Makalah Ilmu Hukum tentang Pembagian Hukum
Disusun Oleh Muazzin, S.H.I
Alumni Al-Hilal Sigli Tahun 2015

Makalah Pembagian Hukum


KATA PENGANTAR


            Segala puji dan syukur penulis sampaikan kehadirat Allah SWT, shalawat dan salam juga disampaikan kepada junjungan Nabi Besar Muhammad SAW. Serta sahabat dan keluarganya, seayun langkah dan seiring bahu dalam menegakkan agama Allah. Dengan kebaikan beliau telah membawa kita dari alam kebodohan ke alam yang berilmu pengetahuan.
Dalam rangka melengkapi tugas dari mata kuliah Ilmu Hukum pada Program Studi Hukum Ekonomi Syari’ah Mu’amalah PTI AL-HILAL SIGLI dengan ini penulis mengangkat judul “Macam-macam Sumber Hukum”.
Dalam penulisan makalah ini, penulis menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari kesempurnaan, baik dari cara penulisan, maupun isinya.
Oleh karena itu penulis sangat mengharapkan kritikan dan saran-saran yang dapat membangun demi kesempurnaan makalah ini.


Wassalam
Penulis,


KELOMPOK 6


DAFTAR ISI


KATA PENGANTAR............................................................................................             i
DAFTAR ISI............................................................................................................             ii

BAB I       PENDAHULUAN
A.    Latar Belakang...................................................................................            1
B.    Rumusan Masalah..............................................................................             1
C.    Tujuan penulisan................................................................................             1

BAB II       PEMBAHASAN
A.    Hukum-hukum menurut sumber........................................................            2
B.     Hukum-hukum menurut bentuk.........................................................            5
C.     Hukum-hukum menurut tempat berlaku............................................             6
D.    Hukum-hukum menurut waktu berlaku.............................................             8

BAB III    PENUTUP
A.    Kesimpulan........................................................................................             10

DAFTAR PUSTAKA.............................................................................................            11





BAB I
PENDAHULUAN

A.    Latar Belakang
          Pembelajaran mengenai ilnu hukum sangatlah  luas maka perlu adanya pengolongan serta sekte-sekte  pembagian hukum agar mudah dalam mempeljarinya , dari sini  kami mencoba mengulas tentang itu semua , mulai dari  pembagian hukum berdasarjan bentuknya  sampai dengan   hukum menurut sifat-sifatnya.
           Dalam makalah ini ada  pengolongan hukum  yang pertama adalah  hukum berdasarkan bentuknya ada dua yaitu hukum tertulis dan hukum tidak tertuli, kemudian hukum berdasarkan  waktu berlakunya  ada dua hukum positf dan hukum ius konstituendum, serta pengolongan hukum berdasrkan wilayah berlakunya  meliputi  hukun nasional dan hukum internasional.

B.     Rumusan Masalah
1.      Menjelaskan tentang hukum menurut sumber
2.      Menjelaskan hukum menurut bentuk
3.      Menjelaskan hukum menurut tempat berlaku
4.      Menjelaskan hukum menurut waktu berlaku

C.    Tujuan penulisan
            Adapun tujuan kami dalam menyusun makalah ini adalah disamping untuk memenuhi tugas dalam perkuliahan juga agar kami khususnya dan semua mahasiswa pada umumnya mampu memahami macam-macam pembagian hukum.




