Makalah Ilmu Hukum tentang Teori dalam Ilmu Hukum
Disusun Oleh Muazzin, S.H.I
Alumni Al-Hilal Sigli Tahun 2015
KATA
PENGANTAR
Segala
puji dan syukur penulis sampaikan kehadirat Allah SWT, shalawat dan salam juga
disampaikan kepada junjungan Nabi Besar Muhammad SAW. Serta sahabat dan
keluarganya, seayun langkah dan seiring bahu dalam menegakkan agama Allah. Dengan
kebaikan beliau telah membawa kita dari alam kebodohan ke alam yang berilmu
pengetahuan.
Dalam
rangka melengkapi tugas dari mata kuliah Ilmu Hukum pada Program Studi
Hukum Ekonomi Syari’ah Mu’amalah PTI AL-HILAL SIGLI dengan ini penulis
mengangkat judul “Teori dalam Ilmu
Hukum”.
Dalam
penulisan makalah ini, penulis menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari
kesempurnaan, baik dari cara penulisan, maupun isinya.
Oleh
karena itu penulis sangat mengharapkan kritikan dan saran-saran yang dapat
membangun demi kesempurnaan makalah ini.
Wassalam
Penulis,
KELOMPOK 12
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR............................................................................................ i
DAFTAR ISI............................................................................................................ ii
BAB I PENDAHULUAN
A.
Latar
Belakang...................................................................................
1
B. Rumusan Masalah.............................................................................. 1
C. Tujuan penulisan................................................................................ 1
BAB II PEMBAHASAN
A.
Pengertian
teori dalam ilmu hukum................................................... 2
B.
Aliran-aliran
dalam Ilmu Hukum....................................................... 4
BAB
III PENUTUP
A.
Kesimpulan........................................................................................ 13
DAFTAR PUSTAKA.............................................................................................
14
BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar
Belakang
Hukum sebagai kaidah sosial, tidak berarti bahwa
pergaulan antar manusia dalam masyarakat hanya diatur oleh hukum. Selain oleh
hukum, kehidupan manusia dalam masyarakat selain dipedomani moral manusia itu
sendiri, diatur pula oleh agama, oleh kaidah-kaidah sosial, kesopanan, adat
istiadat dan kaidah-kaidah sosial lainnya. Antara hukum dan kaidah-kaidah
sosial lainnya ini, terdapat hubungan jalin menjalin yang erat, yang satu
memperkuat yang lainnya. Adakalanya hukum tidak sesuai atau serasi dengan
kaidah-kaidah sosial lainnya.
Teaching order finding disorder, mempelajari keteraturan
(hukum) akan menemukan sebuah ketidakteraturan. Mungkin inilah istilah yang
tepat untuk menggambarkan bahwa hukum di negeri ini memang kacau. Berbagai
masalah dalam dunia hukum seperti mafia peradilan, korupsi,
kesewenang-wenangan, dan suap seolah menjadi hal yang biasa dalam penegakan
hukum di Indonesia. Hal tersebut dikarenakan kita tidak berani keluar dari alur
tradisi penegakan hukum yang semata-mata bersandarkan pada peraturan
perundang-undangan.
B.
Rumusan
Masalah
1.
Menjelaskan pengertian teori dalam ilmu hukum
2.
Menjelaskan aliran-aliran dalam ilmu hukum
C.
Tujuan
Penulisan
Adapun tujuan kami dalam menyusun makalah ini adalah
disamping untuk memenuhi tugas dalam perkuliahan juga agar kami khususnya dan
semua mahasiswa/i mampu memahami tentang bagaimana teori dalam ilmu hukum.
BAB II
PEMBAHASAN
A.
Pengertian
Teori dalam Ilmu Hukum
Istilah teori berasal dari bahasa inggris, yaitu
theory. Dalam bahasa Belanda disebut dengan theorie. Para ahli tidak mempunyai
pandangan yang sama dalam memberikan pengertian atau hakikat teori. Ada ahli
yang menjelaskan bahwa teori sama dengan fenomena dan ada juga yang menjelaskan
bahwa teori merupakan proses atau produk atau aktifitas, serta ada juga yang
menjelaskan bahwa teori adalah suatu sistem. Pandangan para ahli tentang
pengertian teori disajikan berikut ini.
Fred N. Kerlinger menjelaskan pengertian teori
sebagai: “seperangkat konsep, batasan, dan proposisi yang menyajikan pandangan
sistematis tentang fenomena dengan merinci hubungan-hubungan antara variabel,
dengan tujuan untuk menjelaskan dan memprediksikan gejala itu” (Fred N.
