Disusun Oleh Muazzin, S.H.I
Alumni Al-Hilal Sigli Tahun 2015
KATA
PENGANTAR
Segala
puji dan syukur penulis sampaikan kehadirat Allah SWT, shalawat dan salam juga
disampaikan kepada junjungan Nabi Besar Muhammad SAW. Serta sahabat dan
keluarganya, seayun langkah dan seiring bahu dalam menegakkan agama Allah. Dengan
kebaikan beliau telah membawa kita dari alam kebodohan ke alam yang berilmu
pengetahuan.
Dalam
rangka melengkapi tugas dari mata kuliah Tafsir pada Program Studi Hukum Ekonomi
Syari’ah Mu’amalah PTI AL-HILAL SIGLI dengan ini penulis mengangkat judul “Ayat-ayat Tentang Ibadah”.
Dalam
penulisan makalah ini, penulis menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari
kesempurnaan, baik dari cara penulisan, maupun isinya.
Oleh
karena itu penulis sangat mengharapkan kritikan dan saran-saran yang dapat
membangun demi kesempurnaan makalah ini.
Wassalam
Penulis,
KELOMPOK 9
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR............................................................................................ i
DAFTAR ISI............................................................................................................ ii
BAB I PENDAHULUAN
A.
Latar
Belakang...................................................................................
1
B. Rumusan Masalah.............................................................................. 1
C. Tujuan penulisan................................................................................ 1
BAB II PEMBAHASAN
A.
QS
Al-baqarah ayat 21......................................................................
2
B.
QS Ar-rum
ayat 30............................................................................
3
C.
QS Luqman ayat
13........................................................................... 5
BAB
III PENUTUP
A.
Kesimpulan........................................................................................ 10
B.
Saran.................................................................................................. 10
DAFTAR PUSTAKA.............................................................................................
11
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Ibadah adalah tindakan untuk mematuhi perintah dan menjauhi larangan tuhan
(Allah) dengan kata lain ibadah ialah suatu orientasi dari kehidupan dan
orientasi tersebut hanya tertuju kepada tuhan (Allah) saja. Manusia diciptakan
oleh tuhan dan hanya berorientasikan kepada penciptanya yaitu (Allah), sang
pencipta yang menumbuhkan dan mengembangkan manusia, Dia yang memelihara,
menjaga dan mendidik manusia, Dia pula yang memberi petunjuk kepada manusia,
oleh karena itu hanya kepada Dia manusia menyembah.
Terkait dengan masalah ibadah, terdapat beberapa golongan hamba Allah yang
sama-sama mengaku sebagai seorang hamba yang taat beribadah. Mereka memiliki
berbagai pengertian yang berbeda dalam memahami apa hakikat dari ibadah.
Diantaranya ada golongan yang berpendapat bahwa ibadah itu adalah sikap taat
dan ketertundukan seorang hamba kepada sang Kholiqnya dalam rangka Ta'abbud
kepada-Nya. Akan tetapi mereka kurang memperhatikan hal-hal kecil diluar itu
yang terkait dengan ibadah sosial, pergaulan ataupun sikap toleransi dalam
sitiap situasi. Ada pula yang berpendapat bahwa dalam ibadah yang menjadi titik
tekan adalah bagaimana seorang hamba bersungguh-sungguh tatkala mengerjakan
sesuatu, dan sesuatu tersebut bernilai ibadah apabila ia tulus. Akan tetapi
mereka acapkali menyepelekan ibadah mahdhoh, seperti sholat, puasa dan
lain-lain.
Kemudian golongan yang terakhir adalah golongan yang dapat menserasikan
antara golongan yang pertama dan kedua, mereka dapat mensinergikan antara ibadah
mahdhoh dan ibadah ghoiru mahdhoh.Akhir-akhir ini marak para kaum yang mengkaji
masalah tersebut dan memunculkan kesimpulan yang aneh ke dalam telingga kita,
kemudian bagaimana sikap kita sebagai seorang terpelajar menyikapinya? Oleh
karena itu, Makalah ini akan membahas tafsir ayat-ayat ibadah.
