Makalah Ilmu Hukum tentang Sumber-sumber Hukum
Disusun Oleh Muazzin, S.H.I
Alumni Al-Hilal Sigli Tahun 2015
BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar
Belakang
Jenis dan hierarki peraturan perundang-undangan,
pasti tidak terlepas dalam benak kita menganai Teori Stuffenbau Hans Kelsen.
Hans Kelsen dalam Teori Stuffenbau membahas mengenai jenjang norma hukum,
dimana ia berpendapat bahwa norma-norma hukum itu berjenjang-jenjang dan
berlapis-lapis dalam suatu hierarki tata susunan. Teori Stufenbauadalah teori mengenai sistem hukum oleh Hans Kelsen yang menyatakan bahwa sistem hukum merupakan
sistem anak tangga dengan kaidah berjenjang dimana norma hukum yang paling
rendah harus berpegangan pada norma hukum yang lebih tinggi, dan kaidah hukum
yang tertinggi (seperti konstitusi) harus berpegangan pada norma hukum yang
paling mendasar (grundnorm). Teori Stuffenbau semakin diperjelas dalam hukum
positif di Indonesia dalam bentuk undang-undang tentang pembentukan peraturan
perundang-undangan. Undang-undang menganai pembentukan peraturan
perundang-undangan pertama kali dipositifkan dalam Undang-Undang Undang-undang
Nomor 10 Tahun 2004 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan.
B.
Rumusan
Masalah
1.
Menjelaskan tentang macam-macam hukum nasional Indonesia
2.
Menjelaskan hirarki perundang-undangan Indonesia
C.
Tujuan
Penulisan
Adapun tujuan kami dalam menyusun makalah ini adalah
disamping untuk memenuhi tugas dalam perkuliahan juga agar kami khususnya dan
semua mahasiswa pada umumnya mampu memahami sumber-sumber hukum.
BAB II
PEMBAHASAN
A.
Macam-macam Sumber Hukum Nasional Indonesia
Sumber hukum adalah segala
sesuatu yang menimbulkan aturan-aturan yang mempunyai kekuatan yang bersifat
memaksa, yaitu aturan-aturan yang jika di langgar mengakitbatkan sanksi tegas
dan nyata. Hakikatnya: tempat menemukan dan menggali hukum. arti sumber hukum:
1. Sebagai asas hukum, sesuatu yang merupakan permulaan hukum.
2. Menunjukkan hukum terdahulu menjadi/memberi bahan hukum yang kemudian.
3. Sumber berlakunya yang memberikekuatan berlaku secara formal kepada
peraturan hukum.
4. Sumber dari mana kita dapat mengenal hukum.
5. Sumber terjadinya hukum. Sumber yang menimbulkan hukum.
Sumber hukum ada 2 yaitu:
1. Suber hukum materiil: tempat dari mana materi hukum di ambil, jadi
merupakan faktor pembantu permbertukan hukum, dapat di tinjau dari berbagai
sudut.
2. Sumber hukum formil ada 5 yaitu:
a. UU (statute)
b. Kebiasaan (custom)
c. Keputusan hakim (jurisprudentie)
d. Trakta
e. Pendapat sarjana hukum (doktrin)
UU adalah perturan negara
yang mempunyai kekuatan hukum mengikat yang diadakan dan di pelihara oleh
negara.
Tingkatan pertuaran:
UU45-UU-PERPU-KEPRES-PERDA-PERDES
1. UU Ada 2 Yaitu:
a. UU (formil) keputusan pemerintah yang merupakan UU karena cara
pembuatannya. UU dibuat oleh president dan DPR.
b. UU (Materil) adalah setiap keputusan pemerintah yang menurut isinya
mengikat langsung setiap penduduk.
