Makalah Ulumul Quran tentang Proses Turunnya Al-Quran
Di Susun Oleh Muazzin, S.H.I
Alumni Al-Hilal Sigli Tahun 2015
KATA
PENGANTAR
Segala
puji dan syukur penulis sampaikan kehadirat Allah SWT, shalawat dan salam juga
disampaikan kepada junjungan Nabi Besar Muhammad SAW. Serta sahabat dan
keluarganya, seayun langkah dan seiring bahu dalam menegakkan agama Allah. Dengan
kebaikan beliau telah membawa kita dari alam kebodohan ke alam yang berilmu
pengetahuan.
Dalam rangka melengkapi tugas dari mata kuliah Ulumul Quran pada
Program Studi Hukum Ekonomi Syari’ah Mu’amalah PTI AL-HILAL SIGLI dengan ini
penulis mengangkat judul “Proses
Penurunan Al-quran dan Sejarah Pemeliharaannya”.
Dalam penulisan makalah ini, penulis menyadari bahwa makalah ini masih
jauh dari kesempurnaan, baik dari cara penulisan, maupun isinya.
Oleh karena itu penulis sangat mengharapkan kritikan dan saran-saran yang
dapat membangun demi kesempurnaan makalah ini.
Wassalam
Penulis,
KELOMPOK 4
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR............................................................................................ i
DAFTAR ISI............................................................................................................ ii
BAB I PENDAHULUAN
A.
Latar
Belakang...................................................................................
1
B. Rumusan Masalah.............................................................................. 1
C. Tujuan Penulisan................................................................................ 1
BAB II PEMBAHASAN
A.
Pengertian
nuzul al-quran..................................................................
2
B.
Tahap
dan fase nuzul al-quran...........................................................
3
C.
Pemeliharaan
al-quran........................................................................ 5
D.
Hikmah pewahyuan
al-quran............................................................. 8
BAB
III PENUTUP
A.
Kesimpulan........................................................................................ 9
DAFTAR PUSTAKA.............................................................................................
10
BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar
Belakang
Betapa pun awamnya seorang
muslim/muslimat, niscaya is tahu dan memang memang harus tahu bahwa sumber
utama dan pertama ajaran agama yang dianutnya (Islam) ialah al-Qur’an al-Karim.
Baru kemudian didikuti dengan al-Hadsits/al-Sunnah sebagai sumber penting kedua
agama Islam. Beberapa hari menjelang wafatnya, Nabi Muhammad SAW berwasiat
kepada umatnya supaya berpegang teguh dengan kedua sumber ajaran Islam tersebut
(al-Qur’an dan al-Sunnah).
Mempelajari
buku-buku keagamaan yang lain semisal kalam, fiqih, dan khususnya hadits juga
penting, tetapi betapa pun banyaknya buku-buku keagamaan dan keislaman yang
tumbuh dan berkembang dewasa ini, semangat untuk mempelajari ilmu-ilmu
al-Qur’an janganlah diabaikan. Inilah beberapa pokok pikiran yang menjadi dasar
utama bagi penulis.
B.
Rumusan Masalah
1. Menjelaskan pengertian nuzul al-quran
2. Menjelaskan tahap dan fase nuzul al-quran
3. Mmenjelaskan tentang pemeliharaan al-quran
4. Menjelaskan tentang hikmah pewahyuan al-quran
C.
Tujuan Penulisan
Adapun tujuan kami dalam menyusun makalah ini adalah
disamping untuk memenuhi tugas dalam perkuliahan juga agar kami khususnya dan
semua mahasiswa pada umumnya mampu memahami proses penurunan al-quran dan
sejarah pemeliharaannya.
BAB II
PEMBAHASAN
A.
Pengertin Nuzul Al-quran
Quran menurut Dr. Subhi Al
Salih berarti "bacaan". Sedangkan dari segi kebahasaan, sesuatu yang
dibaca berulang-ulang". Kata Al-Qur’an adalah bentuk kata benda (masdar)
dari kata kerja qara'a yang artinya membaca. AL-Quran di turunkan dalam
tempo 22 tahun,2 bulan,222 hari,yaitu mulai malam 17 Ramadhan tahun 41 dari
kelahiran Nabi Muhammad SAW,sampai 9 Dzulhijjah Haji Wada’ tahun 63 dari
kelahiran Nabi atau tahun 10 H. Al-Qur’an sebagai kitab suci terbesar
telah menyedot perhatian banyak orang[1].