B. Rumusan Masalah
1. Tafsir Surat Al-Baqarah
Ayat [2] : 21
2. Tafsir Surat Ar-Rum
Ayat [30] : 30
3. Tafsir Surat Luqman
Ayat [31] : 13, 23 & 24
BAB II
PEMBAHASAN
A. Surat Al-Baqarah [2] :
21
$pkš‰r'¯»tƒ â¨$¨Y9$# (#r߉ç6ôã$# ãNä3u‘ “Ï%©!$# öNä3s)n=s{ tûïÏ%©!$#ur `ÏB öNä3Î=ö6s% öNä3ª=yès9 tbqà)Gs? ÇËÊÈ
Artinya : Hai manusia, sembahlah
Tuhanmu yang telah menciptakanmu dan orang-orang yang sebelummu, agar kamu
bertakwa,
Mufradah
Hai manusia
|
يَاأَيُّهَا النَّاسُ
|
sembahlah Tuhanmu
|
اعْبُدُوا رَبَّكُمُ
|
yang telah menciptakanmu
|
الَّذِي خَلَقَكُمْ
|
dan orang-orang yang sebelummu
|
خَلَقَكُمْ وَالَّذِينَ مِن قَبْلِكُمْ
|
agar kamu bertakwa
|
لَعَلَّكُمْ تَتَّقُونَ
|
Tafsirnya
Ayat ini adalah
sebuah perintah bagi seluruh manusia untuk menyembah Allah ta'ala. Karena
Dialah yang telah menciptakan manusia. Baik manusia terdahulu ataupun
manusia yang akan datang. Perintah menyembah atau beribadah dalam ayat ini
memiliki makna yang luas, tidak hanya penyembahan dalam arti ibadah mahdhah
saja, melainkan ibdah dalam arti luas. Ayat ini memiliki korelasi yang kuat
dengan tujuan dari diciptakannya jin dan manusia, yaitu untuk beribdah
kepadaNya saja.[1]
Dalam ayat ini juga
terdapat kewajiban untuk beribadah kepadaNya saja. Karena Alloh adalah Pencipta
yang telah memberikan berbagai kenikmatan dan menciptakan manusia dari
ketiadaan, Dia juga telah menciptakan umat-umat sebelum kita. Nikmat yang
diberikannya berupa nikmat yang nyata dan nikmat yang tidak nampak. Dan
menjadikan bumi sebagai tempat tinggal dan tempat berketurunan, bercocok tanam,
berkebun, melakukan perjalanan dari satu tempat ke tempat yang lainnya serta
manfaat bumi lainnya. Dan Dia juga telah menciptakan langit sebagai sebuah atap
bangunan yang telah Dia letakan padanya matahari, bulan dan bintang.[2]
Syaikh Abdurrahman bin
Nashir As-Sa'di menyatakan bahwa perintah dalam ayat ini bersifat umum untuk
seluruh manusia. Sifat perintahnya sendiri umum yaitu untuk beribadah dengan
segala bentuk ibadah, yaitu melaksanakan semua yang diperintahkanNya dan
menjauhi yang dilarangNya serta membenarkan kabar-kabarnya. Hal ini sebagaimana
perintah Alloh ta'ala dalam QS Adz-Dzariyat : 56. Allah ta'ala berfirman :
وَمَاخَلَقْتُ الْجِنَّ وَاْلإِنسَ إِلاَّلِيَعْبُدُونِ
Artinya : Dan aku tidak
menciptakan jin dan manusia melainkan supaya mereka mengabdi kepada-Ku. QS
Adz-Dzaariyat : 56.[3]
Ayat ini menegaskan
tentang tujuan diciptakannya jin dan manusia di muka bumi ini, yaitu untuk
beribadah kepadaNya. Makna ibdah dalam pengertian yang komprehensif disebutkan
oleh Syaikh Al-Islam Ibnu Taimiyah, beliau menyebutkan :
العبادة هى اسم جامع لكل ما يحبه الله ويرضاه من الأقوال والاعمال الباطنة
والظاهرة
Ibadah adalah sebuah
nama yang mencakup segala sesuatu yang dicintai oleh Alloh dan yang diridhaiNya
berupa perkataan atau perbuatan baik yang berupa amalan batin ataupun yang
dhahir (nyata).
