi sebagai berikut:
I.                   Kelompok materi mengenai orang
II.                Kelompok materi mengenai benda
III.             Kelompok nateri mengenai perikatan
IV.             Kelompok materi mengenai pembuktian
          Sedangkan sistematika menurut ilmu pengetahuan hukum ada 4 yaitu :
I.                   Kelompok materi mengenai orang
II.                Kelompok materi mengenai keluarga
III.             Kelompok materi mengenai harta kekayaan
IV.             Kelompok materi mengenai pewarisan
          Apabila sistematika bentuk dan isi digabung maka ditemukan bahwa KUHPdt. Terdiri dari :
I.                   Buku I mengenai Orang
II.                Buku II mengenai Benda
III.             Buku II mengenai Perikatan
IV.             Buku IV mengenai Pembuktian

SISTEMATIKA KUHPdt.
          Mengenai sistematika isi ada perbedaan antara sistematika KUHPdt. Berdasarkan pembentuk Undang-Undang dan sistematika KUHPdt. Berdasarkan ilmu pengetahuan hukum. Perbedaan terjadi, karena latar belakang penyusunannya. Penyusunan KUHPdt. didasarkan pada sistem individualisme sebagai pengaruh revolusi Perancis. Hak milik adalah hak sentral, dan tidak dapat diganggu gugat oleh siapapun. Hak dan kebebasan setiap individu harus dijamin. Sedangkan sisitematika berdasarkan ilmu pengetahuan hukum didasarkan pada perkembangan siklus kehidupan manusia yang selalu melalui proses lahir-dewasa-kawin–cari harta/nafkah hidup–mati (terjadi pewarisan ). Dengan demikian perbedaan sistematika tersebut dapat dilihat sebagai berikut :
I.                   Buku I KUHPdt. memuat ketentuan mengenai manusia pribadi dan keluarga (perkawinan) sedangkan ilmu pengetahuan hukum memuat ketetuan mengenai pribadi dan badan hukum, keduanya sebagai pendukung hak dan kewajiban.
II.                Buku II KUHPdt. memuat ketentuan mengenai benda dan waris. Sedangkan ilmu pengetahuan hukum mengenai keluarga (perkawinan dan segala akibatnya).
III.             Buku III KUHPdt. memuat ketentuan mengenai perikatan. Sedangkan ilmu pengetahuan hukum memuat ketentuan mengenai harta kekayaan yang meliputi benda dan perikatan.
IV.             Buku IV KUHPdt. memuat ketentuan mengenai bukti dan daluwarsa. Sedangkan ilmu pengetahuan hukum memuat ketentuan mengenai pewarisan, sedangkan bukti dan daluarsa termasuk materi hukum perdata formal (hukum acara perdata).

