Makalah Ilmu Hukum tentang Tujuan Hukum
Disusun Oleh Muazzin, S.H.I
Alumni Al-Hilal Sigli Tahun 2015


tujuan hukum


KATA PENGANTAR

            Segala puji dan syukur penulis sampaikan kehadirat Allah SWT, shalawat dan salam juga disampaikan kepada junjungan Nabi Besar Muhammad SAW. Serta sahabat dan keluarganya, seayun langkah dan seiring bahu dalam menegakkan agama Allah. Dengan kebaikan beliau telah membawa kita dari alam kebodohan ke alam yang berilmu pengetahuan.
Dalam rangka melengkapi tugas dari mata kuliah Ilmu Hukum pada Program Studi Hukum Ekonomi Syari’ah Mu’amalah PTI AL-HILAL SIGLI dengan ini penulis mengangkat judul “Tujuan Hukum”.
Dalam penulisan makalah ini, penulis menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari kesempurnaan, baik dari cara penulisan, maupun isinya.
Oleh karena itu penulis sangat mengharapkan kritikan dan saran-saran yang dapat membangun demi kesempurnaan makalah ini.


Wassalam
Penulis,


KELOMPOK 2



DAFTAR ISI




KATA PENGANTAR............................................................................................             i
DAFTAR ISI............................................................................................................             ii

BAB I       PENDAHULUAN
A.    Latar Belakang...................................................................................            1
B.    Rumusan Masalah..............................................................................             1
C.    Tujuan penulisan................................................................................             1

BAB II       PEMBAHASAN
A.    Hukum positif di Indonesia...............................................................            2
B.     System hukum di Indonesia..............................................................            3
C.     Tujuan hukum dalam system hukum positif di Indonesia.................             5

BAB III    PENUTUP
A.    Kesimpulan........................................................................................             10

DAFTAR PUSTAKA.............................................................................................            11






BAB I
PENDAHULUAN

A.    Latar Belakang
Sebagai makhluk Sosial (Zoon Politicon) manusia dalam berinteraksi satu sama lain sering kali tidak dapat menghindari adanya bentrokan–bentrokan kepentingan (Conflict Of interest) diantara mereka. Konflik yang terjadi dapat menimbulkan kerugian, karena biasanya disertai dengan pelangaran hak dam kewajiban dari pihak satu terhadap pihak lain. Konflik–konflik semacam itu tidak mungkin dibiarkan begitu saja, tetapi memerlukan saran hukum untuk menyelesaikannya. Dalam keadan seperti itulah, hukum diperlukan untuk mengatasi berbagai persoalan yang terjadi. Sebagaimana ungkapan “ubi societas ibi ius” atau dimana ada masyrakat, maka disitu perlu hukum. Eksistensi hukum sangat diperlukan dalam mengatur dalam kehidupan manusia, tanpa hukum kehhidupan manusia akan liar, siapa kuat diyalah yang menang/berkuasa. Tujuan hukum untuk melindungi kepentingan manusia dalam mempertahankan hak dan kewajibannya. Dalam rangka menegakkan aturan – aturan hukum, maka di negara hukum seperti Indonesia ini, diperlukan adanya suatu istitusi yang dinamakan kekuasaan kehakiman (Judicative Power). Kekuasaan kehakiman ini bertugas untuk menegakan dan mengawasi berlakunya peraturan perundang–undangan yang berlaku (Ius Constitutum) Guna terwujudnya keadilan di indonesia.

B.     Rumusan Masalah
1.      Menjeaskan tentang hukum positif di Indonesia
2.      Menjelaskan tentang system hukum di indonesia
3.      Menjelaskan tentang tujuan hukum dalam system hukum positif di indonesia

C.    Tujuan Penulisan
Adapun tujuan kami dalam menyusun makalah ini adalah disamping untuk memenuhi tugas dalam perkuliahan juga agar kami khususnya dan semua mahasiswa pada umumnya mampu memahami tujuan hukum dalam system hukum positif di Indonesia.