B. Surat Ar-Rum [30] : 30
óOÏ%r'sù y7ygô_ur ÈûïÏe$#Ï9 $Zÿ‹ÏZym 4 |NtôÜÏù «!$# ÓÉL©9$# tsÜsù }¨$¨Z9$# $pköŽn=tæ 4 Ÿw Ÿ@ƒÏ‰ö7s? È,ù=yÜÏ9 «!$# 4 šÏ9ºsŒ ÚúïÏe$!$# ÞOÍhŠs)ø9$# ÆÅ3»s9ur uŽsYò2r& Ĩ$¨Z9$# Ÿw tbqßJn=ôètƒ ÇÌÉÈ
Artinya : Maka
hadapkanlah wajahmu dengan Lurus kepada agama Allah; (tetaplah atas) fitrah
Allah yang telah menciptakan manusia menurut fitrah itu. tidak ada peubahan
pada fitrah Allah. (Itulah) agama yang lurus; tetapi kebanyakan manusia tidak
mengetahui,[4]
Tafsir Ayat
فَأَقِمْ
وَجْهَكَ لِلدِّينِ حَنِيفاً
Maka
arahkanlah wajahmu dengan lurus menuju ke arah yang telah di tentukan oleh
tuhanmu demi taat kepada-Nya, yaitu arah agama yang lurus dan agama fitrah. Dan
berpalinglah kamu dari kesesatan untuk menuju kepada petunjuk.
فِطْرَةَ
اللَّهِ الَّتِي فَطَرَ النَّاسَ عَلَيْهَا
Tetaplah
kalian semua pada fitrah yang telah di ciptakan oleh allah dalam diri manusia,
karena sesungguhnya dia menjadikan dalam diri mereka fitrah yang selalu
cenderung kepada ajaran tauhid dan meyakinkannya. Hal yang membimbing kepadanya
pemikirannya yang sehat.
لا تَبْدِيلَ
لِخَلْقِ اللَّهِ
Tidak layak
fitrah allah di ganti atau dirubah. Ini adalah kalimat berita yang mengandung
makna perintah jadi seolah-olah dikatakan, “janganlah kalian mengganti agama
allah dengan kemusyrikan.”
Penjelasannya
bahwa akal manusia itu seakan-akan lembaran yang putih bersih dan siap untuk
menerima tulisan yang akan di tuangkan di atasnya, dan ia seprti lahan yang
dapat menerima semua apa yang akan ditanamkan kepadanya. Ia dapat menumbuhkan
hanzal (yang buahnya sangat pahit) sebagaimana ia pun dapat menumbuhkan
berbagai macam pohon-pohonan yang berbuah dan ia dapat menumbuhkan obat dan
racun.[5]
Jiwa manusia
itu datang kepadanya berbagai macam agama dan pengetahuan, lalu ia menyerapnya
akan tetapi hal-hal yang baiklah yang paling di serapnya. Sebagaimana halnya tumbuh-tumbuhanpun
sebagian besar dari padanya mengandung racun dan tidak bermanfaat sangat
sedikit. Dan jiwa manusia itu tidak akan mengganti fitrah yang baik ini dengan
pendapat-pendapat yang rusak melainkan adanya seorang guru yang mengajarinya.
Yang demikian itu adalah umpama dua orang yahudi dan nasrani. Seandainya orang
tua membiarkan anaknya, niscaya sang anak akan mengetahui dengan sendirinya,
bahwa tuhan itu satu dan akalnya tidak akan menuntunnya.karena sesungguhnya
ternakpun tidak akan terpotong-potong telinganya ataupun bagian tubuh lainnya
kecuali karena faktor dari luar dirinya. Demikian pula lembaran akal, ia tidak
akan terkena pengaruh melainkan dari faktor luar yang menyesatkan tanpa ia
sadari.
ذَلِكَ
الدِّينُ الْقَيِّمُ
Hal yang aku
perintahkan kepada kalian itu, yaitu ajaran tauhid, ia adalah agama yang haq,
tiada kebengkokan dan tiada pula penyimpangan di dalamnya.
وَلَكِنَّ
أَكْثَرَ النَّاسِ لا يَعْلَمُون
Akan tetapi
kebanyakan manusia tidak mengetahui, demikian itu karena mereka tidak mau
menggunakan akalnya guna memikirkan bukti-bukti yang jelas yang menunjukkan
kepada ketauhidan ini. Seandainya mereka mengetahui hal tersebut dengan
sebenar-benarnya, niscaya mereka akan mengikutinya, dan mereka tidak akan
menghalang-halangi manusia yang menyerap nur-Nya. Dan pasti mereka tidak akan
menurunkan penghalang-penghalang yang menghambat masuknya sinar ketauhidan
kepada diri manusia.[6]
C. Surat Luqman [31] : 13,
23 dan 24
1.