Kerlinger, 1990: 14-15).
Ada dua hal yang terkandung pada definisi ini,
yaitu sebagai berikut.
1. Sebuah teori adalah seperangkat proposisi yang terdiri atas
konsep-konsep yang terdefinisikan dan saling terhubung.
2. Teori menyusun antar hubungn seperangkat variabel konsep
sehingga suatu pandangan sistematis mengenai fenomena-fenomena terdeskropsikan
oleh variabel-variabel itu.
Kerlinger menyimpulkan bahwa pada hakikatnya
teori menjelaskan suatu fenomena. Penjelasan itu dilakukan dengan cara menunjuk
secara rinci variabel-variabel tertentu yang terkait dengan variabel tertentu
yang lainnya. Variabel adalah simbol bilangan yang padanya dilekatkan bilangan
atau nilai, seperti kelas sosial, jenis kelamin, aspirasi, dan yang lainnya.
Jonathan Turner menyebutkan tiga unsur tiga unsur dalam teori. Ketiga unsur
tersebut meliputi:
1. Konsep
2. Variabel
3. Pernyataan (dalam Maria S.W. Sumardjono, 1989: 12-13)
Konsep adalah unsur-unsur abstrak yang mewakili
kelas-kelas fenomena dalam satu bidang studi sehingga menjadi penjabaran
abstrak teori. Sebagai contoh, dalam teori tentang kenakalan remaja, ada
beberapa konsep yang terkait, misalnya kenakalan, remaja, status sosial
ekonomi, prestasi di sekolah, dan lain sebagainya.
Konsep yang bersifat abstrak itu harus
dijabarkan melalui variabel. Dengan demikian, apabila konsep itu berhubungan
dengan teori, variabel berhubungan dengan observasi dan pengukuran. Dalam
konsep status sosial ekonomi, variabel tersebut misalnya dapat diamati dan
diukur berdasarkan tingkat pendidikan dan jenis pekerjaan orang tua.
Duane R. Munette, dkk., mengemukakan pengertian
teori. Ia mengemukakan, teori adalah : “seperangkat proposisi atau keterangan
yang saling berhubungan dalam sistem dedukasi, yang mengemukakan penjelasan
atas suatu masalah (Sutan Remy Sjahdeini, 1993: 9).
Ada tiga unsur yang terkandung pada pengertian
teori menurut Duane R. Munette, dkk., yaitu:
1. Penjelasan tentang hubungan antar berbagai unsur dalam
suatu teori;
2. Teori menganut sistem deduktif, yaitu sesuatu yang bertolak
dari yang umum dan abstrak menuju suatu yang khusus atau nyata;
3. Teori memberikan penjelasan atas gejala yang dikemukakannya.
Bruggink mengartikan teori adalah: “proses atau
aktifitas dan sebagai produk atau hasil aktifitas itu, dan hasil itu terdiri
atas keseluruhan pernyataan yang saling berkaitan tentang suatu obyek tertentu”
(Bruggink, 1999: 160).
Jan Gijssels dan Mark van Hoccke juga
mengemukakan bahwasannya teori adalah:
“sebuah sistem pernyataan-pernyataan (klaim-klaim), pandangan-pandangan dan
pengertian-pengertian yang saling berkaitan secara logikal berkenaan dengan
suatu bidang kenyataan, yang dirumuskan sedemikian rupa sehingga menjadi
mungkin untukmenjabarkan (menurunkan) hipotesis-hipotesis yang dapat diuji (Jan
Gijssels dan Mark van Hoccke, 2000:88)
ANALISIS
Bila membandingkan keempat pengertian teori yang
disajikan di atas, dapat dikemukakan perbedaan dan persamaannya. Kerlinger
melihat teori dari aspek fenomena. Berarti bahwa pandangannya bertitik tolak
dari fakta-fakta sosial, yang hidup dan berkembang dalam masyarakat. Sifatnya
induktif. Sementara itu, Duane R. Munette, dkk., melihat teori dari aspek
deduktif, yaitu berangkat dari yang bersifat umum yang menarik suatu kesimpulan
yang bersifat induktif. Sifatnya deduktif. Bruggink melihat bahwa teori merupakan
proses atau produk. Sementara itu, Jan Gijssels dan Mark van Hoccke melihat
teori dari sistem pernyataan-pernyataan menjelaskan gejala atau unsur atau
variabel atau hasil.
B.