Dalam pandangan umat islam, al-Qur’an merupakan teks yang diwahyukan Allah SWT
kepada nabi Muhammad sebagai pedoman dan petunjuk bagi manusia. kitab suci ini
diturunkan untuk menjawab persoalan-persoalan nyata yang muncul di tengah
kehidupan manusia. Ia adalah kitab bacaan yang mendapatkan kedudukan istimewa.
Definisi kata nuzûl bermakna turun, sebagaimana
hal ini disebutkan dalam Mufradat, Misbah danAqrab. Raghib dalam memaknai nuzul berkata, “al-Nuzul fii al-ashl: huwa inhitat min ‘ulu’ (Nuzul aslinya bermakna turunnya sesuatu dari atas)[2].
Terkait masalah hujan disebutkan, “Kamukah yang menurunkannya dari awan ataukah
Kami yang menurunkan?"(Qs. Al-Waqi’ah [56]:69) dan juga “Isa putra Maryam berdoa, “Ya Tuhan kami, turunkanlah kepada kami suatu
hidangan dari langit." (Qs. Al-Maidah [5]:114). Demikian juga, "Sesungguhnya Kami telah mengutus para
rasul Kami dengan membawa bukti-bukti yang nyata dan telah Kami turunkan
bersama mereka kitab samawi dan neraca (pemisah yang hak dan yang batil dan
hukum yang adil)" (Qs. Al-Hadid [57]:25) "Dia
menurunkan untuk kamu delapan ekor binatang ternak yang berpasangan." (Qs. Al-Zumar [39]:6) “Hai anak
cucu Adam, sesungguhnya Kami telah menurunkan kepadamu pakaian untuk menutupi
auratmu” (Qs. Al-A’raf [7]:26).[3]
B.
Tahap dan Fase Nuzul Al-quran
Ada beberapa pendapat mengenai proses penurunan al-Qur’an
dari Allah SWT sampai kepada Nabi Muhammad SAW. Perbedaan pendapat itu pada
dasarnya dapat dibedakan ke dalam 3 kelompok besar, yaitu [4]:
1. Kelompok yang berpendapat bahwa al-Qur’an diturunkan sekaligus (dari
awal sampai akhir) ke langit dunia pada malam al-Qadar. Kemudian sesudah itu
diturunkan secara berangsur-angsur dalam tempo 20, 23, atau 25 tahun sesuai
dengan perbedaan pendapat diantara sesama mereka.
2. Golongan yang berpendirian bahwa al-Qur’an diturunkan ke langit dunia
bagian demi bagian (tidak sekaligus) pada setiap malam al-Qadar karena tidak
ada kesepakatan di kalangan kelompok ini. Jadi, menurut mereka, setiap datang
malam al-Qadar pada setiap Ramadhan, bagian tertentu dari al-Qur’an diturunkan
ke langit dunia sekadar kebutuhan untuk selama satu tahun, sampai ketemu malam
al-Qadar tahun berikutnya. Menurut pendapat ini, penurunan al-Qur’an bagaikan
sistem paket yang dilakukan sekali dalam satu tahun, tepatnya pada setiap malam
al-Qadar.
3. Aliran yang menyimpulkan bahwa al-Qur’an itu untuk pertama kali
diturunkan pada malam al-Qadar sekaligus, dari Lauh Mahfudz ke Bait al-Izzah
dan kemudian setelah itu diturunkan sedikit demi sedikit dalam berbagai
kesempatan sepanjang masa kenabian/kerasulan Muhammad SAW.
Berkenaan
dengan proses penurunan al-Qur’an, al-Zarqani menyebutkan 3 macam tahapan,
yaitu [5]:
1. Tahap pertama, al-Qur’an diturunkan Allah SWT ke Lauh Mahfuzh, sesuai
dengan al-Qur’an QS. Al-Buruuj ayat 21-22 :
ö@t/ uqèd ×b#uäöè% ÓÅg¤C ÇËÊÈ
Îû 8yöqs9 ¤âqàÿøt¤C ÇËËÈ
Artinya : Bahkan yang didustakan mereka itu ialah Al Quran yang
mulia. Yang (tersimpan) dalam Lauh Mahfuzh.