Surat Luqman Ayat 13
øŒÎ)ur tA$s% ß`»yJø)ä9 ¾ÏmÏZöew uqèdur ¼çmÝàÏètƒ ¢Óo_ç6»tƒ Ÿw õ8ÎŽô³è@ «!$$Î ( žcÎ) x8÷ŽÅe³9$# íOù=Ýàs9 ÒOŠÏàtã ÇÊÌÈ
Artinya : dan
(ingatlah) ketika Luqman berkata kepada anaknya, di waktu ia memberi pelajaran
kepadanya: "Hai anakku, janganlah kamu mempersekutukan Allah, Sesungguhnya
mempersekutukan (Allah) adalah benar-benar kezaliman yang besar".[7]
Asbabun Nuzul
Ketika ayat ke-82 dari
surat Al-An’am diturunkan, para sahabat merasa keberatan. Maka mereka datang
menghadap Rasulullah SAW,seraya berkata “ Wahai Rasulullah, siapakah diantara
kami yang dapat membersihkan keimanannya dari perbuatan zalim ?”.Jawab beliau “
Bukan begitu,bukanlah kamu telah mendengarkan wasiat Lukman Hakim kepada
anaknya : Hai anakku, janganlah kamu mempersekutukan Allah, sesungguhnya
mempersekutukan Allah adalah benar-benar kezaliman yang besar. ( HR.Bukhori
dari Abdillah)[8]
Tafsirnya
Allah
Swt. berfirman: Wa idz qâla luqmân li [i]bnih wahuwa ya’izhuh (Ingatlah
ketika Luqman berkata kepada anaknya pada waktu ia memberi pelajaran
kepadanya).
Para
ulama berbeda pendapat mengenai siapa Luqman yang dimaksud dalam ayat ini. Sebagian mufassir menyatakan, ia adalah cicit Azar (bapak Nabi Ibrahim as).
Sebagian lagi berpendapat, ia adalah keponakan Ayyub dari saudara perempuannya.
Yang lainnya menyebutkan, ia adalah sepupu Ayyub dari bibinya. Adapun menurut
Ibnu Katsir, ia adalah Luqman bin Anqa bin Sadun.[9]
Para mufassir juga
berbeda pendapat tentang asal-usul, tempat tinggal, dan pekerjaannya. Tidak bisa dipastikan
pendapat mana yang paling benar. Sebab, al-Quran tidak merinci siapa
sesungguhnya Luqman yang dimaksud. Sebagai kitab yang berfungsi menjadi hudâ
wa maw’izhah (petunjuk dan pelajaran) bagi manusia, penjelasan tentang hal
itu tidak terlampau penting. Yang lebih penting justru pelajaran apa yang
dapat dipetik dari kejadian itu.
Di dalam al-Quran
banyak kisah yang hanya diceritakan peristiwanya, tanpa dirinci waktu, tempat
terjadinya, kronologi dan pelakunya; layaknya buku sejarah. Demikian pula
dengan kisah Luqman dalam ayat ini. Al-Quran hanya memberitakan bahwa dia
termasuk orang yang mendapat limpahan al-hikmah dari-Nya. Allah
Swt. berfirman:
]وَلَقَدْ آتَيْنَا لُقْمَانَ الْحِكْمَةَ أَنِ اشْكُرْ ِللهِ[
Artinya : Sesungguhnya telah Kami
telah memberikan hikmah kepada Luqman, yaitu, "Bersyukurlah kepada
Allah." (QS Luqman [31]: 12).
Secara bahasa al-hikmah
berarti ketepatan dalam ucapan dan amal. Menurut ar-Raghib, al-hikmah berarti
mengetahui perkara-perkara yang ada dan mengerjakan hal-hal yang baik. Menurut
Mujahid, al-hikmah adalah pemahaman, akal, dan kebenaran dalam
ucapan selain kenabian. Hikmah dari
Allah Swt. bisa berarti benar dalam keyakinan dan pandai dalam dîn dan
akal.