Aliran-aliran
dalam Ilmu Hukum
Membicarakan aliran-aliran
dalam ilmu hukum (teori hukum) berarti membicarakan kembali pemikiran-pemikiran
tentang hukum yang telah muncul sejak jaman kerajaan Yunani dan Romawi beberapa
abad yang lalu. Yunani terkenal sebagai kancah pemikiran tentang hukum sampai
ke akar filsafatnya. Masalah-masalah teori hukum yang utama pada masa sekarang
bisa dikaitkan ke belakang pada bangsa tersebut, karena teori-teori hukum telah
mendapatkan rumusannya pada masa itu.
Kondisi ini berbeda dengan yang terjadi pada bangsa Romawi. Bangsa
Romawi tidak banyak memberikan sumbangan pemikirannya tentang teori-teori
hukum. Pemikiran yang timbul justru nampak menonjol pada bidang penciptaan
konsep-konsep dan teknik yang berhubungan dengan hukum positif (kontrak, ajaran
tentang kebendaan dan sebagainya)
1. Aliran Hukum
Alam
Aliran hukum alam adalah aliran yang tertua dalam sejarah
pemikiran manusia tentang hukum. Menurut aliran ini, selain daripada
hukum positif (hukum yang berlaku dimasyarakat) yang merupakan buatan manusia,
masih ada hukum yang lain yaitu hukum yang berasal dari Tuhan yang disebut
hukum alam. Pengertian hukum alam dipandang sebagai hukum yang berlaku
universal dan abadi. Hukum alam dianggap lebih tinggi dari hukum yang sengaja
dibuat oleh manusia.
Hukum alam mempunyai beberapa arti:
1) Hukum alam merupakan ideal-ideal yang menuntun perkembangan hukum dan
pelaksanaannya.
2) Suatu dasar hukum yang bersifat “moral” yang menjaga jangan sampai
terjadi suatu pemisahan secara total antara yang ada sekarang dengan yang
seharusnya.
3) Suatu metode untuk menemukan hukum yang sempurna.
4) Isi hukum yang sempurna yang dapat dideduksikan melalui akal
5) Suatu kondisi yang harus ada bagi kehadiran hukum.
Dari pengertian di atas dapat ditarik kesimpulan bahwa hukum alam dapat
dibedakan:
a. Hukum alam sebagai suatu metode
b. Hukum alam sebagai suatu substansi.
Hukum alam sebagai metode artinya: Hukum alam dipakai sebagai sarana
untuk menciptakan peraturan-peraturanyang mampu untuk menghadapi keadaan yang
berlain-lainan. Hukum alam sebagai substansi artinya: hukum alam justru
merupakan isi dari suatu norma.
Perkembangan hukum alam sebenarnya sudah mulai muncul pada abad sebelum
abad pertengahan. Aliran hukum alam sebelum abad pertengahan dapat ditelusuri
dari masa kerajaan Yunani dan Romawi. Pada masa kerajaan Yunani pemikiran
tentang hukum yang bercorak teoritis berkembang begitu subur karena:
a. Kecenderungan orang untuk berpikir spekulatif serta persepsi
intelektualnya untuk mnyadari adanya tragedi kehudupan manusia serta
konflik-konflik dalamkehidupan di dunia.
b. Munculnya fenomena negara kota (polis) yang diikuti
kekacauan sosial, konflik-konflik di dalamnya serta pergantian pemerintah yang
begitu sering.
Kondisi-kondisi tersebut di atas melahirkan pemikiran-pemikiran yang
kritis terhadap hukum dalam kaitannya dengan persoalan kekuasaan dan
keadilan. Plato mengemukakan sebuah konsepnya bahwa keadilan akan
tercipta apabila seseorangmengurusi pekerjaannya sendiri dan tidak mencampuri
urusan orang lain. Aristoteles negara berdasarkan hukum bukanlah alternatif
terbaik tetapi alternatif yang paling praktis untuk mencapai kehidupan yang
sejahtera. Hukum adalah penjelmaan dari akal, bukan nafsu-nafsu. Hanya akal dan
Tuhan saja yang boleh memerintah.
Sumbangan Aristoteles yang lain adalah konsepsinya tentang keadilan
yaitu : keadilan distributif dan keadilan komulatif. Keadilan distributif
menyangkut pembagian barang dan kehormatan kepada masing-masing orang sesuai
dengan tempatnya di masyarakat. Sedangkan keadilan komulatif adalah standar
umum guna memperbaiki atau memulihkan konsekuensi-konsekuensi dari suatu
tindakan yang telah dilakukan dalam hubungannya dengan orang lain.