2. Tahapan kedua, al-Qur’an diturunkan dari Lauh Mahfuzh ke Bayt
al-Izzah di langit dunia pada suatu malam yang dinamakan Lailah al-Qadar,
sesuai dengan al-Qur’an QS. Al-Qadr ayat 1 :
!$¯RÎ) çm»oYø9tRr& Îû Ï's#øs9 Íôs)ø9$# ÇÊÈ
Artinya : Sesungguhnya kami Telah menurunkannya (Al
Quran) pada malam kemuliaan.[6]
3. Tahapan ketiga, al-Qur’an diturunkan dari Bayt al-Izzah kepada
Nabi Muhammad SAW dengan perantara Malaikat Jibril AS, sebagaimana dalam
al-Qur’an QS. Al-Syu’ara’ ayat 193-194 :
tAttR ÏmÎ/ ßyr9$# ßûüÏBF{$# ÇÊÒÌÈ
4n?tã y7Î7ù=s% tbqä3tGÏ9 z`ÏB tûïÍÉZßJø9$# ÇÊÒÍÈ
Artinya : Dia dibawa turun oleh
Ar-Ruh Al-Amin (Jibril), Ke dalam hatimu (Muhammad) agar kamu menjadi salah
seorang di antara orang-orang yang memberi peringatan.
Adapun
kebijakan Allah SWT dalam menurunkan al-Qur’an secara berangsur-angsur, ialah [7]:
1. Guna mempermudah penghafalan al-Qur’an pada masa awal Islam yang
belum mengenal pembukuan,
2. Dalam rangka meneguhkan/memperkokoh keyakinan Nabi Muhammad SAW dalam
melaksanakan tugas berat dan menghadapi berbagai macam tantangan,
3. Supaya ajaran-ajaran al-Qur’an lebih mudah dipahami dan diamalkan,
4. Agar Nabi Muhammad SAW tidak merasa berat dalam menyampaikan dan
mengajarkan al-Qur’an kepada para sahabatnya,
5. Penurunan al-Qur’an yang disesuaikan dengan permasalahan yang timbul
dan kasus yang dihadapi,
6. Memberikan ilham yang sangat besar untuk membaca, memahami, dan
mempelajari al-Qur’an dengan sistem tadrij (berangsur-angsur).
C.
Pemeliharaan Al-Qur’an
Al-Qur’an sendiri yang menyatakan bahwa keotentikan (orisinalitas)
al-Qur’an dijamin oleh Allah SWT, sesuai dengan firman-Nya QS. al-Hijr ayat 9 :
$¯RÎ) ß`øtwU $uZø9¨tR tø.Ïe%!$# $¯RÎ)ur ¼çms9 tbqÝàÏÿ»ptm: ÇÒÈ
Artinya : Sesungguhnya Kami-lah yang menurunkan Al Quran, dan
Sesungguhnya kami benar-benar memeliharanya.[8]
Ayat diatas tegas-tegas menyatakan bahwa penurunan al-Qur’an dan
pemeliharaan kemurniannya adalah merupakan urusan Allah SWT. Namun demikian,
tidak berarti kaum muslimin boleh berpangku tangan begitu saja, sebaiknya kaum
muslimin harus bersikap pro aktif dalam memelihara keaslian kitab sucinya.
Adapun sejarah pemeliharaan al-Qur’an itu sendiri secara global dan
umum pada dasarnya dapat ditelusuri dari 4 tahapan besar, yaitu :[9]
Ø
Tahap Pencatatan di Zaman Nabi Muhammad SAW
Sejarah telah mencatat bahwa
pada masa-masa awal kehadiran agama Islam, bangsa Arab tergolong ke dalam
bangsa yang buta aksara. Bahkan Nabi Muhammad SAW sendiri dinyatakan sebagai
nabi yang ummi, yang berarti tidak pandai membaca dan menulis.
Kendatipun bangsa Arab
tergolong buta huruf dimasa-masa awal penurunan al-Qur’an, di balik itu mereka
dikenal memiliki daya ingat (hafal) yang kuat. Mereka terbiasa
menghafal berbagai sya’ir Arab dalam jumlah yang tidak sedikit atau bahkan
sangat banyak. Dan untuk ukuran waktu itu, keunggulan seseorang dalam bidang
pengetahuan justru terletak pada mereka yang kuat hafalannya, bukan yang pandai
baca-tulis. Seandainya Nabi Muhammad SAW adalah seorang yang pandai baca-tulis,
maka sudah dapat dipastikan bagaimana reaksi orang-orang Arab Quraisy waktu itu
dalam menentang kewahyuan al-Qur’an.