Pendapat agak berbeda
dikemukakan Ikrimah, as-Sudi, dan asy-Sya'bi. Mereka menafsirkan al-hikmah
sebagai kenabian. Karena itu, menurut mereka, Luqman adalah seorang nabi.[10] Pendapat ini berbeda dengan jumhur ulama yang
berpandangan bahwa dia seorang hamba yang salih, bukan nabi.
Kendati
bukan nabi, Luqman juga menempati derajat paling tinggi. Sebab, manusia yang
derajatnya paling tinggi adalah orang yang kâmil fî nafsih wa
mukmil li ghayrih, yakni orang yang dirinya telah sempurna sekaligus
berusaha menyempurnakan orang lain. Kesempurnaan Luqman ditunjukkan dalam ayat
sebelumnya, bahwa dia termasuk hamba Allah Swt. yang mendapat hikmah dari-Nya.
Adapun upayanya untuk membuat orang lain menjadi sempurna terlihat pada
nasihat-nasihat yang disampaikan kepada putranya.
Dalam
ayat itu disebutkan wa huwa ya‘izhuh. Kata ya‘izh berasal dari al-wa‘zh
atau al-‘izhah yang berarti mengingatkan kebaikan dengan ungkapan halus
yang bisa melunakkan hati. Karena itu, dalam mendidik anaknya, Luqman
menempuh cara yang amat baik, yang bisa meluluhkan hati anaknya sehingga mau
mengikuti nasihat-nasihat yang diberikan.[11]
“Yâ
bunayya lâ tusyrik billâh (Hai anakku, janganlah engkau mempersekutukan
Allah). Luqman memanggil putranya menggunakan redaksi tasghîr: ya bunayya.
Hal itu bukan untuk mengecilkan atau merendahkan, namun untuk menunjukan
rasa cinta dan kasih sayang kepada anaknya. Dengan panggilan seperti itu,
diharapkan nasihat yang disampaikan lebih mudah diterima.
Nasihat
pertama yang disampaikan kepada putranya itu adalah la tusyrik billâh (jangan
mempersekutukan Allah). Mempersekutukan Allah adalah mengangkat selain Allah
Swt. sebagai tandingan yang disetarakan atau disejajarkan dengan-Nya. Ketika
Rasulullah saw. ditanya oleh salah seorang sahabatnya, Wail bin Abdullah ra.,
mengenai dosa apa yang paling besar, beliau menjawab:
«الشِّرْكُ
أَنْ تَجْعَلَ ِللهِ نِدًّا»
Syirik,
yakni kamu menjadikan tandingan bagi Allah (HR an-Nasa'i).
Larangan syirik ini berlaku abadi. Bahkan tidak seorang rasul pun yang diutus
Allah Swt. kecuali menyampaikan larangan tersebut. (Lihat: QS az-Zumar [39]:
65).
“Inna
asy-syirk la zhulm ‘azhîm (Sesungguhnya mempersekutukan Allah
adalah benar-benar kezaliman yang besar). Dalam nasihatnya, Luqman tidak saja
melarang syirik, namun juga menjelaskan alasan dilarangnya perbuatan tersebut.[12]
Secara
bahasa azh-zhulm (kezaliman) berarti menempatkan sesuatu tidak pada tempatnya.
Syirik disebut azh-zhulm karena menempatkan Pencipta setara dengan ciptaan-Nya,
menyejajarkan Zat yang berhak disembah dengan yang tidak berhak disembah, atau
melakukan penyembahan kepada makhluk yang tidak berhak disembah. Banyak ayat
al-Quran yang menyebut perbuatan syirik sebagai azh-zhulm (Lihat, misalnya: QS
al-An‘am [6]: 82).
Selain
kezaliman besar, dalam ayat lain, syirik juga disebut sebagai kesesatan yang
nyata (QS. Saba’ [34]: 24) dan amat jauh (QS. an-Nisa' [4]: 116). Karena itu,
wajar jika syirik dinilai sebagai dosa terbesar dan tidak ada dosa yang
melebihinya. Jika dosa-dosa lain, manusia masih bisa berharap mendapat ampunan
dari Allah Swt., tidak demikian dengan syirik. Siapa pun yang telah melakukan
perbuatan syirik, dan tidak bertobat, lalu meninggal dalam kesyirikan, maka
tidak akan diampuni Allah Swt. (QS an-Nisa' [4]: 48, 116). Lebih dari itu,
syirik akan menyebabkan terhapusnya semua amal yang dikerjakan manusia (QS az-Zumar
[39]: 65). Pelakunya diharamkan masuk surga (QS al-Maidah [5]: 72), sebaiknya
ia kekal di dalam neraka (QS al-Bayyinah [98]: 6). Oleh karenanya, syirik
menyebabkan penyesalan yang tak terbayarkan bagi pelakunya (QS al-Kahfi [18]:
42).