Pada abad pertengahan hukum alam berkembang makin pesat. Banyak
pemikir-pemikir baru setelah Plato dan Aristoteles yang muncul pada abad
sebelumnya. Berdasar pada sumbernya, aliran hukum alam dapat dibedakan menjadi
dua macam:
a) Aliran hukum alam yang Irrasional
b) Aliran hukum alam yang Rasional. Irrasional berpandangan hukum yang
berlaku universal dan abadi itu bersumber dari Tuhan secara langsung. Sedangkan
Rasional berpandangan bahwa sumber hukum alam yang universal dan abadi itu
adalah rasio manusia.
Tokoh-tokoh aliran hukum alam yang Irrasional
a) Thomas Aquines (1225-1227)
Menurut Aquines ada dua macam pengetahuan yang berjalan
bersama-sama,yaitu: 1). Pengetahuan alamiah yang berpangkal pada akal manusia
dan 2). Pengetahuan iman yang berpangkal pada wahyu Ilahi. Thomas Aquines
membedakan 4 macam hukum:
·
Iex Aeterna (Hukum yang
abadi): Hukum rasio Tuhan atau akal keilahian yang tidak bisa ditangkap oleh
panca indera manusia.
·
Iex Livina (Hukum
Ketuhanan): Petunjuk-petunjuk khusus dari Tuhan tentang bagaimana manusia itu
harus menjalani hidupnya (tercantum dalam kitab suci).
·
Iex Naturalis (Hukum alam):
Petunjuk-petunjuk umum yang paling mendasar, misalnya yang baik harus
dilakukan, sedangkan yang jelek harus ditinggalkan (Iex Naturalis atau hukum
alam, yaitu penjelmaan Iex Aeterna ke dalam Rasio manusia).
·
Iex Positivis: Penerapan Iex
naturalis dalam kehidupan manusia di dunia (disebut juga Iex human)
b) John Salisbury (1115-1180)
Menurut John Salisbury, dalam menjalankan pemerintahan
penguasa wajib memperhatikan hukum tertulis dan tidak tertulis (hukum alam),
yang mencerminkan hukum Tuhan. Tugas rohaniah adalah membimbing penguasa agar
tidak merugikan kepentingan rakyat bahkan seharusnya penguasa itu harus manjadi
abdi gereja.
c) Dante Aligheiri(1265-1321)
Dia menyarankan bahwa segala kekuasaan harus diserahkan kepada satu
tangan yaitu pemerintahan yang absolut. Ia memberikan legitimasi terhadap
kekuasaan monarkhi yang bersifat mondial.
Adapun tokoh-tokoh lain dalam aliran hukum alam yang Irrasional adalah:
Piere Dubois (1255), Marsilius Padua (1270), William Occam(1290).
Tokoh-tokoh aliran hukum alam yang rasional adalah
a) Hugo de Groot atau Grotius(1583)
Dia terkenal dengan sebutan bapak Hukum Internasional karena dialah
yang mempopulerkan konsep-konsep hukum dalam hubungan antar negara, seperti
hukum perang. Menurut Grotius sumber hukum adalah rasio manusia karena
karakteristik yang membedakan manusia dengan makhluk lain adalah kemampuan akalnya.
Hukum alam menurutnya adalah hukum yang sesuai dengan kodrat manusia. Hukum
tidak mungkin dapat dirubah.
b) Samuel Von Pufendorf (1632-1694)
Ia berpendapat hukum alam adalah aturan yang berasal dari akal pikiran
yang murni. Tokoh lain dari aliran hukum alam yang rasional pada pertengahan
adalah Emanuel Kant (1724-1804).
Aliran hukum alam mengalami kemunduran sejalan dengan munculnya aliran
positivis pada abad XIX. Namun demikian keadaan ini nampaknya tidak
berlangsung terus. Hukum alam bangkit kembali karena ternyata aliran positivis
telah gagal pula untuk menjawab tantangan yang terjadi pada abad XIX utamanya
tentang penyalahgunaan kekuasaan yang marak terjadi disepanjang abad itu.
Masa-masa ini sering disebut sebagai masa kebangkitan kembali hukum alam. Tokoh
yang dapat ditemukan pada masa ini adalah Rudolf Stammler. Pada abad XX hukum
alam ternyata masih banyak pemikirnya, sebut satu saja adalah Leon L. Fuller.
Ia mengaitkan antara hukum dan moralitas. Hukum harus tunduk pada Internal
Morality.
2.