BAB II
PEMBAHASAN

A.    Hukum-hukum Menurut Sumber
Ø  Hukum undang-undang, yaitu hukum yang tercantum dalam peraturan perundangan yang ditujukan bagi warga di dalam suatu negara dan bentuknya tertulis
Legislasi atau Undang-undang adalah hukum yang telah disahkan oleh badan legislatif atau unsur pemerintahan yang lainnya. Sebelum disahkan, undang-undang disebut sebagai rancangan Undang-Undang. Undang-undang berfungsi untuk digunakan sebagai otoritas, untuk mengatur, untuk menganjurkan, untuk menyediakan (dana), untuk menghukum, untuk memberikan, untuk mendeklarasikan, atau untuk membatasi sesuatu.
Suatu undang-undang biasanya diusulkan oleh anggota badan legislatif (misalnya anggota DPR), eksekutif (misalnya presiden), dan selanjutnya dibahas di antara anggota legislatif. Undang-undang sering kali diamandemen (diubah) sebelum akhirnya disahkan atau mungkin juga ditolak.
Undang-undang dipandang sebagai salah satu dari tiga fungsi utama pemerintahan yang berasal dari doktrin pemisahan kekuasaan. Kelompok yang memiliki kekuasaan formal untuk membuat legislasi disebut sebagai legislator (pembuat undang-undang), sedangkan badan yudikatif pemerintah memiliki kekuasaan formal untuk menafsirkan legislasi, dan badan eksekutif pemerintahan hanya dapat bertindak dalam batas-batas kekuasaan yang telah ditetapkan oleh hukum perundang-undangan.
Ø  Hukum kebiasaan(Adat), yaitu hukum yang terletak di dalam peraturan kebiasaan(adat) yang terdapat pada daerah-daerah tertentu dan bentuknya tidak tertulis
Supaya hukum kebiasaan ditaati ada 2 syarat yaitu  :
1.      Suatu perbuatan yang tetap dilakukan orang.
2.      Keyakinan bahwa perbuatan itu harus dilakukan karena telah merupakan kewajiban.
Kekurangan Hukum kebiasaan :
1.      Tidak tertulis layaknya undang-undang sehingga sangat sulit untuk merumuskan dan menggantinya.
2.      Tidak adanya kepastian hukum sehingga kadangkala malah menyulitkan karena kebiasaan di satu daerah dengan daerah lainnya berbeda.Dengan kata lain hukum kebiasaan memiliki sifat yang beraneka raga.
Persamaan antara Undang- Undang dan Hukum Kebiasaan adalah :
·       Kedua-duanya merupakan penegasan pandangan hukum yang terdapat dalam masyarakat.
·       Kedua-duanya perumusan kesadaran hukum suatu bangsa.
Sedangkan Perbedaan antara Undang-Undang dan Hukum Kebiasaan adalah :
·       Undang –Undang merupakan keputusan pemerintah yang dibebankan kepada subyek hukum. Sedangkan Hukum kebiasaan merupakan peraturan yang muncul dari pergaulan di dalam masyarakat.
·       Undang-Undang lebih menjamin adanya kepastian hukum. Sedangkan hukum kebiasaan seringkali dijadikan sebagai pelengkap dari undang-undang..

Ø  Hukum Traktat, yaitu hukum yang ditetapkan oleh negara-negara di dalam suatu perjanjian yang telah disetujui oleh negara-negara yang mengikuti perjanjian(traktat)
Traktat atau perjanjian yang secara prosedural harus disampaikan pada DPR sebelum diratifikasi adalah perjanjian yang mengandung materi sebagai berikut:
1.      Soal-soal politik atau persoalan yang dapat mempengaruhi haluan politik luar negeri: perjanjian perbatasan wilayah (traktat bilateral Indonesia-Papua Nugini mengenai batas wilayah) , perjanjian persahabatan.
2.      Ikatan yang mempengaruhi haluan politik luar negeri seperti perjanjian ekonomi dan teknis pinjaman uang.
3.      Persoalan yang menurut sistem perundang-undangan harus diatur dengan Undang-Undang: kewarganegaraan dan soal kehakiman.
4.      Adapun perjanjian yang lazim disebut agreement adalah perjanjian yang mengandung materi lain cukup disampaikan pada DPR sebatas untuk diketahui setelah diratifikasi oleh Presiden