2. Sarat Luqman Ayat 23
& 24
`tBur txÿx. Ÿxsù šRâ“øts† ÿ¼çnãøÿä. 4 $uZø‹s9Î) öNßgãèÅ_ötB Nßgã¥Îm7t^ãZsù $yJÎ (#þqè=ÏHxå 4 ¨bÎ) ©!$# 7LìÎ=tæ ÏN#x‹Î Í‘r߉Á9$# ÇËÌÈ
öNßgãèÏnFyJçR Wx‹Î=s% §NèO öNèd”sÜôÒtR 4’n<Î) >U#x‹tã 7áŠÎ=xî ÇËÍÈ
Artinya : dan Barangsiapa
kafir Maka kekafirannya itu janganlah menyedihkanmu. hanya kepada Kami-lah
mereka kembali, lalu Kami beritakan kepada mereka apa yang telah mereka
kerjakan. Sesungguhnya Allah Maha mengetahui segala isi hati. Kami biarkan mereka
bersenang-senang sebentar, kemudian Kami paksa mereka (masuk) ke dalam siksa
yang keras.[13]
Tafsirnya
Bahwasanya hikmah dari Allah ciptakan jin dan manusia adalah untuk beribadah kepadaNya. Sedangkan pengertian ibadah adalah ketundukan kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala dengan penuh rasa cinta, pengagungan dengan melaksanakan perintahnya dan menjauhi larangannya dengan cara sebagaimana yang Allah ‘Azza wa Jalla ajarkan dalam syari’at yang dibawa oleh utusanNya. Maka hikmah/tujuan diciptakannya jin dan manusia adalah untuk beribadah kepada Allah SWT. Dan barangsiapa yang durhaka terhadap Robbnya dan enggan dari beribadah kepada Robbnya maka sesungguhnya dia telah melanggar/keluar dari tujuan penciptaannya yang Allah ‘Azza wa Jalla menciptakan mereka untuk tujuan beribadah kepadaNya.
Bahwasanya hikmah dari Allah ciptakan jin dan manusia adalah untuk beribadah kepadaNya. Sedangkan pengertian ibadah adalah ketundukan kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala dengan penuh rasa cinta, pengagungan dengan melaksanakan perintahnya dan menjauhi larangannya dengan cara sebagaimana yang Allah ‘Azza wa Jalla ajarkan dalam syari’at yang dibawa oleh utusanNya. Maka hikmah/tujuan diciptakannya jin dan manusia adalah untuk beribadah kepada Allah SWT. Dan barangsiapa yang durhaka terhadap Robbnya dan enggan dari beribadah kepada Robbnya maka sesungguhnya dia telah melanggar/keluar dari tujuan penciptaannya yang Allah ‘Azza wa Jalla menciptakan mereka untuk tujuan beribadah kepadaNya.
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Ayat-ayat di atas
adalah sebuah perintah bagi seluruh manusia untuk menyembah Allah ta'ala.
Karena Dialah yang telah menciptakan manusia. Baik manusia terdahulu
ataupun manusia yang akan datang. Perintah menyembah atau beribadah dalam ayat
ini memiliki makna yang luas, tidak hanya penyembahan dalam arti ibadah mahdhah
saja, melainkan ibdah dalam arti luas. Ayat ini memiliki korelasi yang kuat
dengan tujuan dari diciptakannya jin dan manusia, yaitu untuk beribdah
kepadaNya saja.
Dalam ayat ini juga
terdapat kewajiban untuk beribadah kepadaNya saja. Karena Alloh adalah Pencipta
yang telah memberikan berbagai kenikmatan dan menciptakan manusia dari
ketiadaan, Dia juga telah menciptakan umat-umat sebelum kita. Nikmat yang
diberikannya berupa nikmat yang nyata dan nikmat yang tidak nampak. Dan
menjadikan bumi sebagai tempat tinggal dan tempat berketurunan, bercocok tanam,
berkebun, melakukan perjalanan dari satu tempat ke tempat yang lainnya serta
manfaat bumi lainnya. Dan Dia juga telah menciptakan langit sebagai sebuah atap
bangunan yang telah Dia letakan padanya matahari, bulan dan bintang.
