Disusun Oleh Muazzin, S.H.I
Alumni A-Hilal Sigli Tahun 2015
KATA
PENGANTAR
Puji syukur penyusun panjatkan ke hadirat Allah Subhanahu wa ta’ala, karena
berkat rahmat-Nya kami bisa menyelesaikan makalah yang berjudul Ayat-ayat
Tentang Ekonomi Islam. Makalah ini diajukan guna memenuhi tugas mata
kuliah Tafsir.
Kami mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu
sehingga makalah ini dapat diselesaikan tepat pada waktunya. Makalah ini masih
jauh dari sempurna, oleh karena itu, kritik dan saran yang bersifat membangun
sangat kami harapkan demi sempurnanya makalah ini.
Semoga makalah ini memberikan informasi bagi masyarakat dan bermanfaat
untuk pengembangan wawasan dan peningkatan ilmu pengetahuan bagi kita semua.
Wassalam
Penulis,
KELOMPOK 12
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR............................................................................................... i
DAFTAR ISI............................................................................................................. ii
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang..................................................................................
1
B.
Rumusan Masalah............................................................................. 1
C.
Tujuan penulisan............................................................................... 1
BAB II PEMBAHASAN
A.
Surat yang berkaitan dengan distribusi.............................................. 2
B.
Tafsir mufradat dan kandungan ayat................................................. 4
C.
Munasabah......................................................................................... 8
D.
Kutipan.............................................................................................. 9
E.
Analisis.............................................................................................. 11
BAB III PENUTUP
A.
Kesimpulan........................................................................................ 12
DAFTAR
PUSTAKA.............................................................................................
13
BAB
I
PENDAHULUAN
A.
Latar
Belakang
Distribusi
pedapatan merupakan masalah yang sangat rumit, singga saat ini masih sering
dijadikan bahn perdebatan antara ahli ekonomi. System ekonomi kapitalis
memandang seseorng individu dapat secara bebas mengumpulkan dan menghasilkan
kekayaan (pendapatan) dengan menggunakan kemampuan yang dimiliki serta tidak
ada batasan untuk memanfaatkan dan membagi harta yang dimiliki. Sementara
system ekonomi sosialis berpendapat bahwa kebebasan secara mutlak dapat
membahayakan masyarakat. Oleh karena itu hak individu atas harta harus
dihapuskan dan wewenang dialihkan kepada Negara sehingga pemerataan dapat
diwujudkan.
Kedua system
ekonomi tersebut ternyata belum dapat memberikan solusi yang adil dan merata
terhadap masalah penditribusian dalam masyarakat. Untuk itu islam menjelaskan
pada surat Al-Hasyr: 22, Adz-Dzariyat: 19, Ath-Thalaq: 7, Al-Ma’arij: 24-25,
At-Taubah: 103. Yang akan dibahas oleh kelompok kami.
B.
Rumusan Masalah
a.
Jelaskan
pengertian Distribusi dalam Islam?
b.
Bagaimana
penafsiran dan kandungan ayat-ayat yang terkandung dalam Distribusi?
C.
Tujuan Penulisan
a.
Untuk
mengetahui pengertian Distribusi dalam Islam.
b.
Untuk
mengetahui Tafsir dan kandungan ayat yang terkait dalam Distribusi.
BAB
II
PEMBAHASAN
A.
Surat Yang Berkaitan dengan Distribusi
a.
Q.S. Al-Hasyr : 22
هُوَ
ٱللَّهُ ٱلَّذِي لَآ إِلَٰهَ إِلَّا هُوَۖ عَٰلِمُ ٱلۡغَيۡبِ وَٱلشَّهَٰدَةِۖ
هُوَ ٱلرَّحۡمَٰنُ ٱلرَّحِيمُ ٢٢
Artinya : Dialah Allah yang tiada Tuhan selain
Dia, yang mengetahui yang ghaib dan yang nyata,
Dia-lah yang Maha Pemurah lagi Maha Penyayang. (Q.S. Al-Hasyr : 22)
b. Q.S. Adz-Dzariyaat : 19
وَفِيٓ
أَمۡوَٰلِهِمۡ حَقّٞ لِّلسَّآئِلِ وَٱلۡمَحۡرُومِ ١٩
Artinya : Dan pada harta-harta mereka ada hak untuk orang
miskin yang meminta dan orang miskin yang tidak mendapat bagian. (Q.S.
Adz-Dzariyaat : 19)
أَمۡوَٰلِهِمۡ
“Harta-harta mereka”
Yang
dimaksud dengan harta-harta mereka adalah setiap harta orang yang lebih dalam
kepemilikannya haruslah membagi hartanya tersebut, karena pada setiap harta
manusia ada bagian untuk orang lain yang membutuhkan.