C.    Tujuan Kodifikasi Hukum
             Adapun tujuan kodifikasi daripada hukum tertulis adalah untuk memperoleh :
1.      Kepastian hukum
          Kepastian hukum merupakan pertanyaan yang hanya bisa dijawab secara normatif, bukan sosiologis. Kepastian hukum secara normatif adalah ketika suatu peraturan dibuat dan diundangkan secara pasti karena mengatur secara jelas dan logis. Jelas dalam artian tidak menimbulkan keragu-raguan (multi-tafsir) dan logis dalam artian ia menjadi suatu sistem norma dengan norma lain sehingga tidak berbenturan atau menimbulkan konflik norma. Konflik norma yang ditimbulkan dari ketidakpastian aturan dapat berbentuk kontestasi norma, reduksi norma atau distorsi norma.
         Pemikiran mainstream beranggapan bahwa kepastian hukum merupakan keadaan dimana perilaku manusia, baik individu, kelompok, maupun organisasi, terikat dan berada dalam koridor yang sudah digariskan oleh aturan hukum. Secara etis, padangan seperti ini lahir dari kekhawatiran yang dahulu kala pernah dilontarkan oleh Thomas Hobbes bahwa manusia adalah serigala bagi manusia lainnya (homo hominilupus). Manusia adalah makhluk yang beringas yang merupakan suatu ancaman. Untuk itu, hukum lahir sebagai suatu pedoman untuk menghindari jatuhnya korban. Konsekuensi dari pandangan ini adalah bahwa perilaku manusia secara sosiologis merupakan refleksi dari perilaku yang dibayangkan dalam pikiran pembuat aturan. Barangkali juga pernah dilakukan untuk mengelola keberingasan para koboy Amerika ratusan tahun lalu.
        Perkembangan pemikiran manusia modern yang disangga oleh rasionalisme yang dikumandangkan Rene Descarte (cogito ergo sum), fundamentalisme mekanika yang dikabarkan oleh Isaac Newton serta empirisme kuantitatif yang digemakan oleh Francis Bacon menjadikan sekomponen manusia di Eropa menjadi orbit dari peradaban baru. Pengaruh pemikiran mereka terhadap hukum pada abad XIX nampak dalam pendekatan law and order (hukum dan ketertiban). Salah satu pandangan dalam hukum ini mengibaratkan bahwa antara hukum yang normatif (peraturan) dapat dimauti ketertiban yang bermakna sosiologis. Sejak saat itu, manusia menjadi komponen dari hukum berbentuk mesin yang rasional dan terukur secara kuantitatif dari hukuman-hukum yang terjadi karena pelanggarannya.
           Pandangan mekanika dalam hukum tidak hanya menghilangkan kemanusiaan dihadapan hukum dengan menggantikan manusia sebagai sekrup, mor atau gerigi, tetapi juga menjauhkan antara apa yang ada dalam idealitas aturan hukum dengan realitas yang ada dalam masyarakat. Idealitas aturan hukum tidak selalu menjadi fiksi yang berguna dan benar, demikian pula dengan realitas perilaku sosial masyarakat tidak selalu mengganggu tanpa ada aturan hukum sebelumnya. Ternyata law and order menyisakan kesenjangan antara tertib hukum dengan ketertiban sosial. Law and order kemudian hanya cukup untukthe order of law, bukan the order by the law (ctt: law dalam pengertian peraturan/legal).
             Jadi kepastian hukum adalah kepastian aturan hukum, bukan kepastian tindakan terhadap atau tindakan yang sesuai dengan aturan hukum. Karena frasa kepastian hukum tidak mampu menggambarkan kepastian perilaku terhadap hukum secara benar-benar. Demikian juga dengan mekanika Newton. Bahkan Mekanika Newton pun sudah dua kali dihantukkan dalam perkembangan ilmu alam itu sendiri, yaitu Teori Relativitas dari Einstein dan Fisika Kuantum.
2.      Penyederhanaan hukum
·         Simple dan sederhana, tidak bersifat ambigu, mudah dipahami, pasal tidak terlalu banyak, sehingga tidak menimbulkan persepsi yang beragam pula
·         Cara penyederhanaan hukum adalah dengan cara mengikuti aturan teknis dalam UU yang bersangkutan, yakni UU no 12 tahun 2011
3.      Kesatuan hukum
·         Jika suatu hukum membahas tentang suau perkara, maka perkara itu saja yang dibahas, tidak melebar ke perkara yang lainnya
·         Contoh : Hukum Bea dan Cukai mengatur peraturan tentang kepabeanan dan cukai saja, sedangkan pajak dan anggaran negara tidak dibahas di dalamnya.





BAB III
PENUTUP

A.    Kesimpulan
             Kodifikasi hukum adalah pembukuan hukum dalam suatu himpunan Undang-undang dalam materi yang sama. Ditinjau dari segi bentuknya, kodifikasi hukum dapat dibedakan atas :
1.      Hukum tertulis adalah hukum yang telah ditulis dan di cantumkan dalam peraturan perundang-undangan Negara baik yang dikodifikasi ataupun yang tidak dikodifikasi.
2.      Hukum tak tertulis merupakan hukum yang masih hidup dalam keyakinan masyarakat, tetapi tidak tertulis namun berlakunya ditaati seperti perundang-undangan.
             Sistematika artinya susunan yang teratur secara sistematis. Sistematika kodifikasi artinya susunan yang diatur dari suatu kodifikasi. Sistematika meliputi bentuk dan isi kodifikasi. Sistematika kodifikasi hukum perdata meliputi bentuk dan isi.
           Adapun tujuan kodifikasi daripada hukum tertulis adalah untuk memperoleh:
·         Kepastian hukum
·         Penyerdehanaan hukum
·         Kesatuan hukum




DAFTAR PUSTAKA

Hooker, M. B., Undang-undang Islam di Asia Tenggara, Dewan bahasa dan Pustaka Kementrian Pendidikan malaysia, Kuala Lumpur, 1992.
Kansil, C.S.T., 2002. Pengantar Ilmu Hukum dan Tata hukum Indonesia.. Jakarta : Balai pustaka.
Mas, Marwan. 2004. Pengantar Ilmu Hukum. Jakarta : Ghalia Indonesia.
Apeldron, Van. 2001. Pengantar Ilmu Hukum. Jakarta : Pranya Paramita.
Sanusi, Achnad. 1977. Pengantar Ilmu Hukum dan Tata hukum Indonesia. Bandung : Transito.
Hadisoeprapto, Hartono. 1993. Pengantar Tata Hukum Indonesia. Yogyakarta : Liberty.


0 komentar:

Post a Comment

 
Top