B. Saran
Agar pesertadidik dapat
menerapkan ajaran yang terdapat pada surat al-luqman dalam kehidupan
sehari-hari, baik itu kepada Allah SWT, kedua orang tua, serta kepada
manusia-manusia yang lain.
DAFTAR PUSTAKA
Aath-Thabari, Jâmi’
al-Bayân fî Ta’wîl al-Qur’ân, xi/208, Dar al-Kutub al-Ilmiyyah, Beirut.
1992.
Taisir Karim Ar-Rohman
Fi Tafsir Kalam Al-Manan, Syaikh Abdurrahman bin Nashir As-Sa'di.
Abu al-Hasan
al-Naysaburi, al-Wasîth fî Tafsîr al-Qur’ân al-Majîd, III/442, Dar
al-Kutub al-Ilmiyyah, Beirut. 1994; Abu ‘Ali al-Fadhl, Majma’ al-Bayân fî
Tafsîr al-Qur’ân, III/491, Dar al-Kutub al-Ilmiyyah, Beirut. 1994.
Al-Khazin, Lubâb
al-Ta’wîl fi Ma’âni at-Tanzîl, III/398, Dar al-Kutub al-Ilmiyyah, Beirut.
1995
Ibnu Katsir, Tafsir
al-Qur’ân al-‘Azhîm, III/ 1445; AbuThayyib al-Qinuji, Fath
al-Bayân fî Maqâshid al-Qur’ân, X/281, Idarat Ihya’ al-Turats al-Islami,
Qathar. 1989
Wahbah az-Zuhayli, Tafsîr
al-Munîr, XI/143, Dar al-Fikr, Beirut. 1991. ar-Raghib al-AshfahaniMu’jam
Mufradât Alfâzh al-Qur’ân, hlm. 564, Dar al-Fikr, Beirut., tt.
[1] Abu al-Hasan
al-Naysaburi, al-Wasîth fî Tafsîr al-Qur’ân al-Majîd, III/442, Dar
al-Kutub al-Ilmiyyah, Beirut. 1994; Abu ‘Ali al-Fadhl, Majma’ al-Bayân fî
Tafsîr al-Qur’ân, III/491, Dar al-Kutub al-Ilmiyyah, Beirut. 1994.
[2] Wahbah az-Zuhayli, Tafsîr al-Munîr, XI/143, Dar al-Fikr, Beirut.
1991. ar-Raghib al-AshfahaniMu’jam Mufradât Alfâzh al-Qur’ân, hlm. 564,
Dar al-Fikr, Beirut., tt.
[4] Fitrah Allah: Maksudnya
ciptaan Allah. manusia diciptakan Allah mempunyai naluri beragama Yaitu agama
tauhid. kalau ada manusia tidak beragama tauhid, Maka hal itu tidaklah wajar.
mereka tidak beragama tauhid itu hanyalah lantara pengaruh lingkungan.
[8] Aath-Thabari, Jâmi’
al-Bayân fî Ta’wîl al-Qur’ân, xi/208, Dar al-Kutub al-Ilmiyyah, Beirut.
1992.
[10] Abu al-Hasan
al-Naysaburi, al-Wasîth fî Tafsîr al-Qur’ân al-Majîd, III/442, Dar
al-Kutub al-Ilmiyyah, Beirut. 1994; Abu ‘Ali al-Fadhl, Majma’ al-Bayân fî
Tafsîr al-Qur’ân, III/491, Dar al-Kutub al-Ilmiyyah, Beirut. 1994.
[11] Wahbah az-Zuhayli, Tafsîr al-Munîr, XI/143, Dar al-Fikr, Beirut.
1991. ar-Raghib al-AshfahaniMu’jam Mufradât Alfâzh al-Qur’ân, hlm. 564
[12] Ibnu Katsir, Tafsir al-Qur’ân al-‘Azhîm, III/ 1445; AbuThayyib
al-Qinuji, Fath al-Bayân fî Maqâshid al-Qur’ân, X/281, Idarat
Ihya’ al-Turats al-Islami, Qathar. 1989
0 komentar:
Post a Comment