Disusun Oleh Muazzin, S.H.I
alumni Al-Hilal Sigli Tahun 2015
KATA
PENGANTAR
Syukur Alhamdulillah penyusun ucapkan kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat-Nya kepada kita
semua. Sehingga penulis dapat menyusun makalah ini yang berjudul "Objek
Hukum" tepat pada waktunya. Dan tidak lupa pula kita sanjung pujikan
kepada Nabi Besar Muhamad SAW yang telah membawa kita dari alam yang gelap
gulita ke alam yang terang benderang ini.
Penulis menyadari bahwa didalam
pembuatan makalah ini tidak lepas dari bantuan berbagai pihak, untuk itu dalam
kesempatan ini penulis menghaturkan rasa hormat dan terima kasih yang
sebesar-besarnya kepada semua pihak yang membantu dalam pembuatan makalah ini.
Akhir kata
semoga makalah ini dapat memberikan manfaat kepada para pembaca. Penulis
menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari kesempurnaan baik dari bentuk
penyusunan maupun materinya. Kritik dan saran dari pembaca sangat penulis
harapkan untuk penyempurnaan makalah selanjutnya.
Terima kasih
yang sebesar – besarnya penulis sampaikan kepada semua pihak yang telah
membantu dalam penyelesaian Makalah ini. Wassalam.
Sigli, 31 Oktober 2014
Pemakalah
Kelompok 6
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR............................................................................................ i
DAFTAR ISI............................................................................................................ ii
BAB I PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang...................................................................................
1
B.
Rumusan Masalah.............................................................................. 1
C.
Tujuan
Penulisan................................................................................ 1
BAB II PEMBAHASAN
A.
Pengertian objek hukum....................................................................
2
B.
Benda sebagai objek hukum..............................................................
3
C.
Manusia
sebagai objek hukum........................................................... 5
BAB
III PENUTUP
A.
Kesimpulan........................................................................................ 8
DAFTAR
PUSTAKA.............................................................................................
9
BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang
Subjek hukum adalah
segala sesuatu yang dapat mempunyai hak dan kewajiban untuk bertindak dalam
hukum. Sedangkan Objek Hukum adalah segala sesuatu yang bermanfaat bagi subjek
hukum dan dapat menjadi objek dalam suatu hubungan hukum. Objek hukum berupa
benda atau barang ataupun hak yang dapat dimiliki dan bernilai ekonomis.
Subjek Hukum terdiri
atas Subjek Hukum Manusia dan Subjek Hukum Badan Usaha. Dan Objek Hukum
memiliki 2 jenis yang berdasarkan 503-504 KUH Perdata disebutkan bahwa benda
dapat dibagi menjadi 2, yakni benda yang bersifat kebendaan (Materiekegoderen),
dan benda yang bersifat tidak kebendaan (Immateriekegoderan)
B. Rumusan Masalah
1. Menjelaskan pengertian objek hukum
2. Menjelaskan benda sebagai objek hukum
3. Menjelaskan manusia sebagai objek hukum
C. Tujuan Penulisan
Adapun tujuan kami dalam menyusun makalah ini adalah disamping untuk
memenuhi tugas dalam perkuliahan juga agar kami dan semua mahasiswa/i mampu
memahami tentang objek hokum.
BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian Objek Hukum
Objek hukum
adalah segala sesuatu yang berguna bagi subjek hukum dan yang dapat menjadi objek suatu hubungan hukum karena hal itu
dapat dikuasai oleh subjek hukum.
Dalam bahasa
hukum, objek hukum dapat juga disebut hak atau benda yang dapat dikuasai dan/atau dimiliki
subyek hukum. Misalnya, Andi meminjamkan buku kepada Budi. Di sini, yang
menjadi objek hukum dalam hubungan hukum antara Andi dan Budi adalah buku. Buku
menjadi objek hukum dari hak yang dimiliki Andi.