Ketika sebuah perjanjian telah diratifikasi maka berlakulah apa yang dinamakan “pakta Servada” artinya perjanjian mengikat para pihak yang mengadakan perjanjian. Persoalannya apakah traktat itu secara langsung mengikat seluruh warga negara? Pendapat pertama, traktat tidak dapat secara langsung mengikat penduduk di suatu wilayah negara. Agar traktat dapat mengikat seluruh warga negara maka traktat harus terlebih dahulu dituangkan dalam hukum nasional. Pendapat yang dikemukakan Laband dan Telders (ahli Hukum Belanda) ini dinamakan teori inkorporasi. Adapun pendapat kedua, traktat mengikat secara langsung penduduk di wilayah negara yang meratifikasi suatu perjanjian. Pendapat ini dianut oleh van Volenhoven, Hamaker dan dianut oleh Kerajaan Belanda pada tahun 1906. Teori ini mengakui “Primat hukum antarnegara” yaitu mengakui hukum antarnegara lebih tinggi derajatnya dari hukum Nasional.
Proses Pembuatan traktat:
1.      Perundingan isi perjanjian oleh para utusan pihak-pihak yang bersangkutan, hasil perundingan ini dinamakan konsep traktat (sluitings-oorkonde). Sidang perundingan biasanya melalui forum konferensi, kongres, muktamar, atu sidang-sidang lainnya.
2.      Persetujuan masing-masing parlemen bagi negara yang memerlukan persetujuan dari parlemen.
3.      Ratifikasi atau pengesahan oleh kepala negara, Raja, Presiden, atau Perdana Menteri dan diundangkan dalam lembaran negara.
4.      Pertukaran piagam antar pihak yang mengadakan perjanjian, atau jika itu perjanjian multilateral piagam diarsip oleh salah satu negara berdasarkan kesepakatan atau diarsip di markas besar PBB.

Ø  Hukum Jurispudensi, yaitu hukum yang terbentuk karena keputusan hakim.
            Yurisprudensi lahir karena adanya peraturan perundang-undangan yang kurang atau tidak jelas pengertiannya, sehingga menyulitkan hakim dalam memutuskan suatu perkara. Yurisprudensi paling terkenal, yang kerap dijadikan contoh adalah yurisprudensi mengenai pencurian arus listrik. Dalam membuat yurisprudensi, biasanya seorang hakim akan melaksanakan berbagai macam penafsiran, misalnya:
a.       Penafsiran secara gramatikal (tata bahasa), yaitu penafsiran berdasarkan arti kata.
b.      Penafsiran secara historis, yaitu penafsiran berdasarkan sejarah terbentuknya undang-undang.
c.       Penafsiran sistematis, yaitu penafsiran dengan cara menghubungkan pasal-pasal yang terdapat dalam undang-undang.
d.      Penafsiran teleologis, yaitu penafsiran dengan jalan mempelajari hakekat tujuan undang undang yang disesuaikan dengan perkembangan zaman.
e.       Penafsiran otentik, yaitu penafsiran yang dilakukan oleh si pembentuk undang-undang itu sendiri.

B.     Hukum-hukum Menurut Bentuk
1.      Hukum tertulis
           Hukum tertulis adalah hukum yang telah ditulis dan di cantumkan dalam peraturan perundang-undangan Negara baik yang dikodifikasi ataupun yang tidak dikodifikasi.

Contoh hukum Tertulis : hukum perdata tertulis dalam KUH Perdata, hukum pidana dituliskan dalam KUHPidana.