Berlakunya UU: menurut
tanggal yang ditentukan sendiri oleh UU itu sendiri:
a. Pada saat di undangkan
b. Pada tanggal tertentu
c. Ditentukan berlaku surut
d. Ditentukan kemudian/dengan peraturan lain
Berakhirnya UU.
a. Ditentukan oleh UU itu sendiri
b. Di cabut secara tegas
c. UU lama bertentangan dengan UU baru
d. Timbulnya hukum kebiasaan yang bertentangan dengan UU/UU sudah tidak di
taati lagi
Sebuah peraturan hukum biar
berlaku terus harus (extraordineri). Di indonesia hanya ada 2 yaitu: 1.
Pembrantasan teroris. 2. Pelanggaran ham.
Asas-asas berlakunya UU
a. LEX SUPERIOR DEROGAT LEGI INFERIORI: UU yang kedudukannya lebih rendah
tidak boleh bertentangan dengan UU yang kedudukannya lebih tinggi dalam
mengatur hal yang sama.
b. LEX SPECIALE DEROGAT LEGI GERERALI: UU bersifat khusus mengesampingkan
UU yang bersifata umum, apabila UU tersebut sama kedudukannya.
c. LEX POSTERIOR DEROGAT LEGI PRIORI: UU yang berlaku belakangan
membatalakan UU terdahulu sejauh UU itu mengatur hal yang sama
d. NULLUM DELICTIM NOELLA POENA SINC PRAEVIA LEGI POENATE: tidak ada
pembuatan dapat di hukum kecuali sudah ada peraturan sebelum perbuatan
dilakukan.
Jadi UU yang telah
diundangkan di anggap telah di ketahui setiap orang sehingga pelanggar UU
mengetahui UU yang bersangkutan.
2. Kebiasaan
Kebiasaan merupakan sumber
hukum tertua. Kebiasaan adalah perbuatan manusia yang tetap dan berulang.
Sehingga merupakan pola tingkah laku yang tetap, ajeg, lazim, dan
normal/perilaku yang di ulang yang mnimbulkan kesadaran bahwa perbuatan itu
baik.
Kebiasaan/adat/custom akan
menimbulkan hukum jika UU menunjukkan pada kebiasaan untuk di berlakukan. Pasal
15 AB: kebiasaan tidak menimbulkan hukum, kecuali jika UU menunjuk pada
kebiasaan untuk di berlakukan kebiasaan dapat menjadi sumber hukum,
Syarat-syaratnya yaitu:
a. Perbuatan itu harus sudah berlangsung lama.
b. Menimbulkan keyakinan umum bahwa perbuatan itu merupakan kwajiban
hukum.“Demikian Selanjutnya”
c. Ada akibat hukum jika kebiasaan hukum dilanggar.
Pasal 1339 “BW” persutujuan
tidak hanya mengikat untuk apa yang telah di tetapkan dengan tegas oleh
persetujuan, tetapi juga untuk segala sesuatu menurut sifat persetujuan itu di
wajibkan oleh kebiasaan.
Pengadilan tidak boleh
menolak untuk memeriksa dan mengadili suatu perkara yang diajukan, dengan dalih
bahwa hukum tidak/ kurang jelas, melainkan wajib untuk memeriksa dan mengadilinya.
3. Yurrisprudentie (presedent)
Yurrisprudentie adalah
putusan hakim (pengadilan) yang mengikuti/mendasarkan putusan hakim terdahulu
dalam perkara yang sama. Ada 3 penyebab (alasan) seorang hakim mengikuti 2
putusan hakim yang lain (menurut utrecht, yaitu:)
a. Psikologis: seorang hakim mengikuti putusan hakim lainnya kedudukannya
lebih tinggi, karena hakim adalah pengwas hakim di bawahnya. Putusan hakim yang
lebih tinggi membpunyai “GEZAG” karena di anggap lebih brpengalaman.
b. Praktisi: mengikuti 2 putusan hakim lain yang kedudukannya lebih tinggi
yang sudah ada. Karena jika putusannya beda dengan hakim yang lebih
tinggi maka pihak yang di kalahkan akan melakukan banding/kasasi kepada
hakim yang pernah memberi putusan dalam perkara yang sama agar perkara di beri
putusan sama dengan putusan sebelumnya.
c. Sudah adil, tepat dan patut: sehingga tidak ada alasan untuk keberatan
mengikuti putusan hakim yang terdahulu.