Tidak
beda halnya dengan zakat, sedekah, dan infak karena itu merupakan hak bagi
orang yang membutuhkannya, baik orang yang tak meminta dan orang yang kurang
berkecukupan dalam segi materi dan pamanuhan kehidupannya.
c. Q.S.
At-Thalaq : 7
لِيُنفِقۡ
ذُو سَعَةٖ مِّن سَعَتِهِۦۖ وَمَن قُدِرَ عَلَيۡهِ رِزۡقُهُۥ فَلۡيُنفِقۡ مِمَّآ
ءَاتَىٰهُ ٱللَّهُۚ لَا يُكَلِّفُ ٱللَّهُ نَفۡسًا إِلَّا مَآ ءَاتَىٰهَاۚ
سَيَجۡعَلُ ٱللَّهُ بَعۡدَ عُسۡرٖ يُسۡرٗا ٧
Artinya
: Hendaklah orang yang mampu memberi nafkah menurut kemampuannya. dan orang
yang disempitkan rezkinya hendaklah memberi nafkah dari harta yang diberikan
Allah kepadanya. Allah tidak memikulkan beban kepada seseorang melainkan
sekedar apa yang Allah berikan kepadanya. Allah kelak akan memberikan
kelapangan sesudah kesempitan. (Q.S. At-Thalaaq : 7)
d. Q.S. Al-Ma’arij : 24-25
وَٱلَّذِينَ فِيٓ أَمۡوَٰلِهِمۡ حَقّٞ
مَّعۡلُومٞ ٢٤ لِّلسَّآئِلِ وَٱلۡمَحۡرُومِ ٢٥
Artinya : Dan orang-orang yang dalam hartanya tersedia bagian
tertentu. Bagi orang (miskin) yang meminta dan orang yang tidak mempunyai
apa-apa (yang tidak mau meminta). (Q.S. Al-Ma’arij : 24-25)
e. Q.S. At – Taubah : 103
خُذۡ
مِنۡ أَمۡوَٰلِهِمۡ صَدَقَةٗ تُطَهِّرُهُمۡ وَتُزَكِّيهِم بِهَا وَصَلِّ
عَلَيۡهِمۡۖ إِنَّ صَلَوٰتَكَ سَكَنٞ لَّهُمۡۗ وَٱللَّهُ سَمِيعٌ عَلِيمٌ ١٠٣
Artinya Ambillah
zakat dari sebagian harta mereka, dengan zakat itu kamu membersihkan dan
mensucikan mereka dan mendoalah untuk mereka. Sesungguhnya doa kamu itu
(menjadi) ketenteraman jiwa bagi mereka. dan Allah Maha mendengar lagi Maha
mengetahui. (Q.S. At-Taubah : 103)
Sebab
Turunnya Ayat
a.
QS. Al-Hasyr: 22
Dalam suatu riwayat
dikemukakan bahwa surah ini turun pada waktu perang bani nadlir. (Diriwayatkan
oleh AL-Bukhari yang bersumber dari ibn ‘Ab-bas)
b.
QS. Adz-Dzaariyaat : 19
Dalam suatu riwayat
dikemukakan bahwa Rosulullah SAW mengirim pasukan bersenjata. Mereka mendapat
kemenangan dan ghanimah. Setelah selesai peperangan datanglah orang-orang
miskin meminta bagian maka turunlah ayat ini sebagai penegasan bahwa pada harta
ghanimah terdapat bagian kaum fakir miskin. (Diriwayatkan oleh Ibn Jarir dan
Ibn Abi Hatim, yang bersumpah dari al-Hasan bin Muhammad al-Hanafiyyah).[1]
c.
QS. At-Taubah : 103
Dalam suatu
riwayat dikemukakan bahwa Abu Lubabah bersama kedua temannya, setelah dilepaskan
dari tiang-tiang, datang menghadap Rasulullah saw. Dengan membawa harta
bendanya, seraya berkata :”ya Rasulullah! Ini adalah harta benda kami,
sedekahkanlah atas nama kami, dan mintalah ampunan bagi kami.” Rasulullah saw
menjawab, “ aku tidak diperintah untuk menerima harta sedikit pun.” Maka
turunlah QS. At-Taubah : 103, yang memerintahkan untuk menerima sedekah mereka
dan mendoakan mereka.
Diriwayatkan
oleh Ibnu Jarir dari ‘ali bin abi thalhar yang bersumber dari ibnu ‘abbas.