            Hukum tertulis yang dikodifikasikan maksudnya yaitu hukum tata Negara yang sudah dubukukan pada lembaran Negara dan sudah diumumkan/ di undangkan. Jika hukum tersebut dikodifikasikan maka kelebihannya yaitu adanya kepastian hukum, adanya kekuasaan hukum dan adanya penyederhanaan hukum. Sedangkan Kekurangannya yaitu bergeraknya hukum menjadi lambat tidak mampu dengan cepat mengikuti hal-hal yang terus bergerak maju. Untuk Hukum yang tidak dikodifikasi sebaliknya.
         Contoh hukum tertulis yang dikodifikasikan yaitu KUHP (Kitab Undang-undang Hukum Pidana). Contoh hukum tertulis yang tidak dikodifikasikan yaitu PP (Peraturan Pemerintah), UU (Undang-Undang), Kepres (Keputusan Presiden).
Hukum tertulis juga bisa diartikan sebagai sebuah ketentuan atau kaidah tentang aturan yang dituangkan dalam bentuk formal yang tersusun secara sistematis. Hukum yang dapat menjadi pedoman dan peringatan kepada masyarakat secara langsung.
2.      Hukum tidak tertulis
Hukum sebagai sebuah aturan memiliki berbagai sumber. Menurut Kansil sumber hukum ada 4 yaitu:
1.      Undang-undang
2.      Kebiasaan
3.      Yurisprudensi
4.      Ilmu pengetahuan
        Menurut Kansil hukum tak tertulis merupakan hukum yang masih hidup dalam keyakinan masyarakat, tetapi tidak tertulis namun berlakunya ditaati seperti perundang-undangan. Melihat definisi tersebut hukum data diketegorikan sebagai hukum tak tertulis. Karena hukum adat tidak mengenal kodifikasi terhadap aturan hukum. Hukum yang tak tertulis dapat terbentuk dari pola-pola tingkah laku (kebiasaan) masyarakat.
Di dalam melakukan inventarisasi hukum , yang perlu kita pahami adalah terdapat tiga konsep pokok mengenai hukum, yaitu :
a.       Hukum identik dengan norma-norma tertulis yang dibuat dan diundangkan oleh lembaga atau oleh pejabat negara yang berwenang.
b.      Hukum dikonstruksikan sebagai pencerminan dari kehidupan masyarakat itu sendiri (norma tidak tertulis).
c.       Hukum identik dengan keputusan hakim (termsuk juga) keputusan-keputusan kepala adat.
Mencoba menggarisbawahi terhadap poin kedua di atas bahwa hukum sebagai cerminan kehidupan masyarakat. Memang benar hal yang demikian. Alngkah baiknya kita tidak menggunakan sudut pandang legisme-positivisme yang hanya menganggap aturan hukum berasal dai undang-undang belaka.
Senada dengan hal tersebut di atas, Soetandyo mengkonsepsikan tiga konsepsi utama tentang hukum yaitu :
1.      Konsepsi kaum legis-positivis, yang menyatakan bahwa hukum identik dengan norma-norma tertulis yang dibuat serta diundangkan oleh lembaga atau pejabat negara yang berwenang.
2.      Konsepsi yang justru menekankan arti pentingnya norma-norma hukum tak tertulis untuk disebut sebagai (norma) hukum. Meskipun tidak tertuliskan tetapi apabila norma-norma ini secara de facto diikuti dan dipatuhi oleh masyarakat (rakyat) setempat, maka norma-norma itu harus dipandang sebagai hukum.
3.      Konsepsi yang menyatakan bahwa hukum itu identik sepenuhnya dengan keputusan-keputusan hakim.
4.      Pada dasarnya hukum merupakan sebuah norma dan terbentuk akibat adnya aktivitas dan kegiatan manusia.
           Hukum adat lahir dari segala kebiasaan baik. Berbeda dengan tradisi yang juga berasal dari suatu yang kurang baik. Karena adat lahir dari kebiasaan yang baik maka hukum adat ditaati oleh masyarakat. Bagaimanapun kesadaran masyarakat akan pemenuhan keadilan akan terpenuhi. Jika dibandingkan dengan Undang-undang yang sangat kaku dan cenderung manjadi belenggu bagi masyarakat.
C.    Hukum-hukum Menurut Tempat Berlaku
1.      Hukum nasional
            Hukum nasional adalah sekumpulan hukum yang sebagian besar terdiri atas prinsip-prinsip dan peraturan-peraturan yang harus ditaati oleh masyarakat dalam suatu negara, dan oleh karena itu juga harus ditaati dalam hubungan-hubungan antara mereka satu dengan lainnya. Hukum Nasional di Indonesia merupakan campuran dari sistem hukum hukum Eropa, hukum Agama dan hukum Adat. Sebagian besar sistem yang dianut, baik perdata maupun pidana, berbasis pada hukum Eropa kontinental, khususnya dari Belanda karena aspek sejarah masa lalu Indonesia yang merupakan wilayah jajahan dengan  sebutan  Hindia  Belanda  (Nederlandsch-Indie).  Hukum  Agama,  karena sebagian besar masyarakat Indonesia menganut Islam, maka dominasi hukum atau Syari'at  Islam  lebih  banyak  terutama  di  bidang  perkawinan,  kekeluargaan  dan warisan. Selain itu, di Indonesia juga berlaku sistem hukum Adat, yang merupakan penerusan dari aturan-aturan setempat dari masyarakat dan budaya-budaya yang ada di wilayah Nusantara.
2.      Hukum internasional
       Hukum internasional adalah bagian hukum yang mengatur aktivitas entitas berskala internasional. Pada awalnya, Hukum Internasional hanya diartikan sebagai perilaku dan hubungan antarnegara namun dalam perkembangan pola hubungan internasional yang semakin kompleks pengertian ini kemudian meluas sehingga hukum internasional juga mengurusi struktur dan perilaku organisasi internasional dan pada batas tertentu, perusahaan multinasional dan individu.
         Hukum internasional adalah hukum bangsa-bangsa, hukum antarbangsa atau hukum antarnegara. Hukum bangsa-bangsa dipergunakan untuk menunjukkan pada kebiasaan dan aturan hukum yang berlaku dalam hubungan antara raja-raja zaman dahulu. Hukum antarbangsa atau hukum antarnegara menunjukkan pada kompleks kaedah dan asas yang mengatur hubungan antara anggota masyarakat bangsa-bangsa atau negara.
          Hukum Internasional publik berbeda dengan Hukum Perdata Internasional. Hukum Perdata Internasional ialah keseluruhan kaedah dan asas hukum yang mengatur hubungan perdata yang melintasi batas negara atau hukum yang mengatur hubungan hukum perdata antara para pelaku hukum yang masing-masing tunduk pada hukum perdata (nasional) yang berlainan. Sedangkan Hukum Internasional adalah keseluruhan kaidah dan asas hukum yang mengatur hubungan atau persoalan yang melintasi batas negara (hubungan internasional) yang bukan bersifat perdata.
            Persamaannya adalah bahwa keduanya mengatur hubungan atau persoalan yang melintasi batas negara(internasional). Perbedaannya adalah sifat hukum atau persoalan yang diaturnya (obyeknya).
3.      Hukum asing
          Hukum Asing adalah hukum yang berlaku di Negara lain/ Negara asing/ diluar wilayah. Pada umumnya hukum asing itu lebih mengarah pada proses hukum maupun aturan hukum dari suatu Negara lain. Hukum asing akan berlaku apabila dalam suatu Negara belum terdapt ketentuan-ketentuan yang mengatur suatu hal, maka Negara tersebut akan menggunakan/ memberlakukan hukum asing untuk referensi. Biasanya hukum asing lebih condong kepada masalah yang sifatnya internasional. Misalnya Hukum Internasional, Hukum Perdata Internasional dan lain-lain. Hukum-hukum yang mengatur badan hukum asing di Indonesia contohnya yaitu hukum bisnis.
4.      Hukum lokal
       Hukum lokal adalah hukum yang berlaku di suatu daerah atau wilayah tertentu. Hukum bentuk ini berlaku lpada tataran lokal atau daerah  dalam kondisi ini  baik hukum tertulis maupun tidak tertulis bisa di jalankan.contah hukum lokal seperti peraturan  yang di keluarka pemerintah daerah tentang pelarangan  menebang hutan yang berlebihan.