4. Traktat
Traktat adalah perjanjian
yang diadakan oleh 2 negara/lebih.
a. Negara: bilateral.
b. Lebih dari 2 negara: multilateral.
c. Perjanjian terbuka/kolektif: perjanjian multilateral yang memberi
kesempatan negara lain yang tidak ikut mengadakan perjanjian untuk menjadi
pihak.
Perjanjian antar negara di
bedakan mendadi treaty dan agreement treaty adalah perjanjian
yang kurang penting.
Treaty harus
di sampaikan kepada parlement untuk mendapat persetujuan sebelum diratifikasi
president/kepala negara.
Materi-materi treaty:
a. Masalah-masalah politik/yang lain yang dapat mempengaruhi haluan
politik negeri.
b. Ikatan-ikatan sedemikian rupa yang mempengaruhi haluan politik negara.
c. Masalah-masalah yang menurut UUD/peraturan perundang-undangn harus
diatur dengan UU.
Agrement merupakan
perjanjian dengan menteri-menteri lain yang hanya disampingkan kepada
parlement/DPR untuk di ketahui setelah di shkan kepala negara.
Fase/tahap traktat.
a. Sluiting: penetapan isi perjanjian oleh delegasi pihak-pihak yang
bersangkutan, melahirkan/menghasilkan konsep trakta/sluiting soor konde.
b. Persutujuan masing-masing parlement yang bersangkutan.
c. Ratifikasi (pengesahan) oleh masing-masing kepala negara. Maka berlaku
untuk semua wilayah negara.
Di afkondiging (pengumuman)
saling menyampaikan piagam perjanjian. Traktat berlaku setelah ratifikasi.
5. Doktrin
Doktrin menjadi sumber hukum
karena UU perjanjian internasional dan yurisprudensi tidak memberi
jawaban hukum sehingga di carilah pendapat ahli hukum.
Berlaku: communis opinio
doctorum: pendapat umum tidak boleh menyimpang dari pendapat para ahli.
a. Commentaries on the laws at england oleh sir william black stone.
b. Ajaran imam syafi’i, banyak di gunakan oleh PA (pengadilan agama) dalam
putusan
c.
Trias politika
B.
Hirarki Peraturan Perundang-undangan Indonesia
Peraturan perundang-undangan, dalam konteks negara Indonesia, adalah
peraturan tertulis yang dibentuk oleh lembaga negara atau pejabat yang
berwenang mengikat secara umum. Hierarki maksudnya peraturan perundang-undangan
yang lebih rendah tidak boleh bertentangan dengan peraturan perundang-undangan
yang lebih tinggi. Jenis dan hierarki Peraturan Perundang-undangan diatur
dalam Pasal 7 Ayat (1) Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan.
Adapun jenis dan hierarki peraturan perundang-undangan
dalam Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembetukan Peraturan
Perundang-undangan ditegaskan dalam Pasal 7
Ayat (1) Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan
Perundang-undangan, yang menegaskan bahwa, jenis dan hierarki Peraturan
Perundang-undangan terdiri atas :
1. Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945;
2. Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat;
3. Undang-Undang/Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang;
4. Peraturan Pemerintah;
5. Peraturan Presiden;
6. Peraturan Daerah Provinsi; dan
7. Peraturan Daerah Kabupaten/Kota.
1. Undang-Undang
Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945
Definisi Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia
Tahun 1994 sebagaimana diatur dalam Pasal 3 Ayat (1) Undang-Undang Nomor 12
Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan meyebutkan :
”Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun
1945 merupakan hukum dasar dalam Peraturan Perundang-undangan.”
Undang-Undang Dasar 1945 (UUD 1945) merupakan hukum dasar tertulis
Negara Republik Indonesia dalam Peraturan Perundang-undangan, memuat dasar dan
garis besar hukum dalam penyelenggaraan negara. UUD 1945 ditempatkan dalam
Lembaran Negara Republik Indonesia. UUD1945 mulai berlaku sejak 18 agustus 1945
sampai 27 desember 1949. Setelah itu terjadi perubahan dasar negara yang
mengakibatkan UUD 1945 tidak berlaku, namun melalui dekrit presiden tanggal 5
juli tahun 1959, akhirnya UUD 1945 berlaku kembali sampai dengan sekarang.