Yang dimaksud dengan objek hukum atau Mahkum Bih ialah sesuatu yang
dikehendaki oleh pembuat hukum untuk dilakukan atau ditinggalkan oleh manusia;
atau dibiarkan oleh pembuat hukum untuk dilakukan atau tidak. Dalam istilah
ulama ushul fiqh, yang disebut Mahkum Bih atau objek hukum”. Yaitu sesuatu yang
berlaku padanya hukum syara’. Objek hukum adalah “perbuatan” itu sendiri. Hukum
itu berlaku pada perbuatan dan bukan pada zat. Umpamanya “daging babi”. Pada
daging babi itu tidak berlaku hukum, baik suruhan atau larangan. Berlakunya
hukum larangan adalah pada “memakan daging babi”; yaitu sesuatu perbuatan
memakan, bukan pada zat daging babi itu.
Hukum syara’ terdiri atas dua macam, yaitu hukum
taklifi dan hukum wadh’i. Hukum taklifi jelas menyangkut perbuatan mukalaf;
sedangkan sebagian hukum wadh’i adalah yang tidak berhubungan dengan perbuatan
mukalaf seperti tergelincirnya matahari untuk masuknya kewajiban shalat Zuhur.
Tergelincirnya matahari itu (sebagian sebab) adalah
hukum wadh’i dan karena ia tidak menyangkut perbuatan mukalaf, maka ia tidak
termasuk objek hukum.
Memang “perbuatan” itu melekat pada manusia hingga
bila suatu perbuatan telah memenuhi syarat sebagai objek hukum, maka berlaku
pada manusia yang mempunyai perbuatan itu beban hukum atau taklif. Dengan
demikian, untukmenentukan apakan seseorang dikenai beban hukum terhadap suatu
perbuatan, tergantung pada apakah perbuatannya itu telah memenuhi syarat untuk
menjadi objek hukum.
Jenis Objek Hukum
berdasarkan pasal 503-504 KUH Perdata, disebutkan “Bahwa benda dapat bigai
menjadi 2, yakni Benda yang bersifat kebendaan ( Materiekegoderen ) dan Benda
yang bersifat tidak kebendaan ( Immateriekogoderan ). Berikut ini adalah
penjelasannya :
1. Benda yang bersifat kebendaan ( Materiekegoderen ) ialah suatu benda yang sifatnya
dapat dilihat, diraba dan dirasakan dengan panca indera yang terdiri dari benda
berubah / berwujud. Yang meliputi :
a. Benda bergerak / tidak tetap, yang berupa benda yang dapat dihabiskan dan
benda yang tidak dapat dihabiskan.
b. Benda tidak bergerak.
2. Benda yang bersifat tidak kebendaan ( Immateriekogoderan ) ialah suatu benda yang
dirasakan oleh panca indera saja ( tidak dapat dilihat ) dan kemusian dapat
direalisasikan menjadi suatu kenyataan. Misalnya merk perusahaan, paten dan
ciptaan music / lagu.
B. Benda Sebagai Objek Hukum
Objek hukum
dapat berupa benda, baik benda yang bergerak, (misalnya mobil dan hewan) maupun
benda tidak bergerak (misalnya tanah dan bangunan). Di samping itu, objek hukum
dapat berupa benda berwujud (misalnya tanah, bangunan, dan mobil) maupun benda
tidak berwujud (misalnya hak cipta, hak merek, dan hak paten).
Kemudian
berdasarkan pasal 503-504 KUH Perdata disebutkan bahwa benda dapat dibagi
menjadi 2, yakni benda yang bersifat kebendaan (Materiekegoderen), dan benda
yang bersifat tidak kebendaan (Immateriekegoderan). Benda
yang bersifat kebendaan (Materiekegoderen)
Benda yang
bersifat kebendaan (Materiekegoderen) adalah suatu benda yang sifatnya dapat
dilihat, diraba, dirasakan dengan panca indera, terdiri dari benda berubah / berwujud,
meliputi :
1.
Benda
bergerak / tidak tetap, berupa benda yang dapat dihabiskan dan benda yang tidak
dapat dihabiskan. Dibedakan menjadi sebagai berikut :
·
Benda
bergerak karena sifatnya, menurut pasal 509 KUH Perdata adalah benda yang dapat
dipindahkan, misalnya meja, kursi, dan yang dapat berpindah sendiri contohnya
ternak.
·
Benda
bergerak karena ketentuan undang-undang, menurut pasal 511 KUH Perdata adalah
hak-hak atas benda bergerak, misalnya hak memungut hasil (Uruchtgebruik) atas
benda-benda bergerak, hak pakai (Gebruik) atas benda bergerak, dan saham-saham
perseroan terbatas.