Diriwayat lain dikemukakan bahwa ayat ini (QS. At-Taubah ; 103) turun berkenaan
dengan tujuh orang (yang meninggalkan diri, tidak mengikuti Rasulullah SAW ke
perang Tabuk). Empat orang diantaranya mengikat dirinya masing-masing di
tiang-taiang, yaitu: Abu Lubabah, Mirdas, Aus bin Khudzam, dan Tsa’labah bin
wadi’ah. (HR. Abdillah dari Qatadah).[2]
B.
Tafsir Mufradat dan Kandungan Ayat
1.
Surat Al-Hasyr ayat 22
Ayat ini menjelaskan bahwa Sesungguhnya
tiada Tuhan selain Allah, dan setiap orang yang menyembah selain Dia seperti tumbuh-tumbuhan,
batu, berhala, atau raja adalah batal. Allah Maha mengetahui segala sesuatu
yang tampak di jagat raya baik yang tampak maupun tidak tampak, serta tidak ada
satu yang di langit dan di bumi ini yang lepas dari pengetahuan Tuhan. Allah
memiliki Rahmat yang amat luas yang menjangkau seluruh Ciptaan-Nya. Allah Maha
Pengasih di dunia dan akhirat serta pada keduanya.[3]
Ayat ini menunjuk-Nya dengan kata “Dia”
yakni Dia yang menurunkan Al-Quran dan yang disebut-sebut pada ayaty-ayat yang
lalu Dia, Allah Yang tiada Tuhan yang berhak disembah, serta tiada Pencipta dan
Pengendali alam raya selain Dia, Dia Maha Mengetahui yang ghaib baik yang
nisbiy/relatif maupun yang mutlak dan yang nyata, Dia-lah saja ar-Rahman
Pencurah rahmat yang bersifat sementara untuk seluruh makhlukdalam pentas
kehidupandunia ini lagi ar-Rahim pencurah rahmat yang abadi bagi orang-orang
beriman di akhirat nanti.[4]
Kata (Huwa) yang mendahului ar-Rahman
ar-Rahim berfungsi mengkhususkan kedua sifat itu dalam pengertiannya yang
sempurna hanya untuk Allah SWT. Kata (Huwa) sepintas tidak diperlukan lagi
karena telah menunjuk kepada Allah. Tetapi ini agaknya untuk menggambarkan
semua sifat-sifat-Nya.sebelum menyebut sifat-sifat tertentu, karena kata Allah
menunjukkan kepada Dzat yang wajib wujud-Nya itu dengan sifat-Nya, baik sifat
Dzat maupun sifat fi’il.[5] "Dia adalah Maha Murah, Maha
Penyayang." (ujung ayat 22).
Ar-Rahmaan kita artikan Pemurah..
Ar-Rahiim kita artikan Penyayang. Hasil jipratan dari sifat Rahman dan sifat
Rahim itu ialah Rahmat. Rahmat itu pun diartikan juga kasih-sayang!
Kasih-sayang Allah itu nampak di mana saja, apabila saja!
Kemurahan dan kasih-sayang Ilahi itulah
yang kita lihat di mana-mana dan Kasih-sayang serta kemurahan Tuhan itulah yang
menyebabkan hidup kita sesuai dalam bumi ini. Kita diberi kemudahan dan
penyelenggaraan. Segala sesuatu di atas bumi ini dapat kita memanfaatkan.
Bahkan pertalian di antara satu bintang dengan bintang yang lain, pertalian
antara bumi dengan bulan, matahari dengan bintang-bintang satelitnya, semuanya
berjalan dalam lindungan kasih-sayang dan kemurahan Tuhan.
2.
Surat Adz-Dzariyat ayat 19
Banyak sekali pendapat ulama mengenai
makna (المحروم) tetapi sebagian diantaranya merupakan cotoh-contoh dari
orang-orang yang wajar dinamai mahrum. Konon asy-sya’bi salah seorang yang
hidup pada masa sahabat Nabi saw, pernah berkata: “Telah berlalu usiaku
sebanyak tujuh puluh tahun sejak aku dewasa, aku belum memahami apa yang
dimaksud dengan al-mahrum”.[6]
Tapi ada salah satu sumber yang
menyatakan bahwa kosakata dari ayat tersebut adalah (المحروم) maknanya berkisar
pada arti al-man’atau tercegah, terhalangi dan lain sebagainya. Sebagian ahli
tafsir mengartikannya sebagai orang yang menjaga diri dari meminta-minta,
padahal dirinya dalam kekurangn. Sebagian lagi mengartikannya dengan orang yang
terkena malapetaka terhadap tanamannya atau hewanya.