Aliran Positivis (Positivisme Hukum)
Aliran Hukum positivis (Positivisme hukum) memisahkan antara hukum
dengan moral: memisahkan antara hukum yang berlaku (das sein) dengan
hukum yang seharusnya (das sollen). Menurut aliran positif, tidak ada
hukum lain kecuali perintah penguasa (law is command of the souverign).
Bahkan bagian dari aliran hukumpositif (yaitu legisme) berpendapat lebih tegas:
Hukum ialah undang-undang. Aliran hukum positif dapat dibedakan: 1). Aliran
hukum positif Analitis (Analytical jurisprudence) yang dipelopori oleh
John Austin (1790): dan 2). Aliran hukum Murni (Reine Rechtslere-The Pure of
Law) yang dipelopori oleh Hans Kelsen.
a) Aliran hukum positif Analitis (Analitycal jurisprudence)-John
Austin (1730-1859)
Menurut aliran ini hukum adalah perintah dari penguasa negara. Hakekat
hukum terletak pada unsur “perintah” itu. Hukum dipandang sebagai suatu sistem
yang tetap, Logis, dan tertutup.
Dalm bukunya Austin mengatakan “A Law is a command which obliges a
person or person laws and other commands are said to proceed from superiors,
and to bind or oblige inferiors”. Austin membedakan hukum dalam dua jenis :
1). Hukum dari Tuhan untuk manusia dan 2). Hukum yang dibuat oleh manusia.
Austin membedakan lagi: 1). Hukum yang sebenarnya, dan 2). Hukum yang tidak
tidak sebenarnya. Hukum yang sebenarnya adalah hukum yang dibuat oleh penguasa
dan hukum yang dibuat oleh manusia individu untuk melaksanakan hak-hak yang
diberikan kepadanya (hukum positif). Sedangkan hukum yang tidak sebenarnya
adalah hukum yang tidak dibuat oleh penguasa, sehingga tidak memenuhi
persyaratan sebagai hukum. Hukum menurut aliran ini harus memiliki empat
unsur:
·
Perintah (command)
·
Sanksi (sanction)
·
Kewajiban (duty)
·
Kedaulatan (sovereignty).
b) Aliran Hukum Murni-Hans Kelsen (1881-1973)
Menurut aliran hukum murni: hukum harus dibersihkan dari anasir-anasir
non hukum, seperti sosiologis, politis, historis bahkan etis. Itulah sebabnya
aliran ini disebut aliran murni tentang hukum.
Hukum adalah kategori keharusan (sollenskatagorie) bukan seinkatagorie (katagori
Faktual). Hukum adalah suatu keharusan yang mengatur tingkah laku manusia.
Dalam hal ini yang dipersoalkan oleh hukum bukanlah “bagaimana hukum itu
seharusnya” (what the law ought to be), tetapi ”apa hukumnya “ (what
the law is).
Kelsen adalah penganut Kant, karena ia menggunakan pemikiran Kant
tentang pemisahan “bentuk” (form) dan “isi” (material). Bagi Kelsen, hukum
hanya berurusan dengan bentuk, tidak dengan isi. Jadi keadilan sebagai isi dari
hukum berada di luar hukum.
Dengan demikian bisa saja hukum bersifat tidak adil, namun toh ia tetap
merupakan hukum karena ia dikeluarkan oleh penguasa. Kelsen dikenal sebagai
orang yang mengembangkan “teori jenjang” (stuffentheory). Teori ini
melihat hukum sebagai suatu sistem terdiri dari susunan norma yang berbentuk
piramida. Di Indonesia mengikuti Kelsen tentang jenjang ini. Bisa dilihat pada
TAP MPR No. XX/MPRS/1966 tentang Sumber Tertib Hukum Republik
Indonesia dan tata urutan perundang-undangan Indonesia.
3.
Aliran Utilitarian (Utilitarianisme)
Aliran ini meletakkan kemanfaatan sebagai tujuan dari hukum. Yang
dimaksud kemanfaatan disini adalah kebahagiaan (happiness). Hukum
dinilai baik atau tidak baik sangat bergantung apakah ia membahagiakan atau
tidak bagi umat manusia. Tokohnya adalah Jeremy Bentham, John Stuart, Mill, dan
Rudolf Von Jhering.
Jeremy Bentham
(1748-1832)
Berpendapat : Bahwa alam memberikan kebahagiaan dan kerusakan. Tugas
hukum adalah memelihara kebahagiaan dan mencegah kejahatan. Menurutnya
pemidanaan haruslah bersifat spesifik untuk tiap jenis kejahatan, dan seberapa
besar pidana itu boleh diberikan, hal ini tidak boleh melebihi jumlah yang
dibutuhkan untuk mencegah timbulnya kejahatan.