2. Ketetapan
Majelis Permusyawaratan Rakyat;
TAP MPR merupakan putusan Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR) sebagai
pengemban kedaulatan rakyat yang ditetapkan dalam sidang-sidang MPR atau bentuk
putusan Majelis Permusyawaratan Rakyat yang berisi hal-hal yang bersifat
penetapan (beschikking). Dimasukkannya kembali TAP MPR dalam tata urutan
perundang-undangan berdasarkan apa yang tertuang dalam Undang-undang Nomor 12
Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan, hanya merupakan
bentuk penegasan saja bahwa produk hukum yang dibuat berdasarkan TAP MPR, masih
diakui dan berlaku secara sah dalam sistem perundang-undangan Indonesia.
3. Undang-Undang/Peraturan
Pemerintah Pengganti Undang-Undang
Definisi ”Undang-Undang” sebagaimana diatur dalam Pasal
1 angka 3 UU Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan
Perundang-undangan:
”Undang-Undang adalah Peraturan Perundangundangan
yang dibentuk oleh Dewan Perwakilan Rakyat dengan persetujuan bersama Presiden. ”
Undang-Undang dibuat oleh Dewan Perwakilan Rakyat dengan persetujuan
bersama Presiden. Perlu diketahui bahwa undang-undang merupakan produk bersama
dari presiden dan DPR (produk legislatif), dalam pembentukan undang-undang ini
bisa saja presiden yang mengajukan RUU yang akan sah menjadi Undang-undang jika
DPR menyetujuinya, dan begitu pula sebaliknya.
Undang-Undang memiliki kedudukan sebagai aturan main bagi rakyat untuk
konsolidasi posisi politik dan hukum, untuk mengatur kehidupan bersama dalam
rangka mewujudkan tujuan dalam bentuk Negara.
4. Peraturan
Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perpu)
Definisi ”Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang”
diatur dalam Pasal 1 angka 4 UU Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan
Peraturan Perundang-undangan:
”Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang adalah
Peraturan Perundang-undangan yang ditetapkan oleh Presiden dalam hal ihwal
kegentingan yang memaksa.”
Peraturan Perundang-undangan yang ditetapkan oleh Presiden dalam hal
ihwal kegentingan yang memaksa (negara dalam keadaan darurat), dengan ketentuan
sebagai berikut:
a)
Perpu dibuat oleh presiden
saja, tanpa adanya keterlibatan DPR.
b)
Perpu harus diajukan ke DPR
dalam persidangan yang berikut.
c)
DPR dapat menerima atau
menolak Perpu dengan tidak mengadakan perubahan.
d) Jika ditolak DPR, Perpu tersebut harus dicabut.
5. Peraturan
Pemerintah (PP)
Definisi ”Peraturan Pemerintah” diatur dalam Pasal 1
angka 5 UU Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan
Perundang-undangan:
“Peraturan Pemerintah adalah Peraturan Perundang undangan yang
ditetapkan oleh Presiden untuk menjalankan Undang-Undang sebagaimana mestinya.”
Peraturan Pemerintah adalah Peraturan Perundang-undangan di Indonesia yang ditetapkan oleh Presiden untuk menjalankan Undang-Undang sebagaimana mestinya. Materi muatan Peraturan Pemerintah adalah
materi untuk menjalankan Undang-Undang. Di dalam UU No.12
Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan dinyatakan bahwa
Peraturan Pemerintah sebagai aturan organik daripada Undang-Undang menurut
hirarkinya tidak boleh tumpangtindih atau bertolak belakang.
”Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang adalah
Peraturan Perundang-undangan yang ditetapkan oleh Presiden dalam hal ihwal
kegentingan yang memaksa.”