Ayat ini menerangkan bahwa disamping
mereka melaksanakan sholat wajib dan sunnah, mereka juga selalu megeluarkan
infaq fi sabilillah deangan cara mengeluarkan zakat atau sumbangan derma atau
songkongan sukarela karena mereka memandang bahwa pada harta-harta mereka itu
ada hak fakir miskin yang meminta dan orang miskin yang tidak meminta bagian
karena merasa malu untuk meminta.
Selain itu juga diperkuat dengan Allah
berfirman bahwa, “dan harta-harta mereka ada hak” yaitu bagian yang dipisahkan
dan dikhususkan untuk orang yang meminta dan orang miskin yang tidak
mendapatkan bagian. Adapun orang yang meminta-minta itu, maka sudah diketahui,
yaitu orang yang memulai upayanya dengan jalan meminta-minta dan orang yang
seperti itu ada haknya.
Adapun yang dimaksud dengan orang miskin
yang tidak mendapatkan bagian, maka Ibnu Abbas r.a dan yang lainnya mengatakan,
“dia adalah orang yang bernasib buruk yang tidak mendapatkan bagian dalam
islam, yaitu tidak mendapatkan dari baitul mal, dia tidak mempunyai usaha dan
keahlian yang dapat dijadikan pegangan untuk kehidupan sehari-hari”.[7]
3.
Surat At- Thalaq ayat 7
Ayat di atas
menjelaskan prinsip umum yang mencakup penyusunan dan sebagainya sekaligus
menengahi kedua pihak dengn menyatakan bahwa :Hendaklah yang lapang yakni mampu
dan memiliki banyak rezeki memberi nafkah untuk istri dan anak-anaknya dari
yakni sebatas kadar kemampuannya dan dengan demikian hendaknya ia memberi sehingga
anak dan istrinya itu memiliki pula kelapangan dan keluasan berbelanja dan
siapa yang disempitkan rezekinya yakni terbatas penghasilannya, maka hendaklah
ia memberi nafkah dari harta yang diberikan Allah kepadanya.
Jangan sampai dia
memaksakan diri untuk nafkah itu dengan mencari rezeki dari sumber yang tidak
direstui Allah. Allah tidak memikulkan beban kepada seseorang melainkan sesuai
apa yang Allah berikan kepadanya. Karena itu janganlah wahai istri menuntut
terlalu banyak dan pertimbangkanlah keadaan suami dan bekas suami kamu. Di sisi
lain hendaklah semua pihak selalu optimis dan mengharap kiranya Allah
memberinya kelapangan karena Allah karena akan memberikan kelapangan sesudah
kesempitan.
Sa yaj’alu Allah ba’da
‘usrin yusran “Allah akan memberikan kelapangan sesudah kesempitan ada ulama
yang memahaminya sebagai janji yang pasti terlaksana. Al-Biqa’i mengomentari
penggalan ayat ini bahwa: “Karena itu tidak ada seseorang yang terus-menerus
sepanjang usianya dalam seluruh keadaannya hidup dalam kesempitan.” Ada lagi
yang menyatakan bahwa ayat ini ditunjukan kepada kaum muslimin pada masa Nabi
SAW. Di mana kelapangan rezeki telah mereka dapatkan dengan
kemenangan-kemenangan yang ereka raih dalam peperangan dan yang menghasilkan
harta rampasan serta lahan pertanian.
Menurut Thabathaba’i
penggalan ayat itu berarti: “Allah akan mempermudah baginya kesulitan yang
dihadapinya atau mempermudah baginya persoalan dunia dan akhirat, kalau bukan
berupa kelapangan di dunia maka ganti yang baik di akhirat kelak.”[8]
4.
Surat Al-Ma’arij ayat 24-25
Disamping mengerjakan
salat untuk mengingat dan menghambakan diri kepada Allah, manusia
memperintahkan agar selalu meneliti harta yang telah dianugrahkan Allah
kepadanya; apakah dalam harta itu telah atau belum ada hak orang miskin yang
meminta-minta, dan orang miskin yang tidak mempunyai sesuatu apa pun. Jika ada
hak mereka, segera mengeluarkan hak itu. Karena dia percaya bahwa selama ada
hak orang lain dalam hartanya itu, berarti hartanya belum lagi suci, Allah SWT.
Berfirman: ambillah zakat dari sebagian harta mereka, dengan zakat itu kamu
membersihkan dan mensucikan mereka.