John Stuart
Mill (1806-1873)
Pemikirannya dipengaruhi oleh pertimbangan psikologi. Ia menyatakan
bahwa tujuan manusia mencari kebahagiaan. Yang ingin dicapai manusia bukanlah
benda atau sesuatu hal tertentu, tetapi kebahagiaan yang dapat ditimbulkannya.
Ia dalam pemikirannya menjelaskan hubungan antara keadilan, kegunaan,
kapentingan individu dan kepentingan umum.
Rudolf Von
Jhering (1818-1892)
Jhering mengajarkan tentang utilitarian sosial. Mulanya ia penganut
paham sejarah (yang dikembangkan oleh Savigny). Namun pada akhirnya ia justru
menentang pendapat dari Savigny. Menurut Savigny hukum Romawi adalah pernyataan
dari jiwa bangsa Romawi, dan oleh karena itu ia adalah hukum nasional (Romawi).
Hal inilah yang dibantah oleh Jhering, Jhering mengatakan Seperti
dalam hidup sebagai perkembangan biologis, senantiasa terdapat asimilasi dari
unsur-unsur yang mempengaruhinya. Demikian pula dalam bidang kebudayaan. Hukum
Romawi pada hakekatnya juga mengalami hal ini. Suatu barang tentu lapisan
tertua hukum Romawi adalah bersifat nasionalis tetapi pada tingkat-tingkat
perkembangan berikutnya hukum itu makin mendapat ciri universal. Lebih lanjut
Jhering mengatakan bahwa hukum Romawi dapat menjadi dasar hukum Jerman bukan
karena hukum Romawi bersifat nasional, akan tetapi justru karena hukum Romawi
dalam perkembangannya sudah berhadapan dengan aturan hidup lain, sehingga hukum
tersebut lebih bersifat universal daripada nasional.
4.
Aliran Sejarah
Munculnya aliran sejarah setidaknya dilatar belakangi oleh tiga hal :
a) Rasionalisme abad XVIII yang didasarkan pada hukum alam yang dipandang
tidak memperhatikan fakta sejarah.
b) Semangat revolusi Perancis yang menentang tradisi dan lebih mengutamakan
rasio.
c) Adanya larangan penafsiran oleh hakim karena undang-undang dipandang
telah dapat memecahkan semua masalah hukum.
Sebagaimana diketahui abad XVII adalah abad rasionalisme. Pemikiran
rasionalisme mengajarkan universalisme dalam berpikir. Cara pandang inilah yang
menjadi sebab utama munculnya madzab sejarah yang menentang universalisme.
Madzab sejarah lebih memfokuskan pada keberadaan suatu bangsa tepatnya adalah
jiwa bangsa. (volkgeist). Tokoh penting aliran sejarah: Von Savigny,
Puchta dan Henry Summer Maine.
Friedrich Karl Von Savigny (1770-1861)
Savigny menganalogikan timbulnya hukum itu sama dengan timbulnya bahasa
bagi suatu bangsa. Hukum timbul bukan karena perintah penguasa (seperti
dikemukakan aliran positivis), tetapi karena perasaan keadilan yang terletak
pada jiwa bangsa itu. Jiwa bangsa (volkgeist) itulah yang menjadi sumber
hukum law is an expression of the common consciousness or spirit of
people. Hukum tidak dibuat, tetapi tumbuh dan berkembang bersama
masyarakat. Ia mengingatkan untuk membangun hukum, studi terhadap sejarah suatu
bangsa mutlak diperlukan.
Pucha
(1798-1846)
Puchta adalah murid Von Savigny yang mengembangkan lebih lanjut
pemikiran gurunya. Ia berpendapat sama dengan gurunya, bahwa hukum suatu bangsa
terikat pada jiwa bangsa (Volksgeist) yang bersangkutan. Hukum tersebut
menurutnya dapat berbentuk:1) langsung berupa adat istiadat, 2) melalui
undang-undang, 3) melalui ilmu hukum dalam bentuk karya para ahli
hukum.
Henry Sumner
Maine (1822-1888)
Maine banyak dipengaruhi oleh pemikiran Savigny. Ia dianggap sebagai
pelopor aliran sejarah di Inggris. Salah satu penelitiannya yang terkenal
adalah studi perbandingan perkembangan lembaga-lembaga hukum yang ada pada
masyarakat yang sederhana dan masyarakat yang sudah maju, yang dilakukan
berdasarkan pendekatan sejarah.