D.    Hukum-hukum Menurut Waktu Berlaku
1.      Hukum positif (Ius Constitutum)
            Ius Constitutum (Hukum Positif) adalah Peraturan hukum yang berlaku pada saat ini/ sekarang untuk masyarakat dari dalam suatu daerah tertentu. Ius Constitutum  merupakan hukum yang berlaku untuk suatu masyarakat dalam suatu tempat pada suatu waktu tertentu. Contoh : Perda.
Objek yang diatur di dalam hukum positif/ Ius Constitutum adalah sekaligus subjek/ pelaku. Ini berakibat penting untuk metode keilmuannya serta kualitas hukum/ penjelasan mengenai sebab akibat hukum. Yang menjadi objek ilmu hukum positif berbeda dengan hukum ilmu pasti/ ilmu alam. Hukum positif sebagai sebuah perangkat kaidah untuk manusia masyarakat, ia diatur oleh metode keilmuan Humanities/ Humaniora, bukan diatur oleh metode keilmuan ilmu pasti-alam.
           Hukum postif hukum yang mengatur perilaku manusia yang merupakanbukan benda mati tetapi makhluk hidup yang memiliki pikiran serta kemampuan membedakan hal yang baik dan hal yang buruk (Etika). Hukum positif/ Ius Constitutum jika di kaitkan dengan etika maka juga berhubungan dengan moral. Maksudnya bahwa hukum positif juga memiliki hubungan yang erat dengan moral dan norma yang ada dalam masyarakat.
2.      Hukum negative (Ius Constituendum)
            Ius Constituendum adalah peraturan hukum yang diharapkan berlaku pada masa mendatang. Ius constituendum merupakan sebuah abstraksi dari fakta bahwa sebenarnya segala sesuatu adalah sebuah proses perkembangan, Maksudnya yaitu sebuah gejala yang ada sekarang akan musnah di masa mendatang, Oleh sebab itu diganti maka dilanjutkan oleh gejala yang awalnya dicita – citakan. Akan tetapi, tidak jarang terjadi bahwa sulit ditentukannya batas–batas yang mutlak dari proses perkembangan tersebut.
3.      Hukum asasi
                Hukum Asasi (Hukum Alam) yaitu  hukum yang berlaku dimana-mana dalam segala waktu dan untuk segala bangsa di dunia. Hukum ini tak mengenal batas waktu melainkan berlaku untuk selama-lamanya (abadi) terhadap siapapun juga diseluruh tempat.