Ayat-ayat di atas
menyatakan bahwa: dan orang-orang dalam harta mereka ada hak yakni bagian
tertentu yang mereka peruntukkan bagi orang-orang yang butuh yang meminta dan
yang tidak mempunyai apa-apa tetapi enggan dan malu meminta dan juga
orang-orang yang mempercayai keniscayaan hari pembalasan, sehingga
mempersiapkan bekal.
Sementara ulama
memahami makna baqqun ma’lum atau hak tertentu dalam arti zakat, karena zakat
adalah kewajiban yang telah tertentu kadarnya. Ulama lain memahaminya dalam
arti kewajiban yang ditetapkan sendiri oleh yang bersangkutan selain zakat dan
yang mereka berikan secara suka rela dan jumlah tertentu kepada fakir miskin.
Ini karena ayat di atas dikemukakan dalam konteks pujian, dan tentu saja
pendapat kedua ini lebih menonjol sifat terpujinya.
5.
Surat At-Taubah ayat 103
Amwal
(At-Taubah 103)
Amwal merupakan bentuk
jama’ dari mal yang berarti harta benda. Amwal dalam ayat ini terkait harta
benda yang wajib dikeluarkan zakatnya. Zakat yang dikeluarkan dari amwal
biasanya zakat al-mal atau zakat al-amwal. Amwal itu sendiri dapat berbentuk
an-naqdain (emas dan perak) az-zuru’ (tanaman), as-simar (buah-buahan),
at-tijarah (perdagangan atau niaga), ar-rikaz (barang temuan simpanan, atau
harta karun), dan al-ma’adin (barang tambang).
Perintah Allah pada
permulaan ayat ini ditunjukkan kepada Rasul-Nya agar Rasulullah sebagai
pemimpin mengambil sebagian dari harta benda mereka sebagai sedekah atau zakat.
Ini untuk menjadi bukti kebenaran tobat mereka karena sedekah atau zakat
tersebut akan membersihkan diri mereka dari dosa yang timbul karena mangkirnya
(malas) mereka dari peperangan dan untuk mensucikan diri mereka dari sifat
“cinta harta” yang mendorong mereka untuk mangkir dari peperangan itu. Selain
itu sedekah atau zakat tersebut akan membersihkan diri mereka pula dari semua
sifat-sifat jelek yang timbul karena harta benda, seperti kikir, tamak, dan
sebagainya. Oleh karena itu, Rasul mengutus para sahabat untuk menarik zakat
dari kaum Muslimin.
Di samping itu, dapat
dikatakan bahwa penuaian zakat berarti membersihkan harta benda yang tinggal,
sebab pada harta benda seseorang terdapat hak orang lain, yaitu orang-orang
yang oleh agama islam telah ditentukan sebagai orang-orang yang berhak menerima
zakat. Selama zakat itu belum dibayarkan oleh pemilik harta tersebut, maka
selama itu pula harta bendanya tetap bercampur dengan hak orang lain, yang
haram untuk dimakannya. Akan tetapi, bila ia mengeluarkan zakat dari hartanya
itu, maka harta tersebut menjadi bersih dari hak orang lain. Orang yang
mengeluarkan zakat terbebas dari sifat kikir dan tamak. Menunaikan zakat akan
menyebabkan keberkahan pada sisa harta yang masih tinggal, sehingga ia tumbuh
dan berkembang biak. Sebaliknya bila zakat itu tidak dikeluarkan, maka harta
benda seseorang tidak akan memperoleh keberkahan.
Perlu diketahui,
walaupun perintah Allah dalam ayat ini pada lahirnya ditunjukkan kepada
Rasul-Nya, dan turunnya ayat ini berkenaan dengan peristiwa Abu Lubabah dan
kawan-kawannya namun hukumnya juga berlaku terhadap semua pemimpin atau
penguasa dalam setiap masyarakat muslim, untuk melaksanakan perintah Allah
dalam masalah zakat ini yaitu untuk memungut zakat tersebut dari orang-orang Islam
yang wajib berzakat, dan kemudian membagi-bagikan zakat itu kepada yang berhak
menerimanya. Dengan demikian, maka zakat akan dapat memenuhi fungsinya sebagai
sarana yang efektif untuk membina kesejahteraan masyarakat.
Selanjutnya dalam ayat
ini Allah memerintahkan kepada Rasul-Nya, dan juga kepada setiap pemimpin dan
penguasa dalam masyarakat, agar setelah melakukan pemungutan dan pembagian
zakat, mereka berdoa kepada Allah bagi keselamatan dan kebahagiaan pembayar
zakat. Doa tersebut akan menenangkan jiwa mereka, dan akan menenteramkan hati
mereka, serta menimbulkan kepercayaan dalam hati mereka bahwa Allah benar-benar
telah menerima tobat mereka.