Peraturan Perundang-undangan yang ditetapkan oleh Presiden dalam hal
ihwal kegentingan yang memaksa (negara dalam keadaan darurat), dengan ketentuan
sebagai berikut:
a) Perpu dibuat oleh presiden saja, tanpa adanya keterlibatan DPR.
b) Perpu harus diajukan ke DPR dalam persidangan yang berikut.
c) DPR dapat menerima atau menolak Perpu dengan tidak mengadakan
perubahan.
d) Jika ditolak DPR, Perpu tersebut harus dicabut.
6. Peraturan
Presiden (Perpres)
Peraturan Presiden merupakan Peraturan Perundang-undangan yang
ditetapkan oleh Presiden untuk menjalankan Undang-Undang sebagaimana mestinya.
Peraturan Presiden adalah Peraturan Perundang-undangan yang ditetapkan oleh
Presiden untuk menjalankan perintah Peraturan Perundang-undangan yang lebih
tinggi atau dalam menyelenggarakan kekuasaan pemerintahan.
7. Peraturan
Daerah Provinsi
Peraturan Daerah Provinsi atau Perda Provinsi merupakan Peraturan
Perundang-undangan yang dibentuk oleh Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Provinsi
dengan persetujuan bersama Gubernur. Peraturan daerah dan keputusan kepala
daerah Negara Indonesia adalah Negara yang menganut asas desentralisasi yang
berarti wilayah Indonesia dibagi dalam beberapa daerah otonom dan wilayah
administrasi. Daerah otonom ini dibagi menjadi daerah tingkat I dan daerah
tingkat II. Dalam pelaksanaannya kepala daerah dengan persetujuan DPRD dapat
menetapkan peraturan daerah. Peraturan daerah ini tidak boleh bertentangan
dengan peraturan perundangan diatasnya.
8. Peraturan
Daerah Kabupaten/Kota
Peraturan Perundang-undangan yang dibentuk oleh Dewan Perwakilan Rakyat
Daerah Kabupaten atau Kota dengan persetujuan bersama Bupati atau Walikota.
BAB
III
PENUTUP
A.
Kesimpulan
Sumber hukum adalah segala sesuatu yang menimbulkan aturan-aturan yang
mempunyai kekuatan yang bersifat memaksa, yaitu aturan-aturan yang jika di
langgar mengakitbatkan sanksi tegas dan nyata.
Sumber hukum ada 2 yaitu:
1. Suber hukum materiil: tempat dari mana materi hukum di ambil, jadi
merupakan faktor pembantu permbertukan hukum, dapat di tinjau dari berbagai
sudut.
2. Sumber hukum formil ada 5 yaitu:
a. UU (statute)
b. Kebiasaan (custom)
c. Keputusan hakim (jurisprudentie)
d. Traktat
e. Pendapat sarjana hukum (doktrin)
Adapun jenis dan hierarki peraturan perundang-undangan
dalam Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembetukan Peraturan
Perundang-undangan ditegaskan dalam Pasal 7
Ayat (1) Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan
Perundang-undangan, yang menegaskan bahwa, jenis dan hierarki Peraturan
Perundang-undangan terdiri atas :
1. Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945;
2. Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat;
3. Undang-Undang/Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang;
4. Peraturan Pemerintah;
5. Peraturan Presiden;
6. Peraturan Daerah Provinsi; dan
7. Peraturan Daerah Kabupaten/Kota.
DAFTAR PUSTAKA
CST Kanzil,Pengantar Ilmu Hukum dan Tata Hukum indonesia ,Jakarta
:Pradnya Paramita,1990
R.Soeroso,Pengantar Ilmu Hukum,Jakarta :Rajawali
Press,2001
DR.Chairul Anwar,S.H.Dasaar-Dasar Ilmu Hukum
Undang –undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan
Peraturan Perundang-undangan
Peraturan Pemerintah Nomor 72 Tahun 2005 tentang Desa
Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 29 Tahun 2006 Tentang
Pedoman Pembentukan Dan Mekanisme Penyusunan Peraturan Desa
0 komentar:
Post a Comment