Kekuatan daya daya hafal
bangsa Arab (dalam hal ini para sahabat) benar-benar dimanfaatkan secara
optimal oleh Nabi dengan memerintahkan mereka supaya menghafal setiap kali ayat
al-Qur’an di turunkan. Sementara yang pandai menulis, yang dari waktu ke waktu
jumlahnya semakin bertambah banyak, oleh Nabi diperintahkan mencatat al-Qur’an
setiap kali beliau menerima ayat-ayat al-Qur’an.
Mengingat pada zaman itu
belum dikenal zaman pembukuan, maka tidaklah mengherankan jika
pencatatan al-Qur’an bukan dilakukan pada kertas-kertas, melainkan pada
benda-benda seperti pelepah kurma, kulit-kulit hewan, tulang-belulang,
bebatuan, dan lain-lain. Namun karena banyaknya jumlah benda yang ditulisi
al-Qur’an, maka banyak tulisan al-Qur’an yang terserak-serak/tidak terkumpul disatu
tempat tertentu.
Ø Tahap Penghimpunan di Zaman Khalifah Abu Bakar as-Siddiq[10]
Penghimpunan al-Qur’an
kedalam satu mushhaf baru dilakukan di zaman Khalifah Abu Bakar as-Siddinq
(11-13 h/632-634 M), tepatnya setelah terjadinya peperangan Yamamh (12 H/633 M).
Dalam peperangan Yamamah ini, konon terbunuh 70 orang syuhada yang hafal
al-Qur’an dengan amat baiknya. Padahal, sebelum peristiwa yang mengenaskan itu
terjadi, telah pula meninggal 70 qurra’ lainnya pada pepereangan di sekitar
Sumur Ma’unah, yang terletak didekat kota Madinah.
Abu Bakar as-Siddiq agar
menghimpun al-Qur’an. Pada awalnya Abu Bakar merasa keberatan mengabulkan
usulan Umar, dengan alasan antara lain karena Nabi tidak pernah melakukan dan
memerintah untuk membukukan al-Qur’an, namun atas desakan kuat Umar Ibn
Khathtab maka Abu Bakar pun setelah beberapa kali melakukan shalat istikharah
menerima usulan Umar untuk membukukan al-Qur’an.
Untuk kegiatan yang dimaksud
Abu Bakar mengangkat semacam Panitia Penghimpun al-Qur’an yang terdiri atas 4
orang dengan komposisi kepanitian sebagai berikut : Zaid Ibn Tsabit sebagai
ketua, dan tiga orang lainnya yakni Ustman Ibn Affan, Ali Ibn Abi Thalib dan
Ubay Ibn Ka’ab, masing-masing bertindak sebagai anggota. Panitia Penghimpun
al-Qur’an yang semuanya penghafal dan penulis al-Qur’an termasyhur itu dapat
menyelesaikan tugasnya dalam waktu kurang dari satu tahun, yakni sesudah
peristiwa peperangan Yamamah (12 H/633 M) dan sebelum wafat Abu Bakar (13 H/634
M) tanpa mengalami hambatan yang berarti.
Himpunan al-Qur’an yang dilakukan Zaid Ibn Sabit kemudian dipegang oleh
Khalifah Abu Bakar hingga akhir khayatnya. Dan ketika kekhalifahan dipegang
Umar Ibn Khathtab, himpunan al-Qur’an pun beralih ketangan Umar. Ketika Umar
meninggal, dan kekhalifahan dijabat Utsman Ibn Affan, untuk sementara himpunan
al-Qur’an tersebut dirawat oleh Hafsah binti Umar karena Hafsah seorang
Hafizhah dan dia juga salah seorang istri Nabi disamping sebagai anak seorang
khalifah.
Ø Tahap Penggandaan di Zaman Khalifah Utsman Ibn Affan[11]
Ketika Utsman mengerahkan
bala tentara ke wilayah Syam dan Irak untuk memerangi penduduk Armenia dan
Azarbaijan, tiba-tiba Hudzaifah Ibn al-Yaman menghadap Khalifah Utsman dengan
maksud memberi tahu Khalifah bahwa di kalangan kaum muslimin di beberapa daerah
terdapat perselisihan pendapat mengenai tilawah (bacaan) al-Qur’an.