BAB II
PEMBAHASAN

A.    Sistem Hukum di Indonesia
Sistem adalah suatu kebulatan atau keseluruhan yang terorganisasi dan kompleks, suatu himpunan atau perpaduan ha-hal atau bagian yang membentuk suatu kebulatan atau keseluruhan yang kompleks. Terdapat komponen yang terhubung dan mempunyai fungsi masing-masing terhubung menjadi sistem menurut pola. Sistem merupakan susunan pandangan, teori, asas yang teratur.
Sistem hukum Indonesia merupakan perpaduan beberapa sistem hukum. Sistem hukum Indonesia merupakan perpaduan dari hukum agama, hukum adat, dan hukum negara eropa terutama Belanda sebagai Bangsa yang pernah menjajah Indonesia. Belanda berada di Indonesia sekitar 3,5 abad lamanya. Maka tidak heran apabila banyak peradaban mereka yang diwariskan termasuk sistem hukum. Bangsa Indonesia sebelumnya juga merupakan bangsa yang telah memiliki budaya atau adat yang sangat kaya. Bukti peninggalan atau fakta sejarah mengatakan bahwa di Indonesia dahulu banyak berdiri kerajaan-kerajaan hindu-budha seperti Sriwijaya, Kutai, Majapahit, dan lain-lain. Zaman kerajaan meninggalkan warisan-warisan budaya yang hingga saat ini masih terasa. Salah satunya adalah peraturan-peraturan adat yang hidup dan bertahan hingga kini. Nilai-nilai hukum adat merupakan salah satu sumber hukum di Indonesia. Indonesia merupakan negara dengan penduduk muslim terbesar maka tidak heran apabila bangsa Indonesia juga menggunakan hukum agama terutama Islam sebagai pedoman dalam kehidupan dan juga menjadi sumber hukum Indonesia.

·         terdapat perintah dan larangan
·         terdapat sanksi tegas bagi yang melanggar
·         perintah dan larangan harus ditaati untuk seluruh masyarakat
Tiap-tiap orang harus bertindak demikian untuk menjaga ketertiban dalam bermasyarakat. Oleh karena itu, hukum meliputi berbagai peraturan yang menentukan dan mengatur hubungan antara orang yang satu dengan orang yang lain yang dapat disebut juga kaedah hukum yakni peraturan-peraturan kemasyarakatan.
Sumber-sumber yang menjadi kaedah hukum atau peraturan kemasyarakatan:
1.      Norma Agama merupakan peraturan hidup yang berisi perintah dan larangan yang bersumber dari Yang Maha Kuasa. Contoh: jangan membunuh, hormati orang tua, berdoa, dll
2.      Norma Kesusilaan merupakan peraturan yang bersumber dari hati sanubari. contohnya: melihat orang yang sedang kesulitan maka hendaknya kita tolong.
3.      Norma Kesopanan merupakan peraturan yang hidup di masyarakat tertentu. contohnya: menyapa orang yang lebih tua dengan bahasa yang lebih tinggi atau baik.
4.      Norma Hukum merupakan peraturan yang dibuat oleh penguasa yang berisi perintah dan larangan yang bersifat mengikat: contohnya: ttiap indakan pidana ada hukumannya.

Unsur-unsur Hukum
Di dalam sebuah sistem hukum terdapat unsur-unsur yang membangun sistem tersebut yaitu:
1.      Peraturan yang mengatur tingkah laku manusia dalam kehidupan bermasyarakat
2.      Peraturan yang ditetapkan oleh instansi resmi Negara
3.      Peraturan yang bersifat memaksa
4.      Peraturan yang memiliki sanksi tegas.