Sociologycal
Jurisprudence
G. W Paton lebih suka menggunakan istilah metode fungsional untuk
menggantikan istilah Sociologycal jurisprudence. Hal ini dilakukan
untuk menghindari adanya kerancuan antara “Sociologycal Jurisprudence”
dengan “sosiologi Hukum” (Sociology of law). Menurut Lily Rasjidi, ada
perbedaan antara keduanya, sosiologi hukum memandang hukum sebagai gejala
soaial belaka, dengan pendekatan dari masyarakat ke hukum, untuk sosiological
jurisprudence mendekati hubungan hukum dengan masyarakat, mulai dari
hukum ke masyarakat.[6] Pelopor aliran S.J.adalah Eugen
Ehrlich dan Roscoe Pound.
Eugen Ehrlich
(1862-1922)
Ia melihat adanya perbedaan antara hukum positif di satu pihak dengan
hukum yang hidup dalam masyarakat di pihak yang lain. Titik pusat perkembangan
hukum tidak terletak pada undang-undang, putusan hukum atau ilmu hukum, tetapi
pada masyarakat itu sendiri. Menurutnya hukum positif baru akan memiliki daya
berlaku yang efektif apabila berisikan atau selaras dengan hukum yang hidup
dalam masyarakat.
Roscoe Pound
(1870-1964)
Pound adalah orang yang pertama kali mencetuskan gagasan bahwa hukum tidaklah
semata-mata sebagai sarana untuk mengendalikan ketertiban dalam masyarakat,
tetapi hukum juga dapat berfungsi sebagai sarana untuk merekayasa masyarakat
untuk mencapai tujuan tertentu (law as a tool of social engineering).
Hal ini tidak lepas dari hubungan timbal balik antara hukum dan masyarakat.
Pemikirannya ini dikembangkan oleh orang Indonesia antara lain: Mochtar
Kusumaatmadja, Satjipto Raharjo dan lain-lain.
5.
Realisme Hukum
Realisme hukum berasal dari pengaruh pemikiran modern yang berkembang
di Amerika dan di Skandinavia. Realisme hukum pada dasarnya merupakan aliran
yang meninggalkan pembicaraan mengenai hukum yang abstrak. Realisme hukum lebih
menitikberatkan pada kajian terhadap pekerjaan-pekerjaan hukum yang praktis
dalam menyelesaikan problem-problem dalam masyarakat.
Pokok-pokok pendekatan kaum realis menurut Liewelyn adalah sebagai
berikut:
·
Hendaknya konsepsi hukum itu
menyinggung hukum yang berubah-ubah dan hukum yang diciptakan pengadilan.
·
Hukum adalah alat untuk
mencapai tujuan sosial tertentu.
·
Masyarakat berubah lebih
cepat daripada hukum, dan oleh karena itu selalu ada kebutuhan untuk
menyelidiki bagaimana hukum itu menghadapi problem-problem sosial yang ada.
·
Untuk studi dipisahkan
antara yang ada dan yang seharusnya.
·
Tidak mempercayai bahwa
peraturan-peraturan dan konsep-konsep hukum itu sudah mencukupi untuk
menunjukkan apa yang harus dilakukan pengadilan.
·
Menolak peraturan hukum
sebagai faktor utama dalam pengambilan keputusan.
·
Mempelajari hukum hendaknya
dalam lingkup yang lebih sempit sehingga lebih nyata.
·
Hendaknya hukum itu dinilai
dari efektifitasnya dan kemanfaatannya.
Dalam aliran ini banyak sekali tokoh-tokohnya. diantaranya ialah:
John Chipman
Gray (1839-1915)
Gray adalah salah seorang penganut Realisme hukum di Amerika.
Semboyannya terkenal: All the law is judge-made law. Ia menyatakan
di samping logika sebagai unsur undang-undang, maka unsur kepribadian,
prasangka dan faktor-faktor lain yang tidak logis memiliki pengaruh yang besar
dalam pembentukan hukum.
Oliver Wendell
Holmes Jr. (1841-1935)
Holmes memandang apa yang dilakukan oleh pengadilan (hakim) itulah yang
disebut dengan hukum. Holmes juga menyatakan: Di samping norma-norma hukum
bersama tafsirannya, moralitas hidup dan kepentingan-kepentingan sosial ikut
menentukan keputusan para hakim.
6.
Aliran Freirechtslehre (Hukum Bebas)
Aliran ini merupakan penentang dari aliran positivisme. Aliran hukum
bebas berpendapat bahwa hakim mempunyai tugas menciptakan (menemukan) hukum.