2.
Benda
tidak bergerak
Benda tidak
bergerak dapat dibedakan menjadi sebagai berikut :
·
Benda
tidak bergerak karena sifatnya, yakni tanah dan segala sesuatu yang melekat diatasnya,
misalnya pohon, tumbuh-tumbuhan, area, dan patung.
·
Benda
tidak bergerak karena tujuannya yakni mesin alat-alat yang dipakai dalam
pabrik. Mesin senebar benda bergerak, tetapi yang oleh pemakainya dihubungkan
atau dikaitkan pada bergerak yang merupakan benda pokok.
·
Benda
tidak bergerak karena ketentuan undang-undang, ini berwujud hak-hak atas
benda-benda yang tidak bergerak misalnya hak memungut hasil atas benda yang
tidak dapat bergerak, hak pakai atas benda tidak bergerak dan hipotik.
Dengan demikian,
membedakan benda bergerak dan tidak bergerak ini penting, artinya karena berhubungan
dengan 4 hal yakni :
1. Pemilikan (Bezit)
Pemilikan
(Bezit) yakni dalam hal benda bergerak berlaku azas yang tercantum dalam pasal
1977 KUH Perdata, yaitu berzitter dari barang bergerak adalah pemilik
(eigenaar) dari barang tersebut. Sedangkan untuk barang tidak bergerak tidak
demikian halnya.
2. Penyerahan (Levering)
Penyerahan
(Levering) yakni terhadap benda bergerak dapat dilakukan penyerahan secara
nyata (hand by hand) atau dari tangan ke tangan, sedangkan untuk benda tidak
bergerak dilakukan balik nama.
3. Daluwarsa (Verjaring)
Daluwarsa
(Verjaring) yakni untuk benda-benda bergerak tidak mengenal daluwarsa, sebab
bezit di sini sama dengan pemilikan (eigendom) atas benda bergerak tersebut
sedangkan untuk benda-benda tidak bergerak mengenal adanya daluwarsa.
C. Manusia Sebagai Objek Hukum
Manusia sebagai subyek
hukum dikatakan juga sebagai pembawa hak atau pendukung hak. Sebagai subyek
hukum manusia mempunyai hak dan kewajiban untuk melakukan tindakan-tindakan
dalam lapangan hukum, seperti mengadakan perjanjian jual beli,mengadakan
pernikahan, mengadakan pembagian warisan, dan sebagainya.
Dalam ilmu pengetahuan
hukum barat, manusia sebagai pembawa hak atau sebagai subyek hukum dinamakan
juga “persoon”. Soediman Kartohadiprodjo ( 1987: 77 ) menyatakan,
bahwa kedudukan hak pada manusia adalah sedemikian rupa yang meskipun dikurangi
oleh undang-undang atau putusan hakim atau dibatasi oleh undang-undang, tetapi
mengurangi atau membatasi ini tidak dapat sedemikian sehingga orang yang
bersangkutan itu kehilangan seluruh haknya sebagai orang ( pasal 1 KUH Perdata
).
Tiap manusia merupakan
orang yang karena terbawa oleh keadaan bahwa ia manusia. Karena itu orang yang
bercorak manusia itu disebut orang asli
( natuurlijke persoon ), sebagai lawan subjek hukum lainnya, yaitu badan hukum
( recht persoon).
Setiap manusia itu
adalah orang, ini mengandung arti, bahwa :
·
Tidak dikenal adanya
perbedaan yang berdasarkan agama, baik agama Islam, agama Kristen, agama Hindu,
agama Budha dan sebagainya, mereka itu merupakan orang.
·
Antara kelamin yang
satu dengan yang lainnya tidak diadakan perbedaan pula, baik wanita maupun
laki-laki.
·
Tida pandang pula,
apakah ia seorang kaya atau miskin, mereka mempunyai kedudukan yang sama dan
sederajat dalam masyarakat.
·
Tidak pandang apakah
manusia itu warga negara atau orang asing. Jadi kalau sampai hukum perdata
barat ini berlaku bagi orang asing, maka dia dianggap sebagai orang.