Agar peraturan hidup kemasyarakatan agar benar-benar dipatuhi dan di taati sehingga menjadi kaidah hukum, peraturan hidup kemasyarakata itu harus memiliki sifat mengatur dan memaksa. Bersifat memaksa agar orang menaati tata tertib dalam masyarakaty serta memberikan sanksi yang tegas (berupa hukuman) terhadap siapa yang tidak mau patuh menaatinya

B.     Hukum positif di Indonesia
Setiap negara pasti memiliki sistem hukum tertentu yang kemudian memberikan aturan dan sanksi, guna menciptakan ketertiban sosial di negara bersangkutan. Sistem hukum yang berlaku di tiap-tiap negara adalah tidak sama, bergantung pada kebijakan yang diterapkan pada negara bersangkutan, dan yang terutama pada masyarakat yang tinggal di negara tersebut.
Hukum positif sendiri didefinisikan sebagai hukum yang berlaku pada waktu tertentu dalam suatu wilayah tertentu (anon). Jadi, sebuah sistem hukum yang diterapkan dalam sebuah pemerintahan suatu negara disebut juga sebagai hukum positif. Hukum positif ini kemudian dibagi menjadi 2, hukum tertulis dan hukum tidak tertulis. Hukum tertulis adalah hukum yang secara resmi tertulis seperti misalnya Undang-Undang di Indonesia. Hukum positif bentuk lainnya adalah hukum positif tidak tertulis, hal ini seperti hukum kebiasaan dan/atau hukum adat. 
Sistem hukum di Indonesia lahir dengan ditandai oleh proklamasi kemerdekaan pada Agustus 1945. Proklamasi kemerdekaan kemudian menjadi ketentuan dan norma pertama dari sistem hukum Indonesia. Dalam proklamasi kemerdekaan tersebut terkandung 4 norma, norma agama yang memuat tentang peraturan hidup yang berasal dan bersumber dari Tuhan, norma kesusilaan yang merupakan memuat tentang peraturan yang berasal dari suara hati manusia, norma kesopanan yang memuat tentang peraturan yang berasal dari sekumpulan masyarakat, dan terakhir norma hukum yang memuat tentang peraturan yang berasal dari penguasa negara (anon). Secara keseluruhan, sistem hukum di Indonesia terhitung sejak Indonesia merdeka hingga hari ini, bersumber kepada Pancasila. 
Sistem hukum di Indonesia sendiri sesungguhnya dipengaruhi oleh 3 pilar sistem hukum. Pertama, sistem hukum barat. Sistem hukum barat merupakan sistem hukum warisan kolonial Belanda. Sebagai salah satu koloni yang paling lama menjajah Indonesia, Belanda memiliki pengaruh besar bagi terbentuknya sistem hukum di Indonesia. Pada masa penjajahan dahulu, Belanda telah menerapkan sistem hukumnya untuk diberlakukan di Indonesia. Setelah Indonesia merdeka, terdapat beberapa sistem hukum yang kemudian diadopsi dan akhirnya terus digunakan hingga saat ini, seperti misalnya Kitab Undang-Undang Hukum Perdata yang berlaku di Indonesia saat ini adalah merupakan adopsi dari Burgerlijk Wetboek yang merupakan sistem Belanda yang mengatur hukum privat. Pilar sistem hukum kedua yang juga mempengaruhi sistem hukum Indonesia adalah sistem hukum adat.
Dalam sistem hukum ini, salah satu sifatnya yang berlaku adalah komunal, bahwa adat merupakan cerminan kepribadian suatu bangsa dan penjelmaan jiwa bangsa yang bersangkutan dari abad ke abad (anon). Sistem hukum adat bersumber kepada peraturan-peraturan hukum tidak tertulis yang tumbuh berkembang dan dipertahankan dengan kesadaran masyarakatnya. Sistem hukum adat di Indonesia sendiri sebenarnya dikelompokkan menjadi 3, Hukum adat mengenai tata negara, hukum adat mengenai warga, dan hukum adat mengenai delik atau pidana. Salah satu bukti bahwa sistem hukum adat ini mempengaruhi sistem hukum Indonesia adalah bagaimana adat masyarakat Aceh sangat mempengaruhi hukum yang berlaku di sana. Seperti misalnya, hukuman potong tangan bagi pencuri, hukuman menumbuk kepala dengan alu lesung bagi pembunuh, dan sebagainya. Pilar sistem hukum ketiga yang sangat mempengaruhi sistem hukum Indonesia adalah sistem hukum Islam. Agama Islam sendiri masuk ke Indonesia sekitar abad ke-13, pada waktu itu agam Islam masuk beserta dengan hukum-hukumnya.
Hukum Islam bersumber kepada 4 sumber utama yaitu Al-Quran sebagai kitab sucinya, Sunnah Rasul atau segala tindakan yang dilakukan oleh Nabi Muhammad, Ijma yang merupakan kesepakatan para ulama terkait dengan penentuan perkara baru yang dipandang tidak jelas di Al-Quran dan Sunnah Rasul, dan yang terakhir Qiyas yang merupakan kesamaan dari 2 perkara yang kemudian dijadikan yurisprudensi. Salah satu bukti bahwa hukum Islam mempengaruhi sistem hukum di Indonesia adalah bahwa Perang Diponegoro yang sangat dahsyat itu adalah merupakan perang dengan tujuan penegakkan hukum Islam (anon). 
Secara keseluruhan, dapat disimpulkan bahwa hukum positif di Indonesia yang ada saat ini, merupakan sebuah sistem hukum yang terbentuk dengan dipengaruhi banyak sekali sistem hukum lain. Hukum kolonialisme pun atau yang disebut sebagai sistem hukum barat, walaupun hari ini Indonesia telah merdeka, namun sistem hukumnya masih digunakan. Hal ini menunjukkan bahwasanya sistem hukum yang berlaku di Indonesia saat ini adalah hasil adopsi dari beberapa sistem hukum lain yang kemudian disesuaikan dengan kepribadian masyarakat Indonesia itu sendiri. 