Menurut Sudikno Mertokusumo penemuan hukum bebas bukanlah peradilan yang
tidak terikat oleh undang-undang. Hanya saja undang-undang tidak memegang peran
utama, ia hanya sebagai alat bantu untuk memperoleh pemecahan yang tepat
menurut hukum (yang tidak harus sama dengan penyelesaian undang-undang).
Yurisprodensi merupakan hal yang primer didalam mempelajari hukum, sedangkan
undang-undang merupakan hal yang sekunder. Pada aliran ini hakim benar-benar
sebagai pencipta hukum (judge made law) karena keputusan berdasarkan
keyakinannya merupakan hukum. Dan keputusannya lebih bersifat dinamis dan up
to date karena senantiasa memperhatikan keadaan dan perkembangan
masyarakat.
Ajaran hukum bebas itu merupakan suatu ajaran sosiologis radikal yang
dikemukakan oleh mazhab realisme hukum Amerika. Teori ini membela suatu
kebebasan yang besar bagi sang hakim. Seorang hakim dapat menentukan putusannya
dengan tidak terikat pada undang-undang. Realisme hukum ini merupakan bagian
aliran pragmatisme yang berkembang luas di amerika. Intinya ialah bahwa tidak
terdapat kebenaran dalam teori-teori, melainkan dalam praktek hidup saja.
Tetapi praktek hukum itu adalah tidak lain daripada kebijaksanaan para hakim.
Para hakim itu tidak menafsirkan undang-undang secara teoritis
(logis-sistematis), melainkan secara praktis. Maka undang-undang kehilangan
keistimewaannya. Seorang hakim adalah seharusnya a cretive lawyer: in
accordance with justice and aquity. Bila demikian halnya seorang hakim
berwibawa untuk mengubah undang-undang, bila hal itu perlu. Dengan demikian
putusan-putusan pengadilan dijadikan inti hukum.
Perlu dijadikan catatan bahwa kadang-kadang kurang jelas apakah seorang
ahli hukum menganut ajaran hukum bebas secara sungguh-sungguh atau secara
terbatas. Bila secara terbatas, hukum tetap dipertahankan sebagai aturan yang
stabil, bila secara sungguh-sungguh kaidah hukum tinggal sebagai petunjuk
relatif saja.
BAB
III
PENUTUP
A.
Kesimpulan
Istilah teori berasal dari bahasa inggris, yaitu
theory. Dalam bahasa Belanda disebut dengan theorie. Para ahli tidak mempunyai
pandangan yang sama dalam memberikan pengertian atau hakikat teori. Ada ahli
yang menjelaskan bahwa teori sama dengan fenomena dan ada juga yang menjelaskan
bahwa teori merupakan proses atau produk atau aktifitas, serta ada juga yang
menjelaskan bahwa teori adalah suatu sistem. Pandangan para ahli tentang
pengertian teori disajikan berikut ini.
Fred N. Kerlinger menjelaskan pengertian teori
sebagai: “seperangkat konsep, batasan, dan proposisi yang menyajikan pandangan
sistematis tentang fenomena dengan merinci hubungan-hubungan antara variabel,
dengan tujuan untuk menjelaskan dan memprediksikan gejala itu” (Fred N.
Kerlinger, 1990: 14-15).
Aliran-aliran dalam Ilmu Hukum
·
Aliran Hukum Alam
·
Aliran Positivis
(Positivisme Hukum)
·
Aliran Utilitarian (Utilitarianisme)
·
Aliran Sejarah
·
Realisme Hukum
·
Aliran Freirechtslehre
(Hukum Bebas)
DAFTAR PUSTAKA
Utrecht, Pengantar
Dalam Hukum Indonesia, (Jakarta: Ihtiar, 1957)
Riduan Syahrani, Rangkuman
Intisari Ilmu Hukum, (Bandung: Citra Aditya Bakti, 1999)
Darji Darmodihardjo dan
Shidarta, Pokok-Pokok Filsafat Hukum, (Jakarta: Gramedia, 1999)
Lili Rasjidi, Hukum
Sebagai Suatu Sistem, (Bandung: Remaja Rosdakarya, 1993)
Sudino Mertokusumo, Penemuan
Hukum, (Yogyakarta: Liberty, 1996)
Sudarsono, Pengantar Ilmu
Hukum, (Jakarta: Rineka Cipta, 2001)
Theo Huijbers, Filsafat
Hukum, (Yogyakarta: Kanisius, 1995)
0 komentar:
Post a Comment
Click to see the code!
To insert emoticon you must added at least one space before the code.