Semoga Allah memberi
pahala terhadap apa-apa yang kamu berikan, dan memberkahi apa yang tinggalkan. Pada akhirnya ayat ini
diterangkan bahwa Allah Maha Mendengar setiap ucapan hamba-Nya yang bertobat,
Allah Maha Memgetahui semua yang tersimpan dalam hati sanubari hamba-Nya,
seperti rasa penyesalan dan kegelisahan yang timbul karena kesadaran atas
kesalahan yang telah diperbuat.
C.
Munasabah
1. QS.
Al-Hasyr : 22 , QS. Adz-Dzaariyaat : 19, at-Taubah 103 dan QS. Al-Ma’arij :
24-25
Munasabah keempat surat diatas ialah di
dalam harta yang kita miliki itu ada hak-hak orang lain baik ia meminta atupun
tidak. Dan itu semua dapat menjadikan kita lebih mendekatkan diri kepada Allah
SWT, karena hanya Dialah tempat kita mengadu, meminta pertolongan dan banyak
hal lainnya. Kita ketahui bersama bahwa Allah adalah Maha Mengetahui apa saja
yang kita lakukan.
Apabila kita berbuat baik maka Allah
akan membalasnya dengan kebaikan. Apabila kita berbuat keburukan maka Allah
akan memberikan ganjaran yang setimpal dengan apa yang telah kita kerjakan.
Namun jika kita telah berbuat kebathilan dan kita ingin bertobat dengan
sungguh-sungguh dan tidak akan melakukan perbuatan itu lagi maka insya Allah,
Allah akan menerima tobat kita karena Allah Maha Pengasih lagi Maha Penyayang.
Dan bersedekah adalah taubat yang
berkaitan dengan harta, sedangkan tobat yang tulus adalah sedekah dalam bentuk
amal dan kegiatan nyata. Kegiatan nyata, antara lain membayar zakat dan
bersedekah. Dan Allah juga telah mengatur bagaimana kita dalam mentalaq seorang
istri dan kita
2. Munasabah
surat QS. Al-Hasyr : 22 , QS. Adz-Dzaariyaat : 19, at-Taubah 103 dan QS.
Al-Ma’arij : 24-25, at-thalaq ayat 7 dengan Distribusi Dalam Islam
Islam membolehkan
adanya harta pribadi dan hasil usaha pribadi dan bukan seperti Negara totaliter
yang menguasai semua kekayaan dan memperlakukan rakyatnya seperti mesin tanpa
perasaaan dan belas kasihan. Paham komunis memaksa setiap orang untuk menganut
ideology yang sama. Ajaran Islam penuh dengan esensi moral dan keadilan social
yang akan menjadi patokan umum antara orang Islam dan non Islam.
Masyarakat bebas
menyakini apa yang mereka sukai dan bekerja sesuai keingingan sepanjang
pekerjaan mereka tidak mengandung norma-norma yang tidak bermoral dan anti
social. Setiap orang diwajibkan mencari nafkah dengan kerja keras dan kejujuran
untuk kepuasan dari apa yang diinginkan lalu membelanjakan dari kelebihan yang
dimiliki untuk memenuhi kebuthan-kebutuhan orang miskin yang melarat yang ada
pada masyarakat.
Dengan kata lain,
orang-orang islam diharapkan menyumbangkan kekayaan mereka dengan ikhlas
sehingga kebutuhan kaum dhuafa itu dapat terpenuhi. Prinsip infaq tidak meminta
seseorang untuk melupakan hak milik pribadinya tapi sekedar mengingatkan
seseorang untuk menafkahkan hartanya sesuai kebutuhannya.
D.
Kutipan
Pengertian Distribusi dalam Islam
Pengertian distribusi
menurut kamus besar bahasa indonesia adalah penyaluran (pembagian, pengiriman)
kepada beberapa orang atau ke beberapa tempat; pembagian barang keperluan
sehari-hari (terutama dalam masa darurat) oleh pemerintah kepada pegawai
negeri, penduduk, dsb.[9]
Sedangkan distrbusi menurut para ahli ekonomi antara lain:
a. Menurut Winardi (1989:299) Saluran distribusi merupakan suatu kelompok
perantara yang berhubungan erat satu sama lain dan yang menyalurkan
produk-produk kepada pembeli.