C.    Tujuan Hukum dalam Sistem Hukum Positif di Indonesia
Tujuan hukum  adalah untuk menjaga agar peraturan hokum itu dapat berlangsung terus dan diterima oleh seluruh anggota masyarakat maka peraturan hukum yang ada harus sesuai dan tidak boleh bertentangan dengan asas – asas keadilan dari masyarakat tersebut. Dengan demikian hukum harus menjamin adanya kepastian hukum dan harus bersendikan pada keadilan (asas keadilan dalam masyarakat).
Tujuan Hukum Dalam Penemuan Hukum
Penemuan hukum lazimnya diartikan sebagai proses pembentukan hukum oleh hakim atau petugas-petugas hukum lainnya yang berwewenang untuk itu yang diberi tugas untuk melaksanakan hukum terhadap peristiwa-peristiwa hukum yang konkrit. (Sudikno Mertokusumo, 1991; 136).
Proses konkretisasi dan individualisasi peraturan hukum yang bersifat umum dengan mengingat peristiwa konkrit. Sementara orang lebih suka menggunakan pembentukan hukum dari pada penemuan hukum, oleh karena istilah penemuan hukum memberi sugesti seakan-akan hukumnya sudah ada. Namun harus diketahui bahwa dalam istilah pembentukan hukum oleh hakim sama saja kalau dikatakan penemuan hukum oleh hakim. Sedang pembentukan hukum oleh suatu lembaga yang berwewenang itu disebut pembentukan hukum.
Penemuan hukum yang dilakukan oleh hakim dalam memeriksa dan memutus suatu perkara, hakim ini dianggap mempunyai wibawa, begitu pula ilmuan hukum mengadakan penemuan hukum. Hanya kalau hasil penemuan hukum oleh hakim adalah hukum,sedang hasil penemuan hukum oleh ilmuan hukum bukanlah hukum melainkan ilmu atau doktrin. Sekalipun yang dihasilkan itu bukanlah hukum, namun di sini digunakan istilah penemuan hukum juga oleh karena doktrin ini kalau diikuti dan diambil alih oleh hakim dalam putusannya, itu juga akan menjadi hukum.
Dalam rangka itu, sebagai upaya mengkaji putusan hakim dengan mempergunakan optik sosiologi hukum, akan didasarkan pada pendapat beberapa pakar sosiologi hukum, sebagaimana yang dikemukakan oleh Alvin S.Johnson (1994;10-11) yang mengutip pendapat Dean Rescoe Pound yang mengutarakan bahwa; besar kemungkinan kemajuan yang terpenting dalam ilmu hukum moderen adalah perubahan pandangan analitis ke fungsional. Sikap fungsional menuntut supaya hakim, ahli hukum dan pengacara harus ingat adanya hubungan antara hukum dan kenyataan sosial yang hidup, dan tetap memperhatikan hukum yang hidup dan bergerak, sebab biang ketidak adilan adalah konsep-konsep kekuasaan yang sewenang-wenang, sebagaimana yang dinyatakan oleh hakim Benjamin Cardozo, ia melukiskan pembatasan logikanya berdasarkan pertimbangan-pertimbangan sosiologis yang terjadi dalam proses pengadilan dewasa ini. Keterangan yang dimaksudkan sebelumnya telah dilancarkan oleh hakim O.W.Holmes, bahwa kehidupan hukum tidak berdasarkan logika, melainkan pengalaman. Pengalaman nyata dari kehidupan sosial yang tidaklah mungkin diabaikan dalam setiap proses Pengadilan, jika tidak menginginkan proses tersebut sebagai permainan kata-kata. (Georges Gurvitch, 1996; 2).
Hakim dalam menjatuhkan putusannya dibimbing oleh pandangan-pandangan atau pikirannya sendiri. Dalam penemuan hukum yang otonom ini hakim memutus menurut apresiasi pribadi. Di sini hakim menjalankan fungsi yang mandiri dalam penerapan undang-undang terhadap peristiwa hukum yang konkrit. Dalam hal ini hakim diharapkan mampu mengkaji hukum-hukum yang hidup di dalam masyarakat. Karena terkadang peristiwa konkrit yang terjadi itu, tidak tertulis aturannya dalam peraturan perundang-undangan.