Dengan hal itu, maka Hudzaifah mengusulkan kepada Utsman supaya
perselisihan itu segera dipadamkan dengan cara menyalin dan memperbanyak
al-Qur’an untuk kemudian di kirimkan ke beberapa daerah
kekuasan kaum muslimin. Untuk kepentingan itu Utsman membentuk
Panitia Penyalin Mushhaf al-Qur’an yang diketahui Zaid Ibn Tsabit dengan tiga
orang anggotanya masing-masing Abdullah Ibn Zuber, Sa’id Ibn al-Ash, dan Abd
ar-Rahman Ibn al-Harits Ibn Hisyam.
Ø Tahap Pencetakan al-Qur’an di Zaman Modern
Pemeliharaan al-Qur’an terus
dilakukan dari waktu ke waktu, termasuk ketika dunia tulis menulis mengalami
kemajuan dalam hal percetakan. Akan halnya buku-buku dan media cetak lainnya,
al-Qur’an pun untuk pertama kali dicetak di kota Hanburg, Jerman pada abad ke
17 M.
Untuk menjaga kemurnian
al-Qur’an yang diterbitkan di Indonesia atau pun yang didatangkan dari luar
negeri, Pemerintah Rebublik Indonesia cq. Departemen Agama telah membentuk
suatu panitia yang bertugas untuk memeriksa dan mentashhif al-Qur’an yang akan
dicetak dan diedarkan yang diberi nama “Lajnah Pentashhif Mushhaf”.
Selain itu Pemerintah RI
juga sudah mempunyai al-Qur’an pusaka berukuran 1 x 2 m, yang ditulis dengan
tangan oleh penulis-penulis Indonesia sendiri, mulai tanggal 23 Juni 1948 M/17
Ramadhan 1367 H dan selesai pada tanggal 15 Maret 1960 M/17 Ramadhan 1379 H,
yang sekarang disimpan di Masjid Baiturrahim dalam Istana Negara.
D.
Hikmah Pewahyuan Al-quran[12]
Al Qur’an diturunkan secara
beransur-ansur dalam masa 22 tahun 2 bulan 22 hari atau 23 tahun, 13 tahun di
Mekkah dan 10 tahun di Madinah. Hikmah Al Qur’an diturunkan secara
beransur-ansur itu ialah:
1. Agar lebih mudah difahami dan dilaksanakan. Orang tidak akan
melaksanakan suruhan, dan larangan sekiranya suruhan dan larangan itu
diturunkan sekaligus banyak. Hal ini disebutkan oleh Bukhari dan riwayat
‘Aisyah r.a.
2. Di antara ayat-ayat itu ada yang nasikh dan ada yang mansukh, sesuai
dengan permasalahan pada waktu itu. Ini tidak dapat dilakukan sekiranya Al
Qur’an diturunkan sekaligus. (ini menurut pendapat yang mengatakan adanya
nasikh dan mansukh).
3. Turunnya sesuatu ayat sesuai dengan peristiwa-peristiwa yang terjadi
akan lebih mengesankan dan lebih berpengaruh di hati.
4. Memudahkan penghafalan. Orang-orang musyrik yang telah menayakan
mengapa Al Qur’an tidak diturunkan sekaligus.
BAB III
PENUTUP
A.
Kesimpulan
Definisi kata nuzûl bermakna turun, sebagaimana
hal ini disebutkan dalam Mufradat, Misbah danAqrab. Raghib dalam memaknai nuzul berkata, “al-Nuzul fii al-ashl: huwa inhitat min ‘ulu’ (Nuzul aslinya bermakna turunnya sesuatu dari atas).
Berkenaan dengan proses penurunan al-Qur’an, al-Zarqani menyebutkan 3
macam tahapan, yaitu:
1. Tahap pertama, al-Qur’an diturunkan Allah SWT ke Lauh Mahfuzh
2. Tahapan kedua, al-Qur’an diturunkan dari Lauh Mahfuzh ke Bayt
al-Izzah di langit dunia pada suatu malam yang dinamakan Lailah al-Qadar
3.