b. Menurut Warren J. Keegan (2003) Saluran
Distribusi adalah saluran yang digunakan oleh produsen untuk menyalurkan barang
tersebut dari produsen sampai ke konsumen atau pemakai industri.
c. Menurut Assauri (1990: 3) Saluran
distribusi merupakan lembaga-lembaga yang memasarkan produk, yang berupa barang
atau jasa dari produsen ke konsumen.
d. Menurut Kotler (1991 : 279) Saluran
distribusi adalah sekelompok perusahaan atau perseorangan yang memiliki hak
pemilikan atas produk atau membantu memindahkan hak pemilikan produk atau jasa
ketika akan dipindahkan dari produsen ke konsumen.
e. Sedangkan Philip Kotler (1997:140)
Saluran distribusi adalah serangkaian organisasi yang saling tergantung dan
terlibat dalam proses untuk menjadikan suatu barang atau jasa siap untuk
digunakan atau dikonsumsi.[10]
Dari pangertian
tersebut dapat diambil kesimpulan bahwa distribusi merupakan proses penyaluran
hasil produksi berupa barang dan jasa dari produsen ke konsumen guna memenuhi
kebutuhan manusia, baik primer maupun sekunder.
System ekonomi yang
berbasis Islam menghandaki bahwa dalam hal pendistribusian harus berdasarkan
dua sendi, yaitu sendi kebebasan dan keadilan kepemilikan. Kebebasan disini
adalah kebebasan dalam bertindak yang di bingkai oleh nilai-nilai agama dan
keadilan tidak seperti pemahaman kaum kapitalis yang menyatakannya sebagai
tindakan membebaskan manusia untuk berbuat dan bertindak tanpa campur tangan
pihak mana pun, tetapi sebagai keseimbangan antara individu dengan unsur materi
dan spiritual yang dimilikinya, keseimbangan antara individu dan masyarakat
serta antara suatu masyarakat dengan masyarakat lainnya.
Keberadilan dalam
pendistribusian ini tercermin dari larangan dalam al-qur’an agar supaya harta
kekayaan tidak diperbolehkan menjadi barang dagangan yang hanya beredar
diantara orang-orang kaya saja, akan tetapi diharapkan dapat memberi kontribusi
kepada kesejahteraan masyarakat sebagai suatu keseluruhan (59:7).
Dalam system ekonomi
kapitalis bahwa kemiskinan dapat diselesaikan dengan cara menaikkan tingkat
produksi dan meningkatkan pendapatan nasional (national income) adalah teori
yang tidak dapat dibenarkan dan bahkan kemiskinan menjadi salah satu produk
dari sistem ekonomi kapitalistik yang melahirkan pola distribusi kekayaan
secara tidak adil Fakta empirik menunjukkan, bahwa bukan karena tidak ada
makanan yang membuat rakyat menderita kelaparan melainkan buruknya distribusi
makanan (Ismail Yusanto). Mustafa E Nasution pun menjelaskan bahwa berbagai
krisis yang melanda perekonomian dunia yang menyangkut sistem ekonomi kapitalis
dewasa ini telah memperburuk tingkat kemiskinan serta pola pembagian pendapatan
di dalam perekonomian negara-negara yang ada, lebih-lebih lagi keadaan
perekonomian di negara-negara Islam.
E. Analisis
Kaitan ayat di atas dengan Tema :
Bahwa kita diciptakan
harus bisa saling mengerti, dalam artian meskipun kita sudah mempunyai harta
yang banyak karena bisa bekerja dan bisa menghasilkan suatu karya, maka jangan
lupa dengan orang-orang yang ada disekitar kita. Terutama orang-orang yang
membutuhkan. Karena setiap harta yang kita miliki pasti ada harta mereka. Dan
kita harus bisa mendistribusikan dengan baikmelalui zakat, infaq dll.
Ayat diatas menunjukkan
bahwa menunaikan zakat itu akan menyebabkan timbulnya keberkatan pada harta
yang masih tinggal, sehingga ia tumbuh dan berkembang biak. Sebaliknya bila
zakat itu tidak dikeluarkan, maka harta benda seseorang tidak akan memperoleh
keberkatan, dan tidak akan berkembang biak dengan baik, bahkan kemungkinan akan
ditimpa malapetaka dan menyusut, sehingga lenyap sama sekali dari tangan
pemiliknya, sebagai hukuman Allah SWT terhadap pemiliknya.