Masyarakat mengharapkan bahwa hakim di dalam menjatuhkan putusan hendaklah memenuhi tiga unsur tujuan hukum yaitu kepastian hukum, kemanfaatan dan keadilan sebagaimana halnya pada penegakan hukum.
Tujuan Hukum Dalam Penegakan Hukum
Menurut Soerjono Soekanto (1993; 5) bahwa faktor-faktor yang mempengaruhi penegakan hukum itu, adalah sebagai berikut;
a.       Faktor hukumnya sendiri.
b.      Faktor penegak hukum, pihak-pihak yang membentuk maupun menerapkan hukum.
c.       Faktor sarana atau fasilitas yang mendukung penegakan hukum.
d.      Faktor masyarakat, yakni lingkungan di mana hukum tersebut berlaku atau diterapkan.
e.       Faktor kebudayaan, yakni sebagai hasil karya cipta dan rasa yang didasarkan pada karsa manusia dalam pergaulan hidup.
Hakim sebagai penegak hukum menurut pasal 27 ayat (1) Undang-Undang No.14 Tahun 1970 bahwa; Hakim sebagai penegak hukum dan keadilan wajib menggali, mengikuti dan memahami nilai-nilai hukum yang hidup dalam masyarakat.
Dalam penjelasan pasal ini dikatakan; di dalam masyarakat yang masih mengenal hukum tidak tertulis, serta berada dalam masa pergolakan dan peralihan, hakim merupakan perumus dan penggali dari nilai-nilai hukum yang hidup di kalangan rakyat. Untuk itu ia harus terjun ke tengah-tengah masyarakat untuk mengenal, merasakan dan mampu menyelami perasaan hukum dan rasa keadilan yang hidup dalam masyarakat. Dengan demikian hakim dapat memberikan putusan yang sesuai dengan hukum dan rasa keadilan masyarakat.
Hukum itu harus dilaksanakan dan ditegakkan. Dalam menegakkan hukum ada tiga unsur yang selalu harus diperhatikan, yaitu; kepastian hukum (rechtssicherheit), kemanfaatan (zweckmassigkeit) dan keadilan (gerechtigkeit) (Sudikno Mertokusumo, 1991; 134).
Setiap orang mengharapkan dapat ditetapkannya hukum dalam hal terjadi peristiwa yang konkrit. Bagaimana hukumnya itulah yang harus berlaku, sehingga pada dasarnya tidak dibolehkan menyimpang, meskipun dunia ini runtuh hukum harus ditegakkan. Inilah yang diinginkan oleh kepastian hukum.
Kepastian hukum sebagai perlindungan yustisiabel terhadap tindakan sewenang-wenang, yang berarti bahwa seseorang akan dapat memperoleh sesuatu yang diharapkan dalam keadaan tertentu. Masyarakat mengharapkan adanya kepastian hukum, karena dengan adanya kepastian hukum masyarakat akan lebih tertib. Hukum bertugas menciptakan kepastian hukum karena bertujuan ketertiban masyarakat.
Sebaliknya masyarakat mengharapkan manfaat dalam pelaksanaan atau penegakan hukum. Hukum adalah untuk manusia, maka pelaksanaan hukum atau penegakan hukum harus memberi manfaat atau kegunaan bagi masyarakat Jangan sampai justeru karena hukumnya dilaksanakan atau ditegakkan timbul keresahan di dalam masyarakat.
Masyarakat sangat berkepentingan bahwa dalam pelaksanaan atau penegakan hukum hendaklah keadilan diperhatikan. Jadi dalam pelaksanaan atau penegakan hukum harus adil. Tetapi hukum tidak identik dengan keadilan. Hukum itu bersifat umum mengikat setiap orang, bersifat menyamaratakan. Contohnya bahwa barangsiapa yang mencuri harus dihukum, jadi setiap orang yang mencuri harus dihukum, tanpa membeda-bedakan siapa yang mencuri. Akan tetapi sebaliknya keadilan itu bersifat subyektif, individualistis dan tidak menyamaratakan. Seperti adil menurut Si Anton belum tentu adil menurut Si Dono.