Menurut Agus Somawinata
( 1996 : 9 ) yang dimaksud dengan subyek hukum adalah pendukung hak-hak perdata
dan kewajiban-kewajiban perdata subyek atau pendukung dari hubungan hukum ialah
hubungan hukum perdata yang mempunyai hak perdata. Jadi badan pribadi atau
persoon adalah subyek hak yang wenang berhak ( mempunyai kewenangan berhak),
yaitu wenang untuk menjadi pendukung hak-hak dan kewajiban-kewajiban perdata.
Dengan demikian kita
dapat menerima secara gamblang, bahwa setiap manusia dalam kedudukannya sebagai
subyek hukum mempunyai wewenang hukum, yaitu wewenang untuk memiliki hak-hak
subyektif, di mana hak-hak keperdataan tersebut tidak tergantung atau
digantungkan kepada hak-hak kewarganegaraan. Menurut Achmad Sanusi ( 1984 : 162
) hak-hak subyektif yang dimilki oleh setiap manusia dapat dibedakan menjadi 2
jenis, yaitu :
1. Mutlak, yaitu hak-hak subyektif yang dapat dilaksanakan terhadap setiap
orang, dibalik wewenang daripada yang mempunyai hak, terdapat kewajiban bagi
setiap orang lain untuk menghormati hak tersebut. Selanjutnya dikatakan, bahwa
hak mutlak ini dapat dibagi 4, yaitu :
a. Hak-hak kepribadian atas jiwa, badan, kehormatan dan nama
b. Beberapa hak kekeluargaan seperti hak orang tua, hak perwalian dan hak
marital
c. Hak-hak kebendaan (sebagian dari hak kekayaan ), seperti hak eigendom, baik
atas benda berujud ataupun tidak berujud.
d. Hak-hak atas barang-barang inmaterial, seperti hak mengarang, hak otroi
dsb.
2. Nisbi, yaitu hak-hak kekayaan dan kekeluargaan yang tidak termasuk sebagai
hak mutlak
Berlakunya kedudukan
manusia sebagai pembawa hak adalah sejak dia dilahirkan sampai dia meninggal
dunia, bahkan jika hukum memerlukan, misalnya untuk kepentingan pembagian
warisan, maka sejak dalam kandunganpun berlakulah manusia sebagai pembawa hak,
dengan catatan saat dia dilahirkan dalam keadaan hidup, sungguhpun hanya
beberapa menit saja. Hal ini sebagaimana dinyatakan oleh Pasal 2 KUH Perdata,
bahwa anak yang ada dalam kandungan seorang perempuan, dianggap sebagai telah
dilahirkan , bilamana juga kepentingan si anak menghendakinya. Mati sewaktu dilahirkan
nya, dianggaplah ia tak pernah telah ada.
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Objek hukum
adalah segala sesuatu yang berguna bagi subjek hukum dan yang dapat menjadi objek suatu hubungan hukum karena hal itu
dapat dikuasai oleh subjek hukum.
Objek hukum dapat
berupa benda, baik benda yang bergerak, (misalnya mobil dan hewan) maupun benda
tidak bergerak (misalnya tanah dan bangunan). Di samping itu, objek hukum dapat
berupa benda berwujud (misalnya tanah, bangunan, dan mobil) maupun benda tidak
berwujud (misalnya hak cipta, hak merek, dan hak paten).
Manusia sebagai subyek
hukum dikatakan juga sebagai pembawa hak atau pendukung hak. Sebagai subyek
hukum manusia mempunyai hak dan kewajiban untuk melakukan tindakan-tindakan
dalam lapangan hukum, seperti mengadakan perjanjian jual beli,mengadakan
pernikahan, mengadakan pembagian warisan, dan sebagainya.
DAFTAR PUSTAKA
L.J. Van Apeldoorn. 2001. Pengantar
Ilmu Hukum. Jakarta: PT Pradya Paramita
Kansil,C.S.T.1986.Pengantar Ilmu Hukum dan Tata Laksana Hukum Indonesia. Jakarta: Balai Pustaka.
Dirdjosisworo, Soedojo. 2003.Pengantar Ilmu Hukum.
Jakarta: RajaGrafindo Persada
0 komentar:
Post a Comment