Perlu diketahui, bahwa
walaupun perintah Allah SWT dalam ayat ini pada lahirnya ditujukan kepada
Rasul-Nya, dan turunnya ayat ini ialah berkenaan dengan peristiwa Abu Lubabah
dan kawan-kawannya namun ia juga berlaku terhadap semua pemimpin atau penguasa
dalam setiap masyarakat kaum Muslimin, untuk melaksanakan perintah Allah dalam
masalah zakat ini, yaitu untuk menunggu zakat tersebut dari orang-orang Islam
yang wajib berzakat, dan kemudian membagi-bagikan zakat itu kepada yang berhak
menerimanya. Dengan demikian, maka distribusi di dalam zakat akan dapat
memenuhi fungsinya sebagai sarana yang efektif untuk membina kesejahteraan
masyarakat.
BAB
III
PENUTUP
A.
Kesimpulan
Pengertian distribusi
menurut kamus besar bahasa indonesia adalah penyaluran (pembagian, pengiriman)
kepada beberapa orang atau ke beberapa tempat; pembagian barang keperluan
sehari-hari (terutama dalam masa darurat) oleh pemerintah kepada pegawai
negeri, penduduk, dsb.
Surat At-Taubah ayat
103. Ayat diatas menunjukkan bahwa menunaikan zakat itu akan menyebabkan
timbulnya keberkatan pada harta yang masih tinggal, sehingga ia tumbuh dan
berkembang biak. Sebaliknya bila zakat itu tidak dikeluarkan, maka harta benda
seseorang tidak akan memperoleh keberkatan, dan tidak akan berkembang biak
dengan baik, bahkan kemungkinan akan ditimpa malapetaka dan menyusut, sehingga
lenyap sama sekali dari tangan pemiliknya, sebagai hukuman Allah SWT terhadap
pemiliknya.
B.
Saran
Dengan selesainya
makalah ini, kami mengucapkan banyak terima kasih kepada semua pihak yang ikut adil wawasannya dalam penulisan
ini. Tak lupa kami menyadari bahwa dalam penulisan makalah ini masih jauh dari
kesempurnaan, untuk itu saran dan kritik yang membangun selalu kami tunggu dan
kami perhatikan. Sebagai penutup, semoga Allah SWT membalas semua jerih payah
semua pihak lebih-lebih bapak dosen pengampuh yang telah memberi semangat pada
kami dalam menyelesaikan makalah ini dan bermanfaat bagi kita semua. Amin.
DAFTAR
PUSTAKA
A. Mudjab Mahali, Asbabun Nuzul, Raja Grafindo Persada, Jakarta: 2002.
Abuddin Nata, Tafsir ayat-ayat pendidikan, PT. Raja Grafindo Persada, Jakarta :
2002.
M. Quraish Shihab, Tafsir al-Misbah : Pesan, Kesan dan keserasian al-Qur’an, Juz II,
Lentera Hati, Jakarta : 2002.
Muhammad Teungku Hasbi Ash-Shiddieqy, Tafsir Al-Qur’anul majid An-Nuur,
Semarang: Pustaka Rizki Putra, 2000.
Mushthafa Al-Maraghi Ahmad, Tafsir Al-Maraghi, CV Toha Putra,
Semarang: 1989.
Shaleh Q,A Dahlan, Asbabun Nuzul edisi kedua, CV Penerbit Diponogoro, Bandung: 2000.
[1] A. Mudjab Mahali, Asbabun
Nuzul, (Jakarta, Raja Grafindo Persada: 2002), hal. 775.
[2] A. Mudjab
Mahali, Op Cit., hal. 485
[3] Abuddin Nata, Tafsir ayat-ayat pendidikan,(Jakarta :
PT. Raja Grafindo Persada, 2002), hlm 61.
[4] M. Quraish
Shihab, Tafsir al-Misbah : Pesan , Kesan
dan keserasian al-Qur’an, Juz II, (Jakarta : Lentera Hati, 2002), hlm. 135.
[5] H.M. Quraish
Shihab Op. Cit. hlm. 134.
[6] Shihab, Quraish, tafsir al-misbah, (Jakarta: Lentera Hati, 2002),
hal. 333
[7] Ar-rifa’i
nasib, Taisiru al-Aliyyul Qadir li Ikhtishari Tafsir Ibnu Kastir, jilid 4
(Jakarta: Gema Insani Press, 2000), hal. 471
[8] M. Qurais
Shihab, Tafsir Al-Mishbah, (Jakarta, Lentera Hati : 2002), hal. 303.
[9] Kamus besar
bahasa indonesia online, http://bahasa.kemdiknas.go.id/kbbi/index.php
[10] http://imambikar.blogspot.com/2009/06/makalah-konsep-distribusi-dalam-islam.html
0 komentar:
Post a Comment