Di dalam menegakkan hukum harus ada kompromi antara ketiga unsur tersebut. Ketiga unsur itu harus mendapat perhatian secara proporsional seimbang. Meskipun dalam praktek tidak selalu mudah mengusahakan kompromi secara proporsional seimbang antara ketiga unsur tersebut, namun harus berusaha ke arah itu, karena ketiga unsur itulah merupakan tujuan hukum yang akan ditegakkan dalam masyarakat.
Hukum bertujuan menjamin adanya kepastian hukum dalam masyarakat dan hukum harus pula bersendikan pada keadilan, yaitu asas-asas keadilan dari masyarakat itu. Sementara itu, para ahli hukum memberikan tujuan hukum menurut sudut pandangnya masing-masing.
1.      Prof. Subekti, S.H. hukum itu mengabdi pada tujuan Negara yang dalam pokoknya ialah mendatangkan kemakmuran dan kebahagiaan pada rakyatnya.
2.      Prof. MR. dr. L.J. Van Apeldoorn, tujuan hukum adalah mengatur pergaulan hidup manusia secara damai.
3.      Geny, hukum bertujuan semata-mata untuk mencapai keadilan, dan sebagai unsur daripada keadilan disebutkannya “kepentingan daya guna dan kemanfaatan”.
4.      Jeremy Betham (teori utilitas), hukum bertujuan untuk mewujudkan semata-mata apa yang berfaedah bagi orang.
5.      Prof. Mr. J. Van Kan, hukum bertujuan menjaga kepentingan tiap-tiap manusia supaya kepentingan-kepentingan itu tidak dapat diganggu.
Berdasarkan pada beberapa tujuan hukum yang dikemukakan para ahli di atas, dapat disimpulkan bahwa tujuan hukum itu memiliki dua hal, yaitu :
1.      untuk mewujudkan keadilan
2.      semata-mata untuk mencari faedah atau manfaat.
Seorang yang mempelajari tata hukum negara tertentu berarti mempelajari keseluruhan peraturan yang berlaku di negara itu atau mempelajari hukum positif negara itu. Demikian pula seseorang yang mempelajari hukum positif Indonesia. Tujuannya adalah bahwa orang tersebut ingin mengetahui seluruh peraturan yang mengatur tata kehidupan negara dan masyarakat Indonesia. Lebih jauh orang tersebut ingin mengetahui dasar rangka hukum positif indonesia, tentang perbuatan-perbuatan mana yang melanggar hukum dan mana yang menuruti hukum, serta ingin mengetahui kedudukan, hak, dan kewajibannya dalam masyarakat.
Seseorang yang mempelajari tata hukum Indonesia berarti mempelajari hukum positif indonesia. Dengan demikian, hukum positif indonesia menjadi objek ilmu pengetahuan. Secara sederhana dapat dikatakan bahwa tentang tujuan dari belajar tata hukum Indonesia ialah:
1.      Ingin mengetahui peraturan-peraturan hukum yang berlaku saat ini di suatu wilayah negara atau hukum positif atau Ius Constitutum.
2.      Ingin mengetahui perbuatan-perbuatan mana yang menurut hukum, dan perbuatan-perbuatan mana yang melanggar hukum.
3.      Ingin mengetahui kedudukan seseorang dalam masyarakat atau hak dan kewajibannya.
4.      Ingin mengetahui sanksi-sanksi apa yang diderita oleh seseorang bila orang tersebut melanggar peraturan yang berlaku. Samidjo, mengatakan bahwa tujuan mempelajari tata hukum Indonesia adalah mempelajari hukum yang mencakup seluruh lapangan hukum yang berlaku di Indonesia, baik itu hukum yang tertulis maupun hukum yang tidak tertulis. (Samidjo,SH).