Tahapan
ketiga, al-Qur’an diturunkan dari Bayt al-Izzah kepada Nabi Muhammad SAW
dengan perantara Malaikat Jibril AS
Al-Qur’an sendiri yang menyatakan bahwa keotentikan (orisinalitas)
al-Qur’an dijamin oleh Allah SWT, sesuai dengan firman-Nya QS. al-Hijr ayat 9 :
$¯RÎ) ß`øtwU $uZø9¨tR tø.Ïe%!$# $¯RÎ)ur ¼çms9 tbqÝàÏÿ»ptm: ÇÒÈ
Artinya : Sesungguhnya
Kami-lah yang menurunkan Al Quran, dan Sesungguhnya kami benar-benar
memeliharanya.
Hikmah Al Qur’an diturunkan
secara beransur-ansur itu ialah:
1. Agar lebih mudah difahami dan dilaksanakan. Orang tidak akan
melaksanakan suruhan, dan larangan sekiranya suruhan dan larangan itu
diturunkan sekaligus banyak. Hal ini disebutkan oleh Bukhari dan riwayat
‘Aisyah r.a.
2. Di antara ayat-ayat itu ada yang nasikh dan ada yang mansukh, sesuai
dengan permasalahan pada waktu itu. Ini tidak dapat dilakukan sekiranya Al
Qur’an diturunkan sekaligus. (ini menurut pendapat yang mengatakan adanya
nasikh dan mansukh).
DAFTAR PUSTAKA
Departemen Agama RI, Al-Qur’an dan terjemahnya. Cet. V; Bandung: CV. Diponegoro, 2005.
Kamaludin Marzuki, ‘Ulumul Qur’an, hal. 68
Dr. Rosihon Anwar, M.ag, Ulumul Quran. Pustaka Setia, Bandung,
2008
Al-Qattan, Manna’ Khalil. Studi Ilmu-Ilmu Qur’an,
Jakarta: Litera Antar Nusa, 2000
Ash Shiddieqy, Muhammad Hasbi. Ilmu-Ilmu Al-Qur’an, Semarang:
PT. Pustaka Rizki Putra, 2002.
Rofi’i, Ahmad & Ahmad Syadali. Ulumul Quran I,Bandung: Pustaka Setia,
1997.
Ahmad Syadali. ‘Ulumul Qur’an I. Cet. I; Bandung: Pustaka
Setia, 1997.
[1]
Kamaludin Marzuki, ‘Ulumul Qur’an, hal. 68
[2]
Dr. Rosihon Anwar, M.ag, Ulumul Quran. Pustaka Setia, Bandung,
2008
[3] Al-Qattan,
Manna’ Khalil. Studi Ilmu-Ilmu Qur’an, Jakarta: Litera Antar Nusa, 2000
[4] Ash Shiddieqy, Muhammad
Hasbi. Ilmu-Ilmu Al-Qur’an, Semarang: PT. Pustaka Rizki Putra,
2002.
[5] Rofi’i, Ahmad & Ahmad
Syadali. Ulumul Quran I,Bandung: Pustaka Setia,
1997.
[6] Departemen Agama RI, Al-Qur’an dan terjemahnya. Cet. V; Bandung: CV. Diponegoro, 2005.
[7] Ahmad Syadali. ‘Ulumul Qur’an I. Cet. I; Bandung: Pustaka
Setia, 1997.
[8]
Departemen Agama RI, Al-Qur’an
dan terjemahnya. Cet. V; Bandung: CV. Diponegoro, 2005.
[9] Rofi’i, Ahmad & Ahmad Syadali. Ulumul Quran I,Bandung: Pustaka Setia, 1997.
[10] Asy-Shiddieqy, Hasbi. Sejarah
dan Pengantar Ilmu Al-Qur’an atau Tafsir, Jakarta: Bulan
Bintang, 1980.
[11] Asy-Shiddieqy, Hasbi. Sejarah dan Pengantar Ilmu
Al-Qur’an atau Tafsir, Jakarta: Bulan Bintang, 1980.
Pelajaran dan pendidikan akhlak sangat penting bagi pelajar muslim di seluruh Indonesia. Bagi seorang muslim dan muslimah sudah seharusnya Kita memiliki semangat dan ghirah dalam mempelajari bahasa arab. Terlebih lagi bahasa arab dan wasilah bagi kita dalam mengenal ilmu syari.
ReplyDeletesebutkan adab berpakaian dalam islam Sejarah diturunkannya Al Quran Ufa Bunga SMartphone