BAB III
PENUTUP

A.    Kesimpulan
1.      Menurut Sumbernya, hukum dapat dibagi dalam :
a.     Hukum Undang-Undang yaitu hukum yang tercantum dalam peraturan perundangan.
b.    Hukum Kebiasaan (adat) yaitu hukum yang terletak di dalam peraturan-peraturan kebiasaan (adat).
c.     Hukum Traktat yaitu hukum yang ditetapkan oleh negara-negara di dalam suatu perjanjian antara neagara (traktat).
d.    Hukum Jurisprudensi yaitu hukum yang terbentuk karena keputusan hakim
2.      Menurut bentuknya, hukum dapat dibagi dalam:
       a). Hukum tertulis, hukum ini dapat pula merupakan:
            yaitu segala kaidah yang menjadi patokan manusia untuk bersikap tindak, misalnys tidak boleh membunuh, harus melunasi hutang dan lain sebagainya
       b). Hukum tak tertulis:
                   Adalah hukum yang masih hidup dalam keyakinan masyarakat, tetapi tidak tertulis namun berlakunya seperti suatu peraturan perundang (disebut juga hukum kebiasaan).
3.      Menurut tempat berlakunya, dapat dibagi menjadi:
a.       Hukum nasional, yaitu hukum yang berlaku dalam suatu negara.
b.      Hukum internasional, yaitu hukum yang mengatur hubungan hukum dalam dunia internasional.
c.       Hukum asing, yaitu hukum yang berlaku di negara lain.
d.      Hukum gereja, yaitu kumpulan norma-norma yang ditetapkan oleh gereja.
4.      Menurut waktu berlakunya, hukum dapat dibagi dalam:
a.       Ius constitutum (hukum positif), yaitu hukum yang berlaku sekarang bagi suatu masyarakat tertentu dalam suatu daerah tertentu.
b.      Ius constituendum. Yaitu hukum yang diharapkan berlaku pada waktu yang akan datang.
c.       Hukum asasi (hukum alam), yaitu hukum yang berlaku dimana-mana dalam segala waktu dan untuk segala bangsa di dunia. Hukum ini tak mengenal batas waktu melainkan berlaku untuk selama-lamanya (abadi) terhadap siapapun juga diseluruh tempat.



DAFTAR PUSTAKA

Kansil, C.S.T., 2002. Pengantar Ilmu Hukum dan Tata hukum Indonesia. Jakarta : Balai pustaka.
Syarifin, Pipin. 1999. Pengantar Ilmu Hukum. Bandung : CV. Pustaka Setia.
Tutik, Titik Triwulan. 2006. Pengantar Ilmu Hukum. Jakarta : Prestasi Pustaka.
Mas, Marwan. 2004. Pengantar Ilmu Hukum. Jakarta : Ghalia Indonesia.
Sanusi, Achnad. 1977. Pengantar Ilmu Hukum dan Tata hukum Indonesia. Bandung : Transito.


0 komentar:

Post a Comment

 
Top