BAB III
PENUTUP

A.    Kesimpulan
Sistem hukum Indonesia merupakan perpaduan beberapa sistem hukum. Sistem hukum Indonesia merupakan perpaduan dari hukum agama, hukum adat, dan hukum negara eropa terutama Belanda sebagai Bangsa yang pernah menjajah Indonesia. Belanda berada di Indonesia sekitar 3,5 abad lamanya. Maka tidak heran apabila banyak peradaban mereka yang diwariskan termasuk sistem hukum.
Setiap negara pasti memiliki sistem hukum tertentu yang kemudian memberikan aturan dan sanksi, guna menciptakan ketertiban sosial di negara bersangkutan. Sistem hukum yang berlaku di tiap-tiap negara adalah tidak sama, bergantung pada kebijakan yang diterapkan pada negara bersangkutan, dan yang terutama pada masyarakat yang tinggal di negara tersebut.
Hukum positif sendiri didefinisikan sebagai hukum yang berlaku pada waktu tertentu dalam suatu wilayah tertentu.
Hukum bertujuan menjamin adanya kepastian hukum dalam masyarakat dan hukum harus pula bersendikan pada keadilan, yaitu asas-asas keadilan dari masyarakat itu. Sementara itu, para ahli hukum memberikan tujuan hukum menurut sudut pandangnya masing-masing.










DAFTAR PUSTAKA

Satjipto Rahardjo. 1996. Ilmu Hukum. Cet.IV. PT.Citra Aditya. Bandung.
Soerjono Soekanto. 1993. Faktor-faktor Yang Mempengaruhi Penegakan Hukum. Raja Grafindo Persada. Jakarta.

Sudikno Mertokusumo, dan A.Pitlo. 1993.Bab-Bab Tentang Penemuan Hukum. Citra Aditya Bakti. Yogyakarta.

0 komentar:

Post a Comment

 
Top